1 IMPLEMENTASI AJARAN FIKIH KEBANGSAAN ALA JOKO WIDODO Moh Dahlan Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Syariah IAIN Bengkulu Email: [email protected]/ HP.08179403094 Jln. Raden Fatah Pagar Dewa Bengkulu Abstrak: Wawasan kebangsaan harus dibangun berdasarkan nilai-nilai universal fikih Islam, sehingga fikih tersebut mampu mendorong lahirnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik, adil dan makmur.Berdasarkan uraian tersebut, kajian ini merumuskan pokok masalah; bagaimana akar historis wawasan kebangsaan dalam ajaran fikih Islam? Bagaimana wawasan kebangsaan dalam ajaran fikih Islam di Indonesia dan implementasinya? Dari dua masalah tersebut, kajian ini bertujuan untuk memahami dan mendalami wawasan kebangsaan dalam ajaran fikih Islam dan wawasan kebangsaan dalam ajaran fikih Islam di Indonesia dan implementasinya. Adapun metode kajian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan normatif dan pendekatan pendekatan deskriptif historis. Hasil penelitian menyebutkan bahwa wawasan fikih kebangsaan menjadi landasan yang mampu mewarnai dan mendorong lahirnya semangat nasionalisme atas empat pilar berbangsa dan bernegara, juga telah memberikan landasan dalam membangun tatanan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat yang berbasis pada asas-asas atau nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana praktik ‘urf pembangunan pasar dan pemindahan pasar serta pembangunan budaya masyarakat Islami ala JokoWidodo di Solo. Kata kunci: wawasan, fikih, kebangsaan dan Jokowi Pendahuluan aksentuasi pemikiran dan gerakannya, tetapi juga karena paham kebangsaan memiliki Dalam sejarah kehidupan berbangsa unsur dan elemen kompleks yang dan bernegara, begitu rumit menjalin dan mempersatukan,yaituadanya kesamaan asal- merajut hubungan paham kebangsaan dan usul, bahasa, ideologi, agama, dan yang hukum Islam/fikih. Kesulitan itu terjadi terpenting juga adanya kesamaan semangat karena orientasi dan dasar pemikiran serta dalam perjuangan menuju masa depan yang gerakannya memiliki aksentuasi yang sama. Dalam paham kebangsaan,terpatri berbeda.Dalam sejarah pergulatan mencari adanya rasa keterikatan yang berasal dari hati identitas nasional, bangsa Indonesia dan pikiran untuk bersama-sama berjuang dan mengalami pertentangan yang pelik dan mempertahankan nasib masa depan yang cukup panjang, sehingga menguras energi dan hendak diperoleh.1 pikiran untuk mencari titik persamaan dalam membangun tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahterah, adil dan makmur. 1Otho Hadi,Nation and Character Building Bagi Hatta, kesulitan itu tidak hanya Melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan, disebabkan adanya perbedaan orientasi dan www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8543/, 2 Dalam upaya mencari titik temu dan nilai fikih memiliki kecenderungan persamaan paham kebangsaan, kalangan bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nasionalis dan kalangan agamawan Muslim paham kenegaraan Indonesia, Undang- mengalami perdebatan yang hangat. Salah Undang Dasar Negara Republik Indonesia satu contoh kasusnya adalah kasus Sudan (UUD-NRI) Tahun 1945 yang menjamin yang mayoritas Muslim, tetapi begitu rumit kebebasan dalam berpikir, berpendapat, ketika hendak menerapkan identitas berorganisasi dan beragama serta persamaan kebangsaannya sebagai bangsa yang di muka hukum. Jika formalisasi hukum fikih berlandaskan paham agama Islam sebagai diwujudkan dalam tata kehidupan kenegaraan, agama mayoritas. Demikian juga kasus yang maka warga negara non-Muslim akan menjadi sama terjadi sejak masa awal kemerdekaan di warga negara kelas dua, tidak hanya itu, Indonesia, kalangan nasionalis menghendaki nantinya akan ada paham/madzhab fikih implemenasi nilai-nilai luhur budaya dalam dominan yang akan mendominasi kelompok tata kehidupan kebangsaan dan kenegaraan agama Islam tertentu lainnya, semisal dengan tidak terikat pada paham agama Organiasi Keagamaan Al-Irsyad atau al- tertentu. Garis perjuangan mereka adalah Ishlah. Paham keagamaan ini dalam wacana untuk mendirikan negara bangsa yang ushul fiqih dengan paradigma imajenatif sekuler, yaitu negara yang berdasarkan asas (wahmiyyah),3misalnya, mereka memiliki rasional dan nilai-nilai luhur budaya di negeri imajenasi, jika negara tegak dan berdiri yang dianutnya. Mereka menolak berdasarkan fikih Islam, hal itu dianggap akan implementasi nilai-nilai tekstual agama menjadi jalan pintas untuk mewujudkan tertentu yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan kemakmuran rakyat. Walaupun kebangsaan/kenegaraan. Sementara itu, faktanya, Alwi Shihab menyebutkan, kalangan agamawan Muslim menghendaki imajenasi itu tidak benar, banyak negara- implementasi nilai-nilai hukum/agama Islam negara yang mengklaim sebagai negara Islam, atau fikih dalam tata kehidupan berbangsa dan tetapi justru tidak lebih baik dari negara bernegara. Paham kaum agamawan Muslim sekuler.4 Bahkan sebaliknya, kasus menghendaki penerapan nilai-nilai fikih peperangan yang terjadi pada dekade akhir- secara tekstual yang tidak jarangan dapat akhir ini menandakan adanya perpecahan di bertentangan secara diametral dengan paham kalangan sesama kelompok kebangsaan.2 Muslim.Sementara itu, UUD-NRI Adanya arus gerakan formalisasi nilai- menandaskan adanya persamaan di muka nilai fikih yang dilakukan oleh kalangan hukum serta kebebasan beragama dan agamawan Muslim itu telah memicu beroganisasi. Fenomena ini menjadi masalah pertentangan dan penolakan dari kalangan krusial yang harus dipecahkan dan dicari jalan nasionalis. Sebab, gerakan formalisasi nilai- keluarnya. Jika tidak, maka hanya akan menimbulkan masalah dan konflik diakses tanggal 11-12-2011, hlm.4; bandingkan dengan Moh Dahlan, Paradigma Ushul Fiqih Multikultural Gus Dur, (Bengkulu: IAIN Bengkulu Press dan 3Nurcholish Madjid dkk, Fiqih Lintas Agama: Penerbit Kaukaba Yogyakarta, 2013), hlm.195. Membangun Masyarakat Inklusif-Pluralis, (Jakarta: 2Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Paramadina dan The Asia Foundation, 2004), hlm. 9. Agama, dan Kebudayaan,(Jakarta: Desantara, 2001), 4 Alwi Shihab adalah seorang cendekiawan hlm. 86; Y Suyitno dkk (Penyusun), Panduan Muslim Indonesia-alumnus Doktor Universitas Ains Pelaksanaan Pendidikan Berwawasan Kebangsaan di Shams, Kairo, Mesir, 1990 dan Doktor Universitas Sekolah Menengah Pertama, Depdiknas RI 2009, Temple, Amerika Serikat 1995-ketika mengisi seminar http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEDAGOGIK/1 nasional dan bedah buku yang berjudul “Membedah 95009081981011- Islam di Barat: Menepis Tudingan, Meluruskan Y._SUYITNO/PANDUAN_SIAP_DIKWASBANG_J Kesalahpahaman”, di STAIN Bengkulu tanggal 13 ADI.pdf, diaksespadatanggal 11-12-2011, hlm. 30 Desember 2011. 3 berkepanjangan yang tidak ada manfaatnya, kebangsaan umat Islam dapat berkembang hanya menguras energi dan tenaga.5 seiring dengan semangat nasionalisme bangsa Perjalangan sejarah hidup berbangsa Indonesia. Wawasan kebangsaan yang lahir dan bernegara yang tidak ternilai harganya dari spirit keberagamaan Islam atau fikih adalah umat Islam sebagai mayoritas telah Islam, semestinya tidak hanya didasarkan melapangkan dada dan pikiran dalam pada asas legalitas formal-tekstual,tetapi mewujudkan wawasan fikih atau paham seharusnya juga mencerminkan nilai-nilai hukum Islam yang inklusif, sehingga universal fikih Islam yang bersifat walaupun umat Islam mengamalkan ajaran kemaslahatan di negara yang fikihnya, tetapi mereka tetap dengan setia majemuk.7Berdasarkan uraian tersebut, kajian berada dalam kerangka wawasan kebangsaan ini merumuskan pokok masalah; bagaimana atau NKRI. Bahkan ruhul jihadnya semakin akar historis wawasan kebangsaan dalam kokoh untuk mendukung dan ajaran fikih Islam? Bagaimana wawasan mempertahankan NKRI sebagai hal yang kebangsaan dalam ajaran fikih Islam di final. Diakaui atau tidak, pada awal Indonesia dan implementasinya? Dari dua kemerdekaan telah muncul upaya formalisasi masalah tersebut, kajian ini bertujuan untuk fikih, tetap dalam perjalanannya telah terjadi memahami dan mendalami wawasan proses transformasi. kebangsaan dalam ajaran fikih Islam dan Arus gerakan formalisasi hukum Islam wawasan kebangsaan dalam ajaran fikih Islam di Indonesia tidak hanya terjadi pada sejarah di Indonesia dan implementasinya. Adapun awal kemerdekaan Indonesia, tetapi juga terus metode kajian ini menggunakan dua berlanjut hingga masa kini, misalnya trend pendekatan, yaitu pendekatan normatif yang perda syariat Islam. Walaupun dalam trend itu mengisyaratkan nas-nas fikih tentang ada anomali, Imam Suprayogo, Guru Besar wawasan kebangsaan dan fikih Islam yang UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dalam dilengkapi dengan pendekatan ushul fiqih, suatu acara seminar di STAIN Malikul Saleh yaitu paradigma ‘urfberdasarkan kaidah; al- Lhokseumawe,menyatakan bahwa semangat tsabit bi al-‘urf ka al-tasbit bi al-nash (hal-hal untuk mengamalkan nilai-nilai fikih Islam yang menjadi ketetapan dalam suatu tradisi, secara kaffah di wilayah itu sangat tinggi maka status hukumnya sama dengan dengan keyakinan nantinya akan ketetapan nas fikih),8 sedangkan pendekatan mendapatkan keadilan dan kemakmuran kedua menggunakan pendekatan deskriptif berkat pelaksanaan fikih/syariat Islam, tetapi historis yang menguraikan mengenai fakta di lapangan bahwa formalisasi fikih masalah-masalah fakta sejarah masa lalu dan Islam hanya dimaksudkan untuk memerangi masa kini secara dialektis.9 maksiat dan penindakan hukum parsial seperti hukum cambuk, potong tangan atau rajam, Akar Historis Wawasan Kebangsaandalam bukan berusaha menyelesaikan permasalahan Ajaran Fikih Islam besar umat Islam seperti kemiskinan dan Wacana mengenai bangsa muncul keterbelakangan dalam segala bidangnya.6 berdasarkan relasi intrinsik antara penguasa Paradigma sosial-budaya untuk dan rakyat. Relasi intrinsik itu lahir karena memahami dan menerapkan fikih Islam adanya faktor kesamaan budaya, ideologi, ras, memiliki arti penting,sehingga wawasan suku, bahasa, adat-istiadat dan agama. Sejarah 5Wahid,Pergulatan Negara…., hlm. 87. 7Wahid,Pergulatan Negara…., hlm. 87. 6Imam Suprayogo,Mungkinkah Syari'ah 8Abdul Wahhab Khallaf, Ilm Ushul al-Fikih, Bukan Berkonotasi Cambuk, Potong Tangan dan (Kuwait: Dar al-Qalam, t.th.),,hlm. 90. Bahkan Pancung,http://www.facebook.com/note. 9 M Hasbi Amiruddin, Konsep Negara Islam php?note_id=10150421146178880, diakses tanggal 11- menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: UII Press, 12-2011. 2000), hlm. 49. 4 perjalanan hidup berbangsa dan bernegara agar mampu mendorong kemajuan tidak terlepas dari faktor pengaruh itu, penganutnya dalam negara.12 sehingga pergulatan politik dan hukum di Perjalanan paham kebangsaan Indonesia berjalan dalam arena tarik-menarik mengalami dinamika di kalangan agamawan antara unsur sosial-budaya dan unsur legal- Muslim sepanjang abad ke-20. Kalangan formal.10 agamawan Muslim begitu semangat untuk Setiap negara memiliki rasa menentang paham kebangsaan di sejumlah kebangsaan yang tertanam kokoh dalam jiwa negara dengan alasan tidak berdasarkan setiap individu penduduk atau warganya, hukum Allah ataupun alasan lainnya, seperti walaupun faktanya sulit untuk diberikan kasus yang terjadi di Saudi Arabia, Pakistan, definisi atau penjelasan. Darimana kaum Melayu di Malaysia, dan Sudan. Nilai- lahirnyarasa kebangsaan?Adanya kesadaran nilai yang bukan langsung berasal dari fikih berbangsa lahir dari proses hidup alamiah Islam ditentangnya dan dianggap sebagai berdasarkan ikatan sosial dan emosional yang regulasi kafir.13 sama, yaitu perjuangan masa lalu dan rasa Rumitnya membangun hubungan yang kebersamaan dalam memperjuangkan serasi antara paham kebangsaan dan paham tegaknya cita-cita hidup berbangsa dan hukum keislaman dapat dilihat dengan bernegarauntuk mewujudkan kesejahteraan gamblang pada kasus yang menimpa kaum lahir dan batin. Dengan wawasan kebangsaan Muslim di India. Walaupun warga Muslim itu, bangsa ini akan mampu mewujudkaan jati menempati urutan kedua terbesar dari segi diri yang dimiliki dan nilai-nilai luhur budaya jumlahnya atas penduduk secara keseluruhan bangsa yang khas dan unik yang berbeda setelah Indonesia, yaitu berjumlah sekitar dengan bangsa lainnya sebagai identitas seratus juta jiwa, tetapi mereka sedang bersama sebagai pembeda dengan bangsa mengalami kesulitan luar biasa. Bahkan lainnya.11 meskipun mereka harus mengintegrasikan diri Rasa kebangsaan tidak hanya dimiliki ke dalam kelompok sekuler, tetapi mereka oleh suatu bangsa tertentu, tetapi semua masih saja memiliki kesulitan yang luar biasa bangsa memiliki hak dan ikatan yang untuk mengembangkan wawasan mempersatukan mereka. Tidak hanya kebangsaannya dalam regulasi kehidupan Indonesia yang mengakui adanya identitas mereka secara kolektif.14 kebangsaannya, tetapi semua bangsa di dunia Barat maupun Timur juga mengakui dan Problematika relasi paham kebangsaan menganut identitas kebangsaannya sebagai dan paham keagamaan Islam menjadi identitas nasional yang dijunjung tinggi dan perdebatan yang hangat dan tidak pernah dipertahankan. Karena sejarah hidup berhasil diselesaikan dengan tuntas, selalu berbangsa dinamis, maka wawasan muncul gerakan dan arus untuk kebangsaan sebagai paham yang menjadi memberlakukan fikih Islam secara literlek dan identitas nasional juga harus dikembangkan tekstual yang kemudian tidak jarangan dapat menimbulkan konflik dan pertentangan di kalangan masyarakat pada umumnya yang 10Olaf H Schumann, Menghadapi Tantangan, berbeda agama atau paham ideologi. Belajar Memperjuangkan Kerukunan, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2004),hlm. 283. dari sejumlah kasus-kasus di berbagai negara, 11Otho Hadi,Nation and Character Building telah memberikan pelajaran yang cukup Melalui Pemahaman Wawasan Kebangsaan, 12Hadi,Nation and Character Building…, hlm. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8543/, 3. 13Wahid,Pergulatan Negara…., hlm. 84-85 diakses tanggal 11-12-2011, hlm. 3. 14 Dahlan, Paradigma Ushul Fiqih ..., hlm.195. 5 berarti, formalisasi hukum/fikih Islam dalam waktu itu yang menjelma menjadi kelompok tata kehidupan kenegaran telah membawa sosial dan memiliki kekuatan tersendiri pasca permalasahan pelik dan konflik Periode Makkah. Dasar-dasar terbentuknya berkepanjangan yang tidak ada hentinya, dimulai dari adanya perjanjian umat Islam sebab ada jarak antara paham fikih Islam yang dari suku Aus dan Khazraj pada Musim haji bernilai universal dan rahmatal lil alamin tahun 621 dan 622 M. Mereka terdiri dari dengan fakta sejarah politik hukum di negara- tujuh orang laki-laki dan dua orang negara Islam serta lemahnya kemampuan perempuan yang menyatakan perjanjian setia menerjemahkan nilai-nilai fikih Islam yang kepada Nabi Muhammad saw. Pada tahun diajarkan Nabi Muhammad Saw. 621, mereka berjanji tidak menyembah selain Pembangunan wawasan kebangsaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan meninggalkan dalam sejarah fikih Islam, tepatnya masa Nabi segala bentuk kejahatan yang dikenal dengan Muhammad saw, telah menunjukkan prestasi Bai’at Aqabah Pertama, sedangkan Bai’at yang luar biasa dan membanggakan. Nabi Aqabah Kedua tahun 622 dijalankan dengan Muhammad saw sebagai Rasulullah dan misi untuk memasukkan Nabi Muhammad Penguasa Madinah telah berhasil membangun saw sebagai bagian dari bangsa yang satu dan negara Madinah berdasarkan ikatan perjanjian bersaudara serta sekaligus melindungi Nabi untuk tidak saling menyerang di antara Muhamamd saw. Mereka hendak bersama- kabilah. Hasil penelitian W Montgomery sama berjuang menegakkan keadilan. Watt dalam karyanya The Majesty That Islam Perjanjian tersebut mengantarkan Nabi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Muhammad saw untuk hijrah ke Madinah dan Indonesia berjudul Kejayaan Islam: Kajian membangun Negara Madinah.16 Kritis dari Tokoh Orientalis menandaskan, Sistem negara bangsa yang dikenalkan Nabi Muhammad saw akhirnya menuntut oleh sistem negara modern tidaklah seluruh kabilah dan warga masyarakat sebagai bertentangan dengan nilai-nilai agama/fikih bangsa yang satu dan tidak boleh saling Islam. Al-Qur’an sebagai sumber hukum dan bertengkar, mereka harus tunduk kepada falsafah hidup umat Islam tidak mengatur ikatan perjanjian damai. Ikatan perjanjian secara rigid dan rinci mengenai sistem dan kebangsaan di Madinah yang terwujud dalam bentuk negara. Fikih Islam hanya dokumen yang terpelihara hingga sekarang mengajarkan pembangunan kehidupan umat dikenal dengan “Konstitusi Madinah” atau manusia dalam masalah dunia dan akhirat. “Piagam Madinah”. Dengan perjanjian itu Oleh sebab itu, nilai-nilai fikih Islam bersifat dibentuklah federasi kabilah-kabilah menurut universal dan dapat dijadikan sebagai dasar asas-asas umumnya yang diterima oleh pijakan dalam membangun sistem bangsa Arab di Madinah. Dokumen perjanjian ketatanegaraan tertentu, misalnya sistem itu tidak didasarkan kepada naskah regulasi negara bangsa. Nabi Muhammad saw sebagai agama tertentu,terutama nilai-nilai fikih pemimpin negara telah berhasil mendirikan Islam, tetapi berdasarkan pertimbangan sistem ketatanegaraan yang bersifat majemuk rasional dan nilai-nilai luhur kebangsaan.15 dan inklusif, sehinga seluruh elemen warga Secara historis, terbentuknya Negara masyarakat dapat diakomodir dalam payung Madinah, akibat dari perkembangan wawasan sebagai bangsa yang satu dan dalam ikatan kebangsaan masyarakat Arab Islam pada perjanjian yang kokoh yang diterima semua golongan dan kelompok atau kabilah di 15 W Montgomery Watt dalam karyanya The Majesty That Islam yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, terj. Hartono Hadikusumo, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1990), 16 Amiruddin, Konsep Negara Islam .., hlm. hlm. 5-7. 49-50. 6 seluruh Madinah, yaitu Konstitusi Proses pembangunan masyarakat dan Madinah/Piagam Madinah.17 wawasan kebangsaan yang berbasiskan nilai- Kebijakan politik Nabi Muhammad nilai fikih Islam tidak hanya berlangsung saw dalam membangun dan menata hubungan mulai masa kemerdekaan hingga masa keharmonisan antara pemeluk agama dan reformasi,tetapi juga sudah bermula sejak seluruh elemen warga masyarakat dimulai para pedagang Arab Muslim datang ke dengan menata hubungan sosial keagamaan Indonesia, khususnya setelah Abad ke-8, yang yang harmonis dan rukun diantara pemeluk bertujuan untuk menyebarkan Islam di agama dan komunitas sosial, yaitu komunitas Nusantara. Walaupun demikian, upaya Arab Muslim dari Makkah, komunitas Arab Kolonial Belanda untuk membendung Muslim dari Madinah, komunitas Yahudi dan pengaruh agama Islam dari orang-orang Arab komunitas Arab Paganis. Mereka kemudian Muslim bukan rahasi lagi. Hasil penelitian dipersatukan dalam satu ikatan internal Alwi Shihab menyebutkan, pemerintah keagamaan dan lintas agama dan suku dalam kolonial Belanda telah berusaha melestarikan tata kehidupan kebangsaan masyarakat di kekuasaannya di bumi Nusantara dengan Madinah. Dalam Konsitusi Madinah membendung pengaruh nilai-nilai agama/fikih ditegaskan, seluruh elemen bangsa memiliki Islam. Hubungan orang-orang Nusantara hak dan kewajiban serta kesamaan di muka dengan orang-orang Arab Muslim dianggap hukum. Secara rinci, prinsip-prinsip yang sebagai bahaya laten oleh pemerintah kolonial terkadung dalam Piagam/Konstitusi Madinah Belanda. Belanda menerapkan kebijakan di antaranya adalah umat Islam dan non- politik devide et impera. Penelitian ini juga Muslim adalah satu bangsa yang memiliki didukung oleh pernyataan Harry Benda, Guru kesamaan hak dan kewajiban.18 Besar Ilmu Sejarah asal Amerika, yang Madinah sebagai pusat pemerintahan menyebutkan bahwa pada abad ke-19, orang- pada masa Nabi Muhammad saw hingga 661 orang Belanda yang berada di negerinya M memiliki tradisi kajian dan intelektual yang maupun di Indonesia berusaha keras untuk lebih dibandingkan dengan Makkah. Ilmuwan menghilangkan pengaruh nilai-nilai terkemuka di Madinah di antaranya adalah agama/fikih Islam dari bangsa Indonesia Zaid bin Sabit yang telah menulis surat-surat dengan segala cara. Interaksi orang-orang al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Arab Muslim di Nusantara telah memberikan Muhammad saw dan bertindak sebagai warna tersendiri dalam perjalanan dan sekretaris Nabi. Peran Zaid bin Sabit begitu perkembangan dalam kehidupan berbangsa penting dalam menjaga ontentisitas al-Qur’an, dan bernegara. Ciri khas dan sifat penyebaran Zaid telah menjadi ketua komisi untuk Islam yang menggunakan pendekatan menetapkan naskah baku al-Qur’an pada perdangan dan pendidikan telah masa Khalifah Usman bin Affan. Perabadan mengantarkan bangsa Indonesia menjadi manusia kemudian berkembang dengan bangsa yang ramah dan toleran, tidak sinaran ajaran-ajaran al-Qur’an hingga masa menunjukkan sikap keras dan radikal, kini, bahkan ketika umat manusia walaupun pada awal pendirian negara menentukan identitas nasionalnya sebagai Indonesia sempat muncul keinginan untuk bangsa, ajaran al-Qur’an juga mengafirmasi mendirikan negara Islam, tetapi dengan dan tidak menolaknya.19 pemikiran dan gerakan keagamaan yang bijaksana dan toleran, akhirnya diambil keputusan untuk mendirikan bentuk negara, 17 Amiruddin, Konsep Negara Islam .., hlm. 48. 18 Amiruddin, Konsep Negara Islam .., hlm. bahasa Indonesia berjudul Kejayaan Islam: Kajian 51. Kritis dari Tokoh Orientalis, terj. Hartono 19 W Montgomery Watt dalam karyanya The Hadikusumo, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1990), Majesty That Islam yang diterjemahkan ke dalam hlm. 88. 7 yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menegakkan NKRI, misalnya KH (NKRI) dengan Pancasila sebagai Ideologi Wahid Hasyim, KH Wahib Wahab,KH Negaranya. Jasa-jasa orang-orang Arab Saifuddin Zuhri, KH Mohammad Dahlan, Muslim Hadramaut telah menunjukkan Idham Khalid dan Subhan ZE.22 bekasnya, misalnya pendirian sejumlah Keputusan itu dapat dicapai dengan Yayasan Islam al-Irsyad dan juga Yayasan al- paradigma ijtihad politik NU yang Khairat.20 berdasarkan pada beberapa prinsip, yaitu (a) Hasil penelitian M C Ricklefs, A kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, History of Modern Indonesia Since 1200 yang sehingga jika terjadi pertentangan antara dua diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kemafsadatan, maka yang diambil yang lebih dengan judul Sejarah Indonesia Modern ringan, mengutamakan menolak kemafsadatan 1200-2008 menyebutkan bahwa perjungan daripadamendatangkan kemanfaatan, dan untuk membangun negara yang bernafaskan menutup jalan kebinasaan. (b) keluwesan religius terus bergulir dan berkembang menjadi kaidah yang digunakan untuk walaupun sempat terjadi pertentangan meminimalisir resiko yang akan menimpanya, ideologis, tetapi akhirnya dicapai kesepatakan misalnya darurat dapat membolehkan yang bentuk negara, yaitu NKRI. Cikal bakal tidak dibolehkan dan prinsip jika tidak bisa berdirinya NKRI dimulai sejak bulan Oktober dicapai semua, hendaknya dilakukan 1928, kegiatan-kegiatan budaya dan politik ke semampunya.(c) moderatisme adalah sikap arah persatuan Indonesia secara resmi pada politik yang diambil dalam mengambil Kongres Pemuda yang diadakan di Batavia kebijakan atau keputusan hukum untuk mendeklarasikan Sumpah Pemudah, Kongres menghindari ekstrim kanan dan ekstrim kiri.23 menyetujui tiga pengakuan; satu tanah air, Indonesia, satu bangsa, Indonesia, dan satu Wawasan Kebangsaan dalam Ajaran Fikih bahasa, bahasa persatuan Indonesia.21 Islam di Indonesia Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam Nabi Muhammad saw mengajarkan terbesar juga memberikan sumbangan nyata persatuan kemanusiaan. Ini tercermin dari dalam memperjuangkan Kemerdekaan firman Allah yang menandaskan, Allah swt Republik Indonesia. Hasil kajian Greg Fealy menciptakan laki-laki dan perempuan, dalam Ijtihad Politik Ulama: Sejarah NU bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk 1952-1967 terbitan LKiS, 1996 menandaskan saling mengenal (untuk kemudian saling bahwa NU telah menggerakan resolusi jihad bekerjasama) (Q.S. al-Hujurat [49]:13). melawan penjajah, menjadi barisan terdepan Namun demikian, persatuan itu tidak berarti, menuntut pembubaran PKI, dan penerima umat beragama melebur menjadi satu, tetapi asas Pancasila. Prestasi NU itu menunjukkan umat manusia hendaknya menghargai adanya bahwa para kiai yang selama ini hanya perbedaan dan memahaminya sebagai fakta dianggap sebagai broker politik tidaklah historis yang harus dihormati, sebab masing- benar, bahkan sebaliknya para kiai/ulama NU masing umat atau golongan memiliki jalan telah berjuang total demi tegakkan NKRI. Hal yang berbeda-beda walaupun mereka tetap itu juga ditopang dengan semangat dan memiliki tujuan yang sama (Q.S. al-Maidah komitmen kebangsaan kiai-kiai NU yang kuat [5]: 48). Untuk itu, umat manusia dituntut untuk berbuat adil kepada siapa pun (Q.S. al- Maidah [5]:8). Oleh sebab itu, hasil kajian 20 Alwi Shihab, Islam Inklusif, (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 321-323 dan 327-328. 21 M C Ricklefs, A History of Modern 22 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur: Indonesia Since 1200 yang diterjemahkan ke dalam Analisis Wacana Kritis, (Yogyakarta:LkiS, 2010), hlm. bahasa Indonesia dengan judul Sejarah Indonesia 105. Modern 1200-2008, terj. PT Serambi, (Jakarta: PT 23 Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur..., hlm. Serambi, 2008), hlm. 399. 106-107. 8 Awi Shihab menyatakan bahwa ajaran fikih Ibn Abi Rabi’ al-Farabi, al-Mawardi, al- Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw Ghazali, Ibn Taimiyyah, Ibnu Khaldun, al- merupakan ajaran yang agung dan mulia yang Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, akan mampu merajut dan menyatukan elemen Ali Abd Raziq, Abu al-A’la al-Maududi, dan bangsa yang berbeda-beda latarbelakangnya.24 Muhammad Husein Haikal, Munawir Dalam sejumlah pandangan ilmuwan, Syadzali menyimpulkan bahwa tidak ada Fazlur Rahman, Guru Besar Pemikiran Islam, satupun dari pemikiran dan kajian tokoh Chicago University, dan Dr Lawrence tersebut yang menemukan bentuk baku Sullivan, Kepala Pusat Kajian agama-agama identitas kebangsaan atau kenegaraan yang di Harvard University, menyebutkan bahwa mengharuskan berdasarkan ajaran fikih Islam ajaran fikih Islam yang toleran dan moderat dengan versi tertentu.27 dari Nabi Muhammad saw lahir dan Ketiadaan regulasi khusus mengenai menyingsing di bumi Indonesia dan juga identitas kebangsaan yang mengharuskan menjadi model alternatif yang tidak dijumpai berdasarkan pada norma agama tertentu di negara-negara Eropa atau Amerika. Ajaran menjadi berkah bagi masyarakat Indonesia fikih Islam di Indonesia mencerminkan wajah untuk membangun tata kehidupan kebangsaan yang ramah dan rahmatal lil alamin, jauh dari dan kenegaraan yang majemuk.Bangsa sikap radikal dan ekstrimis, dan Indonesia Indonesia merupakan bangsa yang luar biasa dapat menjadi model dalam membangun majemuk, tetapi kemajemukan bukan menjadi kerukunan umat beragama dan membangun penyebab perpecahan tetapi justru rasa kebangsaan.25 Alwi Shihab mengulasnya memperkuat persatuan di NKRI. Ideologi dengan jelas: agama yang berbeda-beda dan aliran berbeda- Indonesia, tandasnya “Is a model of beda tidak menjadi penghalang untuk bersatu, religious tolerance that other tetapi justru perbedaan agama atau countries could do well to emulate” aliran/madzhab agama/fikih menjadi (Indonesia merupakan contoh dalam pemersatu. Fenomena ini berbeda dengan toleransi keagamaan yang patut ditiru kasus di Timur Tengah dimana agama Islam oleh dunia). Tidak heran, karena atau ajaran fikih Islam lahir, mereka tidak bisa menurut Prof Muhammad Ayoub, bersatu walaupun memiliki kesamaan kitab Profesor pada Universitas Temple suci atau agama, tetapi mereka terpecah-belah Philadelphia: “Pengalaman agama berdasarkan madzhab hukum atau akidah dalam masyarakat Indonesia masing-masing, misalnya aliran Syi’ah tidak dibanding dengan masyarakat Islam bisa bersatu dengan aliran Sunni. Demikian lainnya, merupakan model yang paling juga aliran Wahabi selalu mencurigai aliran dekat dengan nilai al-Qur’an dan Sunni, bahkan berupaya membasmi situs-situs Sunnah Nabi Muhammad saw”.26 bersejarah yang menjadi tempat kunjungan aliran Sunni. Salah satu kasus aktual adalah Secara konseptual, Bahtiar Eeffendy rencana pemindahan makam Nabi menandaskan bahwa ajaran fikih Islam Muhammad saw. Mereka tidak memiliki menetapkan sejumlah prinsip-prinsip dalam wawasan keislaman yang inklusif-pluralis, kehidupan bernegara dan berbangsa, tidak ada tetapi justru ekslusif di antara aliran-aliran regulasi khusus yang menentukan bentuk negara tertentu. Setelah meneliti karya-karya 27 Bahtiar Effendy, “Islam dan Negara di Indonesia: Munawir Sjadzali dan Pengembangan 24 Alwi Shihab, Islam Inklusif..., hlm. 334- Dasar-dasar Teologi Baru Politik Islam”, dalam 335. Muhammad Wahyuni Nafis dkk (eds),Kontekstualisasi 25Alwi Shihab,Islam Inklusif..., hlm. 335 Ajaran Islam: 70 Tahun Prof. Dr. H. Munawir 26 Alwi Shihab, Islam Inklusif..., hlm. 335- Sjadzali, M.A., (Jakarta: Paramadina dan IPHI, 1995), 336. hlm. 414. 9 mereka walaupun kemudian isu itu kemudian Muslim Moderat, NU atau Muhammadiyah. redah. Oleh sebab itu, organisasi Islam moderat Imam Suprayogo, Guru Besar UIN harus mampu menjaga ajaran universal itu Maulana Malik Ibrahim Malang, menjelaskan yang dapat menjadi penyokong tegaknya bahwa mayoritas bangsa Indonesia adalah NKRI.29 beragama Islam, tetapi bukan berarti agama Dalam menyikapi berbagai tantangan Islam dominan di seluruh wilayah Indonesia, dari garis Islam keras atau radikal, Nahdlatul sebagian dominan, sebagian minoritas, Ulama sebagai ormas Islam terbesar di misalnya di Bali, mayoritas Hindu/Budha, Indonesia menyatakan dengan tegas Muslim adalah minoritas. Sedangkan di Nusa keabsahan eksistensi bangsa Indonesia dalam Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Maluku NKRI adalah final dan sah secara agama. NU adalah mayoritas Nasrani/Kristen. Diakui atau menandaskan bahwa setiap bentuk perlawan tidak, di antara mereka sesekali terjadi terhadap eksistensi bangsa Indonesia yang kompetisi dalam menyebarkan agama, tetapi berada dalam wadah NKRI adalah tindakan tidak kemudian menyebabkan konflik fisik, bughat (pemberontakan yang boleh bahkan mereka bisa saling menjaga diperangi). Sikap pembelaan terhadap sebagaimana Anshor atau Banser (Badan eksistensi bangsa Indonesia sebagai hal yang Otonom dari Nahdlatul Ulama) seringkali final dipertegas setelah Muktamar NU ke 27 membantu menjaga Geraja ketika hari-hari di Situbndo Jawa Timur tahun 1984. KH besar diperingatinya.28 Ahmad Siddiq menegaskan bahwa NKRI Walaupun demikian, diakui atau tidak, sebagai wadah kehidupan berbangsa bagi sejarah membuktikan, ada sejumlah gerakan bangsa Indnesia adalah final dan sah secara formalisasi ajaran fikih Islam, tetapi hal itu hukum agama, Islam, tidak boleh ada tidak dapat mengalahkan arus mayoritas yang pernyataan yang menentang eksistensinya, menghendaki tegaknya NKRI dengan tetap sebab hukum-hukum yang berlaku di negara memperhatikan nilai-nilai ajaran hukum ini tidak bertentagan dengan fikih Islam, agama, termasuk fikih Islam. Salah satu bahkan menjadi sumber hukum nasional yang gerakan yang muncul di zaman Orde Baru khas bagi umat Islam, yaitu Undang-Undang adalah gerakan Darul Islam (DI). Gerakan DI Republik Nomor 1 Tahun 1974 tentang hendak mengubah nation state (negara hukum perkawinan. NU yang berada di bawa bangsa)yang berdasarkan ideologi kepemimpinan KH Said Aqiel Siraj juga Pancasilamenjadi negarayang berdasarkan menghadapi tantangan liberalisme dan ideologi agama tertentu, yaitu agama Islam, radikalisme yang semakin canggih gaya dan bahkan hendak mengubah NKRI menjadi gerakannya.30 Walaupun demikian, bangsa Khilafah Islamiyah. Gerakan Darul Islam Indonesia masih bisa menjadi uswatun tersebut tentu saja bertentangan dengan hasanah bagi bangsa lainnya, berbeda dengan ideologi Pancasila, UUD-NRI Tahun 1945 bangsa Arab yang sudah jauh dari nilai-nilai dan NKRI. Tidak hanya itu, akhir-akhir ini, luhur ajaran fikih Islam. sedang semarak gerakan Hizbut Tahrir Negara-negara Arab harus mengkui Indonesia (HTI) dan Majlis Mujahidin bahwa praktik politik mereka selama ini jauh Indonesia (MMI) yang jelas-jelas dari nilai-nilai dasar (pen. hukum) Islam dan bertentangan dengan Ideologi Negara demokrasi. Kebenaran, keadilan, kesetaraan, Indonesia. Ironisnya gerakan ini kemudian musyawarah, pembangunan peradaban dan berusaha menguasai masjid-masjid yang selama ini didirikan dan diperlihara oleh 29Wahid, Sekedar Mendahului…, hlm. 144- 147. 28Imam Suprayogo, Persatuan Bangsa, 30 Musthafa Helmy, “Setelah 85 Tahun”, http://www.facebook.com/note.php?note_id= Opini Redaksi Risalah Nahdlatul Ulama: Mencerahkan 10150383606043880,diaksestanggal 11-12-2011. dan Menyejukkan, Edisi 27 Tahun IV 2011, hlm. 8-9. 10 kesejahteraan bersama yang menjadi prinsip mewujudkan sistem tata kelola negara yang Islam sulit ditemukan dalam praksis adil, makmur dan sejahterah.33 kehidupan bangsa-bangsa Arab Langkah-langkah konkrit dalam sekarang....Proses revolusi mulai dari Tunisia, menata nilai-nilai fikih Islam universal dalam Mesir, Yaman, Aljazair, Bharain, Meuritania, kehidupan berbangsa memiliki arti penting Libya, dan Yordania telah menelan untuk menegakkan NKRI. Oleh sebab itu, KH korbanya.31 Said Aqiel Siraj menawarkan beberapa gagasan penanaman nilai-nilai fikih Islam Praktik hidup berbangsa yang bersifat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara moderat di Indonesia menjadi pelajaran yang yaitu penanaman nilai-nilai pluralitas fikih sangat berharga bagi bangsa Arab Muslim Islam, penguatan forum komunikasi antar yang menjadi sumber asli lahirnya agama umat beragama, dan perlunya mengurangi Islam. Karakter moderat telah mampu merajut simbol-simbol Islam dalam kanca perbedaan menjadi landasan untuk maju dan perpolitikan nasional.34 Dengan prinsip itu, bersatu untuk mewujudkan kehidupan yang maka wawasan kebangsaan dapat menjadi majemuk, umat Islam sebagai bangsa bagian esensial dari pembangunan Indonesia mampu hidup bersama dan hukum/fikih Islam. berdampingan serta bekerjasama untuk Fiqih kebangsaan ini pada dasarnya kepentingan sosial-politik-ekonomi. Oleh sudah dirumuskan oleh para ulama, seperti sebab itu, karakter kebangsaan Arab Muslim Abikusno Tjokrosujoso, KH A Kahar tidak menjadi uswatun hasanah bagi Umat Muzakkir, H Agus Salim, KH A Wahid Islam di dunia, tetapi justru umat Islam Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Indonesia itulah yang dapat menjadi uswatun Singodimejo, Teuku Mohammad Hassan, dan hasanah (prototype) bagi praktik hidup tokoh-tokoh penting lainnya, walaupun berbangsa umat Islam di dunia.32 mereka tidak eksplisit menyebutnya sebagai Hasil kajian KH Said Aqiel Siraj, fiqih kebangsaan, tetapi hal itu kita bisa Ketua Umum PBNU, menyebutkan bahwa melihat dari upaya-upaya mereka yang tidak hidup berbangsa adalah kesadaran dari kenal lelah dan tidak putus asa untuk suatuindividu untuk berada dalam realitas memperjuangkan dan mempertahakan negara kehidupan sosial suatu bangsa, yang di yang tidak berdasarkan pada dan untuk agama dalamnya untuk konteks Indonesia tertentu, tetapi negara bangsa yang mengakui bersemayam pluralitas dan perubahan. dan melindungi segenap agama, keragaman Fenomena itu tidak perlu ditakuti karena - budaya dan tradisi yang telah menjadi bagian sebagaimana dinyatakan Ibnu Burdah- bangsa integral dari eksistensi kehidupan bangsa Indonesia justru dapat menjadi uswatun Indonesia. Dalam hal ini, fiqih mereka pada hasanah bangsa-bangsa Muslim lainnya. dasarnya dibangun berdasarkan dan Pluralitas dan perubahan harus dikelola dikonstektualkan dengan Pancasila itu yang dengan baik sehingga mampu mendorong sama-sama mempunyai prinsip-prinsip mulia kemajuan hidup berbangsa dan bernegara. dan relevan dengan tujuan pembentukan Pluralitas hidup berbangsa di era reformasi ajaran Islam, yaitu maqasid al-syari’ah, yaitu telah diperkaya dengan pluralitas partai yang menjadi instrumen perjuangan politik untuk 33 KH Said Aqiel Siraj, “Wajah Keagamaan Kita”, Risalah Nahdlatul Ulama: Mencerahkan dan 31 Ibnu Burdah, “Pelajaran untuk Dunia Arab Menyejukkan, Edisi 27 Tahun IV 2011, hlm. 58; Ibnu dari Indonesia”, Risalah Nahdlatul Ulama: Burdah, “Pelajaran untuk Dunia Arab dari Indonesia”, Mencerahkan dan Menyejukkan, Edisi 27 Tahun IV Risalah Nahdlatul Ulama: Mencerahkan dan 2011, hlm. 97. Menyejukkan, Edisi 27 Tahun IV 2011, hlm. 98. 32 Ibnu Burdah, “Pelajaran untuk Dunia Arab 34 KH Said Aqiel Siraj, “Wajah Keagamaan dari Indonesia”, Risalah Nahdlatul Ulama..., hlm. 98. Kita”,Risalah Nahdlatul Ulama..., hlm. 59.
Description: