UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS POTENSI ALIRAN AIRTANAH BERDASARKAN NILAI PERMEABILITAS SEKUNDER, PADA TAMBANG DALAM, CIURUG CENTRAL L. 500, UNIT BISNIS DAN PERTAMBANGAN EMAS, PT ANEKA TAMBANG TBK, PONGKOR, KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT RINGKASAN TUGAS AKHIR ( EXECUTIVE SUMMARY ) NELI NIKLA IKLIMA L2L 009 034 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI SEMARANG OKTOBER 2013 1 ANALISIS POTENSI ALIRAN AIRTANAH BERDASARKAN DELINEASI NILAI PERMEABILITAS SEKUNDER, PADA TAMBANG BAWAH PERMUKAAN, CIURUG CENTRAL L. 500, UNIT BISNIS PERTAMBANGAN EMAS, PT. ANEKA TAMBANG TBK, PONGKOR, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh : Neli Nikla Iklima*, Henarno Pudjihardjo*, Dian Agus Widiarso* dan Yosep Purnama** (coresponding email : [email protected]) * Program Studi Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah ** Unit Bisnis Pertambangan Emas, PT. Aneka Tambang Tbk, Pongkor, Jawa Barat ABSTRAK Kegiatan penambangan emas yang dilakukan oleh PT. Aneka Tambang Tbk, yang berlokasi di Desa Bantar Karet, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, berupa pertambangan tertutup, yaitu pembuatan terowongan bawah tanah untuk pengambilan bijih emas. Penghancuran bijih emas dilakukan dengan metode blasting (peledakan) yang dilakukan pada dinding terowongan yang kerap menimbulkan masalah yang sulit diatasi, yaitu airtanah yang tiba-tiba keluar dengan debit tertentu. Akumulasi dari airtanah akan membentuk genangan air, terutama air yang keluar dengan debit besar, akan sangat mengganggu aktifitas pertambangan seperti gangguan aktivitas pekerja serta gangguan lingkungan seperti banjir. Untuk mengatasi permasalahan airtanah dalam terowongan bawah tanah diperlukan kajian hidrogeologi untuk mengetahui potensi aliran airtanah, berdasarkan besarnya nilai permeabilitas sekunder. Nilai permeabilitas sekunder didapatkan melalui metode scanline, yaitu metode pengukuran rekahan dengan membentangkan tali pada dinding terowongan yang terdapat banyak rekahan dengan panjang dan kemiringan tertentu. Rekahan yang terpotong oleh bentangan tali tersebut diukur besar strike dan dip-nya, serta diamati karakteristik rekahannya, seperti bukaan rekahan (aperture), jarak (spasi), kemenerusan (lenght), material pengisi, bentuk (shape), dan kekasaran (rough). Metode scanline dilakukan pada dinding terowongan yang basah, meneteskan air, dan mengalirkan air. Pada lokasi ramp down (jalur menurun) elevasi 450 (RY – 01), didapatkan hasil permeabilitas rata-rata sebesar 3.6 x 10-4 m/s. Untuk dinding yang teraliri oleh air, nilai permeabilitas yang didapat adalah nilai permeabilitas tertinggi yaitu 2.6 x 10-3 m/s. Sedangkan untuk akses ramp down elevasi 500 (RY – 02) didapatkan nilai permeabilitas yang lebih rendah yaitu 1.3 x 10-5 m/s. Potensi aliran airtanah tertinggi berada pada lokasi RY-01 yaitu STA 3 dan STA 6. Pada kedua stasiun pengamatan ini ditemukan aliran airtanah dengan debit yang kecil, dan untuk STA 6 merupakan akumulasi arah aliran airtanah pada peta kontur MAT. Berdasarkan nilai permeabilitas sekunder dan karakteristik rekahan dari kedua lokasi ini, lokasi RY – 01 memiliki potensi yang lebih besar untuk mengalirkan air, dibandingkan pada lokasi RY – 02. Kata Kunci : airtanah, scanline, permeabilitas sekunder, aperture, spasi rekahan 2 I. PENDAHULUAN lapisan terlipat kuat berumur Neogen Penambangan tertutup dengan (Van Bemmelen, 1949). Litologi pembuatan terowongan bawah tanah pada daerah Pongkor berupa breksi kerap kali menimbulkan masalah andesit berwarna abu-abu, memiliki besar, yaitu airtanah yang tiba-tiba fragmen andesit dalam matrik tufaan, keluar dari dinding maupun atap terdapat perselingan batulempung terowongan. Airtanah ini merupakan hitam dengan ketebalan lebih dari 15 hasil infliltrasi dari air permukaan cm dengan struktur sedimen yang masuk ke dalam terowongan gelembur gelombang. Breksi Andesit melalui rekahan yang ada pada dikorelasikan dengan Formasi batuan. Rekahan dalam batuan Andesit Tua berumur Miosen Awal. berpotensi mengalirkan airtanah Tuf lapili berwarna kecoklatan karena memiliki nilai permeabilitas sampai kehijauan dengan perselingan yang tinggi. Studi hidrogeologi breksi hitam, yang dapat dilakukan untuk menganalisa potensi dikorelasikan dengan Formasi aliran airtanah dalam media rekahan, Cimapag berumur Miosen Awal. berdasarkan nilai permeabilitas Batuan terobosan andesit tersingkap sekunder melalui metode scanline. di bagian timur dan barat Gunung Pongkor dan di lembah-lembah II. LOKASI PENELITIAN sungai sekitarnya. Berdasarkan Lokasi Penelitian dilakukan korelasi, batuan terobosan andesit ini pada tambang bawah permukaan diintepretasikan berumur Miosen Gunung Pongkor, Ciurug Central L. Tengah. Breksi vulkanik tersingkap 500, terletak pada koordinat di sebelah tenggara daerah Gunung 106°30’01” BT sampai dengan Pongkor, terbentuk pada akhir 106°35’38,0” BT dan 6°36’37” LS tersier, menutup secara tidak selaras sampai dengan 6°48’11” LS. Lokasi di atas batuan Formasi Bojongmanik ini dapat ditempuh dengan jarak 100 dan terobosan andesit, yang berumur km dari Kota Bogor ke arah barat (ke Pliosen. arah Provinsi Banten), serta dapat Daerah Gunung Pongkor ditempuh dalam waktu 2,5 jam merupakan suatu kaldera volkano- melaui perjalanan darat. tektonik dengan batuan penyusun bersifat andesitik, telah teralterasi III. GEOLOGI REGIONAL dan terpotong oleh urat kuarsa dan Daerah penelitian termasuk karbonat. Urat yang memotong kedalam Zona Bogor, terletak di sisi batuan di daerah tersebut terbentuk timur laut Kubah Bayah, 80 km di akibat rekahan yang terjadi pada saat barat daya kota Jakarta, yang pembentukan kaldera maupun mempunyai morfologi berbukit-bukit diakibatkan oleh sesar-sesar berarah yang memanjang pada arah barat- NW - SE hingga NNE - SSW yang timur di sekitar kota Bogor, memotong daerah Gunung Pongkor. sedangkan pada daerah sebelah timur Struktur Geologi yang berkembang Purwakarta perbukitan ini membelok terdiri da ke selatan, membentuk lengkungan di sekitar kota Kadipaten. Perbukitan E dengan sudut kemiringan (dip) ini dinamakan antiklinorium dengan hampir tegak yang telah terisi oleh 3 urat kuarsa terutama ditemukan pada kondisi bidang diskontinu dapat lokasi L-500 Pasir Jawa. Sesar yang berupa kemenerusan rekahan ditemukan dicirikan oleh adanya (lenght), bukaan rekahan (aperture), pergeseran antara 2-5 m ke arah material pengisi rekahan, dan vertikal pada lapisan batuan pelapukan menurut Departement of lempung. Pola penyebaran kekar Water Resources, State of California memperlihatkan arah umum yang (1991). sejajar dengan penyebaran urat vein dan bidang perlapisan batuan, yang V. METODE PENELITIAN umumnya terisi urat kuarsa, Metode yang digunakan dalam lempung, oksida mangan, pirit dan penentuan potensi aliran airtanah limonit. adalah dengan menggunakan metode scanline (Kramadinata, 1996) yang IV. TINJAUAN PUSTAKA dilakukan pada dua lokasi yang Fracture aquifer terdiri atas berbeda, yaitu RY – 01 sebanyak rekahan yang saling berhubungan sembilan stasiun pengamatan, dan pada batuan. Fracture dapat dikenali RY – 02 sebanyak enam stasiun dari bentuk atau dimensi rekahannya, pengamatan. Scanline digunakan seperti aperture (bukaan), panjang, untuk menentukan besarnya dan kedalamannya, serta lokasi permeabilitas sekunder dengan rekahan seperti orientasi, spasi dan memperhitungkan parameter spasi dinding bidang rekahan (Ramsay, dan bukaan rekahan (aperture). 1967). Rekahan ini bisa menjadi media suatu batuan untuk VI. PEMBAHASAN mengalirkan air. Jika suatu batuan 6.1 Litologi memiliki permeabilitas primer, maka Litologi pada lokasi penelitian rekahan batuan ini akan menambah dibedakan atas 2 jenis, yaitu Lapili besar nilai permebailitas batuan Tuff dan Intrusi Andesit. Lapili Tuff tersebut, sehingga disebut merupakan litologi yang paling permeabilitas sekunder batuan. dominan, berwarna abu-abu Sedangkan pemeabilitas sekunder kehijauan hingga kecoklatan dengan merupakan permeabilitas yang ukuran butir 2-64 mm, tingkat terbentuk karena adanya rekahan lapukan rendah, termasuk pada pada tanah atau batuan (fracture, Formasi Cimapeg, berumur Miosen joint, fault, mud rock. etc). Pada Awal. Litologi intrusi Andesit sistem media rekahan, air mengalir merupakan litologi yang berumur melalui rekahan-rekahan yang lebih muda, termasuk dalam Formasi terdapat pada batuan, seperti pada Cimapeg dengan umur Miosen batuan beku dan batuan metamorf, Tengah, memiliki kenampakan sehingga keduanya akan memiliki berwarna kelabu kecoklatan, struktur permeabilitas sekunder yang baik. masif, hipokristalin, inequigranular, Karakteristik rekahan yang porfiroafanitik, tingkat lapukan digunakan dalam penentuan potensi sedang, komposisi tersusun atas aliran airtanah di antaranya adalah gelas kriptokristalin paling dominan, spasi diskontinu dan kondisi bidang plagioklas sebanyak 35%, diskontinu. Karakteristik dalam hornblende dengan kelimpahan 15%, 4 piroksen sebanyak 5%, dan mineral Tabel 1 Pemerian Spasi Rekahan (ISRM opak dengan kelimpahan 2%. Suggested Method, 1978) Spasi Rekahan Pemerian 6.2 Karakteristik Rekahan (mm) a. Spasi Diskontinu < 20 Ekstrim Tertutup Spasi diskontinu merupakan 20 – 60 Sangat Tertutup jarak sebenarnya pada dua rekahan 60 – 200 Tertutup 200 – 600 Menengah yang berdekatan. Sedangkan jarak 600 – 2000 Lebar antar dua rekahan berdekatan, yang 2000 – 6000 Sangat Lebar diukur di lapangan merupakan jarak >6000 Ekstrim Lebar semu. Jarak sebenarnya dapat dihitung dengan menggunakan Spasi rekahan pada kedua lokasi persamaan Priest (1985), seperti pada masih termasuk spasi dengan jarak persamaan berikut ini : yang tertutup, dalam artian masih dalam jarak yang dekat. Semakin tertutup spasi rekahan dan semakin banyak jumlah rekahan yang ada, kemungkinan untuk mengalirkan air akan semakin besar pula, karena kemungkinan akan memiliki konektifitas rekahan yang tinggi. Walaupun demikian, keadaan di Dengan : mana air mengalir tanpa adanya d = jarak sebenarnya antara dua batasan atau penghalang pada rekahan (mm) rekahan (material pengisi rekahan) j = jarak semu antara dua rekahan yang dilaluinya menjadi faktor yang yang berurutan (mm) penting dalam keterdapatan airtanah. = sudut normal (o) = arah dip dari garis normal (o) b. Bukaan Rekahan (Aperture) = dip dari garis normal (o) Bukaan rekahan disebut juga = arah dip dari rekahan (o) dengan pemisahan rekahan. = dip dari rekahan (o) Pemisahan ini merupakan lebar dari = arah dip scanline (o) celah yang terbuka pada rekahan = dip dari scanline (o) yang diukur. Berdasarkan data hasil Besarnya nilai spasi diskontinu perhitungan nilai rata-rata aperture pada lokasi penelitian RY - 01 adalah pada tiap lokasi, lokasi penelitian RY 12.189 cm (121.89 mm), RY - 02 - 01, besar aperture yang diukur adalah 10.199 cm (101.99 mm). berkisar antara 0,1 – 0,5 cm. Nilai Berdasarkan pemerian spasi pemisahan rata-rata sebesar 0.213 cm diskontinu menurut ISRM Suggested (2.13 mm), sedangkan pada lokasi Method (1978), maka spasi penelitian RY - 02, nilai pemisahan diskontinu pada kedua lokasi ini rata-rata yang diperoleh adalah adalah termasuk pada golongan sebesar 0.126 cm (1.26 mm). tertutup, seperti pada Tabel 1 Menurut ISRM Suggested berikut ini : Method (1978), besarnya nilai 5 aperture rata - rata pada lokasi batuan dalam terowongan. Umumnya penelitian RY - 01 dan pada lokasi material pengisi pada lokasi RY - 01 penelitian RY – 02, maka aperture berupa mineral kuarsa dengan pada kedua lokasi ini adalah keadaan terisi sebagian. Sedangkan termasuk pada golongan gapped : untuk lokasi RY - 02, umumnya terbuka, seperti pada Tabel 2 berikut material pengisi berupa kuarsa ini : dengan keadaan terisi penuh. Tabel 2 Pemerian Pemisahan Rekahan (ISRM Suggested Method) 6.3 Permeabilitas Sekunder (ks) Pemisahan Deskripsi Istilah Permeabilitas sekunder (ks) < 0,1 mm Sangat Tertutup merupakan kemampuan batuan untuk 0.1 – 0.25 mm Ketat Closed 0,25 – 0,5 mm Sebagian Tertutup mengalirkan batuan melalui media 0,5 – 2,5 mm Terbuka rekahan pada batuan atau tanah 2,5 – 10 mm Sangat Terbuka Gapped (Snow, 1968). Permeabilitas >10 mm Lebar 1,0 – 10,0 cm Sangat Lebar sekunder pada rekahan bergantung 10,0 – 100 cm Ekstrim Lebar Open pada besarnya spasi rekahan dan > 100 cm Terbuka bukaan rekahan (aperture) yang diukur langsung pada saat Besar kecilnya nilai aperture pengambilan data di lapangan. akan mempengaruhi kemungkinan Walaupun demikian, faktor jenis untuk dapat mengalirkan air. Hal ini litologi juga berpengaruh pada besar berkaitan erat dengan besarnya kecilnya permeabilitas sekunder. permeabilitas sekunder. Rekahan Setiap litologi yang diukur dengan nilai aperture yang tinggi keterdapatan rekahannya memiliki akan memperbesar nilai berat jenis yang berbeda. permeabilitas sekunder dari suatu Permeabilitas sekunder dengan nilai batuan. Semakin lebar aperture-nya, yang besar akan dapat mengalirkan maka akan semakin tinggi pula nilai air dengan baik. Semakin besar nilai permeabilitas sekundernya. Aperture permeabilitas sekunder dari suatu dengan permeabilitas sekunder (Ks) batuan, maka akan semakin besar memiliki hubungan berbanding lurus, kemungkinan untuk mengalirkan air. yang dinyatakan oleh Snow (1968). Berdasarkan Laubach (1992), Dengan nilai permeabilitas sekunder rekahan pada lokasi penelitian adalah yang tinggi, maka kemungkinan termasuk blind fracture, dimana untuk mengalirkan air akan semakin kesuluran rekahan pada lokasi ini besar pula. sebagian memiliki rekahan yang saling terkoneksi, namun sebagian c. Material Pengisi lagi memiliki konekfitas yang Material pengisi berpengaruh terbatas. Hal ini dibuktikan pada kuat terhadap aliran airtanah, di lokasi penelitian RY – 02, hasil mana material pengisi yang bersifat perhitungan permeabilitas sekunder impermeable atau kedap air memiliki tertinggi, tidak ditemukannya aliran sifat tidak mampu untuk mengalirkan air, sedangkan pada lokasi penelitian air. Airtanah yang akan mengalir ke RY – 01, titik lokasi pengukuran permukaan, tertahan oleh mineral rekahan dengan hasil perhitungan yang kedap air, sehingga airtanah permeabilitas sekunder paling tinggi, tidak dapat mengalir ke permukaan 6 menunjukkan adanya aliran air, STA 5 0.075 0.002 2.68 8.1 x 10-5 walaupun dengan debit yang sangat STA 6 0.060 0.002 2.68 1.6 x 10-4 rendah. Hal ini menunjukkan bahwa, STA 7 0.204 0.001 2.68 6.9 x 10-6 konektifitas rekahan pada RY – 01 STA 8 0.200 0.001 2.68 5.8 x 10-6 merupakan konektifitas rekahan yang STA 9 0.140 0.002 2.68 3.3 x 10-5 tidak terbatas, sedangkan untuk RY – 02, rekahan yang ada termasuk pada Rata - Rata 3.6 x 10-4 rekahan dengan konektifitas yang terbatas. Menurut Baummle (2003), Tabel 4 Hasil Perhitungan Permeabilitas Sekunder (Ks) Rata – rata Pada Lokasi kondisi batuan pada lokasi penelitian Penelitian RY – 02, Ciurug Central yang berupa batuan beku dengan γs Lokasi s (m) d (m) Ks (m/s) intensitas rekahan yang sangat (m/s2) banyak, maka termasuk pada double STA 1 0.070 0.001 2.55 4.5 x 10-6 porosity media, dimana batuan pada STA 2 0.173 0.001 2.55 5.2 x 10-6 lokasi penelitian memiliki rekahan STA 3 0.141 0.001 2.55 1.0 x 10-5 yang baik sehingga memiliki STA 4 0.067 0.001 2.66 4.4 x 10-5 kemampuan untuk menyimpan dan STA 5 0.141 0.001 2.68 9.8 x 10-6 mengalirkan air. Perhitungan nilai permeabilitas STA 6 0.100 0.001 2.68 6.4 x 10-6 sekunder, digunakan persamaan Rata - rata 1.3 x 10-5 Snow (1968) : Pada lokasi RY - 01, ditemukan stasiun pengamatan dengan kondisi batuan yang teraliri air. Stasiun Ks = permeabilitas sekunder tanah pengamatan ini adalah stasiun (m/detik) pengamatan ke-3 dan stasiun s = berat jenis batuan (m/sec2) pengamatan ke-6. Untuk stasiun μ = viskositas fluida (cm/sec) pengamatan 3, debit aliran rata – rata 2d = bukaan dari rekahan (m) adalah sebesar 5.19 ml/s. Sedangkan s = spasi rekahan (m) untuk stasiun pengamatan 6, debit aliran rata – rata adalah sebesar 6.54 ml/s. Kondisi batuan yang teraliri Hasil perhitungan Ks pada oleh airtanah ini dapat dihitung debit masing-masing lokasi penelitian aliran airtanahnya untuk dapat dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel ditentukan kemungkinan terjadinya 4 berikut ini : banjir. Menurut klasifikasi Freeze dan Cherry (1978): dalam Patrick A. Tabel 3 Hasil Perhitungan Permeabilitas Domenico (1990), seperti pada Tabel Sekunder (Ks) Rata – rata Pada Lokasi Penelitian RY – 01, Ciurug Central 5, debit aliran pada stasiun γs Ks pengamatan ini termasuk pada Lokasi s (m) d (m) (m/s2) (m/s) klasifikasi very low, atau sangat STA 1 0.120 0.003 2.55 9.7 x 10-5 rendah kemungkinan untuk dapat STA 2 0.079 0.003 2.55 2.4 x 10-4 menyebabkan banjir pada STA 3 0.116 0.005 2.55 2.6 x 10-3 terowongan. STA 4 0.234 0.001 2.55 7.4 x 10-6 7 Tabel 5 Klasifikasi Aliran Airtanah Pada tertinggi terdapat pada stasiun Terowongan Bawah Permukaan (Freeze pengamatan 3 yaitu dengan nilai Ks dan Cherry (1979); dalam Patrick A. sebesar 2.6 x 10-3 m/s. Nilai Ks ini Domenico, 1990) adalah nilai Ks tertinggi pada lokasi Flow Rate Classification penelitian RY - 01. Sedangkan untuk < 100 gpm very low nilai permebilitas sekunder terendah 100 – 500 gpm low adalah 7.4 x 10-6 m/s. Untuk RY – 500 – 1500 gpm moderate 02, tidak adanya lokasi degan keadaan mengalirkan air. Lokasi ini > 1500 gpm heavy memiliki nilai permeabilitas sekunder yang lebih kecil, yaitu Lokasi penelitian yang berkisar antara 10-5 dan 10-6. Berikut ditemukan aliran air, kemungkinan ini adalah peta sebaran nilai memiliki nilai Ks yang tinggi. permeabilitas sekunder (ks) pada Dengan nilai Ks yang tinggi, maka masing-masing lokasi, dapat dilihat potensi untuk mengalirkan airtanah pada Gambar 1. akan lebih besar. Untuk nilai Ks Gambar 1 Peta Delineasi Permeabilitas Sekunder, Pada Tambang Bawah Permukaan, Ciurug Central (Skala Peta Diperkecil) Pada lokasi RY – 02, STA 3 aliran air pada dinding terowongan. merupakan lokasi pengamatan Kondisi batuan yang ada pada STA dengan hasil perhitungan Ks ini termasuk klasifikasi basah. Tidak tertinggi. Waupun demikian, pada adanya aliran airtanah disebabkan STA ini tidak ditemukannya adanya oleh faktor lain seperti karakteristik 8 rekahan, yaitu konektifitas rekahan. Tabel 6 Data Muka Airtanah Lokasi Konektifitas rekahan pada STA ini Penelitian RY – 01 dan RY - 02 Koordinat memiliki nilai yang lebih kecil Lokasi No Keterangan dibanding dengan konektifitas X Y Elevasi rekahan pada lokasi penelitian RY - Muka airtanah 1 9730 8090 463.23 pemompaan 01 yang teraliri oleh air, sehingga Muka airtanah 2 9730 8075 465.69 kemampuan untuk mengalirkan air pemompaan lebih kecil. Selain itu, faktor isian 3 9750 8095 466.72 Mata air RY – rekahan juga berpengaruh pada 01 4 9785 8070 467.26 Mata air kempuan untuk mengalirkan air. 5 9770 8065 468.3 Mata air Material isian rekahan berupa 6 9765 8040 469.1 Mata air mineral kuarsa bersifat impermeable 7 9632 8318 491.99 Mata air akan menghambat jalannya aliran air. 8 9650 8312 492.17 Mata air Pada STA 3 ini, rekahan-rekahan RY – Muka airtanah yang ditemukan, banyak yang terisi 9 9650 8290 493.11 02 pemompaan oleh material pengisi berupa mineral 10 9630 8283 493.82 Mata air kuarsa. Inilah yang menyebabkan pada lokasi ini tidak ditemukan adanya aliran airtanah, walaupun Peta kontur MAT dibuat untuk memiliki nilai permeabilitas mengetahui arah aliran dominan sekunder yang paling tinggi dari dalam keseluruhan terowongan. Peta seluruh data permeabilitas sekunder kontur MAT di bawah ini pada lokasi pengamatan RY – 02. menunjukkan adanya arah aliran yang dominan ke arah bagian atas 6.4 Arah Aliran Airtanah pada bagian kiri dari daerah Berdasarkan Kontur MAT penelitian. Pada peta ini terlihat (Muka Airtanah) akumulasi dari arah aliran alir yang Kontur MAT (Muka Air Tanah) mengalir pada terowongan lokasi dibuat berdasarkan koordinat (x, y, penelitian RY- 01 yang ditandai dan elevasi) dari tiap titik dengan warna hijau. Arah aliran air ditemukannya aliran air, sumber air, menuju ke lokasi penelitian RY 01, ataupun daerah banjir yang dibuktikan dengan adanya akumulasi ditemukan pada lokasi penelitian RY arah aliran airtanah berdasarkan – 01 dan RY – 02. Lokasi-lokasi kontur muka airtanah, yaitu terpusat pengambilan data dari dinding pada STA 3. Pada STA 3 merupakan dilakukan pada elevasi yang berbeda- stasiun pengamatan dengan nilai beda. Dinding terowongan yang permeabilitas tertinggi. Nilai teraliri oleh air, seperti daerah yang permeabilitas sekunder tertinggi ini merupakan sumber banjir peru menunjukkan bahwa pada daerah ini adanya pemasangan pompa untuk memiliki potensi untuk mengalirkan mengurangi volume air. Tabel 6 air dengan baik. berikut ini merupakan data mataair Berikut ini adalah peta arah yang terdapat pada lokasi penelitian aliran airtanah berdasarkan kontur RY – 01 dan RY – 02, pengukuran muka airtanah pada lokasi penelitian, terakhir pada tanggal 12 Maret 2013. dapat dilihat pada Gambar 2. 9 Gambar 2 Peta Aliran Airtanah Berdasarkan Kontur Muka Airtanah, Pada Tambang Bawah Permukaan, Ciurug Central (Skala Peta Diperkecil) 6.5 Potensi Aliran Airtanah Tabel 7 Klasifikasi Potensi Aliran Berdasarkan Nilai Airtanah Berdasarkan Nilai Permeabilitas Sekunder Menurut Permeabilitas Sekunder (Ks) Singh (1966) Menurut Singh (1966), besar K Batuan Klasifikasi Batuan utuh (m/s) terkekarkan kecilya nilai permeabilitas sekunder dapat dijadikan dasar untuk 10-12 Slate penggolongan potensi aliran airtanah. 10-11 Dolomit 10-10 Granit Potensi aliran airtanah yang Impermeable Batugamping didasarkan pada nilai permeabiltas 10-9 dan batupasir sekunder, yaitu nilai permeabilitas Batugamping 10-8 Terisi Lempung dan batupasir paling tinggi merupakan daerah dengan potensi paling tinggi. Low 10-7 rekahan Discharge Potensi aliran airtanah dibedakan menjadi 4, yaitu potensi aliran Poor 10-6 airtanah tinggi, cukup tinggi, sedang, Drainage 10-5 dan rendah. Penggolongan potensi High 10-4 aliran airtanah berdasarkan klasifikasi Discharge Batuan terekahkan Singh (1966) sesuai dengan besarnya 10-3 nilai permeabilitas sekunder, dapat Batuan dengan Free 10-2 dilihat pada pada Tabel 7 berikut ini : rekahan terbuka Discharge Batuan dengan 10-1 rekahan terbuka kuat 10
Description: