ebook img

The Gay Archipelago: seksualitas dan bangsa di Indonesia PDF

286 Pages·2005·2.71 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview The Gay Archipelago: seksualitas dan bangsa di Indonesia

cover GAY archipelago.pdf 7/7/09 12:26:10 AM The Gay Archipelago merupakan buku pertama yang mengeksplorasi kehidupan lelaki gay di Indonesia, sebuah bangsa dengan penduduk terbanyak keempat di dunia, dan berpenduduk Muslim lebih banyak dibandingkan di mana saja di negara lain. Didasarkan pada serangkaian metode lapangan, buku ini meneliti tentang bagaimana identitas gay dan lesbi Indonesia dipengaruhi oleh nasionalisme dan globalisasi. Tom Boellstorff menyelidiki sejarah homoseksualitas di Indonesia, dan kemudian menyelidiki tentang bagaimana identitas kaum gay dan lesbian dijalankan dalam kehidupan sehari-hari, dari pertanyaan tentang cinta, nafsu, dan pacaran sampai tempat-tempat di mana kaum gay dan lesbi Indonesia bertemu. Dia juga meneliti tentang peran media massa, negara, dan perkawinan dalam identitas gay dan lesbian. C The Gay Archipelago merupakan sebuah buku pelopor, baik untuk studi tentang Indonesia maupun M untuk studi perbandingan tentang seksualitas. Tom Boellstorff berhasil mengintegrasikan cerita-cerita yang mendasar tentang pengalaman pribadi dalam gagasan teoritis yang lebih luas tentang identitas Y dan bangsa, dan melakukannya untuk membangun studi kasus yang paling canggih, namun ditulis tentang cara di mana dalam subyektivitas seksual merefleksikan dan membantu membentuk identitas CM nasional.” —Dennis Altman, penulis Global Sex and Gore Vidal’s America MY The Gay Archipelago merupakan sebuah tulisan yang menonjol. Boellstorff memakai inteligensi CY etnografis akut terhadap kehidupan orang Indonesia yang memiliki nafsu terhadap sesama gender, mengajukan pertanyaan-pertanyaan mendalam tentang cara-cara di mana antropologi tetap CMY berdasarkan dalam ‘perbedaan’.” K —Jean Comaroff, University of Chicago The Gay Archipelago merupakan tulisan penting yang membuka suatu tahapan baru dalam studi Tom Boellstorff homoseks komparatif yang kritis dan Antropologi Asia Tenggara.” —Martin F. Manalansan IV. University of Illinois, Urbana-Champaign, penulis dari Global Divas: Filipino Gay Men in the Diaspora. “Buku yang menarik ini merepresentasikan sebuah kontribusi orisinil dan pelopor terhadap literatur persimpangan-budaya kontemporer tentang seksualitas dan gender.” —Margaret Jolly, Australian National University, ko-editor dari Sites of Desire, Economies of Pleasure: Sexualities in Asia and the Pacific [Tempat-tempat Hasrat, Ekonomi Kenikmatan: Seksualitas di Asia dan Pasifik]. Tom Boellstorff adalah Associate Professor Antropologi di University of California. Buku lainnya adalah A Coincidence of Desires: Anthropology, Queer Studies, Indonesia (Duke University Press, 2007) dan Coming of Age in Second Life: An Anthropologist Explores the Virtually Human (Princeton University Press, 2008). Dia juga menjadi ko-editor dari Speaking in Queer Tounges: Globalization and Gay Language (University of Illinois Press, 2003). T H E G A Y ARCHIPELAGO Tom Boellstorff Seksualitas dan Bangsa di Indonesia Princeton University Press Princeton And Oxford Hak cipta 2005 oleh Princeton University Press Diterbitkan oleh Princeton University Press, 41 William Street, Princeton, New Jersey 08540 Di Inggris: Princeton University Press, 3 Market Place, Woodstock, Oxfordshire OX20 ISY Semua Hak Dilindungi. LIBRARY OF CONGRESS CATALOGING-IN-PUBLICATION DATA Boellstorff, Tom, 1969- The Gay Archipelago: seksualitas dan bangsa di Indonesia/ Tom Boellstorff. P.cm. Termasuk referensi bibliografis dan indeks ISBN 0-691-12333-0 ISBN 0-691-12334-9 1.Lelaki gay – Indonesia – Identitas. 2. Lesbian – Indonesia – Identitas. 3. Lelaki gay – Indonesia – Kondisi sosial. 4. Lesbian – Indonesia – Kondisi sosial. 5. Identitas gender – Indonesia. 6. Homoseksualitas – Aspek-aspek politik – Indonesia. I. Judul. HQ76.3.I5B64 2005 306.76’6’09598-dc22 200500187 Tersedia Data Publikasi-Dalam Katalog Perpustakaan Inggris Buku ini telah ditulis di Sabon Dicetak pada acid-free paper Pup.princeton.edu Dicetak di Amerika Serikat //FOREWORD v SEKSUALITAS DAN PENERIMAAN Siapa saya? Apa sebabnya saya menulis secara rutin datang ke Indonesia untuk me- buku ini? Apa sebabnya Anda mungkin neliti kehidupan orang gay. Salah satu hasil mau membacanya? penelitian tersebut adalah buku ini, yang diterbitkan untuk pertama kali dalam ba- Saya seorang Amerika yang dibesarkan di hasa Inggris oleh Princeton University Press. Nebraska, sebuah bagian negara Amerika Buku ini merupakan pertama dari dua buku Serikat yang cukup terpencil dan pedesaan, saya sudah menulis tentang kehidupan di mana jarang saya dapat kesempatan me- orang gay Indonesia (dan juga orang lesbi nemukan cara hidup lain. Sewaktu saya 18 dan waria, walaupun kebanyakan hasil pe- tahun saya pindah ke California, bagian ne- nelitian saya mengenai waria muncul dalam gara paling berpenduduk di Amerika, untuk buku kedua saya, A Coincidence of Desires: masuk Universitas Stanford. Tidak lama se- Anthropology, Queer Studies, Indonesia, sudah pindah ke California, saya membuka yang diterbitkan oleh Duke University Press diri sebagai orang gay dan mulai bekerjasa- tahun 2007). Karena saya orang antropolog, ma sekian organisasi non-pemerintah yang buku ini ditulis terutama untuk para pemba- bekerja di bidang pencegahan HIV (virus ca yang tertarik tentang antropologi. Buku ini penyebab AIDS). Sesudah lulus dari Univer- bukan novel atau cerita perjalanan, dan juga sitas Stanford, saya mencari kesempatan bukan exposé tentang kehidupan malam gila untuk merantau di luar Amerika Serikat orang elit. Buku ini adalah studi antropologis dan menemukan cara hidup lain. tentang kebudayaan dan kehidupan sehari- Tahun 1992, waktu saya 23 tahun, saya hari orang gay Indonesia, terfokuskan pada datang ke Indonesia untuk pertama kali. penelitian saya di Surabaya, Makassar, dan Saya sangat beruntung waktu itu, karena Bali, dan juga termasuk cara hidup orang berkesempatan bertemu dan bekerjasama gay di Indonesia secara umum. orang gay Indonesia di bidang kesehatan dan hak azasi manusia. Dari pergaulan Setiap buku tertulis untuk pembaca-pem- saya dengan orang-orang Indonesia ini, baca tertentu, tetapi setiap penulis ber- saya dapat semangat dan inspirasi menjadi harap bahwa pembaca-pembaca lain akan orang antropolog untuk lebih mengerti cara menganggap bukunya menarik. Untuk para hidup mereka. Tahun 2000 saya dapat Ph.D. pembaca yang bukan orang antropolog, ada saya dari Universitas Stanford di jurusan tiga alasan kenapa buku ini mungkin ber- antropologi. guna. Pertama, buku ini dapat memberikan Anda informasi tentang sejarah dan konteks Pada seorang antropolog, “kebudayaan” kontemporer kehidupan gay di Indonesia. artinya lebih daripada adat dan kesenian Di mana orang gay berkumpul? Apa arti- tradisional saja. Istilah “kebudayaan” juga nya “gay” kepadanya? Apa sebabnya banyak mengacu pada cara pikiran, perasaan, dan orang gay kawin dengan perempuan? Pada hidup di dunia modern. Oleh sebab itu, saya umumnya, orang Indonesia hanya men- THE GAY ARCHIPELAGO vi FOREWORD// dapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Saya menggunakan debat ini sebagai ibarat seperti ini dari gosip yang disebarkan oleh untuk diskusi bagaimana orang gay Indone- surat kabar dan majalah. Kehidupan orang- sia “sulih suara budaya” karena mereka me- orang gay yang sebenarnya biasanya tidak nyatukan statusnya sebagai orang gay dan sesensasional gosip ini, tetapi kehidupannya statusnya sebagai orang Indonesia. Konsep tetap menarik. “sulih suara budaya” ini mungkin berguna untuk menganalisir konsekuensi-konsekue- Alasan kedua pembaca yang bukan orang nsi globalisasi lain yang tidak diperkirakan antropolog mungkin menganggap buku ini sebelumnya. menarik adalah bahwa saya menggunakan contoh orang gay Indonesia untuk menyoroti Alasan ketiga pembaca yang bukan orang bagaimana globalisasi berfungsi dalam ke- antropolog mungkin menganggap buku hidupan sehari-hari orang. Para pakar di ini berguna adalah bahwa orang gay Indo- Indonesia sering mengeluarkan kekuatir- nesia dapat memberi kita pengertian lebih an bahwa kebudayaan Indonesia menjadi men-dalam tentang hubungan antara sek- tercemar oleh kebudayaan Barat. Orang sualitas dan penerimaan. Untuk banyak gay Indonesia kadang-kadang dibicarakan orang, konsep kewarganegaraan mengacu seakan-akan mereka gejala “kontaminasi” pada informasi yang tertulis dalam paspor: ini. Tetapi realitasnya, orang Indonesia sudah apa Anda orang Indonesia, orang Amerika, berabad-abad terbiasa mengambil ide-ide orang Jerman, atau orang lain? Tetapi, ada dari luar Indonesia, dan mengubahnya se- banyak unsur dalam penerimaan nasional hingga diIndonesiakan. Isu-isu kekuasaan selain informasi paspor saja. Kewargane- tetap ada, tetapi tidak seolah-olah orang In- garaan mempunyai dimensi kebudayaan: donesia cuma “korban globalisasi” saja. siapa dianggap orang Indonesia yang wajar, dan siapa dianggap menyimpang? Salau Dalam buku ini, saya menciptakan ide “su- satu hasil penting saya dapat dari penelitian lih suara budaya” (atau “dubbing budaya”) saya, salah satu hal yang benar di Amerika untuk menjelaskan cara globaliasi ini. Serikat dan negara lain juga, bukan hanya Pada akhir tahun 1990an, sekian tokoh di Indonesia, adalah bahwa seksualitas bu- pemerintah mengajukan usul untuk kan hanya sesuatu yang pribadi. Seksualitas melarangkan sulih suara acara televisi dan merupakan kekuatan yang berpengaruh film, dengan alasan bahwa kalau orang atas masyarakat, dan pemerintah-pemer- Indonesia melihat orang Barat “berbicara intah modern menggunakan seksual-itas Indonesia,” mereka tidak lagi dapat mem- sebagai salah satu cara untuk kontrol war- bedakan antara kebudayaan Indonesia dan ganegaranya. kebudayaan Barat. Tetapi, yang menarik ten- Di banyak negara, kalau seseorang tidak tang sulih suara adalah bahwa (tidak seperti mengikuti norma heteroseksual yang domi- terjemahan biasa), aslinya tidak hi-lang se- nan, implikasinya bukan yang orang tersebut muanya. Gambar-gambar asli orang sedang sakit atau berdosa saja: implikasinya juga bicara tetap ada, dan suara baru ditambah. bahwa orang tersebut bukan warganegara THE GAY ARCHIPELAGO //FOREWORD vii yang wajar. walaupun kami tidak selalu setuju. Waria ada Di Indonesia, keadaan ini mempunyai aki- di mana-mana di Indonesia, kelihatan tetapi bat-akibat penting, untuk orang gay dan belum tentu dihormati. Orang gay dan lesbi orang “normal” keduanya. Kalau kita lebih ada di mana-mana di Indonesia juga, “dari mengerti bagaimana “normal” ditentu- Sabang ke Merauke,” tetapi lebih tersem- kan dan ditentang, mungkin ada muncul bunyi. Sampai sekarang, banyak antaranya kemungkinan-kemungkinan untuk pikiran yang merasa mereka harus tertutup. Orang- baru mengenai keanekaragaman dan to- orang Indonesia bertahun-tahun memberi- leransi. Sejak kemerdekaan, negara Indo- kan saya kebaikan dan kebijaksanaan, dan nesia berusaha supaya penduduk nusantara salah satu hal saya belajar dari mereka ada- menganggap diri tidak hanya sebagai orang lah bahwa toleransi dan pengertian dapat Jawa atau orang Bali atau orang Makassar, terjadi antara sebuah nusantara perbedaan. melainkan juga orang Indonesia. Salah satu Saya menanti-nanti melihat Indonesia tetap hasil penelitian saya yang cukup menarik maju, dan berharap bahwa buku saya da- adalah bahwa orang gay pada umumnya pat merupakan sebuah kontribusi kepada anggap diri sebagai “orang gay Indonesia.” pembicaraan-pembicaraan baru tentang Kedirian sebagai gay tidak dihubungkan Indonesia baru masa depan. dengan suku atau desa; kedirian sebagai gay dihubungkan dengan negara. Ironisnya, Dan kepada semua orang Indonesia yang orang gay dapat dianggap sebagai sukses gay, lesbi, dan waria, di mana Anda ada: terbesar negara Indonesia dalam artian tahulah bahwa Anda tidak sendiri. Anda sebuah identitas yang berdasarkan negara, berkuasa, kreatif, dan berprestasi, dan pan- bukan suku, tetapi salah satu sukses ke- tas mendapat hak dan kesempatan sama betulan, yang sama sekali tidak direncana- dengan orang lain. Anda betul-betul “orang kan oleh negara. Indonesia asli.” Inilah tiga cara, antara cara lain, di mana pembaca yang bukan orang antropolog mungkin menganggap buku ini berguna. Saya bukan orang Indonesia dan tidak mera- sa berhak mengatakan apa yang sebaiknya terjadi di masyarakat Indonesia, tetapi jelas salah satu harapan saya adalah bahwa kon- sep “Bhinneka Tunggal Ika” pada suatu saat akan memasukkan warganegara yang gay, lesbi, dan waria. Pada waktu saya menu- lis kata-kata ini, di negara saya kami baru masuk “Era Obama” di mana kami men- cari cara-cara baru untuk mendukung dan menoleransi-kan orang Amerika yang lain, THE GAY ARCHIPELAGO viii FOREWORD// ANAK HARAM IBU PERTIWI Saya senang akhirnya terjemahan Surabaya, dan Tom menjadi peneliti tamu bahasa Indonesia buku Tom Boellstorff, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik The Gay Archipelago: Sexuality and Nation Universitas Airlangga pada tahun 1997−1998, in Indonesia, dapat terbit, empat tahun tahun-tahun terakhir saya menjadi dosen sesudah buku aslinya. tetap di situ, walaupun untuk menghindarkan Say a dan organisasi saya, GAYa hal-hal yang “tidak diinginkan” (baca: karena NUSANTARA, sulit dipisahkan dari Tom saya gay yang terbuka dan tahun-tahun itu (sekarang pun dia anggota Dewan Pembina sedang semacam dicekal oleh pemerintah) kami, bersama Julia Suryakusuma dan saya bukan saya yang menjadi mitra peneliti-nya. sendiri) maupun buku ini. Judul bahasa Karena kedekatan itu saya dari Inggrisnya saja begitu dekat dengan nama awal mohon maaf apabila mau tak mau organisasi saya. banyak bias yang akan tampak pada kata Tom pertama kali menghubungi pengantar ini. Akan tetapi saya juga sadar saya pada akhir tahun 1991 dalam bahwa ada hal-hal yang dalam pekerjaan kapasitasnya sebagai relawan International saya agak berbeda dengan hal-hal yang Gay and Lesbian Human Rights Commission dipaparkan Tom dalam buku ini. Hal-hal ini (IGLHRC), di mana saya duduk sebagai akan saya sampaikan menjelang akhir tulisan anggota Dewan Penasehat Internasional- ini, untuk mengusik pikiran kita semua untuk nya. Dia memperkenalkan pendekatan terus merenungkan dan mengkaji gay, lesbi, penjangkauan kesehatan komunitas pada waria, tomboi dan orang-orang lain yang tahun 1992, ketika program penanggulangan orientasi seksual atau identitas atau ekspresi AIDS kita masih bayi. Tahun 1993, ketika dia gendernya berbeda dari yang diharapkan sedang belajar bahasa Indonesia tingkat oleh arus utama masyarakat kita. lanjut di Ujung Pandang, kami dorong dia Buku ini dengan gamblang untuk mengorganisasi komunitas gay, lesbi, menjelaskan peran penting media dalam waria dan hunter di sana, dan berdirilah membentuk seksualitas kita. Banyak dari Gaya Celebes. Sesudah itu dia beberapa kita yang gay atau lesbi, dan dalam batas kali datang, melatih relawan hotline GAYa tertentu yang waria dan tomboi, pertama kali NUSANTARA angkatan pertama, selain juga menyadari perbedaan kita atau mengetahui membangun program penanggulangan tentang seksualitas atau gender kita AIDS dari komunitas di Surabaya dan yang tidak lazim dari membaca liputan tempat-tempat lain di Indonesia. media. Saya sendiri, misalnya, mengetahui Pendek kata dia selalu ada bahwa perasaan indah yang ada di hati hubungan kerja maupun emosional dengan saya pada masa kanak-kanak bernama kami. Bagi saya sendiri dia kawan pribadi, “homosexualitas” dari membaca majalah intelektual dan aktivis yang sangat karib. Libertypada tahun 1965 atau 1966. Liputan Penelitian yang menghasilkan sebagian itu, seperti dapat diduga, sangat homofobik, besar data yang kemudian diramu menjadi sehingg a perasaan saya yang tadinya indah buku ini dilaksanakan antara lain di dan tak bermasalah tiba-tiba membawa THE GAY ARCHIPELAGO //FOREWORD ix kerisauan hati yang berlangsung cukup Indonesia gay dan lesbi-lah, bersama dengan lama. Namun memperoleh nama untuk waria dan tomboi, yang berada di garda seksualitas saya saja sudah sangat berarti, depan pergerakan membangun masyarakat karena memberikan sasmita bahwa saya yang adil dan makmur dalam seksualitas bukan keanehan yang unik. dan gender. Dengan membaca dalam media Karena ini pulalah, walaupun juga, kali ini salah satu edisi majalahTime masih sangat terbatas efeknya, dari awal tahun 1976, saya mengetahui bahwa ada pergerakan gay dan lesbi kita mementingkan komunitas gay dan lesbian di Am erika penerbitan. Tanpa menyadarinya kita telah Serikat yang anggotanya tidak merasa melakukan apa yang digambarkan oleh malu, bersalah atau berdosa, melainkan Benedict Anderson dalam bukunya, Imagined malah berorganisasi dan menuntut Communities: Reflections on the Origin and pembebasan dan emansipasi. Liputan itu, Spread of Nationalism, tentang pemanfaatan dengan tambahan bacaan-bacaan dari kapitalisme percetakan dalam pergerakan gerakan pembebasan gay tahun 1970-an, nasional di mana-mana. Dari awal pendirian mempengaruhi saya sehingga memutuskan Lambda Indonesia, kita menerbitkan buletin untuk mendirikan Lambda Indonesia pada atau majalah alternatif, yang mengkonstruksi tahun 1982. ke-gay-an dan ke-lesbi-an kita dengan cara Pengaruh media ini, dalam kita sendiri yang membusungkan dada dan kemasan globalisasi, banyak dibahas dalam menolak untuk tunduk pada rezim-rezim ide buku ini, dan dengan konsep jitu Tom, kolot atau sempit yang hendak menstigma dubbing culture,menjelaskan bagaimana kita. gay dan lesbi Indonesia dalam istilah sangat Dengan demikian tak mirip dengan s audara-saudari di Barat, terelakkanlah bahwa pergerakan gay, lesbi, tetapi punya makna sendiri di masyarakat waria dan tomboi kita, yang sekarang lazim Indonesia. Penjelasan ini sepatutnya disebut dengan singkatan LGBT(kadang tidak usah membuat kita was-was untuk ditambah I untuk interseks dan Q untuk menyebut diri dengan bangga gay dan lesbi, queer) merupakan hembusan nafas lanjutan bersama dengan saudari-saudara kita yang dari pergerakan nasional yang menghasilkan waria dan tomboi, tanpa takut dituduh Indonesia kita yang merdeka dan berdaulat. meniru Barat. Di sinilah mungkin Indonesia Di sinilah cemerlangnya satu lagi beda dari, katakanlah, Asia Selatan, yang tesis Tom yang jitu, yang mengidentifikasi agak alergi dengan istilah semacam gay. identitas gay, lesbi, waria dan tomboi sebagai Memang, seperti akan saya kemukakan pranata nasional, artinya bukan pranata nanti, ada juga cukup b anyak laki-laki etnik atau kedaerahan, hasil tak diniati dari yang berhubungan seks dengan laki-laki proyek nasional kita. Hal ini pernah saya (LSL) lain di masyarakat kita, seperti di kemukakan dalam perbincangan dengan Asia Selatan dan di bagian dunia lainnya, Goenawan Mohamad ketika disertasi Tom, tetapi mau tidak mau harus diakui bahwa di dasar buku ini, baru selesai. Dia langsung THE GAY ARCHIPELAGO

Description:
Hak cipta 2005 oleh Princeton University PressDiterbitkan oleh Princeton University Press, 41 William Street, Princeton, New Jersey 08540Di Inggris: Princeton University Press, 3 Market Place, Woodstock, Oxfordshire OX20 ISYSemua Hak Dilindungi.LIBRARY OF CONGRESS CATALOGING-IN-PUBLICATION DATABoell
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.