ebook img

tatalaksana anestesi dan reanimasi pada abdomen bawah, inguinal dan tungkai PDF

22 Pages·2017·0.42 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview tatalaksana anestesi dan reanimasi pada abdomen bawah, inguinal dan tungkai

TATALAKSANA ANESTESI DAN REANIMASI PADA ABDOMEN BAWAH, INGUINAL DAN TUNGKAI Oleh: Nyoman Intan Trisna Ardani dr. IGP. Sukrana Sidemen, Sp.An, KAR BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2017 DAFTAR ISI Halaman Judul ……………………………………………………………… .... i Daftar Isi .............................................................................................................. ii I. Batasan ............................................................................................................. 1 II. Masalah ........................................................................................................... 1 III. Penatalaksanaan…. ....................................................................................... 2 3.1 Evaluasi ................................................................................................... 2 3.1.1 Anamnesis ......................................................................................... 2 3.1.2 Pemeriksaan Fisik ............................................................................. 3 3.1.3 Menentukan Prognosis Pasien Preoperatif ........................................ 6 3.2 Persiapan Preoperatif .............................................................................. 7 3.3 Premedikasi ............................................................................................. 8 3.4 Pilihan Anestesia ..................................................................................... 9 3.4.1 Anestesi Umum ................................................................................ 9 3.4.2 Anestesi Blok Spinal ........................................................................ 11 3.4.3 Anestesi Blok Epidural..................................................................... 13 3.5 Pemantauan Selama Anestesi .................................................................. 13 3.6 Terapi Cairan ........................................................................................... 14 3.7 Pemulihan Anestesia…………………………………………………… 16 3.8 Pasca Anestesi ........................................................................................ 16 Daftar Pustaka…………………………… ......................................................... 21 ii I. Batasan Batasan tindakan anestesia yang dilakukan pada operasi di daerah abnominal bawah meliputi varikokel, appendektomi, tubektomi, batu buli- buli dan batu ureter distal. Daerah inguinal antara lain hernia, hidrokel, reposisi testis pada undecensus testis, torsi testis dan deseksi kelenjar inguinal. Daerah tungkai, antara lain ruptur tendon, varises, tumor jaringan lunak dan jaringan granulasi1,2. II. Masalah Proses penguapan cairan tubuh akibat proses radiasi, konduksi, dan evaporasi merupakan masalah yang umumnya terjadi pada operasi abdomen. Proses penguapan yang terjadi menurunkan perfusi organ dan menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, sehingga pemberian cairan intravena serta gas-gas dalam sirkuit anestesia harus diberikan dalam suhu yang hangat3. Terganggunya fungsi paru-paru sebagai komplikasi operasi abdomen lebih sering terjadi dibanding operasi non abdomen dan non torakal. Penurunan kapasitas vital pada hari pertama pasca operasi yang berpengaruh secara langsung terhadap kapasitas sisa fungsional, terjadinya hipoksemia arteri, serta atelektasis lobus bawah paru menjadi salah satu masalah pasca operasi abdomen bawah walaupun persentasinya jauh lebih kecil dibandingkan dengan operasi abdomen atas3,4. Komplikasi pada teknik anestesi. Operasi pada daerah inguinal dengan anestesi lokal menyebabkan perpanjangan masa nyeri pasca 1 2 operasi akibat infiltrasi lokal di area tubuh yang teranestesi menghalangi kembalinya fungsi nosiseptif lokal sehingga diperlukan kontrol nyeri yang lebih baik pasca operasi. Selain itu berbagai keluhan pasca anestesi lokal meliputi gangguan neurologis, sakit kepala pasca penusukan jarum di area spinal5. III. Penatalaksanaan 3.1 Evaluasi Evaluasi pada kasus bedah elektif dilakukan beberapa hari sebelum operasi, diulang sehari sebelum operasi, selanjutnya evaluasi ulang dilakukan pada pagi hari menjelang operasi. Sedangkan pada kasus darurat evaluasi dilakukan pada saat itu juga di ruang persiapan Instalasi Rawat Darurat karena waktu yang sangat terbatas. Evaluasi preoperasi yang efektif meliputi anamnesis, yang harus meliputi segala pengobatan yang pernah didapatkan oleh pasien, alergi terhadap obat-obatan, bagaimana respon tubuh pasien terhadap obat-obatan anestesi apabila pasien pernah mendapatkan tindakan operasi sebelumnya. Pemeriksaan fisik serta pemeriksaan tambahan sesuai indikasi, pemeriksaan penunjang untuk mencegah terjadinya komplikasi anestesi1,2. 3.1.1 Anamnesis Anamnesis dilakukan dengan pasien sendiri atau dengan keluarga pasien, meliputi : 1. Identitas pasien 2. Anamnesis khusus yang berkaitan dengan penyakit pasien 3 3. Anamnesis umum yang meliputi: - Riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita atau tengah diderita pasien yang bisa mempengaruhi atau dipengaruhi oleh anestesia - Riwayat pemakaian obat yang telah dan tengah dikonsumsi, yang kemungkinan akan berinteraksi dengan obat anestesia - Riwayat operasi atau anestesia terdahulu - Kebiasaan merokok, minum alkohol - Riwayat alergi terhadap obat-obatan Evaluasi preoperatif memiliki beberapa tujuan, salah satu tujuannya adalah sebagai cara untuk mempermudah dokter dalam mengidentifikasi apakah operasi yang akan direncanakan tersebut kedepannya dapat meningkatkan kualitas hidup pasien atau hanya akan memperburuk kondisi pasien. Selain itu evaluasi preoperatif memiliki tujuan dan mendukung kondisi psikologis pasien dimana dalam evaluasi pasien diberi penjelasan mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan sehingga dapat memberi persetujuan dalam informed consent1. 3.1.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik sebelum dilakukan tindakan operasi harus meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, laju nadi, laju napas, temperatur), tinggi badan, berat badan, BMI, serta pemeriksaan organ jantung, paru-paru, sistem muskuloskeletal menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi. Sebelum melakukan prosedur anestesi regional sebaiknya memperhatikan struktur anatomi serta kondisi 4 disekitar lokasi anestesi apakah terdapat infeksi, serta dilakukan pemeriksaan neurologis untuk mengetahui apakah terdapat kondisi defisit neurologis sebelum dilakukan anestesi regional atau blok pada area abdomen bawah, inguinal dan tungkai. Selain itu dilakukan pula pemeriksaan jalan napas pasien, melakukan inspeksi keadaan mulut dan lidah serta gigi, klasifikasi Mallampati jika pasien disiapkan untuk mendapatkan anestesi umum2. Pasien dengan operasi elektif yang memerlukan tindakan anestesi membutuhkan perhatian khusus dalam pemeriksaan riwayat fungsi jantung dan paru, riwayat penyakit ginjal, endokrin dan penyakit metabolik, masalah muskuloskeletal dan anatomi yang berhubungan dengan jalan napas dan anestesi regional, serta respon terhadap obat-obatan anestesia2. Sistem Kardiovaskular Fokus pada pemeriksaan kardiovaskular adalah untuk menentukan apakah terdapat berbagai kelainan jantung yang memang diderita pasien sebelumnya, evaluasi ritme jantung pasien melalui EKG, apakah terdapat bradikardia atau takikardia pre operasi2. Sistem Pernapasan Berbagai usaha dalam mencegah komplikasi paru pasca operasi wajib dilakukan dengan memperhatikan riwayat konsumsi rokok. Pasien dengan asma memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami bronkospasme saat tindakan manipulasi jalan napas, begitu pula dengan pasien obesitas dan obstructive sleep apnea. Resiko komplikasi paru-paru pasca operasi juga berhubungan dengan status ASA pasien, dimana ASA kelas 3 dan 4 5 memiliki resiko relatif lebih tinggi dari pasien dengan ASA 1. Waktu operasi yang lebih panjang (lebih dari 4 jam), pasien dengan general anestesia juga memiliki risiko relatif lebih tinggi menderita komplikasi paru-paru pasca operasi2. Sistem Endokrin Mengontrol diabetes mellitus dan gula darah pasien dengan melakukan tes gula darah serta HbA1C sebelum dilakukan operasi. Pasien dengan hiperglikemia yang akan menjalani operasi elektif harus mendapatkan medikasi insulin hingga kadar gula darah mencapai batas normal2. Koagulasi Darah Pasien dengan penggunaan warfarin dalam jangka waktu yang lama harus menghentikan penggunaan warfarin 5 hari sebelum dilakukan operasi untuk mencegah perdarahan masif. Pasien beresiko tinggi mengalami trombosis (sebagai contoh pasien dengan fibrilasi atrium), penggunaan warfarin harus diganti dengan heparin intravena atau intramuskular2. Sistem Gastrointestinal Masalah yang patut dihindari pada sistem gastrointestinal adalah aspirasi isi lambung ke dalam saluran pernapasan. Risiko ini lebih tinggi pada ibu hamil trimester II dan III, pasien yang tidak puasa sebelum menjalani operasi, serta pasien dengan gastroesophageal reflux disease (GERD)2. Pemeriksaan penunjang lain sesuai indikasi Diagnosis preoperatif dan pemeriksaan lab dilakukan berdasarkan riwayat medis pasien serta prosedur operasi yang akan dijalani. Prosedur pemeriksaan yang diperlukan umumnya pemeriksaan darah lengkap, tes 6 fungsi hepar, tes fungsi ginjal, tes koagulasi, urinalisis, serta foto polos dada4. 3.1.3 Menentukan Prognosis Pasien Preoperatif Dalam evaluasi preoperatif juga dilakukan penetuan status fisik ASA pasien untuk menentukan prognosis preoperatif2. American Society of Anesthesiologist (ASA) membuat klasifikasi status fisik pasien praanestesia menjadi lima kelas, yaitu : ASA 1 : pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik ASA 2 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang ASA 3 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa ASA 4 : pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara langsung mengancam kehidupannya ASA 5 : pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi maupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal ASA 6 : pasien dengan mati batang otak dan donor organ E : bila kasus emergensi, status pasien ditambahkan dengan E1,7. 3.2 Persiapan Preoperatif Persiapan preoperatif pasien meliputi persiapan di ruang perawatan, persiapan di Instalasi Bedah Sentral, serta persiapan di kamar operasi. 7 Persiapan dimulai dari ruang perawatan, pasien disiapkan secara psikis dengan diberi penjelasan mengenai rencana anestesi dan pembedahan sehingga diharapkan pasien dan keluarganya bisa tenang. Dapat pula diberikan obat sedatif pada pasien dengan stres berlebihan atau pasien pediatri yang tidak kooperatif. Secara fisik pasien disiapkan dengan menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol minimal dua minggu sebelum operasi dimulai. Pasien dilarang menggunakan aksesoris berlebihan dan tidak boleh menggunakan cat kuku. Pasien juga dijelaskan mengenai wajib berpuasa makanan dan minuman minimal selama 8 jam sebelum operasi. Pasien harus menggunakan baju khusus operasi. Sebelum operasi pasien harus menandatangani lembaran informed consent dengan sadar dan terdapat saksi di ruangan tersebut1,2. Persiapan di ruangan Instalasi Bedah Sentral dilakukan evaluasi ulang status pasien dan catatan medis pasien, pemberian medikasi dan pemasangan infus1. Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam ruang operasi adalah sebagai berikut: stetoskop dan laringoskop; tubes, jenis pipa yang akan digunakan tergantung dari teknik anestesi yang digunakan, misalnya pipa endotrakeal, piapa orofaringeal, pipa nasofaringeal; airway, misalnya sungkup wajah, nasal canule; tapes, berupa plester yang digunakan dalam memfiksasi pipa endotrakeal; introducer, stilet pipa endotrakeal; connector, penghubung oksigen dan sungkup; suction7. Selain itu hal yang harus dipersiapkan adalah meja operasi dengan segala aksesorisnya, mesin anestesi, obat-obatan anestesi serta obat-obatan 8 resusitasi, defibrilator, monitor untuk mengetahui tanda vital pasien selama operasi yang telah dilengkapi dengan pulse oximeter dan alat pengukur tekanan darah, serta kartu catatan medik anestesia1. 3.3 Premedikasi Premedikasi sangat penting diberikan pada pasien sebelum menjaalani operasi dalam rangka pelaksanaan anestesia. Premedikasi dapat membantu pasien menjadi lebih tenang dan nyaman, membuat amnesia, bebas dari rasa nyeri dan mencegah mual muntah. Selain itu premedikasi dapat memudahkan induksi serta dapat mengurangi dosis obat-obat anestesia yang akan digunakan. Untuk membuat pasien menjadi lebih tenang dapat diberikan jenis obat sedatif. Pada anak-anak usia 2-10 tahun yang mengalami mengalami rasa takut dan cemas akibat menjalani operasi dan terpisah dari orang tua, pemberian midazolam efektif dalam mengurangi rasa cemas sebelum operasi2. Pada orang dewasa diberikan midazolam secara intravena dengan dosis 2-5mg. Dapat juga diberikan diphenhydramine dengan dosis 1mg/kgBB untuk orang dewasa1. Pemberian opioid (umunya fentanyl) diberikan pada pasien yang menjalani prosedur invasif seperti blok regional atau pemasangan kateter vena sentral untuk bebas dari rasa nyeri2. Untuk mencegah mual dan muntah pilihan premedikasi yang diberikan adalah jenis obat antiemetik yaitu ondansentron dengan dosis untuk orang dewasa 4-8 mg melalui akses intravena. Untuk profilaksis aspirasi dapat diberikan cimetidine, ranitidine, maupun antasida1. Pasien yang akan dilakukan manipulasi jalan

Description:
bradikardia atau takikardia pre operasi2. Sistem Pernapasan. Berbagai usaha dalam mencegah komplikasi paru pasca operasi wajib dilakukan
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.