ebook img

studi pada komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta PDF

79 Pages·2015·3.38 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview studi pada komunitas Masjid Pathok Negoro Plosokuning Keraton Yogyakarta

BAB V IDENTITAS KOMUNITAS MASJID PATHOK NEGORO PLOSOKUNING 5.1. Selayang Pandang Plosokuning Dari sisi geo-sosial yang berada di tengah pusat politik dan kebudayaan Jawa kuno, dahulu daerah Plosokuning dikenal sebagai tanah perdikan setingkat kecamatan yang disebut Kepanewonan dengan pangkat pejabatnya yang bergelar Raden Mas Panewu dalam struktur wilayah Negaragung Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat.1 Di pulau Jawa sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang dan dilanjutkan Kerajaan Mataram baru di Yogyakarta, tanah perdikan semula merupakan tanah yang dibebaskan atas pembayaran pajak (upeti) yang biasanya dibebankan kepada masyarakat dan pemimpin lokal untuk menunjukkan loyalitasnya sebagai warga kerajaan.2 Tanah perdikan yang secara harafiah berarti wilayah yang dimerdekakan, tidak hanya bermakna ekonomi yang menunjukkan kebijakan pembebasan dari 1 Suratmin, dkk., Laporan Akhir Studi Aset Wisata Kabupaten Bantul (Yogyakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul dan Lembaga Prapanca Yogykarta, 2009), 1. 2 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, diterjemahkan oleh Dharmono Hardjowidjono (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), 24. 226 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi pembayaran pajak pertahun kepada kerajaan dalam rupa penyerahan hasil-hasil pertanian atau barang berharga lain sebagaimana yang harus dibayarkan oleh daerah- daerah yang ditaklukkan, akan tetapi juga bermakna konstitutif, dalam arti pemimpin lokal tanah perdikan karena jasa-jasanya yang luar biasa kepada kerajaan diberi kewenangan khusus mengatur sendiri kehidupan masyarakatnya.3 Oleh karena itu tanah perdikan pada masa lalu merupakan wilayah otonomi khusus kerajaan yang kemudian memperoleh dana subsidi yang dapat dimanfaatkan, antara lain untuk membiayai pemeliharaan tempat ibadah atau tempat-tempat suci yang dihormati, seperti candi, vihara, sthana, dharmma, prasada, caitya, dan parhyangan, dan ia juga dipakai untuk membiayai ritus dan upacara keagamaan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Dalam sistem kekuasaan monarkhi 3 Istilah tanah perdikan juga terdapat pada Prasasti Plumpungan yang berangka tahun 750 M. Prasasti ini ditemukan di Dusun Plumpungan Kelurahan Kauman Kidul, Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah. Sejarawan sekaligus ahli epigraf; Dr. J.G. de Casparis mengalihkan bahasa prasasti itu yang selanjutnya diindonesiakan oleh Prof. R. Ng Poerbatjaraka. Prasasti Plumpungan berisi ketetapan raja tentang status tanah perdikan yang disebut tanah “swatantra” bagi suatu daerah yang bernama Hampra (Salatiga). Pemberian tanah perdikan dipandang istimewa oleh raja dan tidak setiap daerah dapat ditetapkan sebagai tanah perdikan. Dasar pemberian tanah perdikan ditetapkan raja berdasarkan jasanya terhadap kerajaan. Prasasti Plumpungan ditulis oleh seorang Citraleka atau pujangga yang dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi, dan dalam bahasa Jawa kuno diberi kata sesanti (penanda), "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga bahagia, selamatlah rakyat sekalian". Sejarawan memperkirakan, masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu (Kalingga) di zaman Mataram Kuno yang pernah memerintah di Jawa Tengah pada abad ke-8 M. Lih. http://www.kemendagri.go.id. Diunduh pada tanggal 25 Januari 2015. Identitas Komunitas Masjid Pathok… 227 tradisional di Jawa masa lalu, tanah perdikan diberikan juga di atas dasar pertimbangan politik raja. Terdapat tiga kepentingan raja dalam mempertahankan kekuasaan monarkhinya berkaitan dengan pemberian tanah perdikan. Pertama, dengan pemberian tanah perdikan, raja dapat memperoleh keuntungan-keuntungan langsung dalam rupa martabat (gelar dan kehormatan), dan perlindungan protektif raja kepada penguasa lokal dan penundukan lawan-lawannya yang potensial, seperti para pangeran dan pemimpin daerah sebagai imbalan atas dukungan mereka kepada raja dalam pola hubungan patron-client. Kedua, raja dapat memelihara kultus pemujaan mengenai diri dan kerajaannya yang mencerminkan sanksi-sanksi gaib yang akan mendukung kebesaran dirinya sebagai dewa raja (maharaja) karena kekuasaannya yang bersifat ilahiah. Ketiga, raja memiliki tambahan kekuatan militer yang besar yang sewaktu- waktu dapat digunakan untuk menaklukkan daerah lain dalam rangka memperluas wilayah.4 Pada masa Kerajaaan Mataram diperintah oleh Sultan Agung, kebijakan menghadiahkan tanah perdikan juga diberikan kepada para pemimpin agama, terutama rohaniawan yang mengasuh pondok pesantren. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pendidikan dan ajaran agama Islam secara mandiri di wilayah Kerajaan Mataram 4 Lih., Soekmono, Candi: Fungsi dan Pengertiannya (Semarang: IKIP Semarang Press, 1977), 230-231; M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern....., 24-25. 228 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi pada waktu itu.5 Namun dalam perjalanan waktu di kemudian hari, daerah Plosokuning tidak lagi menjadi tanah perdikan yang memiliki otonomi khusus dari Kerajaan Mataram, ia hanya menjadi salah satu nama dusun yang menjadi bagian dari struktur Desa Minormartani. Desa Minomartani berlokasi di sebelah selatan Gunung Merapi, tepatnya menjadi bagian dari daerah administrasi Pemerintahan Kecamatan Ngaglik dalam lingkup Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan distrik tertua kedua yang ditetapkan oleh Presiden Soekarno setelah Provinsi Jawa Timur dalam penentuan awal luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia modern.6 Secara geografis, daerah Yogyakarta terletak diantara 7033’-8012’ Lintang Selatan, dan 110000’- 110050’ Bujur Timur dengan luas wilayah yang dimiliki sebesar 3.185,80 km2. Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari 4 kabupaten dan 1 kotamadia yang masing- 5 Ahmad Adabi Darban, “Ulama Jawa dalam Perspektif Sejarah”, Jurnal Humaniora UGM, Vol. 16, Nomor 1, Februari 2004, 31. 6 Lutfiana Devi Kurniawati, Sejarah Perkembangan Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2013, Makalah tidak diterbitkan. Sementara itu, kata modern di sini merujuk pada negara Indonesia yang lahir sebagai negara yang berjiwa demokratis dengan sistem pemerintahan republik, bukan monarkhi (absolut) seperti kenyataan- kenyataan pemerintahan yang pernah ada di masa lampau. Oleh karena itu Indonesia modern adalah Indonesia sabagai suatu fenomena negara yang dibentuk per-17 Agustus 1945. Lih., John A. Titaley, “Strategi Pengembangan Kebudayaan Nasional dan Peran Agama-Agama di Indonesia”, dalam Djam’annuri, dkk., 70 Tahan H.A. Mukti Ali: Agama dan Masyarakat (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1993), 271. Identitas Komunitas Masjid Pathok… 229 masing mempunyai luas wilayah yang berbeda, yaitu Kabupaten Kulonprogo dengan luas wilayah 586, 27 km², Kabupaten Bantul dengan luas wilayah 506,85 km², Kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah terbesar 1.485,36 km², Kabupaten Sleman dengan luas wilayah 574,82 km² dan Kota Yogyakarta dengan luas wilayah yang terkecil, yaitu 32,50 km².7 Sebagai daerah setingkat provinsi, letak geografis Yogyakarta berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Semarang, tepatnya di sebelah utara Gunung Merapi berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Boyolali, di sebelah timur perbukitan Gunung Sewu (Gunung Kidul) berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri dan Klaten, di sebelah barat Pegunungan Menoreh berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Magelang, dan di sebelah selatan berbatasan dengan pantai selatan Samudera Hindia (Indonesia).8 5.1.1. Nama Desa dan Dusun Pada masa awal kemerdekaan, daerah Plosokuning sebelumnya merupakan nama suatu desa sekaligus dusun, kemudian dipaksa berubah status menjadi daerah setingkat dusun yang dikepalai oleh seorang kepala 7Lih., Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun 2007 (Yogyakarta: Pemerintah DIY, 2007). 8 Lih., Undang-Undang RI. Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan DIY, dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5339, Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, Sekretariat Negara RI. di Jakarta, Tahun 2012. 230 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi dukuh, disebut Pedukuhan Plosokuning. Pedukuhan Ploskuning memiliki stuktur pemerintahan sampai ke bawah dari tingkat RW (Rukun Warga) hingga ke yang terkecil, yaitu kampung atau RT (Rukun Tetangga) sebagaimana struktur pemerintahan tingkat pedukuhan se-DIY. Ciri khas sistem pemerintahan DIY, selain kedudukan gubernur yang tidak dipilih secara langsung oleh masyarakat, melainkan ditetapkan dengan sistem konsensus representatif setiap 5 tahun oleh parlemen daerah (DPRD) karena statusnya sebagai raja yang kemudian dikeluarkan SK (Surat Keputusan) pengangkatannya oleh presiden, adalah pada status kepala dukuh yang dijabat hampir sama dangan gubernur, seperti di Dusun Plosokuning.9 Apabila jabatan gubernur dibatasi sampai usia tua yang mununjukkan sudah tidak mampu lagi bekerja, mengundurkan diri atau meninggal dunia. Sedangkan jabatan dukuh dibatasi berusia 60 tahun. Berbeda dengan 9 Gubernur Yogyakarta adalah jabatan kepala daerah yang membawahi empat kabupaten dan satu kotamadia. Status keistimewaan Yogyakarta tidak serta merta menjadikan jabatan bupati atau walikota ditetapkan seperti gubernur, melainkan dipilih langsung melalui Pilkada. Berdasarkan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akhir masa jabatan Gubernur DIY periode 2003-2008, Pemerintah DIY dibentuk berdasarkan UU. Nomor 3 Tahun 1950 yang berisi tentang posisi DIY sebagai daerah istimewa setingkat provinsi, yang diamandemen oleh UU. Nomor 19 tahun 1950, dengan penambahan kewenangan. Sedangkan status keistimewaan, diatur dalam UU. Nomor 22 Tahun 1948. Aturan ini mengandung konsekuensi hukum dan politik, terutama dalam hal pengangkatan gubernur dan wakil gubernur. Tetapi tata pemerintahan DIY telah berjalan jauh sebelum Indonesia merdeka, yaitu berbentuk monarkhi termasuk Kadipaten Pakualaman. Moch. Faried Cahyono dan Lukman Hakim, Laporan Tata Kelola Pemerintahan Provinsi di Yogyakarta (Yogyakarta: Pemerintah DIY., 2008), 20. Identitas Komunitas Masjid Pathok… 231 jabatan lurah atau kepala desa yang dipilih setiap 5 tahun dengan sistem demokrasi langsung; masyarakat yang terlibat sendiri secara individu dalam menentukan siapa pimpinan yang paling banyak mendapat dukungan dengan menentukan pilihannya di bilik suara pada saat pencoblosan. Pada setiap pemilihan kepala desa atau lurah, sang calon membentuk “organisasi partai sementara” dengan menggunakan lambang-lambang tanaman hasil pertanian, seperti jagung, ketela dan padi dalam masa berkampanye. Dari organisasi partai-partai bersifat tentatif itu, tim sukses berkampanye mengusung keunggulan calon dan memperkenalkan program kerja yang hendak dilaksanakan dalam membangun desa apabila menang dalam pemilihan kepala desa. Sementara kepala dukuh diangkat dan diberhentikan langsung oleh gubernur, terutama pengangkatannya melalui usulan dari hasil konsensus tokoh-tokoh masyarakat setempat. Sistem pengangkatan gubernur dan dukuh model konsensus representatif ini tidak ditemui di daerah- daerah lain di Indonesia sejak era reformasi, ia hanya ada di Yogyakarta. Pada masa sekarang, Plosokuning merupakan bagian dari wilayah Pemerintahan Desa Minomartani. Desa Minomartani secara administratif membawahi enam dusun yang meliputi daerah Plosokuning yang terbagi menjadi empat wilayah pedusunan, yaitu Dusun Plosokuning I, Plosokuning II, Plosokuning III, dan 232 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi Plosokuning IV, ditambah dengan Dusun Gantalan dan Dusun Mlandangan.10 Pada fase sebelum Indonesia lahir sebagaimana telah disebutkan, Dusun Plosokuning merupakan nama daerah setingkat kecamatan yang disebut Kepanewonan. Ibukota kecamatan ini ditetapkan oleh raja sebagai daerah pembatas ibukota negara dalam struktur pemerintahan monarkhi, yang berpusat di Keraton.11 Sesudah masa kemerdekaan, nama Plosokuning berubah menjadi nama desa sekaligus nama dusun bersamaan dengan Keraton bergabung dengan RI. Seiring dengan laju kepadatan penduduk yang berpusat di derah Minormatani yang terletak di sebelah selatan Plosokuning bertambah meningkat, sebagai konsekuensi dari pembangunan besar-besaran perumahan baru bagi para 10Dokumen Kode dan Wilayah Administrasi Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Sleman Kode 34.04, Tahun 2010. 11Dahulu Keraton sebagai pusat kekuasaan monarkhi, juga menjadi istana, tempat kediaman resmi raja, keluarga dan para menteri. Disusul dengan wilayah Kutanegara (Kepatihan), yang terletak di luar Keraton, disebut juga Negara atau Nagari, ditandai dengan tugu pembatas (Pathok Negoro). Di lingkungan Kutanagara tinggal para abdi dalem (pegawai negeri) yang menjalankan tugas dan perintah raja. Wilayah di luar Kutanagara, disebut Nagari Agung atau Negaragung yang merupakan tanah lungguh (penghidupan) bagi abdi dalem yang tinggal di wilayah Nagari. Sementara lingkungan paling luar kerajaan, disebut Mancanegara dan Pesisiran yang diperintah oleh bupati yang ditunjuk oleh raja. Pada zaman kolonial, Keraton menjadi negara bagian dari pemerintahan Gubernur Jendral di Batavia dan Calcutta di India. Namun sejak timbul era kebangsaan, kedudukan monarkhi ini ditetapkan oleh Presiden Soekarno menjadi bagian dari pemerintahan demokratis, yakni berada setingkat dengan gubernuran, di mana raja sekaligus gubernur yang diangkat berdasarkan konsensus, namun ia tidak lagi memiliki kewenangan (depolitisasi) untuk mengangkat adipati (bupati atau walikota). Adipati-adipati itu dipilih dengan sistem demokrasi liberal (baca: langsung) oleh masyarakat. Bdk., Selo Soemardjan, Perubahan Sosial di Yogyakarta (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1981), 28-30. Identitas Komunitas Masjid Pathok… 233 pendatang yang dilakukan oleh pemerintah setempat pada masa awal Orde Baru, yang menggantikan Pemerintah Orde Lama, Desa Plosokuning berubah menjadi nama dusun yang statusnya lebih rendah setingkat di bawah pemerintahan desa. Sedangkan nama Minomartani ditetapkan sebagai nama desa. Meskipun demikian karena nilai historisnya yang tinggi yang melahirkan kebanggaan lokal, penduduk di sekitar Minormatani, banyak yang menghendaki mengubah nama dusunnya menjadi Dusun Plosokuning V dan VI.12 Plosokuning dari dulu itu masih menjadi satu dengan Minomartani, jadi daerah Plosokuning itu kalau sekarang sudah menjadi Desa Minomartani. Dulu Plosokuning itu adalah nama dusun dan juga nama desa, akan tetapi berubah menjadi nama Desa Minomartani itu setelah Indonesia merdeka. Jadi sejarahnya daerah Plosokuning itu adalah daerah yang tidak mau digabung dengan daerah yang lain setelah kemerdekaan dan oleh sebab itu diganti namanya dengan Desa Minomartani. Jadi nama Minomartani dulu itu tidak ada. Minomartani itu hanya ada satu kelurahan saja, yaitu Desa Plosokuning, lalu menjadi Desa Minomartani.13 12 Wawancara Rr. Salma Mumtaza, Komunitas Plosokuning Jero, pada tanggal 24 Januari 2015. 13 Hasil FGD. pandangan Bapak Saelan, Komunitas Plosokuning Jobo, pada tanggal 5 Desember 2014. 234 Identitas Komunitas Masjid Di Era Globalisasi 5.1.2. Nama Pohon Ploso Istilah Plosokuning itu sendiri semula bukan nama desa atau dusun, bukan pula nama kota kecamatan, melainkan nama sebuah pohon, yaitu pohon Ploso. Pohon Ploso yang mempunyai bunga berwarna kekuning- kuningan itu kemudian oleh penduduk dianggap sebagai pohon keramat. Dalam manuskrip sejarah disebutkan pohon Ploso pada zaman dahulu tumbuh sekitar 300 meter di sebelah selatan bangunan Masjid Pathok Negoro sekarang. Dari nama pohon Ploso dan warna bunganya yang kuning ini yang memberikan inspirasi pemimpin Keraton waktu itu untuk menyebut daerah ini dengan nama Plosokuning.14 Sejarah nama Plosokuning itu berasal dari nama pohon Ploso yang bunganya berwarna kuning, dan itu sebabnya daerah tersebut dinamakan daerah Plosokuning dan pohon Ploso yang bunganya berwarna kuning itu hanya satu- satunya pohon keramat yang berada di daerah sini. Tempat pohon tersebut itu berada di dalam Masjid Sultoni itu, akan tetapi pohon itu ditebang untuk dijadikan masjid dan itu atas perintah dari Keraton.15 Namun pohon Ploso yang dikeramatkan dan menjadi saksi bisu sejarah berdirinya masjid itu, kini 14 Andi Andriyanto, Masjid Pathok Negoro Plosokuning; Sebuah Reportase, Rumah Indonesia (Yogyakarta: Cahaya Institute Yogyakarta, 2010), 56. 15 Hasil FGD, pandangan Bapak Saelan.....

Description:
sistem kekerabatan bangsawan Jawa, Raden Nawawi diangkat oleh Keraton warga Plosokuning, tradisi wiwitan merupakan ajaran leluhur yang
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.