SENI RUPA DALAM ABAD XX DI DUNIA BARAT DAN INDONESIA DALAM SEPINTAS Oleh: Sudarmadji I. DUNIA BARAT Membicarakan gejala seni rupa abad XX mau tidak mau orang akan mengingat jasa kelompok Impressionisme Perancis yang muncul dalam pameran pamerannya tahun-tahun: 1874, 1877, 1979, 1880, 1881, 1882 dan 1886. Meskipun harus diakui kemunculan kelompok ini tidak mungkin terlepas dari peristiwa sentuhan mereka dengan dua pelukis Inggris ialah Turner dan Constable. Akibatnya nanti akan muncul lukisan Monet yang berbeda dengan Impression, Soleil levant sebelumnya sesudah ia mulai melukis luar dan menjelajahi desa Argenteuil dekat Paris (1972). Lahirlah karyanya seperti umpamanya . Leroy Dari pameran 1974 kelompok ini yang antara lain memajang karya Monet impresionis tersebut, muncul tulisan dalam majalah Le Charivari terbitan April tertanggal 25. Leroy menyebut kaum seniman kelompok ini sebagai . Nama ini diterima mereka dengan senang hati dan menjadi populer. Secara keseluruhan kelompok Impresionis memang menunjukkan semacam kesatuan Jacques – Louis David Jean Augustie sikap. Yang antara lain menunjukkan pemberontakan mereka terhadap ajaran Dominique Ingres kaum akademis seperti umpamanya dan , lalu kesukaannya menyusuri alam terbuka, mempelajari bahkan secara ilmiah mengenai fisik optik dan yang paling esensiil ialah bangkitnya akan kesadaran kebebasan individuil. Seorang kritikus, Armand Silverstre menulis pada pameran-pameran berikut tentang Monet sebagai seorang yang terampil dan berani: Sisley penuh keselarasan namun sedikit malu-malu; Pissarro bares kuras namun naif sedang Renoir di galeri sebagai pelukis yang suka menggiring figur-figurnya dalam cerah matahari. The New Painting Dalam tahun 1876 seorang kritikus kenamaan Duranty menerbitkan tulisan dibawah judul yang secara tajam memberikan analisa dan orientasinya kepada kelompok muda kaum Impresionis ini dengan kata- kata: Dari intuisi ke intuisi, secara bertahap mereka tiba pada dekomposisi (penguraian) sinar matahari menjadi lapisan spektrum dan elemennya yang lalu mengkonstruksinya menjadi kesatuan dengan keselarasan baru, bagaikan warna pelangi yang bertaburan dalam kanvas mereka. Kaum Impresionis Dalam pameran ke tiga, George Riviere menulis dengan judul , yang dikatakan: ..................... Memperlakukan obyek sekedar untuk warna-warninya: dan bukan sebagai obyek itu sendiri ............ perbedaannya dari yang lain ialah kemenangannya akan adanya otonomi kegembiraan. Tata cara konvensional ialah merepresentasikan obyek mendapatkan tempat lagi dengan kontemplasi dari obyek itu. Seperti umpamanya pepohonan, danau, jerami, cakrawala, merekam ruang waktu, sumber nilai yang universal. Lukisan memang bersangkut paut dengan isinya, namun tanpa berlebihan dengan anasir cerita. Dengan munculnya impresionisme yang membuka problema Seurat Signac kesenilukisan secara meluas maka terbuka beberapa jalan dan kecenderungan. Dari dan yang pointilistis tetapi tetap mengeksploitasi anasir cahaya dan warna, menurunkan expresionisme Vincent van Gogh yang membuka jalan ke Fauvisme dan akhirnya abstrak expressionisme. Yang merespons tingkah laku Impressionisme yang mengabaikan bentuk, ialah Paul Cezanne yang menelurkan Kubisme terus sampai ke Konstruktivisme, Minimal Art dan se terusnya. 1. EXPRESIONISME ARTS AND IDEAS Dalam bukunya . William Fleming menerangkan bahwa Expresionisme melihat ke dalam dunia emosi dan psikologi dari pada suatu refleksi dunia luar. Kaum expresionis memang menyadari dunia luar yang kasat mata, namun ia menyimpang dari pandangan klasik dengan peniruannya (art imitatur naturam) terhadap alam. Kaum expresionis bisa dibilang menutup mata pancainderanya, untuk menggali dunia batin dan feeling is all imajinasi. Mereka menyetujui diktum Goethe yang menyatakan bahwa: ; alias perasaan adalah segalanya. Mereka juga menerima penelitian Freud mengenai bawah sadar yang menampakkan suatu dunia Freud: baru. Dunia emosi yang gelap, kengerian yang tersembunyi, dan motivasi Interpretation of Dreams yang misterius di balik tingkah laku manusia. Bermula dari buku (1900) maka orang dapat mendekati karya expresionisme baik seni lukis, musik bahkan sastra masa itu. Kaum expresionis menyadari akan suatu komplek dalam diri dan memahami suatu dunia yang dapat diteliti namun tidak kasat mata. Juga bukan sesuatu hal ihwal yang dapat ditafsirkan secara logis. Karya expresionis lebih psikologis wataknya dari pada naturalis: yang melukiskan dunia tak tampak (intangible worlds) dengan teknik dan simbul-simbul baru. Mungkin dengan warna tak selaras dan bentuk yang didistorsi. Expresionisme merupakan istilah yang melukiskan tendensi umum di beberapa negeri di Eropa sekitar tahun 1890-1930-an. Kata yang dipakai Derstrum dalam pengertian yang khusus ini dilansir oleh Herwarth Welden, orang Jerman yang menerbitkan . Dengan istilah itu dimasud untuk semua gerakan revolusioner di bidang seni antara tahun 1910-1920. Expresionisme dapat dianggap sebagai suatu tipe seni yang tumbuh di negeri-negeri utara. Sifatnya lebih spontan dan penuh vitalitas. Punya kecenderungan kegambaran (painterly), dengan distorsi dan stilasi dan yang terakhir individualitas yang mendorong sampai ke perbuatan “gila”. Gelombang pertama kaum expresionis ialah Vincent van Gogh, Toulouse – Lautrec, James Ensor, Edward Munch, dan Holder. Meskipun tema diangkat dari dunia external, namun penuh dramatik – tragik dengan bentuk-bentuk yang distorsif dan expresif. Gelombang ke dua diwakili oleh Jerman terutama pada kelompok Die Brucke dan Der Blaue Reiter dengan tokoh-tokoh: Heckel, Bleyl, Kirchner, Karel Scmidt Rottluff, Pechstein, Nolde, Franz Marc, Kandinsky dan sebagainya. Buku tahunan Der Blaue Reiter memuat gambar yang jelas mengenai gerakan ini dan juga pendirian dan pikiran mereka. “Tradisi”, demikian Marc, “merupakan sesuatu yang baik: tetapi yang terbaik ialah menciptakan tradisi dan tidak hidup dari padanya”. Dari gerakan expresionisme di Jerman lahir juga tulisan Kandisnsky yang terkenal: Concerning The Spiritual in Art. Memang pada tahun-tahun bangkitnya expressionisme di Jerman banyak terbit tulisan seperti antara lain dari Franz Marc sendiri, lalu Kandinsky, David Burljuk, Rogger Allard, Erwin von Busse, Theodor van Hartmann dan lain-lain. Secara khusus mereka tidak merumuskan aturan estetis namun pada garis besarnya menutur keengganan mereka akan rumusan akademis yang beku. Mereka kebanyakan seia dengan rumusan inner necessity-nya Kandinsky. Dalam salah satu katalog tertulis: “kita tidak cari dan propagandakan kepersisan bentuk. Sasaran kita ialah berexpresi lewat bermacam bentuk: bagaimana kepentingan batin (inner desire) setiap seniman terungkap dengan cara sendiri”. Dari Franz Marc dan Kandinsky nantinya terbuka jalan kearah yang disebut abstrak expressionisme kendati dalam nuansa keduanya ada perbedaan. Jika Marc mencari dan mengungkapkan apa yang disebut “the inner spiritual side on nature”, motif masih diangkat dari dunia external ialah on nature-nya: pada alam external. Maka Kandinsky tegas-tegas pada: the expression of an internal necessity-nya. Ia bicara aspek spiritual manusia. Kepentingan internalnya. Selain Jerman, expressionisme melanda juga Austria dengan tokoh Oskar Kokoschka dan Schiele. Sedang dalam artian yang lebih khusus dan bervariasi, maka Roualt, Modiglianni, Klee, Soutine dan Chagall termasuk gerakan expressionisme juga. Dari tokoh-tokoh expresionisme yang berkembang di Jerman terkenal ialah teori Kandinsky. Kandinsky menyatakan bahwa karya seni terdiri dari dua elemen. Elemen dalam (the inner) dan luar (the outer). Yang dalam ialah emosi seniman yang dapat membangkitkan emosi serupa dari penghayatan (penonton). Sedang yang bersangkut paut dengan wujud (body), maka jiwa memerlukan medium pengindraan. Ialah rasa. Perasaan dibangkitkan dan dikendalikan penginderaan. Penginderaan ialah jembatan dari yang immaterial (emosi dan perasaan artis) dan unsur materi ialah karya seni. Sekali lagi hal yang material (karya seni), yang diindera itu merupakan jembatan menuju hal yang immateriil. Dalam hal ini emosi penghayat alias penonton. Secara singkat dapat dilukiskan: Emosi seniman – penginderaan – karya seni – penginderaan – emosi penghayat. Menurut Kandinsky maka dua emosi (seniman dan penghayat) harus serupa (equivalen) jika karya seni itu merupakan sesuatu yang berhasil. Dalam hubungan ini, maka seni lukis seperti layaknya musik tidak berbeda. Pada dasarnya ialah komunikasi. Adapun inner element (unsur dalam) ialah emosi, harus exis. Anasir dalam itu menentukan ujud karya seni. Kandinsky berpendapat bahwa bentuk dan warna (jadi tidak perlu anasir leterer) merupakan anasir bahasa yang mampu secara langsung menyentuh emosi sebagaimana suara dan nada secara langsung juga mampu menyentuh rasa. Satu-satunya kebutuhan seniman ialah menyusun bentuk dan warna dalam suatu konfigurasi yang mampu mewakili “inner emotion” tetapi juga yang mampu berkomunikasi kepada penghayatan. Untuk Kandinsky tidak esensiil, apakah bentuk dan warna itu mewakili obyek alam atau tidak. Persoalan harmoni merupakan yang terpenting juga bagi Kandinsky. Meminjam bahasa musik, Kandinsky berujar bahwa karya seni yang berhasil merupakan komposisi sebuah simfoni tempat anasir melodi yang dimainkan secara terputus-putus dalam harmoni warna. Dan anasir yang esensiil ialah meruapakan aransemen yang tenang seimbang dan sistematis dari pada bagian-bagian. Kandinsky mengakhiri risalahnya dengan mencatat adanya tiga macam sumber inspirasi. 1) Kesan langsung dari dunia external (alam) yang disebutnya Impresi. 2) Expresi bawah sadar yang spontan yang disebutnya sebagai liner character yang non materiil seperti dunia batin yang disebut improvisasi. Dan 3) Expresi bentuk yang perlahan dari pada rasa batin (inner feeling) yang dikerjakan berulang kali dan cenderung ilmiah yang disebutkan sebagai komposisi (composition). Secara kategorial bisa dinyatakan bahwa sampai tahun 1910 Kandinsky menghasilkan karya yang fauvistis (impresi). Dari 1910 – 1921, abstrak expressionisme (improvisasi). Dan dari kategori ketiga muncul konstruktivisme sejak 1921 (komposisi). Selain Kandinsky, maka Paul Klee yang lahir di Swiss (1879-1940) padogogisches merupakan tokoh yang banyak konsepsinya, baik kesenian itu sendiri skizzen buch Uberdie Moderne Kunst maupun mengenai apresiasi dan pendidikan. Buku-bukunya: Das Billdenrische Denken (Ingg. Pedagogical Sketchbook), (on modern art), , dan beberapa esai yang diantaranya terkenal dengan kredonya: “Art does not render the visible: rather, it makes visible”. Yang kira-kira maksudnya bahwa seni tidak sekedar merefleksikan yang kasat mata, melainkan lebih dari itu ialah menjadikan sesuatu menjadi kasat mata. Teori seni yang termuat dalam On Modern Art menggunakan pe rumpamaan begini: 1. Seniman sibuk dengan aneka ragam di dunia, termasuk beberapa hukumnya. Begitu baik seniman melakukan orientasi hingga ia dapat melihat tata tertib dari gejala dan pengalaman. Kesadaran untuk menentukan dalam alam dan hidup, akan saya bandingkan dengan akar pohon. 2. Dari sumber, sari-sari muncul pada seniman, mengalir sekujur tubuh dan juga pada matanya. Ia adalah ranting sebuah pohon. 3. Seniman menghasilkan visinya dalam karya dengan daya dorong yang limpah ruah. 4. Dalam pandangan dunia, puncak pohon membentang dalam ruang waktu. Demikian juga karya seni. 5. Tentu tak seorangpun mengharap, bahwa pohon akan menghasilkan puncaknya dalam cara yang sama sebagaimana akar bekerja. Baik yang di atas maupun yang di bawah (akar) tidak mencerminkan kejadian yang jelas. 6. Kesemuanya merupakan hal ihwal yang tak terang (samar) dengan fungsi yang masing-masing berbeda untuk menghasilkan sesuatu yang vital. 7. Baik yang reranting di atas maupun yang akar di bawah, kesemuanya bertugas untuk mengumpulkan segala sesuatu yang dari bawah (makanan dari tanah). Tidak ada yang pelayan atau majikan. Kesemuanya memenuhi tugas dan fungsi sendiri-sendiri. 8. Kedudukan mereka masing-masing (akar, batang, reranting, daun) sederhana. Dan keindahan di puncak bukan punya mereka. Cuma sekedar lewat melaluinya. Paul Klee memandang dunia subyektif yang ada pada seniman merupakan inspirasi yang dapat dituang dengan menggunakan anasir titik, garis, bidang, ruang: sepenuhnya dari batin seniman. 2. FAUVISME Fauvisme merupakan suatu nama yang dijulukkan kepada sekolompok pelukis muda sekeliling Henri Matisse, muncul awal abad ke XX watak khas dari gejala kesenilukisan mereka ialah warna-warna mereka yang liar. Les Fauves dalam bahasa Perancis menunjuk binatang liar. Dilontarkan pertama kali oleh kritikus Perancis Louis Vauxelles. Bermula ia memasuki Salon d’Automne tahun 1905 melihat pameran. Sang kritikus berdiri di muka karya Albert Marque dalam stail klasik namun dikelilingi binatang buas. Dan sebagaimana pernah terjadi untuk kaum impresionis, maka teriakan terutama sebutan les fauves tersebut dijadikan nama untuk kelompok muda yang baru muncul. Mereka yang bergabung dalam kelompok ini ialah dari studio Gustave Moreaub dan Academis Carriere (Marque, Manguin, Matisse, Camoin dan Puy). Lainnya Andre Derrain, Vlamink, Dufy, Braque dan akhirnya Koes van Dongen orang Belanda itu. Gustave Moreau-lah yang pada awalnya memberikan rumusan dari gerakannya dengan mengucap: Saya tidak percaya saya lihat dan raba selain hanya kepada yang datangnya dari dalam (innermost feeling) yang nampak lebih abadi, dan merupakan kenyataan yang tidak perlu dipersoalkan lagi. Gerakan ini bisa juga dikatakan sebagai perkembangan akhir dari impresionisme meskipun gejala obyektif bukan pangkal tolak pertamanya dalam seni. Memperlakukan warna secara damping berdampingan sebagaimana halnya kaum impresionis lakukan, masih dikerjakan juga oleh kaum Fauvis, dengan makna bahwa warna itu menjadi otonom. Warna sebagai warna itu sendiri. Sama sekali tidak merepresentasikan gejala obyektif. Sekali waktu Hendri Matisse mengumumkan: Komposisi ialah seni mengatur bermacam-macam elemen seni lukis dalam tata cara dekoratif untuk mengexpresikan perasaan batin. Warna bagi kaum fauvis merupakan elemen yang sama sekali bebas untuk mewujudkan gejolak subyektif, jika dikehendaki, maka daun bisa hitam atau ungu, dan sebagainya. Warna suatu bentuk, umpama reranting pohon, dapat terpecah dalam bermacam warna kontras. Hijau, Jingga, ungu, dan seterusnya. Peranan fauvisme menjadi pudar sejak Paul Cezanne muncul dengan mengetengahkan persoalan bentuk kembali, sejak ia diabaikan oleh kelompok Impresionisme. 3. KUBISME Merupakan istilah yang melukiskan revolusi estetik dalam kurun waktu 1907 – 1914. Merupakan suatu gejala yang cukup keras benturannya dalam sejarah seni rupa dunia. Dengan kubisme, muncul suatu bahasa bentuk yang menonjol, lebih lagi sejak teknik collage diperkenalkan Picasso dan kawan- kawan dalam kubisme sintetisnya. Term kubisme berasal dari pertelaan Cezanne karena ia melihat kubus-kubus kecil dalam gambar Braque di tahun 1908 di Salon d’Automne. Dan pada akhir tahun itu kritikus seni Louis Vauxelles menggunakannya dalam salah satu komentar pameran lukisan Braque di galeri Kahnweiler. Tetapi dalam analisa lain disebut bahwa dorongan yang kuat akan melahirkan kubisme bermula dari pameran retrospektif lukisan Cezanne yang dibuka tahun 1907, tempat anak muda (calon pelukis) melihat goresan kuas Cezanne dalam menggambarkan gedung-gedung. Dalam katalog mereka melihat tulisan Cezznne yang menyatakan bahwa obyek alam dapat direduksi menjadi bentuk-bentuk silinder, bola dan kerucut. Maka seni bukan peniruan alam sebagaimana persepsi menyatakan begitu. Melainkan penempatan bentuk geometri dari pikiran seniman kepada alam. Sebagai hasilnya seni kubis merupakan kegiatan memperlakukan bidang-bidang, sudut-sudut pada dataran. Seni lukis renaisance mendeskripsi kembali gejala secara lengkap dari satu arah (titik lenyap). Pandangan dari sudut yang lain akan menghasilkan gambar yang lain lagi. Tetapi teori seni lukis kubisme mendasarkan pada gerak pandang: artinya bisa dibilang bahwa obyek dilihat dari seniman yang berkendaraan berkeliling. Bahkan secara imajiner bisa dari atas dan bawah obyek. Dengan kata-kata William Fleming: “the world therefore is seen fragmentarily and simultaneously from many points of view rather than as a whole from single view points”. Untuk melanjutkan tata cara lukis model renaissance, di abad modern yang dinamis, merupakan sikap ketinggalan jaman dan tidak lagi memadai. Lagi merupakan pemalsuan pandangan dari masanya. Oleh karena itu, kaum kubis menunjukkan suatu ketentuan baru mengenai ruang, di mana obyek hadir secara simultan dan terpandang dari segala sudut pandang baik sebagian obyek maupun seluruhnya. Transparan maupun tidak. Manifestasi pertama sebagai gejala keseni lukisan kubis yang sudah utung lengkap ialah lukisan Picasso yang berjudul “Les Demoicelles d’Avignon” atau “Wanita muda dari Avignon”. Menyebut kubisme, sesungguhnya orang akan segera ingat kepada selain Picasso ialah Braque dalam dekade 1907 – 1917. Sifat seni kubis ialah dingin, impersonal dan penuh dengan pola abstrak. Terutama sekali sejak karya Picasso “Three Musicians” yang dihasilkan sesudah tahun 1921. Tokoh kubisme dalam seni tiga dimensional ialah Constantin Brancusi dengan tokoh karya “Bird in Space”. Dalam karya ini terasa sikap seniman yang lain dari sebelumnya. Brancusi begitu menghargai kwalitas material an sich sehingga ia tidak akan memaksa kehendak pribadi untuk mengubah kesan sesuatu yang berbeda dengan kodrat material. Ia akan memperlakukan umpama marmer sebagaimana adanya; yaitu halus atau yang kasar “what is real”, kata Brancusi “is not the external form, but the essence of things”. Dari Brancusi ini gerak seni kubisme maju mengarah ke abstraksionisme. Dalam karya “Bird in Space” itu, jelas bahwa Brancusi sudah tidak “memotret” burung nyata sebagaimana mata mencerap, melainkan ia ingin memanifestasikan gerak dalam ruang angkasa dari seekor burung yang energik. Ujud yang kurus halus, mengkilat menjulang ke atas dimaksud untuk mengesankan begitu. Secara garis besar pertumbuhan kubisme dibedakan orang menjadi tiga periode: 1. Periode kubisme yang Cezaik. 2. Periode kubisme Analitis. Dan 3. Pada waktu kaum kubisme mengenal teknik kolase disebut periode Kubisme Sintetis. Contoh kedua umpama karya Barque “House at L’Estaque” (1908). Tahap ketiga umpama :card player” (1913- 1914) karya Picasso. Para pelukis kubisme selain yang sudah disebut di muka ialah: Fernand Leger, Juan Gris, Albert Gleizes dan lain-lainnya. Pemahat: Alexander Archipenko, Henri Laurens, Jacque Lipchitz dan banyak lagi yang nantinya menuju Konstruktivisme. 4. FUTURISME Merupakan gerak seni di luar Perancis – sebelumnya bisa dikata Perancis adalah Mekahnya atau Romanya para seniman – yang amat radikal. Manifestonya ditulis Filippo Tommaso Marinetti dalam Figaro (Pebruari 20, 1909). Dalam manifesto itu tertulis antara lain keinginan kaum futuris untuk membebas tugaskan para profesor, arkeolog, gaid (guide) turis, dan para pedagang seni. Ia menghendaki kehancuran museum, perpustakaan, universitas untuk memberi jalan pada gelombang masa depan (futuris itu). “A roaring motor-car, which runs like a mechine-gun” katanya. “Is more beautiful than the Winged Victiory of Samothrace”. Dokumen tersebut bisa dibilang sebagai himne anak muda yang hidup dalam situasi peningkatan produksi masinal, teknologi lain, dan dalam bayangan perang dunia ke II dan fasisme Mussolini. “Kita ingin bernyanyi tentang barisan pekerja yang bergembira dalam aneka warna dan suara besar tentang revolusi dalam kota yang besar............. yang penuh dengan lenggak-lenggoknya “ular berasap” (kereta api), pabrik yang cerobongnya menjulang angkasa, atau seperti secara mengerikan di atas sungai-sungai yang mandi mentari.........” dan sebagainya. Sumbangan yang nyata dari kaum futuris ialah konsepsinya mengenai kesimultanan: Karya seni bukan sesuatu yang statis; tetapi merekam seluruh keberadaan (existensi), kejadian yang campur aduk di dalam waktu, suara gerak. Hasil seni semacam ciptaan Giancomo Balla “Rhytm of the Violonist” (1929) dengan melapis-lapiskan (menderet) sejumlah posisi tangan pemvicol dan pundaknya, menyebabkan titik-titik pusat menjadi jelas meskipun barangkali nampak sepele. Kaum futuris yang penting selain Giacomo Balla, Marinetti ialah: Umberto Raccioni, Carlo Carra dan Severini. 5. DADAISME DAN SUREALISME Suatu gerakan kesusastraan dan seni yang mengambil waktu antara 1915-1922 sebagai produk dari situasi budaya suram akibat perang dunia ke I. Dadaisme mengambil sistem kolase yang dirintis oleh kubisme sintetis. Efek kelanjutannya melahirkan Surrealisme. Sebutan Dad dipetik secara sembarangan dari sebuah kamus yang dibuka asal saja di kabaret Voltair di Zurich. Maka ditemukanlah kata Dada. Artinya main kuda-kudaan untuk anak. Penemunya arp. Tzara dan penlis Jerman Hugo Ball. Juga Richard Hulsenbeck. Dalam bulan Maret tanggal 30, serangkaian pertunjukkan oleh kaum Dada muncul terutama sekali atraksi musik dengan pukulan/ketukan di atas peti diikuti dansa-dansi tak karuan dengan menggeram-geram seperti beruang. Salah tingkah kaum Dada dirasakan aneh oleh masyarakatnya, karena merupakan manifestasi “mirip” seni yang tidak umum. Sesungguhnyalah kaum Dada merupakan refleksi dari situasi, yang akibat peperangan mengalami banyak penyimpangan norma apa saja. Bisa disebutkan gejala “spiritual disorder”, kebangkrutan moral, bahkan meragukan nilai-nilai seni yang berlaku. Muncullah bermacam karya seni yang merupakan ejekan kepada tata cipta sebelumnya. Karya Duchamp L.H.O.O.Q (elle a chaud au Cul, ialah reproduksi karya Leonardo da Vinci Monalisa yang dikasih kumis), lalu “Fauntain” yang merupakan seperangkat tempat kencing, tentulah bukan manifestasi karya seni yang biasa berlaku saat sebelumnya. Gerakan seni Dada sesungguhnya merupakan gerakan seni yang dari kelahirannya bersifat antar bangsa. Karena peperangan, banyak terjadi pengungsian bangsa-bangsa yang lagi perang. Banyak diantaranya yang memilih tempat pengungsian mereka ke Swiss yang netral. Mereka umpamanya: Tristan Tzara dan Marcel Janko dari Rumanis; Hans Arp dari Perancis; Hugo Ball, Hans Richter dan Richard Huelsenbeck dari Jerman. Bukan Maret 1917 Galeri Dad du buka di Bahnhofsrasse. Sebuah paragraf tulisan Huelsenbeck yang terbit di Hanover 1920 merumuskan pemikiran kaum Dada secara umum begini: “Grup Kabaret Voltaire terdiri dari bermacam seniman yang amat sensitif terhadap kemungkinan tumbuhnya kegiatan artistik yang baru. Ball dan saya (Hulsenberk) sangat aktif menolong pertumbuhan expresionisme di Jerman. Bell adalah teman baik Kandinsky yang telah bekerja sama untuk melahirkan teater yang expresionistis di Munich. Arp di Paris rapat dengan Picasso dan Braque pimpinan gerakan kubisme; yang amat yakin perlunya menggempur konsepsi kesenian yang naturalistis dalam segala bentuk. Tzara ialah seorang romantik internasional yang telah berkobar-kobar mempropagandakan Dada yang untuk itu saya ucapkan terima kasih. Ia datang dari Rumania dengan membawa sarana sastra yang tak terbatas. Pada waktu itu, ketika kami dansa, bernyanyi, membaca sajak dari malam ke malam di Kabaret Voltaire, maka seni abstrak merupakan sesuatu rahmat. Naturalisme bagi kami merupakan penetrasi psikologis kaun borjuis dan merupakan musuh besar kami. Archipenko yang kita hormati sebagai tokoh tanpa tanding dalam seni tiga nyata dimensional, mempertahankan bahwa seni bukannya ralitas atau idealistis, melainkan harus (it must be true). Oleh sebab itu, semua seni yang meniru alam harus ditolak, karena hal itu merupakan kebohongan. Dalam pengertian ini maka Dada telah menyampaikan kebenaran; suatu gejolak baru; Dada merupakan tempat berkumpul untuk gerakan seni abstrak dan merupakan pengumpan yang kekal untuk gerakan seni internasional.” Tokoh Dada di Amerika Serikat: Duchamp, Man Ray dan Picasso di Perancis; Breton, Aragon. Di Jerman bisa disebut: Hulsenbeck, Ernst. SURREALISME Gerakannya meliputi bukan hanya seni rupa, melainkan juga sastra dan filosofi. Awal dari gerakan ini, secara resmi muncul bersamaan dengan manifesto yang ditulis dipermukaannya, Adre Breton yang merumuskan antara lain: Suatu otomatisme psikis yang dengan demikian memungkinkan lahirnya expresi yang bebas (bagaimanapun caranya) dan menghasilkan karya yang jujur sesuai dengan suara batin. Kelompok Surrealisme kebanyakan berasal mula dari suara Dada yang berselisih dengan Tzara. Pitura Metafisika Mereka ialah: Eluard, Aragon, Arp, Man Rey, Joan Miro dan juga Chirico yang sebelumnya mengawali dengan tahap -nya. Dengan pitura Valori Plastici metafisika, ia bersama Carra dan Morandi, gerakannya menjadi berarti. Lebih lagi waktu tahun 1918 muncul artikel dalam majalah , penyair Savino (saudara Chirico) menjelaskan makna Pituta Metafisika (Pittura Metafisica). Metafisika disini dipakai dalam pengertian hal ihwal yang lebih mendalam lagi dari hal ihwal yang kasat mata. Karya mereka muncul dalam dominasi perspektif garis yang terkadang menjadi sangat matematis, kaku dunia lain dan beku. Namun dari padanya muncul suasana misteri: asing seperti bekenalan dengan . Pameran pertama kelompok Surrealis terjadi pada tahun 1925 termasuk gembong berikut: Max Ernst dan Picasso (tidak lama). Dalam tahun 1926, galeri surrealis dibuka bersamaan dengan pameran karya Marcel Duchamp. Pada tahun 1929, Breton menulis manifestonya yang ke dua yang menunjukkan simpasinya dengan komunis. Hasilnya ialah: banyak kelompok keluar dari gerakan ini. Pada umumnya orang membedakan dua kategori surrealisme. Yang pertama surrealisme yang merupakan expresi langsung proses mental (batin); yang ke dua ialah merangsang dan menganalisa proses
Description: