ebook img

reformasi syariat islam: kritik pemikiran khalîl 'abd al-karîm PDF

16 Pages·2017·0.29 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview reformasi syariat islam: kritik pemikiran khalîl 'abd al-karîm

REFORMASI SYARIAT ISLAM: KRITIK PEMIKIRAN KHALÎL ‘ABD AL-KARÎM Siti Mahmudah Program Doktor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Jalan Laksda Adisucipto, Depok, Caturtunggal, Sleman, Yogyakarta E-mail: [email protected] Abstract: Reformation of the Sharia (Islamic Law): A Review of Khalîl ‘Abd al-Karîm Thought) This article analyses the conflicting views between Egyptian Islamists and Khalîl ‘Abd al-Karîm on the entity of Shari’ah (Islamic Law). According to the Islamist group, Shari’ah is a pure devine law without any influence of whatsoever and from wheresoever. It could even be used as an alternative to resist the exercises of secular and pro-Western power in Egypt. Khalîl ‘Abd al-Karîm rejects this argument on the grounds that Islamic law is not pure as it also adopted pre-Islamic Arab tradition. According to Khalîl, the true Islamic Shari’a is the law born in Makkah and Madina in the presence of Arab communities bound to the traditions of ancestors. In fact, both Khalîl and the Islamists, have similar view that the true Islamic law is what had been practiced by the Prophet Muhammad during his life in Mecca and Medina. Still, the two sides have grounded their interpretation differently; Islamists interpret the concept of Islamic law through textualist historical approach, while Khalîl interpret it through contextualist historical approach. Keywords: Khalîl ‘Abd al-Karîm, Reformation of the Sharia, Egypt Abstrak: Reformasi Syariat Islam Kritik Pemikiran Khalîl ‘Abd al-Karîm. Artikel ini mengulas tentang perbedaan pendapat antara kelompok Islamis Mesir dengan Khalîl ‘Abd al-Karîm dalam masalah eksistensi Syari’at Islam. Menurut kelompok Islamis syariat Islam itu murni tanpa ada pengaruh dengan apa pun dan dari mana pun Ia bahkan bisa menjadi alternatif untuk menolak praktik kekuasaan di Mesir yang sekular dan pro-Barat. Khalîl ‘Abd al-Karîm menolak pendapat ini dengan alasan bahwa syariat Islam telah mengadopsi tradisi Arab pra-Islam di dalamnya. Menurut Khalîl, syariat Islam yang benar adalah syariat historis kontekstualis yang diturunkan pada awal detik-detik lahirnya Islam di Makkah dan di hadapan masyarakat Arab yang berpegang teguh pada tradisi nenek moyang. Menyimak dua pendapat yang berbeda ini, enurut pendapat penulis, sebenarnya, baik Khalîl maupun kelompok Islamis mempunyai ide yang sama bahwa syariat Islam yang benar adalah apa yang sudah dipraktikkan oleh Nabi saw di Makkah dan Madinah dan bersumber dari wahyu Allah. Namun demikian, mereka telah berpijak pada sebuah penafsiran yang berbeda. Kelompok Islamisme memaknai konsep syariat Islam melalaui pendekatan historis tekstualis, Sedangkan Khalîl memaknainya dengan menggunakan perpektif historis kontekstualis. Kata Kunci: Khalîl ‘Abd al-Karîm, reformasi syariat Islam, Mesir Pendahuluan bahwa syariat Islam merupakan ajaran yang bersifat universal dan tidak identik Arab. Sejarah syariat Islam awal yang diturunkan di hadapan tradisi Arab pra-Islam merupakan blueprint atau ladang uji coba bagi Islam dan dan diperdebatkan antara kelompok Islamisme, kelompok kiri (liberal) dan rezim. Salah satu bukunya yang berjudul al-Juzûru syariat Islam di zaman sekarang.1 Alasannya al-Târîkhiyyah li al-Syarî’ah al-Islâmiyyah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kamran As’ad, dengan judul “Syari’ah: Sejarah Perkelahian Pemaknaan” diterbitkan oleh penerbit LKiS, 1 Ini adalah pendapat Khalîl ‘Abd al-Karîm dalam bukunya Yogyakarta, 2003, sebagai wujud penolakan Khalîl terhadap al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, (Qahira: Sînâ praktik syariat Islam di Mesir pada masa itu dan menjadi bacaan li al-Nasyr, 1990), h. 134. Khalîl adalah seorang yang concern yang cukup tren di kalangan kelompok Islam progresif dan Jaringan terhadap reformasi syariat Islam di Mesir yang menjadi persoalan Islam Liberal (JIL) di Indonesia. 77 78| AL-‘ADALAH Vol. XIII, No. 1, Juni 2016 Syariat Islam bisa menerima apa saja yang yang telah kamu perselisihkan itu.”3 datang dari luar, bisa diterapkan di mana saja, dan kapan saja tidak mesti menunggu ﮠ ﮟ ﮞ ﮝ ﮜ ﮛ ﮚ ﮙ ﮘ ﮗ tegaknya sebuah negara Islam. ﮣ ﮢ ﮡ Kelompok Islamisme di Mesir ber- “Kemudian Kami jadikan kamu berada di pendapat bahwa syariat Islam itu murni atas suatu syariat (peraturan) dari urusan dan bisa menjadi alternatif untuk menolak (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan praktik kuasa di Mesir yang dianggapnya janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang sekular dan pro-Barat. Khalîl ‘Abd al-Karîm yang tidak mengetahui.”4 menolak pendapat kelompok ini. Alasannya Dalam ayat tersebut di atas dijelaskan bahwa syariat Islam telah mengadopsi tradisi bahwa syariat adalah aturan, jalan, cara atau Arab pra-Islam di dalamnya.2 Syariat Islam metode dan proses yang bersumber dari awal muncul dari adanya serangkaian dialog Alquran dalam menciptakan hukum untuk antara keabadian firman Allah yang universal setiap umat manusia dari satu generasi ke dan eternal (berlaku secara terus-menerus dari generasi berikutnya, secara terus menerus zaman ke zaman) dengan realita kehidupan mengikuti perkembangan konteks yang ada bangsa Arab empat belas abad yang lalu. tanpa membekukan hukum itu sendiri. Dalam ayat al-Qur’an disebutkan tentang Muhammad Sa’îd al-‘Asymâwî menegaskan syariat Islam dimaksud, sebagai berikut: bahwa syariat Islam merupakan prinsip-prinsip ﮇ ﮆ ﮅ ﮄ ﮃ ﮂ ﮁ ﮀ ﭿ kemaslahatan untuk melakukan suatu kebajikan yang berkelanjutan dalam menciptakan aturan- ﮑﮐ ﮏ ﮎ ﮍ ﮌ ﮋﮊ ﮉ ﮈ aturan baru, melakukan pembaruan-pembaruan dan interpretasi-interpretasi ulang sehingga ﮜ ﮛ ﮚ ﮙﮘ ﮗ ﮖ ﮕ ﮔ ﮓ ﮒ tidak membeku ke dalam aturan formal, ﮥ ﮤ ﮣ ﮢ ﮡ ﮠ ﮟﮞ ﮝ praktik, atau interpretasi baku.5 Syariat Islam yang lebih mengedepankan kemaslahatan bagi ﮰ ﮯ ﮮﮭ ﮬ ﮫﮪ ﮩ ﮨ ﮧ ﮦ kehidupan kemanusiaan inilah yang relevan ﯘ ﯗ ﯖ ﯕ ﯔ ﯓ ﮱ dengan kehidupan masyarakat zaman modern. “Dan Kami telah turunkan kepadamu alquran Syariat, dengan demikian adalah sebuah dengan membawa kebenaran, membenarkan gerak langkah-yang selalu-dinamis yang apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang membawa manusia pada tujuan-tujuan yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian mulia dan orientasi-orientasi kemaslahatan, terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka supaya mereka tidak terjebak ke dalam teks, putuskanlah perkara mereka menurut apa yang terpaku dalam lafal, dan pola pikir yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti parsial. Syariat yang dibawa Nabi Muhammad hawa nafsu mereka dengan meninggalkan Saw. adalah rahmat, yaitu kerahmatan yang kebenaran yang telah datang kepadamu. menyatukan antara kebenaran dan kasih Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami sayang, menggabungkan antara hukuman berikan aturan (syariat) dan jalan yang terang. dengan pengampunan, menyerasikan antara Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu prilaku keutamaan dengan kebaikan,6 meng- dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah kombinasikan prinsip-prinsip maslahat hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya dengan praktik lokal, dimana pun syariat kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa 3 Q.s. al-Mâ’idah [5]: 48. 4 Q.s. al-Jâsiyah [45]: 18. 5 Muhammad Sa’îd al-‘Asymâwî, Ushûlu al-Syarî’ah, 2 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- (Bayrût: al-Maktabah al-Syaqâfiyyah, 1412/1992), h. 150. Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 8. 6 Muhammad Sa’îd al-‘Asymâwî, Ushûlu al-Syarî’ah, h. 151. Siti Mahmudah: Reformasi Syariat Islam |79 Islam akan dipraktikkan. Pemahaman ini kontekstualis yang diturunkan pada awal menunjukkan bahwa syariat Islam tidak detik-detik lahirnya Islam di Makkah dan identik Arab walaupun telah diturunkan di di hadapan masyarakat Arab yang berpegang bumi Arab pada titik awal perkembangannya. teguh pada tradisi nenek moyang. Bedanya, M.B. Hooker7 telah menyatakan berdasarkan Khalîl telah berpijak pada konsep pemaknaan survey dan analisis yang mendalam bahwa syariat Islam secara konstektual bahwa syariat tindakan dalam memadukan syariat Islam Islam historis itu hanya sebagai gambaran dengan tradisi lokal dan gaya hidup modern (blueprint) dan masih bisa ditafsirkan ulang tidak disebut “korupsi” terhadap syariat Islam sesuai dengan zaman kekinian. melainkan untuk menjaga eksistensi syariat Di Mesir, sejak revolusi Juli tahun 1952, Islam itu sendiri, di ruang publik pada era ada kelompok Islamisme yang begitu keras kekinian, karena sifatnya yang universal. menolak kekuasaan yang ada dengan cara Khalîl ‘Abdul al-Karîm secara jelas me- memproklamirkan wacana penerapan syariat nyebut istilah syariat Islam dalam judul buku- Islam murni. Maksudnya bahwa kembali nya: “ ” (Sejarah kepada syariat Islam seperti zaman Nabi ةيملاسلإا ةعيشرلل ةييخرالتا رودلجا Perkelahian Pemaknaan syariat Islam).8 Istilah Saw. yang dianggapnya benar, tidak salah, perkelahian pemaknaan syariat Islam dimaksud tidak bisa ditawar, tidak bisa diubah, bisa adalah bahwa karya teks ini terwujud dalam menyelamatkan, tidak ada unsur Barat, rangka menolak kuasa yang ada di Mesir pada betul-betul dari Tuhan dan tidak dipengaruhi waktu itu. Di sana ada pendapat kelompok oleh pemikiran manusia. Islamisme yang mengatakan bahwa syariat Menurut Khalîl, Arab adalah bahan baku Islam itu murni (pure) tanpa ada pengaruh Islam, ,10 maksudnya bahwa ملاسلإا ةدام برعلا dengan apa pun dan dari mana pun.9 syariat Islam yang bersumber pada ketentuan Menurut pendapat penulis, sebenarnya, wahyu Allah dalam Alquran yang ada pada antara Khalîl ‘Abdul al-Karîm (selanjut- masa awal Islam merupakan tata aturan nya penulis sebut Khalîl) dan kelompok yang ditetapkan dan disesuaikan dengan Islamisme mempunyai ide yang sama bahwa situasi dan kondisi pada masa itu sebagai syariat Islam yang benar adalah apa yang blueprint di zaman sekarang. Syariat tersebut sudah dipraktikkan oleh Nabi Saw. di sifatnya tidak permanen (yang permanen Makkah dan Madinah dan bersumber dari adalah wahyu Allah yang sudah tertulis di wahyu Allah. Namun demikian, mereka dalam Alquran) dan penafsiran terhadap telah berpijak pada sebuah penafsiran yang syariat Islam masih bisa terus berubah berbeda. Kelompok Islamisme memaknai sesuai dengan situasi, kondisi, tempat dan konsep syariat Islam secara historis tekstualis, zamannya. Mengapa kelompok Islamisme dan kelompok itu percaya bahwa syariat mengajak untuk menerapkan syariat Islam Islam yang benar adalah syariat yang di- zaman klasik karena dianggapnya murni, praktikkan pada masa Nabi Saw. di kota sakral dan mesti diterapkan sebagai sumber Madinah dan syariat Islam inilah yang hukum satu-satunya dalam naungan negara mesti tetap dipraktikkan sampai sekarang Islam. Menurut kelompok ini, syariat Islam di Mesir. Sedangkan menurut Khalîl, syariat merupakan ketentuan dari Allah yang tertera Islam yang benar adalah syariat historis di dalam teks suci Alquran, tidak bisa di- tafsirkan ulang karena sudah final dan permanen walaupun berbeda zaman dan 7 M. Barry Hooker, Southeast Asian Shari’ahs, dalam masanya, dan siapa saja yang menentangnya Jurnal Studia Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, dianggap kafir dan boleh dibunuh. Adanya Volume 20, Number 2, 2013, h. 236. 8 Lihat halaman judul buku karya Khalîl ‘Abdul Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 1. 9 Fuad Zakaria, Mitos dan Realitas dalam Gerakan Islamisme 10 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- Kontemporer, (Yogyakarta: LKiS, 2014), h. 110. Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 11. 80| AL-‘ADALAH Vol. XIII, No. 1, Juni 2016 pertarungan makna syariat antara kelompok Pemikiran Khalîl yang dilatarbelakangi Islamisme dan Khalîl inilah yang menjadi oleh kondisi sosial, politik dan kekuasaan di permasalahan pokok dalam tulisan ini. Mesir akan lebih menarik lagi bila dipotret Fenomena adanya negara Mesir yang dengan teori relasi kuasa Michel Foucault. sekular dan pro-Barat, kelompok Islamisme Alasannya, bahwa pemikiran seorang tokoh yang memprotes praktik kuasa dengan me- tidak begitu saja muncul dari ruang hampa, ada nyuarakan wacana penerapan syariat Islam pengaruh relasi-kuasa di belakangnya. Selain murni, Khalîl yang menolak praktik di daripada itu, dengan teori ini akan terlihat antara keduanya, menjadi persoalan yang bahwa ide-ide Khalîl yang telah dituangkan cukup menarik untuk diteliti. Alasannya dalam teks-teksnya tidak akan terlepas dari adalah adanya sebuah konflik yang unik dan adanya relasi-relasi kuasa pada saat itu. Kuasa berlangsung sepanjang masa sampai sekarang adalah sumber ilmu pe ngetahuan, di sinilah dan belum juga terjawab di mana inti per- posisi Khalîl, karena adanya sebuah kekuasaan masalahan tersebut. Sumber masalahnya adalah dan penolakan ia mampu beride cemerlang bahwa ada tarik-menarik relasi-relasi kuasa di dan melahirkan sebuah ilmu pengetahuan Mesir yang memunculkan sebuah pemikiran baru tentang syariat Islam.13 ilmu pengetahuan baru tentang syariat Islam Menurut pendapat penulis, pada hakikat- yang diidekan oleh Khalîl. Ia berpikir bahwa nya tujuan syariat Islam adalah untuk syariat Islam tidaklah sakral, tetapi historis me wujudkan sebuah keadilan, humanis, kontekstualis, masih bisa dipahami dan nasionalis, tidak diskriminatif, demokratis, diinterpretasi ulang sesuai dengan kebutuhan mengh ormati tradisi lokal, menghargai wanita zaman modern. Bagi Khalîl kesakralan yang dan anti teror. Dengan demikian, syariat Islam ada merupakan kesakralan palsu yang telah perlu ditafsirkan ulang agar dapat tetap eksis bersarang secara mendalam dalam nalar Arab, di ruang publik pada era kekinian. termasuk praktik Mesir. Menurut Khalîl, Tokoh-tokoh pembaru pemikiran Islam di mem bebas kan nalar Arab dari ikatan-ikatan Indonesia seperti Harun Nasution, Cak Nur, yang membelenggunya, dan pemikiran Gus Dur, Ibrahim Hussen, Hasbi al-Shiddieqi, Arab dari teks-teks dan mitos-mitos yang Hazairin dan JIL, berpendapat bahwa praktik melumpuh kan gerakannya merupakan faktor syariat Islam hendaknya mengacu pada nilai- penting yang akan memberikan sumbangan nilai komunitas lokal, inilah yang dimaksud dalam mengeluarkan masyarakat Mesir dari dengan istilah konsep Islam keindonesiaan.14 jurang kemunduran.11 Kalangan Islamisme Inilah yang disebut dengan istilah Islam tidak memiliki kemampuan untuk melakukan nusantara di Indonesia sekarang. bantahan objektif terhadap ide-ide baru. Ilmuwan Muslim yang sangat perhatian Karenanya, wajar saja jika mereka kemudian khusus terhadap persoalan syariat Islam, lebih suka menggunakan cara-cara: caci, maki, salah satunya adalah Khalîl‘ Abd al-Karîm.15 cela, dan fitnah; olok-olokan kosong dan ejek-ejekan kering; atau memejahijaukan para pemikir. Padahal mereka tidak berkompeten al-Instisyâr al-‘Arabî, 1999), h. 400. mengadili pemikiran, atau menyampaikan 13 Atas Ide syariat Islam historis sebagai wujud pemikiran yang lahir dari adanya sebuah penolakan yang terkait dengan relasi keluhan dan protes, lalu menuntut pelarangan kuasa inilah yang menjadikan alasan penulis lebih memilih Khalîl, dan pencekalan karya, hingga menuduh kafir, tidak tokoh yang lain di Mesir terkait dengan adanya perdebatan makna syariat Islam yang terjadi, baik di Mesir dan di Indonesia. ateis, dan sekular.12 14 Buku karya Abdullahi Ahmed al-Na’îm, diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Islam dan Negara Sekular: Menegosiasikan Masa Depan Syariah, terj. Sri Murniati, (Bandung: 11 Khalîl ‘Abd al-Karîm, Mujtama’ Yasrib al-‘Alâqah baina Mizan, 2007), h. 423. al-Rajul wa al-Mar’ah fi ‘Ahd an-Nabî wa al-Khalîfî, (Qahira: 15 Khalîl ‘Abd al-Karîm (occupation: writer, 1929-2002 Sînâ li al-Nasyr, t.t.), h. 44. M) adalah seorang pemikir reformis dan kritikus sejarah yang 12 Khalîl ‘Abd al-Karîm, Daulah Yasrib: Basa’ir fî ‘Am al- sangat kontroversial asal Mesir. Ia mempunyai latar belakang Wufûd wa fî Akhbârih (Qahira: Sînâ Publisher, 1999 dan Bayrût: pendidikan hukum dari Universitas Fu’at Dâr al-‘Ulûm Kairo. Siti Mahmudah: Reformasi Syariat Islam |81 Ia termasuk salah seorang pemikir reformis terhadap hakikat syariat Islam yang telah di Mesir. Ia sejajar dengan Nasr Hamîd Abû disalahpahami pada saat ini, perlu adanya Zaid,16 Sayyid al-Qimni,17 dan Muhammad bukti sejarah Islam dan syariat Islam awal. Sa’îd al-‘Asymâwî.18 Khalîl memandang bahwa Kedua, dari waktu ke waktu syariat Islam syariat Islam sudah jauh disalahpahami oleh masih bisa ditafsirkan ulang agar tetap eksis banyak pihak. Syariat Islam yang selayak- di ruang publik. nya menjadi prinsip, panduan metode dan Titik tekan dalam tulisan ini mencari sumber (epistemologi) yang sifatnya dinamis, sebuah pemahaman baru tentang syariat Islam sebalikn ya telah diimplementasikan sebagai dalam menghadapi persoalan-persoalan di aturan ketat (aksiologi) yang sifatnya statis. dunia kontemporer saat ini. Selain dari itu Syariat Islam sebagai prinsip maslahat yang perlu ada kritik terhadap pemikiran Khalîl bersifat dinamis dan dapat menerima tradisi- ‘Abd al-Karîm, apakah syariat Islam historis tradisi sebelumnya yang sejalan dengan dapat mengungkap adanya keunggulan- prinsip-prinsip syariat, sebaliknya dianggap keunggulan syariat Islam yang dapat mem- telah bertentangan dengan tradisi setelah bantu menghadapi persoalan demi persoalan berpindah tempat ke bumi selain Arab.19 yang terus bermunculan dalam masyarakat Tulisan ini mengkaji pemikiran Khalîl modern saat ini, dan apakah pemikiran ‘Abd al-Karîm, di mana ia telah berusaha Khalîl ‘Abd al-Karîm ini akan membawa menangkis wacana yang berkembang dalam kemajuan, kelemahan atau ada pengaruhnya rangka mendeskreditkan keberadaan syariat dengan pembaruan pemikiran syariat Islam Islam hanya dengan alasan bahwa syariat di Indonesia saat ini. Islam adalah sebuah tata aturan yang murni Untuk menganalisis permasalahan ters ebut dan sakral yang tidak bisa dipahami dan di atas, maka perlu dirumuskan pertanyaan- diinterpretasi ulang kecuali apa yang ada pertanyaan sebagai berikut: (1) Apakah sejak zaman klasik. Kelompok Islamisme pandangan Khalîl ‘Abd al-Karîm tentang (du’at) berargumen bahwa Islam betul-betul syariat Islam?; dan (2) Bagaimana hubungan telah merubah kejahiliyahan orang-orang pemikiran Khalîl ‘Abd al-Karîm tentang syariat Arab ke dalam kehidupan yang berperadaban. Islam dengan relasi kuasa di Mesir pada waktu Dalam hal ini, penulis berargumen itu, dan (3) Mengapa Khalîl ‘Abd al-Karîm bahwa kembali kepada syariat Islam historis menolak pendapat kelompok Islamisme (du’at/ kontekstualis adalah merupakan jalan keluar rightists) tentang syariat Islam murni? yang logis dan rasional. Alasannya, pertama adalah untuk mengembalikan pemahaman Posisi Pemikiran Khalîl ‘Abd al-Karîm Khalîl adalah seorang reformis tradisi intelektual Islam klasik yang selama ini Khalîl ‘Abd al-Karîm adalah seorang intelektual, penulis, dipertahankan kesakralannya oleh kelompok pengacara dan politikus. gerakan Islamisme di Mesir, terutama tentang 16 Nasr Hâmid Abû Zayd (July 10, 1943 – July 5, 2010) was an Egyptian Qur’anic Scholar and one of the leading liberal hal yang terkait dengan syariat Islam. Di theologians in Islam. He is famous for his project of a humanistic antara para pemikir pembaruan di dunia Qur’anic hermeneutics. M. Kompasiana.com, Published: 02 Maret 2013. Updated: 24 Juni 2015. Islam kontemporer, posisi pemikiran Khalîl 17 Born March 13, 1947 in the city of al-Wasita, South of sangat unik dan keluar dari pemikiran pada Egypt. He was thinker (Bachelor in philosophy, PhD in Sociology umumnya. Pemikirannya bisa penulis sebutkan of religion). Quemny.blog.com, Sunday, April 20, 2008. 18 Mu ammad Sa’îd al-‘Asymâwî (1932-2013) was an lebih ke arah liberal, alasannya metodologi Egyptian Supreme Court justice and former head of the Court yang digunakan dalam mengkaji akar sejarah of State Secuḥrity and a specialist in comparative and Islamic law at Cairo University. He has been described as “one of the most syariat Islam paralel dengan perkembangan influential liberal Islamic thinkers today. https:/en.m.wikipedia. yang berlangsung, baik dari dalam dunia Islam org/wiki/ Mu ammad Sa’îd al-‘Asymâwî, Last edited July 2015. sendiri maupun dari luar. Menurut Khalîl, 19 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- Syarî’ah al-Islâḥmiyyah, h. 8-9. sudah tidak zamannya lagi umat Islam dan 82| AL-‘ADALAH Vol. XIII, No. 1, Juni 2016 para historiografernya mengangkat jargon- Menurut penulis, wujud pemikiran jargon “orisinalitas”, “kekhasan epistemologis” Khalîl tersebut merupakan bentuk penolakan dan “eklektism”20 yang sering dibahasakan terhadap praktik kuasa yang ada di Mesir dengan halus sebagai “filterisasi” karena sudah pada masanya. Dalam konsep Foucault, saatnya perkembangan ilmu metodologi yang di mana ada kekuasaan di situ pasti ada paling mutakhir dimanfaatkan, tidak peduli penolakan. Ada dua kutub yang tidak ter- dari mana pun sumbernya.21 satukan dan semuanya mencakup perlawanan Menurut penulis, Khalîl sebagai seorang antara penguasa dan yang dikuasai yang reformis (pembaru) pemikiran Islam telah berkaitan dalam akar relasi kekuasaan. Bila mengunggulkan satu bagian dari khazanah dicermati secara lebih dalam, setiap ada Islam yang berbasis syariat Islam historis sebuah penolakan pasti muncul sebuah ilmu kontekstualis. Masalah inilah yang diangkatnya pengetahuan baru yang berusaha mencounter sebagai karya-karya teks. Ia telah berusaha terhadap apa yang ditolaknya. Lahirnya ilmu mencounter (menangkis) wacana yang terkait pengetahuan baru juga akan memunculkan dengan gagasan negara Islam yang berdasar konflik baru dan begitulah seterusnya.23 pada syariat Islam di Mesir yang dianggapnya Pemikiran Khalîl ini penting dikaji untuk telah menyimpang dari hakikat syariat Islam dijadikan sebuah teori dalam menganalisis awal (syariat Islam historis). permasalahan syariat Islam di Indonesia yang Sejak revolusi Mesir 1952 sering terjadi juga menjadi kontroversi sejak pra-kemerdekaan konflik antara rezim dan gerakan Islamisme. sampai sekarang. Formalisasi syariat Islam di Antara keduanya saling ingin berkuasa dengan Indonesia lebih cenderung ke arah politik cara masing-masing, rezim cenderung otoriter, kekuasaan dalam rangka mempertahankan sekuler, dan pro-Barat, sedangkan kelompok sebuah kekuasaan. Islam di Indonesia telah gerakan Islamisme cenderung pada penerapan dijadikan alat politik untuk melegitimasi sebuah syariat Islam total. Posisi pemikiran Khalîl kekuasaan dalam rangka mempertahankan tidak cenderung pada keduanya, baik praktik status quo. Seperti penerapan syariat Islam kuasa rezim maupun kelompok Islamisme. di daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Khalîl memiliki ke cenderungan yang berbeda, dapat dimaknai bahwa penguasa yang berhasil yaitu tidak sependapat dengan pendapat menerapkan syariat Islam tidak berarti ia telah tentang adanya syariat Islam murni dan ia pun memahami apa itu syariat Islam, melainkan menolak bentuk negara militer yang diktator. ia mempunyai kuasa terhadap syariat Islam Khalîl lebih cenderung untuk mengatakan tersebut. Jadi, kuasa yang dimaknai milik bisa bahwa syariat Islam itu fleksibel, tidak kaku berakibat fatal dan siapa yang berkuasa bisa dan tertutup. Syariat Islam bersifat terbuka berbuat semena-mena dengan kekuasaannya. dan bisa menerima apa saja yang datang Padahal menurut Foucault sebaliknya bahwa dari luar, karena syariat Islam bisa berdialog kuasa itu bukan milik dan tidak bisa dimiliki dengan peradaban model apa pun dan dari oleh siapa pun. Siapa pun yang memegang mana pun datangnya. Sementara paham tampuk kekuasaan mestinya paham dengan aplikasi syariat Islam total telah menolak pengertian kuasa yang diidekan oleh Foucault peradaban yang dianggapnya asing.22 ini bahwa penguasa hanyalah seorang yang 20 Sikap berfilsafat dengan mengambil teori yang sudah ada pendapat tentang adanya syariat Islam Murni, Khalîl menulis dan memilah mana yang disetujui dan mana yang tidak sehingga dalam bukunya bahwa Arab adalah bahan baku Islam (bangsa dapat selaras dengan semua teori itu. Lihat di Id. wikipedia.org/ Arab adalah materi Islam). Maksudnya bahwa tradisi Arab wiki/Eklektisisme, diakses tanggal 15 Agustus 2015. pra-Islam merupakan asal mula, sumber dan pilar Islam.Islam 21 M. Aunul Abied Shah, Khalîl ‘Abd al-Karîm: “Kiai telah mengadopsi tradisi Arab pra-Islam dan ditetapkan sebagai Merah” dari Mesir (Metode Ilmiah dan Aplikasinya dalam ajaran dalam Islam. Lihat Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al- Historiografi Islam) dalam Taswirul Afkar: Jurnal Refleksi Târîkhiyyah li al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 1. Pemikiran Keagamaan & Kebudayaan, h. 179. 23 Michel Foucault, The History of The Sexuality, terj. 22 Sebagai bantahan terhadap kelompok du’ât yang ber- Robert Hurley, (Middlesex: Penguin Books, 1978), h. 94. Siti Mahmudah: Reformasi Syariat Islam |83 memimpin, mengatur dan menata tata aturan dalam jihad.27 Ini adalah sebuah contoh yang sudah disepakati bersama dalam rangka pemahaman syariat Islam historis secara mendisiplinkan masyarakat yang dipimpinnya. tekstual. Pemahaman ini menyiratkan bahwa Hukum mesti ditegakkan bukan untuk meng- Islam diturunkan di muka bumi Arab dalam hukum fisik dan men yakiti pelaku namun rangka menandingi agama-agama yang ada di lebih ditekankan pada penyadaran untuk Arab pada waktu itu, seperti agama Kristen, lebih berdisiplin sebagai manusia yang lebih Yahudi, Paganisme, dan Majusi. berperadaban.24 Jadi, menurut pemahaman kelompok Menurut penulis, keunikan pemikiran du’at tersebut di atas bahwa syariat Islam Khalîl adalah tentang pendekatan sejarah yang adalah hukum Allah yang terdapat di dalam ia gunakan. Khalîl menjadikan Makkah dan Alquran dan Hadis dan mesti ditegakkan dan Madinah untuk meneliti pergerakan Islam tetap diperjuangkan dengan cara menegakkan dari titik awal sampai berakhirnya masa negara Islam yang berdasar pada syariat Nabi Saw. di kedua kota tersebut. Sementara Islam. Inilah yang dimaksud oleh Khalîl tokoh pembaru yang lain seperti al-Na’im bahwa kelompok du’at telah memahami hanya menggunakan sejarah Islam Makkah makna syariat Islam secara tekstualis tanpa dalam dekonstruksi syari’ahannya. Sedangkan mempertimbangkan konteks zaman yang kelompok Islamisme di Mesir hanya bertolak sudah jauh berubah ketika dipraktikkan di pada Islam di Madinah pada masa Nabi zaman Nabi saw. empat belas abad yang Muhammad Saw. sampai wafatnya. lampau dan zaman sekarang. Pengertian Syariat Islam Pemahaman Syariat Islam Menurut Khalîl Pemahaman Syariat Islam Menurut Kelompok ‘Abd al-Karîm Islamisme (Du’at/Rightists) di Mesir Khalîl menjelaskan bahwa syariat Islam adalah Menurut pemahaman du’at (rightists)25 bahwa hukum-hukum yang kewajibannya sudah Islam adalah agama tertinggi di antara agama diatur secara jelas dan tegas dalam Alquran lain (Kristen atau pun Yahudi) yang diberikan atau hukum-hukum yang ditetapkan secara oleh Allah. Maksudnya, Islam adalah sebuah langsung oleh wahyu, misalnya kewajiban ajaran yang paling tepat untuk setiap waktu zakat, puasa, haji, syûra, dan denda akilah.28 dan tempat, tidak bisa dikalahkan oleh Sementara ketika membahas per- agama yang lain. Kekuasaannya diperlu- kembangan fikih klasik dan modern, Khalîl kan untuk sebuah transformasi dunia yang tidak mengambil contoh-contoh kasus fikih damai, yaitu dunia Islam, dengan cara tersebut dari ayat Alquran atau tidak diambil men dirikan negara Islam di bawah “aturan dari hukum yang sudah ada dalam Alquran Allah” (syariat Islam) dan dipimpin oleh tersebut, melainkan dari pendapat para ahli seorang khalifah yang akan mengatur sesuai hukum Islam, baik sahabat atau tabi’in jalannya sebuah pemerintahan berdasarkan atau ulama sesudahnya, berupa kasus-kasus syariat Allah (syariat Islam) yang didasarkan yang berkembang dalam masyarakat yang pada Alquran dan Hadis. Ini adalah tugas hukumnya belum diatur secara tegas dan khalifah untuk menegakkan syariat Islam dan jelas dalam Alquran. Sebagai contoh adalah tugas negara melawan orang-orang kafir26 kasus seorang istri (majikan perempuan) yang meminjamkan budak perempuan kepada 24 Haryatmoko,“Kekuasaan Melahirkan Kekuasaan”dalam Basis Edisi Foucault, No. 01-02, Tahun ke-51, Januari-Februari, menganut agama Islam di Mesir tetapi tidak menjadikan syariat 2002, h. 20. Islam sebagai dasar satu-satunya. 25 Pengertian rightistsadalah kelompok yang mempunyai 27 David Sagiv, Fundamentalism and Intellectuals in Egypt, kecenderungan dengan pemikiran konservatif dan lebih dekat 1973-1993, (London: Frank Cass, 1995), h. 83 dengan istilah Islam tradisional atau pun Islam ortodoks. 28 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- 26 Orang kafir dimaksud di sini adalah orang-orang yang Syarî’ah al-Islâmiyyah, h.4 & 7. 84| AL-‘ADALAH Vol. XIII, No. 1, Juni 2016 suaminya untuk digauli, lalu dipinjamkan Jadi dapat ditarik kesimpulan, syariat lagi kepada bapaknya, dan saudaranya. Dalam Islam merupakan ketentuan hukum Allah yang masalah ini, Khalîl mengkritik sikap dan sudah tertera di dalam Alquran, sedangkan pendapat fikih dari ulama-ulama kalangan fikih adalah sebuah penafsiran hukum Allah tabi’in dan sesudahnya yang membolehkan yang terdapat di dalam Alquran maupun perbuatan tersebut. Misalnya sikap Imâm Sunnah terhadap setiap permasalahan yang al-Sauri dan al-Auza’i yang berpendapat timbul secara terus menerus sesuai dengan boleh menjadikan budak perempuan perkembangan peradaban. Hasil dialog sebagai pinjaman dan membolehkan budak antara wahyu (syariat Islam) dengan realitas perempuan tersebut digauli oleh laki-laki itulah fikih yang setiap saat bisa berubah, yang meminjamnya. Khalîl mempertanyakan karena alasan kemaslahatan. Penekanannya di mana letak nilai-nilai kemanusiaan dalam adalah bahwa fikih merupakan hasil kerja pendapat fikih tersebut. Sikap tabi’in seperti pemikiran manusia yang disebut dengan ini menurut Khalîl bertolak belakang dengan ilmu pengatahuan. Ilmu pengetahuan tidak pendapat ‘Umar bin Khaththâb yang pernah akan pernah terlepas dengan relasi kuasa. melarang anak-anaknya untuk menggauli Maksudnya, bahwa di dalam fikih itu ada budak perempuannya, karena perbuatan wujud relasi kuasa yang bermain di dalamnya, seperti itu diharamkan.29 tidak mulus dari hasil pemikiran manusia Fatwa-fatwa ulama fikih atau aturan yang murni. Ini sudah menjadi rumus, bila fikih dikeluarkan untuk menjawab masalah tersebut itu masuk dalam naungan sebuah negara yang jelas tidak tercantum dalam Alquran maupun di dalamnya terdapat relasi kuasa. dalam teks-teks keagamaan, melain kan hanya penjabaran atau penafsiran ulama dari ayat-ayat Asal Usul Syariat Islam tentang budak. Aturan-aturan hukum yang Khalîl ingin menunjukkan sebuah bantahan dihasilkan oleh para ulama tersebut, misalnya terhadap kelompok du’at (sebutan untuk fatwa fikih menurut Imâm al-Sauri, al-Auza’i, kalangan Islam kanan/fundamentalis atau pun al-Lais, dan Mâlik, oleh Khalîl digolongkan Islamisme di Mesir) yang telah mengi lustrasikan sebagai fikih. Oleh karena itu, fikih menurut bahwa fase pra-kerasulan Muhammad Saw. Khalîl adalah hukum yang belum diatur secara dengan predikat-predikat keji dan meng- tegas dan jelas dalam Alquran, melainkan hanya gambarkan bangsa Arab di semenanjung Arabia penjabaran atau penafsiran ulama dari ayat-ayat ketika itu dengan gambaran-gambaran minor Alquran terkait dengan masalah-masalah yang (tercela), sehingga terbentuk image kuat di dihadap kan kepadanya. Jadi fikih menurut alam pikiran (umat Islam) bahwa era tersebut Khalîl adalah produk manusia, yang merupakan merupakan era kekelaman, kebodohan, dan manifestasi kehidupan masyarakat dan karena kesesatan, di mana penduduk pada masa itu itu syariat Islam selalu berdialektika dengan pun tidak lebih dari kelompok orang-orang perkembangan realitas perbuatan manusia Barbar (gambaran sebuah bangsa yang tidak yang senantiasa berkembang dan berubah berperadaban) yang bengis, irasional, tidak dari zaman ke zaman dan menghasilkan apa berbudaya, dan bermoral bejat.31 yang disebut sebagai fikih modern.30 Dengan Apa yang telah diasumsikan tentang demikian, menurut penulis eksistensi syariat gambaran hidup masyarakat Arab oleh kalangan Islam akan tetap terjaga dan terpelihara di pendakwah (du’at) tersebut di atas, kondisi ruang publik. tersebut menguntungkan Islam, terlebih bahwa Alquran sendiri menyebut era tersebut dengan terma al-Jâhiliyyah (kebodohan). Padahal yang 29 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Usus al-Fikrîyyah li al-Yasâr al- Islâmî, (Qahira: Dâr al-Ahâlî, 1995), h. 112. 30 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Usus al-Fikrîyyah li al-Yasâr al- 31 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- Islâmî, h. 112. Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 7. Siti Mahmudah: Reformasi Syariat Islam |85 terjadi adalah sebaliknya, karena asumsi tersebut sakralisasi bulan Ramadhan dan Puasa, Shalât, justru telah mendiskreditkan Islam itu sendiri.32 pembagian harta waris, pertemuan pada hari Dari alasan inilah, menurut pendapat penulis, Jum’at (Shalât Jum’at), dan pengagungan kelompok du’at berpendapat bahwa Islam bulan haram. Pada persoalan pranata sosial adalah sebuah ajaran murni tanpa campur dan hukuman, ada jampi-jampi dan mantera, tangan tradisi Arab pra-Islam, seperti yang poligami, kehormatan nasab, perbudakan, al- ditulis Khalîl dalam teksnya. Aqilah (diyat/denda), dan Qasamah (sumpah). Sebagai bantahannya, hasil penelitian Hal tersebut di atas menurut Khalîl, Khalîl menunjukkan sebuat fakta sejarah merupakan blueprint atau ladang uji coba bagi bahwa tuduhan kelompok du’at terhadap Islam dan syariat Islam di zaman sekarang. kebodohan bangsa Arab pra-Islam tidaklah Ada beberapa isu polemis yang memang benar. Alasannya, di mana tradisi Arab adalah bakal menimbulkan polemik sengit. Khalîl telah dijadikan bahan dasar Islam (syariat mencontohkan, misalnya, perang mulut Islam), karena tradisi Arab merupakan sumber yang pergejolak dan meletus secara tiba-tiba dari beragam hukum, norma, sistem, adat di Mesir pada bulan Rabiul Akhir tahun istiadat dan tradisi, di mana Islam telah 1989 dengan memicu perdebatan seputar mensyariatkannya. Islam telah mewarisinya bunga deposito dan aktivitas perbankan. dalam segala aspek kehidupan, seperti: masalah Perang ini mampu memecah barisan du’ât ritual, peribadatan, sosial kemasyarakatan, (kelompok kanan) yang mereka sebut-sebut ekonomi, politik, dan hukum (perundang- sebagai bangunan yang kompak menjadi dua undangan).33 Statemen ini menunjukkan bahwa barisan yang saling berhadapan. Perang ini tradisi Arab pra-Islam adalah materi ajaran memicu kalangan du’ât untuk saling melempar Islam dan syariat Islam. Namun demikian tuduhan paling keji, ungkapan paling kotor, bukan berarti bahwa Islam dan syariat Islam dan cacian paling kasar antar mereka sendiri, identik Arab dan mesti tetap dalam bentuk sampai-sampai dua instansi keagamaan yang kearabannya di mana pun Islam dan syariat resmi, al-Azhar dan Dar al-Iftâ’ berdiri saling Islam dijadikan tata aturan untuk dipraktikkan. berhadapan.35 Selanjutnya, menurut Khalîl, Islam telah Dalam masalah ini, Khalîl berusaha mewarisi sesuatu yang mencukupi dari tradisi mencari jawaban-jawaban permasalahan yang Arab pra-Islam, bahkan overloaded dalam segala dilontarkan oleh kalangan du’ât mengenai aspek kehidupan Islam: ritual peribadatan, isu tradisi dan adat-istiadat suku-suku Arab sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, yang telah ada sebelum turunnya wahyu hukum (perundang-undangan).34 Sedangkan kepada Nabi Muhammad Saw. Di sana tradisi Arab pra-Islam berasal dari agama Nabi ada reinkarnasi hidup bagi tradisi-tradisi Ibrahim As., yaitu agama Hanif yang telah dan adat-istiadat serta sistem-sistem hidup disalahpahami oleh sebagian besar bangsa tribalisme Arab kuno yang dipresentasikan Arab pada waktu itu. Tradisi tersebut telah oleh suku-suku pedalaman. Ia masih hidup diadopsi dalam Islam dan tetap dipraktikkan bersama umat Muslim hingga sekarang di sampai sekarang oleh umat Islam di seluruh Semenanjung Arab, juga di negara-negara penjuru dunia. Contohnya ialah pengagungan Teluk, Yaman, ‘Irâq, Syûriâ, Yordania, Sînâ, terhadap Ka’bah, Haji, Umrah, penghormatan Mathrûh, Republik Libya dan di pelosok kepada Nabi Ibrahim As., dan Ismail As., gurun sahara negara-negara Arab lainnya.36 Menurut penulis, apa yang diistilahkan 32 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 7. 33 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- 35 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 11. Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 12-13. 34 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- 36 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 12. Syarî’ah al-Islâmiyyah, h. 13. 86| AL-‘ADALAH Vol. XIII, No. 1, Juni 2016 Khalîl dengan kata blueprint dapat dijadikan nyebutnya sebagai tempat yang aman dan dasar pemikiran dalam menyelesaikan masalah damai (barang siapa memasukinya maka syariat Islam yang berhadapan dengan ia akan aman).37 Allah telah memilih kota permasalahan zaman modern di luar dunia Makkah sebagai titik pertama lahirnya Islam, Arab. Kenyataannya syariat Islam historis itu jatuh pilihannya pada putra Quraisy keturunan sangat terbuka dan menerima keterbukaan, Nabi Ismail As., ialah Nabi Muhammad Saw. lebih mengutamakan kompromi dan dialog Menurut penulis, ini berarti bahwa dengan tradisi lokal, di mana ia datang sebagai Islam tidak menolak apa-apa yang baik yang agama baru untuk memperkenalkan diri di telah menjadi kebiasaan dan tradisi bangsa hadapan khalayak yang tidak dianggapnya nol. Arab dari nenek moyang mereka, bahkan Selanjutnya, Islam dapat hidup berdampingan Islam cenderung melengkapi, memilah secara damai dengan tradisi lama yang sudah dan menyempurnakan demi kemaslahatan ada. Betapa syariat Islam telah mengagungkan kehidupan kemanusiaan sampai akhir zaman. tradisi bangsa Arab pra-Islam dengan meng- Usaha ke arah kesempurnaan masih terus adopsinya ke dalam ajaran Islam. diupayakan sampai sekarang agar Islam dan Untuk menghindari terjadinya pe- syariat Islam tetap eksis di ruang publik ngulangan adanya kesalahpahaman, seperti dari zaman ke zaman, termasuk pada era yang telah terjadi selama ini bahwa syariat global saat ini. Islam adalah apa yang dipraktikkan di dunia Arab baik dalam hal tradisi peribadatan, 2. Haji dan Umrah berpakaian, praktik kehidupan sosial, Bangsa Arab pra-Islam telah melaksana- ekonomi dan politik, perlu ada pemaparan kan ibadah Haji pada bulan Zhulhijjah setiap secara jelas. Allah menurunkan Islam dan tahunnya. Bulan tersebut sangat terkenal dengan syariat Islam di hadapan tradisi Arab memiliki sebutan “Musim Haji”. Bangsa Arab pra-Islam arti bahwa Islam tidak mengatakan “inilah menjalankan ritual-ritual selama menunaikan aku” tapi Islam cenderung mengatakan “siapa ibadah Haji sebagaimana yang dijalankan oleh yang ada di hadapannya”. Islam dan syariat kaum Muslim yang melaksanakan ibadah Haji Islam senantiasa bisa beradaptasi dengan ke tanah suci sampai sekarang, yaitu talbiyah, siapa pun, di mana pun dan kapan pun. ihram, memakai pakaian ihram, membawa Sebagai sampelnya dapat dilihat dari hewan kurban dan mengumumkannya, wuqûf ritus-ritus peribadatan warisan suku Arab, di ‘Arafah, menuju Muzdalifah, bertolak ke sebagai berikut: Mina untuk melempar jumrah, menyembelih korban, thawâf mengelilingi Ka’bah sebanyak 1. Pengagungan Baitul Haram (Ka’bah) tujuh putaran, mencium Hajar ‘Aswad, dan dan Tanah Suci Sa’î antara bukit Shafâ dan Marwah. Mereka Sebelum Islam, di Semenanjung Arab menyebut hari ke-8 Zhulhijjah dengan nama terdapat dua puluh satu Ka’bah, tetapi Yaumu al-Tarwiyyah (hari Tarwiyah), wuqûf seluruh suku Arab sepakat untuk mensucikan di Arafah pada hari ke-9, hari ke-10 mulai Ka’bah yang ada di Makkah dan berusaha menuju Mina dan melempar jumrah. Mereka keras untuk bisa melakukan ibadah Haji menyebut hari-hari itu sebagai hari-hari Tasyrîq. ke kota tersebut. Hal ini merupakan Demikian juga mereka melaksanakan ibadah gambaran bahwa pengagungan terhadap umrah di luar musim haji.38 Ka’bah merupakan tradisi Arab yang telah Ada sebagian ritual haji yang dihapuskan dipraktikkan secara turun temurun. oleh Islam, seperti ungkapan-ungkapan yang Islam datang melakukan hal yang sama seperti apa yang telah dilakukan oleh bangsa 37 Q.s. Ali Imrân [3]: 97. Arab sebelumnya baik terhadap Ka’bah 38 Khalîl ‘Abd al-Karîm, al-Juzûru al-Târîkhiyyah li al- maupun penduduk Makkah. Alquran me- Syarî’ah al-Islâmiyyah, h.16-17.

Description:
Abstrak: Reformasi Syariat Islam Kritik Pemikiran Khalîl 'Abd al-Karîm Mesir yang memunculkan sebuah pemikiran Anomaly or Symptom?
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.