ebook img

refleksi konflik antara ulama dan umara pada abad ke-19m PDF

14 Pages·2015·0.16 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview refleksi konflik antara ulama dan umara pada abad ke-19m

REFLEKSI KONFLIK ANTARA ULAMA DAN UMARA PADA ABAD KE-19M; TELAAH ATAS NASKAH SIRAJUDDIN1 CONFLICT REFLECTION BETWEEN ULAMA AND UMARA IN THE 19TH CENTURY: A STUDY ON SIRAJUDDIN MANUSCRIPT Fakhriati Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama [email protected]. Abstract Historically, Acehnese almost constantly struggled with conflicts. It is recorded that between ulamas (Sufi and Syar’i’s ulamas) had often in disagreement among themselves. The conflict also occured between ulamas and uleebalangs or umara. Not only that, conflict that led people to defend their religion and the nation cannot be avoided when the colonizers tried to enter and dominate Aceh. In this situation, the role of ulamas cannot be denied at all. They took important position as catalysts and mobilizers in the struggle against the colonizers. This information is not only obtained from secondary sources, but also from those directly involved in the conflict. Manuscript of Sirajuddin written by Teungku Muhammad Ali Pulo Pueb, an ulama came from Pidie, Aceh and lived in the 19th century, contains historical facts about several conflicts in Aceh. This Acehnese manuscript would be an interesting subject of study about several conflicts in Aceh because on the one hand the author discussed about Sufi teaching, and on the other, he illustrated the reality of conflict that occurred at that time. Comparison on how other two ulamas, Fakih Jalaluddin and Teungku Khatib Langgien, dealt with the conflict is also discussed in this article in order to understand to what extent of their defends, speaking up for religion, looking after their nation, and also involved in the conflict growth in Colonial era. Keywords: conflict, ulama, umara, manuscript, sufism Abstrak Dalam sejarah, masyarakat Aceh hampir terus menerus bergelut dengan konflik, sejak dari perjuangan melawan penjajah hingga setelah kemerdekaan. Dalam sejarah tercatat bahwa antara ulama sendiri telah muncul pertentangan pandangan, yaitu antara ulama sufi dan syar’i. Kemudian pertentangan juga terjadi antara ulama dan uleebalang sebagai umara pada masanya. Tidak hanya itu, pergulatan yang mengarah kepada perjuangan agama dan bangsa tidak dapat dielakkan ketika penjajah mencoba masuk dan menguasai bangsa Aceh. Pada posisi ini, peran ulama dalam pergelutan ini tidak dapat dinafikan sama sekali, karena mereka menjadi katalisator dan mobilisator dalam perjuangan pada masanya. Kenyataan ini tidak hanya diungkap melalui data-data sejarah yang berbentuk dokumen yang bisa saja informasi diperoleh dari sumber kedua, melainkan ditemukan juga fakta pelaku sejarah yang mengungkapkan kenyataan konflik yang berlangsung pada masanya. Naskah Sirajuddin yang ditulis oleh Teungku Muhammad Ali Pulo Pueb, seorang ulama yang berasal Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam, yang hidup pada abad ke-19 M,berisi fakta sejarah yang diekspresikan oleh pengarangnya. Naskah yang berbahasa Aceh ini menjadi menarik untuk dikaji karena di satu sisi pengarang menjelaskan tentang ajaran tarekat Syattariyah, tetapi di sisi lain terdapat uraian pengarang tentang kenyataan konflik yang berkembang saat itu. Selain itu, perbandingan dengan sikap ulama sufi lain melalui tulisan-tulisan mereka, yang dalam hal ini berfokus kepada Fakih Jalaluddin dan Teungku Khatib Langgien, juga perlu dilakukan dalam kajian ini agar tergambar tentang sikap dan solusi para ulama masa itu dalam menghadapi hiruk pikuk lingkungan pada era penjajahan Belanda. Kata Kunci: konflik, ulama, umara, naskah kuno, tasawuf                                                              1Tulisan ini telah dipresentasikan pada ICAIOS Conference V pada 17-18 November 2014 di UIN Ar- Raniry Banda Aceh.   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015  37 Latar Belakang melainkan juga kenyataan yang dihadapi para ulama dapat dibaca dalam naskah kuno. Tulisan ini Sepanjang sejarah, masyarakat Aceh mencoba menelaah salah satu kitab yang ditulis sangat dinamis hidupnya. Kehidupannya telah oleh seorang ulama Aceh, Teungku Muhammad diwarnai oleh berbagai ragam nuansa, baik nuansa Ali Pulo Peub, berjudul Sirajuddin, yang mengulas kejayaan, kemunduran, konflik, maupun tentang bagaimana sulitnya menyatu antara ulama penjajahan. Lain lagi dengan dinamika alam yang fikih dengan ulama tasawuf dan provokasi pihak telah mewarnai kehidupan orang Aceh penuh umara yang sedang dikuasai pihak asing untuk dengan tantangan, baik tantangan terjadinya menyulut semakin berkembangnya konflik di musibah tsunami, gempa, maupun bencana alam. antara mereka. Semua ragam nuansa kehidupan tersebut baik yang datang dari manusia maupun dari alam telah Terdapat satu hal yang menarik tentang isi mengajari orang Aceh untuk mempertahankan hidup kitab ini, yaitu di satu sisi, isinya membahas mereka yang penuh lika liku sepanjang sejarahnya. pengajaran tasawuf kepada murid-muridnya. Merekasemakin tangguh menghadapi beragam Namun, di sisi yang lain pengarang juga mengulas cobaan tersebut. pertentangan yang terjadi antara dia sebagai ulama tasawuf dan pengikutnya dengan ulama syar’i dan Dari sisi konflik, di Aceh telah terjadi umara yang ada pada saat itu. Dapat diasumsikan perdebatan dan kesenjangan baik di antara sesama bahwa pengarang sebagai aktor dalam ulama maupun antara ulama dengan umara. karangannya berada pada posisi yang tidak Konflik antara ulama, dapat dilihat ketika Ar- menguntungkan baik di lingkungannya maupun Raniry sebagai ulama syar’i mengkritik ulama pada posisi pemerintahan. Ia dan murid-muridnya tasawuf yang ditujukan kepada pengikut dan kelihatannya didiskriminasi oleh pihak yang kelompok Hamzah Fansuri. Pada masa bertentangan pandangan dengannya. Karena itu, kemunduran kerajaan Aceh, konflik mulai menjadi menarik untuk membahas isi kitab ini merambah antara ulama dan uleebalang. untuk mengetahui sejauhmana aktor dalam kitab Permasalahannya adalah kerajaan sudah mulai ini membela diri, agama, dan bangsa dan melemah dan para uleebalang sudah mulai tidak sejauhmana ia melibatkan diri dalam kancah tunduk kepada perintah dan sultan dan mulai konflik yang berkembang. membangkang kepada ulama. Hasil dari kajian ini diharapkan dapat Tidak berhenti pada masa itu, konflik terus memberi manfaat setidaknya dalam tiga hal, yaitu: berlanjut dengan nuansa dan konteks yang berbeda (1) Menambah pengetahuan tentang sejarah bangsa pada abad ke-19 M. Sejarah mencatat kasus yang terkait hubungan antar elit bangsa pada masa lalu, terjadi di Teupin Raya, Pidie. Teungku Id bin (2) Menjadi bahan bandingan dalam mengambil Ustman bersaing dengan ulama syar’i, sehingga kebijakan pada tataran pemerintah, (3) Dapat berakhir dengan pelenyapan salah satu kubu. membuka cakrawala pikir dan rasa para elit politik Meskipun demikian, konflik yang terjadi di Aceh dan elit agama dalam upaya menata kehidupan pada umumnya berakhir dengan jalan perdamaian, yang lebih damai dan sejuk baik pada tataran lokal di antaranya adalahPerang Cumbok yang terjadi maupun nasional. antara Ulama dan Uleebalang berakhir dengan damai yang dikenal dengan adanya Ikrar Lamteh Seputar Naskah Sirajuddin dan Sosok pada tahun 1946, Perjuangan DI/TII Teungku Pengarangnya Daud Beureu’eh juga berakhir dengan damai yang tandai dengan diadakan Musyawarah Kerukunan • Tentang Fisik dan Isi Naskah Sirajuddin Rakyat pada tahun 1962, dan Gerakan Aceh Memperhatikan kepada naskah Sirajuddin Merdeka juga diselesaikan secara damai dengan sebagai sebuah buku atau kitab, maka ia memiliki dibuat MOU Helsinki pada tahun 2005 (Nurdin, ciri khas tertentu yang membedakannya dengan 2013). kitab-kitab lainnya. Di antara ciri yang paling Konflik yang terjadi pada abad ke-19 menonjol adalah sisi penulisan halaman awal dan kemudian tidak hanya diungkap melalui bukti akhir yang tidak semuanya dipenuhi tulisan, sejarah yang berasal dari dokumen-dokumen, melainkan setengah halaman bawah saja untuk 38   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015 halaman awal dan setengah halaman atas untuk berbayang tersebut di atas, diperkirakan kertas halaman akhir. Sementara sisanya dibiarkan tersebut diproduksi pada abad ke-19M. kosong. Hal ini menunjukkan bahwa penulis kitab Tinta yang digunakan dominan berwarna ini memiliki pengetahuan penulisan yang cukup hitam, meskipun demikian tinta warna merah matang dalam hal estetika penulisan. Di samping sebagai rubrikasi juga digunakan untuk kata dan itu, ciri atau gambaran tentang wujud sebuah kalimat yang dianggap penting. Tidak ada naskah Sirajuddin dapat diperhatikan sebagai iluminasi dan ilustrasi di dalamnya yang kadang berikut. berfungsi sebagai penjelas teks. Dilihat dari aksara Naskah ini adalah naskah berbahasa Aceh yang dipakai dalam naskah ini menunjukkan yang terdiri dari 42 halaman dengan ukuran naskah bahwa jenis khat diproduksi pada abad ke-19. 23 x 17 cm dan teks 16 x 10 cm. Pada setiap Jenis huruf yang digunakan lengkap dengan titik halamannya terdapat 17 baris teks, kecuali dan kadang baris-barisnya juga terbaca, yang tentu halaman awal yang terdiri dari 12 baris teks karena berbeda dengan aksara pada abad-abad awal dimulai penulisan agak ke tengah dan halaman mulanya muncul aksara Melayu (Musa, 1997: 79- akhir verso berjumlah 13 baris karena penulisan 80). teks diakhiri pada tengah halaman dalam bentuk Isi dari teks yang ada dalam naskah kolofon. Sirajuddin terdiri dari dua aspek penjelasan yang Naskah ini bergabung dengan naskah lain berbeda, yaitu di satu sisi tentang ajaran tasawuf sehingga penulisan halamannya pun tidak dimulai yang mengarah kepada pelaksanaan ajaran tarekat dengan halaman 1 melainkan halaman 14. Adapun Syattariah terutama pada awal tulisannya. Namun naskah lainnya adalah Ra’sul Muhaqqiqin dan di sisi lain, pengarang menanggapi lingkungan Ra’suddin dengan kode naskah MS 2621 dan yang berkembang pada saat itu yang sedang kumpulan naskah tersebut disimpan di bergejolak konflik, baik antara ulama tasawuf dan Perpustakaan Manuskrip Melayu, Perpustakaan Syar’i, dan umara. Negara Malaysia. Dari keseluruhan isi naskah, penjelasan Ciri kertas yang digunakan untuk menulis yang dipaparkan pengarang dapat dibagi kepada teks dalam naskah ini adalah terdapatnya cap air empat bagian. Bagian pertama adalah tentang bergambar bulan sabit dan cap tandingan penjelasan makna dari pemahaman ajaran tarekat LORDORONE. Selain itu, dalam kertas ini dengan a’yan sabitah dan keberadaan zat Tuhan. ditemukan garis berbayang halus dalam bentuk Pentingnya pemahaman terhadap ajaran tasawuf horizontal dan kasar berbentuk vertikal yang diibaratkan bagaikan seorang ibu yang butuh kesemuanya tersusun rapi bila diterawang. Ciri-ciri kepada air dalam merawat dan memelihara tersebut di atas menunjukkan kertas untuk anaknya. Kedua, pengarang menjelaskan sikap penulisan naskah ini dibuat dari Eropa, tepatnya ulama syar’i terhadap ulama sufi dan pelaksana Italia2 dengan permintaan atau penyesuaian suluk yang cenderung mengucilkan dan menyalahkan produksi untuk konsumen orang Islam, khususnya cara mereka beribadah. Ketiga, penjelasan juga Turki. Berdasarkan gambar cap air dan garis ditujukan kepada sikap para uleebalang dan orang kafir Belanda terhadap ulama sufi dan kaum suluk                                                              dalam mengamalkan dan mengembangkan ajaran 2Italia sudah memproduksi kertas yang sufi. Mereka beranggapan bahwa ulama sufi dan berwatermark sejak abad ke 13. Khusus untuk orang suluk harus dibasmi sekaligus dengan pelangganan Muslim yang didstribusikan ke Turki, ajarannya. Keempat, penjelasan terhadap posisi watermark yang digunakan berlambang bulan sabit. orang suluk yang sebenarnya dalam ajaran agama. Baca Fakhriati, 2013, ‘TheUse of Papers in The Orang suluk adalah wali Allah yang selalu Acehnese Islamic Manuscripts and Its Historical memelihara dan membasahi hatinya dengan zikir. Context’, in Heritage of Nusantara, International Dia adalah orang yang paling mulia di sisi Journal for Religious Literature and Heritage, Vol. 2, No. 2 Tahun 2013. Baca juga Déroche, François, 2005, Tuhannya, meskipun dia dihina oleh orang yang Islamic Codicology: An Introduction to the Study of tidak memahami. Sebagai orang yang paling mulia Manuscripts in Arabic Script, London: Al-Furqan di sisi Allah, ulama sufi dan orang suluk akan Islamic Heritage Foundation, hlm. 57-58.   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015  39 memperoleh karomah baik di dunia maupun di Sirajuddin, Ra’suddin3, dan kitab tentang qiraat4, akhirat. serta perjuangan membela umatnya dengan mengajari murid-muridnya dari dayah ke dayah. • Sosok Teungku Muhammad Ali Pulo Peub Teungku Muhammad Ali Pulo Pueb Teungku Muhammad Ali Pulo Peub bersaudara dengan Teungku Ustman Langgien5. Ia adalah seorang ulama sufi yang menganut tarekat memiliki keturunan bernama Teungku H. M. Syattariyah. Ia diperkirakan hidup pada masa Yusuf, orang tua dari Teungku H. Abdurrazak6. perlawanan rakyat Aceh terhadap Belanda tepatnya Keturunannya yang masih hidup sekarang adalah di Pulo Pueb, suatu daerah yang terletak di wilayah Teungku H. M. Thahir. Teungku Muhammad Ali kecamatan Leung Putu, Kabupaten Pidie. Pulo Pueb pernah belajar di Mekah selama lebih Informasi tentang nama beliau dan tempat lahirnya kurang dua puluh tahun. Di Mekah ia pernah ditemukan di dalam kolofon naskah Sirajuddin, dinobatkan menjadi imam. Setelah pulang ke yaitu: negeri asalnya, di Njoung, wilayah Lueng Putu, yaitu sekitar tahun 1870 M, Teungku Muhammad Yang empunya hikayat na taturi Muhammad geuboh nama Ali Pulo Pueb diangkat oleh Uleebalang Nama teumpat Gampong Lamankarasien Pulo Pueb nama Laksamana Polem menjadi qadi bagi rakyatnya.7 Wasahibihi wa katibihi Muhammad ‘Ali yang duek Di kali pinto raja, yang pula lada Antara Ketegasan dan Kelembutan Sideh di kali Siek ‘Ali • Sikap Teungku Muhammad Ali Pulo Peub Keuhud Sikap yang ditampilkan Teungku Nama Muhammad Ali Pulo Pueb dalam tulisannya Artinya: “Yang memiliki hikayat ini adalah Sirajuddin dapat dilihat dari sisi kelembutan dan Muhammad yang tinggal di Kampung ketegasan. Dua sisi sikap yang berbeda ditujukan Lamankarasien Pulo Pueb. Pemilik dan penulis beliau kepada sasaran yang berbeda pula. Dari satu hikayat ini adalah Muhammad Ali yang tinggal di sisi, beliau berbicara lembut kepada muridnya dekat sungai pintu raja. Ia juga yang menanam lada. Nama panggilannya adalah si Ali”.                                                              3Kedua naskah yang dibahas dalam artikel ini Memperhatikan isi dalam kolofon di atas, disimpan di Perpustakaan Negara Malaysia, sementara Teungku Muhammad Ali Pulo Pueb lebih variantnya belum ditemukan. cenderung menyebut nama asli dirinya dari pada 4Kitab tentang Qiraat ini disimpan Nurdin memakai julukan teungku yang menunjukkan AR.Menurutnya, judul naskah ini tidak diketahui, keulamaan beliau. Hal ini menunjukkan bahwa karena halaman depannya sudah hilang. naskah ini benar ditulis oleh beliau sendiri, karena 5Semasa hidupnya, Teuku Hasballah (w. 2012) seorang penulis sangat jarang bahkan tidak pernah pernah menjelaskan dan menulis bahwa Teungku menyebut dan menjulujuki dirinya dengan pangkat Ustman Langgien disebut juga dengan Teungku di dan derajat tertentu. Sudah menjadi tradisi dan Langgien, suatu daerah yang berdekatan dengan Pulo budaya Timur (Melayu), penulis lebih cenderung Pueb dan masih berada di wilayah kecamatan Lueng Putu, Pidie. merendahkan diri ketika menulis karya atau kitab. 6Teungku H. Abdurrazak adalah seorang Di dalam kolofon ini juga ditemukan ulama yang cukup dikenal dalam lingkungannya. Ia posisi beliau dalam masyarakat selain sebagai pernah merantau ke Mekah dan menetap di sana selama ulama, juga sebagai pengrajin dalam menanam lada, tujuh tahun untuk menuntuk ilmu-ilmu agama. Dalam yang mengindikasikan sebagai sosok ulama yang menyiarkan agama untuk masyarakatnya, ia tidak banyak menulis, melainkan lebih memilih dakwah pada ulet yang tidak hanya memikirkan kepentingan setiap Jum’at dengan tema yang berganti-ganti untuk ukhrawi melainkan juga melihat kebutuhan yang mengajari umatnya. Ia juga mendirikan dayah di perlu dipenuhi di dalam mempertahankan hidup di Meunasah Ara, Leung Putu, untuk mendidik generasi dunia ini. Meskipun demikian, kiprahnya untuk penerus. (Hasil observasi langsung dan wawancara agama dan umat juga sangat diperhatikannya, dengan anaknya Teungku H. M. Thahir). seperti dapat dilihat dari tulisan-tulisannya 7Informasi dari Teuku Hasballah dan Pak Nurdin AR. 40   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015 yang mau mendengar penjelasannya, namun di sisi Belanda itu adalah kafir yang ingin merongrong lain beliau berbicara dengan tegas terhadap lawan agama dan negara Aceh. Kafir seperti ini tidak yang menentang dan menghalangi jalan beliau perlu dikasihani sama sekali, bahkan dianjurkan untuk menuju kebaikan di dunia dan di akhirat. untuk dibasmi dan dilenyapkan dari bumi Aceh. Sikap beliau tersebut tentu tidak lepas dengan Teungku Muhammad Ali Pulo Peub tidak kondisi yang berkembang pada saat teks tersebut memberi ruang sedikit pun untuk berkompromi ditulis, yaitu kondisi di abad ke-19, ketika dalam hal ini. Bagi mereka yang mengikuti dan kerajaaan Aceh sedang dilanda kemunduran dan bersekongkol dengan kafir Belanda, maka ia didatangi penjajah. dianggap orang salah. Kondisi Aceh di abad ke-19 –meskipun Selain kepada Belanda, Teungku Muhammad Aceh merupakan sebuah kerajaan yang gemilang Ali Pulo Peub juga mengecam keras sikap dan pada abad ke-17 M – mulai melemah dan kekuatan tindakan para uleebalang yang bersekongkol dengan asing datang untuk merebut kekuasaan. Portugis Belanda. Mereka memperlihatkan sifat angkuh dan adalah bangsa asing yang pertama yang melarang para salik melaksanakan amalan tarekat, berkehendak untuk meruntuhkan kerajaan Aceh sebagimana ia menjelaskan: dan ingin menjadikannya sebagai daerah jajahan. Huleebalang imam nanggroe keusyik sago Namun, pada masa itu, Aceh masih tergolong dum ceulaka. Maseng-maseng peumeugah sangat kuat menghadapi musuh dari luar, sehingga drou tiep-tiep sago imam bentara. Maseng- Portugis pun dapat dilenyapkan dari peraduan ibu maseng aku drou tuhan ban pireu’un sisat pertiwi wilayah Aceh. Selanjutnya, bangsa Inggris raya... (Sirajuddin: 18) yang kemudian menentukan pilihan dengan bangsa Han jibri peubuet tarikat sufi seubab that Belanda untuk pembagian wilayah jajahan untuk deungki si celaka. Oreung salek ji peusalah menguasai wilayah Aceh. Namun, akhirnya ditetapkan jikheun bandarasah han meuguna. Ji kheun Belanda yang mendapat bagian untuk menjadikan meuseujid habeh reuleh meuhan ta puweh wilayah Aceh sebagai daerah jajahannya. salik dumna. Meunan jikheun aneuk jalang peurangou binatang imam bentara. Keusalah Teungku Muhammad Ali Pulo Peub drou hantem leumah seubab that ku’eh kafe menyikapi dan mengkategorikan perilaku kaum ulanda (ibid). penjajah dan antek-anteknya, ke dalam sifat jalal. “Uleebalang pemimpin negeri banyak celaka. Selain sifat jamal yang khusus diperuntukkan Masing-masing membesarkan diri. Masing- kepada orang mukmin, sifat jalal menjadi sifat masing mengaku diri tuhan...Tingkah mereka jahat orang Belanda. Sifat jalal Allah akan sangat keji dengan tidak mengizinkan orang menghukum segala tindakan keji mereka selama di melakukan amalan-amalan tarekat. Orang salik dunia. Sedangkan orang mukmin akan mendapat disalahkan dan dikatakan tidak bermanfaat. perlindungan dari sifat jamal Allah. Dalam teks Mereka membuat pernyataan dan berusaha disebutkan: meyakinkan rakyat bahwa mesjid bisa jadi hancur bila orang salik tidak diusir. Demikian Segala kafee tutong di minyup nawung ungkapan mereka yang sudah berperilaku jalalaya. Sifat jalal yang teut kafee bek syek seperti binatang. Kesalahan dirinya tidak hate po bintara. Sifat jamal pereloung mukmin dilihat karena sangat jahat kafir Belanda.” perintah Tuhan han sou sangka (Sirajuddin: 4- 5). Menurut Teungku Muhammad Ali Pulo Peub, sumber kekejian dan sikap uleebalang yang Artinya:“Semua orang kafir terbakar di bawah api angkuh tersebut di atas adalah orang Belanda yang jalalaya. Sifat jalal yang bakar kafir. Jangan ragu telah memprovokasi dan mencari dukungan dan was-was po bintara. Sifat jamal melindungi uleebalang untuk meningkatkan kekuatan kaum orang mukmin, demikian perintah Tuhan tidak ada Belanda dalam mengatur dan mempertahankan yang menyangka.” pemerintahan kolonialnya. Karena itu dia masih Teungku Muhammad Ali Pulo Peub berusaha membimbing para uleebalang dan memiliki sikap yang sangat tegas terhadap Belanda keturunan yang mau mengikuti ajaran agama. Ia agar pengikutnya tidak memihak dan mengikuti tidak serta merta mengklaim uleebalang secara langkah-langkah penjajah Belanda. Ia mengatakan umum salah dan tidak benar. Ia tetap memiliki rasa   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015  41 tanggung jawab untuk mengajarkan tarekat “Ulama Teureubue sudah berkumpul dan sepakat Syattariyah kepada anak bangsawan, yaitu para dengan kelompok yang menolak berkembangkan uleebalang. Selain itu, ia juga membuat contoh kelompok sufi. Ulama Tiro juga mengatakan salah anak bangsawan yang harus membawa sesuatu kepada pekerjaan salik sehingga perlu dilenyapkan yang baik dan manis kepada kaumnya, sebagai- di muka bumi”. mana ia lakukan, yaitu menguraikan ilmu tentang Sebaliknya, dalam menjelaskan ajaran dan hubungan Allah dan makhluk-Nya. Dalam amalan-amalan tasawuf, Teungku Muhammad Ali kalimatnya, ia menyebutkan: Pulo Peub bersikap sangat bijaksana dan lembut. Allah hai aneuk bangsawan teh haluwa Dia memperhatikan kemampuan dan kebiasaan tapuwou kamo. Haluwa dua kalimah la ilaha masyarakat sekeliling dalam menerima dan illallah kupuwou gata. Kalimat nyan di loun menelaah ajarannya. Penggunaan bahasa Aceh that can kalimat laot tanzih tutong siliet habeh adalah salah satu bentuk kebijakannya menyeimbangkan neubet tuboh ngen nyaweng. Allah hai hua kemampuan umat, sehingga memudahkan mereka wujud hadir manyang glee wou bak mula membaca kitab yang ia tulis. Selain itu, idenya (Sirajuddin: 2). dituangkan dalam bentuk hikayat dan “Allah hai anak bangsawan makanan apa yang perumpamaan-perumpamaan yang bersajak untuk kamu bawa pulang untuk kami. Makanan dua dapat menarik minat para pembaca dan kalimah la ilaha illallah saya bawa untuk pendengarnya. Karena diketahui bahwa hikayat kamu. Kalimat ini adalah kalimat laut tanzih dan lantunannya adalah bentuk syair yang paling yang dapat membakar semua makhluk disukai masyarakatnya. Salah satu perumpamaan memisahkan tubuh dengan nyawa. Allah-lah yang diutarakannya terkait pengajaran tentang wujud yang ada yang setinggi gunung pun makhluk akan kembali kepada asalnya.” pemahaman hubungan Khalik dengan makhluk- Nya adalah seperti: Penyebutan “perintah kepada anak bangsawan untuk membawa sesuatu yang Rabbisyrahlisadri la ilaha illallah a‘yan bermanfaat bagi rakyatnya” juga menunjukkan sabitah tempat nyata kepada peringatan secara halus kepada uleebalang Maqam tajjali bak maklumat sifat ngen zat yang pada saat itu bersekutu dengan Belanda qadim baqa Ta‘yin sani pih geupeunan nyata sinan dum tentang menghalangi gerak kaum salik. Setidaknya, peukara pengarang mengharapkan agar anak uleebalang Wujud adam meupasai sinan asai dum geubina dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi Illallah sah wujud meuhat qadim awai wajeb rakyatnya sebagaimana yang ia lakukan. baqa Yang awai nur mula jadi nur Nabi phon Berbeda dengan sikap terhadap Belanda baharinya dan Uleebalang, Teungku Muhammad Ali Pulo Idafat jeut keubanda drou dum geutanyo yang Peub melihat ulama yang mengecam dan menyawa (Sirajuddin: 6) menghalangi gerak langkahnya sebagai sosok yang belum sampai ilmunya pada tingkat sufi. Ia “Ya Tuhanku terangi hatiku, tiada tuhan selain membagi dua jenis ulama. Ulama fiqh dan ulama Allah, A‘yan sabitah tempatnya jelas Maqam tajalli tempat maklumat sifat dengan tasawuf. Ulama fiqih adalah yang dianggap tidak zat mempercayakan tasawuf. Pemahaman agamanya Ta‘yin sani pun jelas di sana semua perkara dianggap hanya pada batas-batas teknis, tidak Wujud yang tiada dari sana asalnya masuk dalam wilayah spiritual. Karena itu, bisa Kecuali Allah sah wujud yang qadim dan jadi ulama ini telah dipengaruhi dan dimanfaatkan wajib kekal oleh penjajah dan orang yang tidak senang kepada Nur yang pertama diciptakan adalah Nur Nabi ulama tasawuf untuk menentang dan menghalangi Tempat disandarkan semua kita yang ibadah mereka. Dalam teks disebutkan: bernyawa” Meunan meupatee ulama Teureubue mufakat Uraian kalimat di atas memperjelas sapeu ngen dumna. Ulama Tiro pih kheun pemahaman bahwa makhluk dan Tuhan adalah dua salah wajeb ta poh salek dumna (Sirajuddin: 6). hal yang berbeda dan tidak pernah bisa disamakan. Semua makhluk memiliki wujud yang asalnya dari 42   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015 ta‘yin Sani. Hanya Allah saja yang memiliki menjadi takut keberdaaan mereka yang memiliki wujud yang sah, qadim, lagi kekal. Kemudian semangat tinggi untuk berada dalam agama yang Allah menciptakan manusia melalui Nur Muhammad. benar dan membela agama yang benar. Kedua, Wujud hamba hanya berfungsi sebagai bayang konflik yang berkepanjangan yang sudah Allah yang pada saatnya akan hancur dan fana, dan dimunculkan pada masa Ar-raniry kemungkinan kembali ke asalnya. Dalam teks lain Ia besar masih membekas di hati setiap orang Aceh, menegaskan: terutama para ulama yang berkonflik. Karena itu, para ulama fiqh khawatir bahwa pemahaman dan Gadeh riyeuk ngen geulombang gadeh bayang pengamalan ajaran para ulama tasawufvakan tinggal empunya. Gadeh makhluk tinggai menjerumuskan rakyat Aceh kepada pemahaman Khaliq meunan layak buet Rabbana. Meunan geupeuri sulok yang phon fana sekalian wujud yang tidak menjalankan ajaran syariat. hamba (Sirajuddin: 4). • Tentang Sikap Ulama-ulama Tasawuf “Hilang ombak bergelombang hilang bayang Lainnya; Fakhir Jalaluddin dan Teungku tinggal empunya. Hilang makhluk tinggal Khaliq demikan adanya pekerjaan Rabbana. Khatib Langgien Begitulah suluk yang pertama tentang fana Para ulama pada abad ini telah membaca sekalian wujud hamba.” keadaan yang berkembang dan telah menentukan Bagi seorang sufi, yang penting dipahami sikap mereka untuk menghadapi keadaan yang dan diyakini pada tingkat awal adalah makhluk ini serba hiruk pikuk, baik dalam bentuk rongrongan fana dan akan hancur, sementara yang kekal hanya terhadap keberadaaan kerajaan Aceh maupun Allah. Makhluk akan meninggalkan dunia rongrongan terhadap keberadaan dan keleluasaan diumpamakan seperti hilangnya gelombang dan para ulama dalam mengembangkan kiprahnya. bayang. Sementara yang tinggal adalah wujud Mereka tidak tinggal diam, mereka berjuang, yang sebenarnya yaitu Khaliq. Karena itu, tidak berjihad menjadi mobilisator untuk mengajak ada yang salah dalam pemahaman orang salik. masyarakatnya berdiri tegak dalam agama Islam Karena demikian adanya ajaran dasar yang harus dan menerjang jauh sistem kerja penjajah Belanda. diterima oleh setiap orang yang beriman, Dua contoh ulama tasawuf, Teungku mengakui dan beriman adanya Tuhan sebagai Khatib Langgien dalam karya-karyanya seperti Khalik yang kekal selamanya dan mengakui Mi’rajus Salikindan Fakih Jalaluddin dalam karya- bahwa makhluk adalah fana yang pada suatu karyanya seperti Asrarus Suluk menjadi tepat waktu akan meninggalkan dunia ini dan kembali diutarakan dan dibandingkan dengan telaahan kepada Khaliqnya. karya Teungku Muhammad Ali Pulo Peub yang Lebih lanjut dijelaskan bahwa Teungku menjadi fokus kajian artikel ini. Karena ketiganya Muhammad Ali Pulo Peub tidak pernah sekalipun adalah ulama tasawuf dan penganut ajaran tarekat menyebut kata wahdatul wujud, yang dapat Syattariyah yang jarak hidupnya diperkirakan tidak mengandung kekaburan pemahaman terhadap terlalu jauh antara satu dengan lainnya, yaitu hubunganantara Khaliq dan makhluknya. Dia sangat sekitar abad ke-19 M yang situasi dan kondisi pada menjaga timbulnya kekeliruan pemahaman pembacanya. saat itu perlu mendapat tanggapan dan penanganan Karena itu, tuduhan lawannya untuk menghancurkan khusus dari para ulama itu sendiri. Dengan keberadaannya dan pengikutnya karena sudah demikian, sikap dan kenyataan yang diutarakan melampaui dan melenceng dari ajaran agama yang oleh ketiga ulamatasawuf tersebut dapat dijadikan sebenarnya menjadi tidak mendasar. tolak ukur untukmembaca sikap para ulama tasawuf lainnya. Selain itu, kenyataan dan realita Ada beberapa alasan mengapa kelompok serta kasus yang berkembang terhadap konflik lain menuduh dan mengintimidasi kelompok antara ulama tasawuf dan ulama fikih juga menjadi tasawuf sebagaimana diutarakan Tengku Muhammad penguat tentang kebenaran isi dari sebuah naskah. Ali Pulo Pueb dalam kitabnya Sirajuddin. Pertama, karena provokasi Belanda untuk Dalam Mi’rajussalikin, Teungku Khatib menghancurkan ulama yang lebih dalam Langgien dengan sangat hati-hati memberikan pemahaman terhadap ajaran agama. Belanda penjelasan berkenaan dengan pemahaman ketuhanan   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015  43 terutama yang menyangkut ajaran wahdatul wujud. antara tanzih dan tasybih menjadi sangat halus Ia berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga perbedaannya. Zat Tuhan adalah tanzih sementara umat agar tidak terjerumus dalam kesesatan ketika sifat dan asma-Nya dapat tajalli kepada manusia. memahami dan mengamalkan ajaran tasawuf. Dalam kitab lain, seperti Diaul Wara dan Berkali-kali dalam beberapa halaman terakhir Dawaul Qulub, Teungku Khatib Langgien juga kitab Mi’rajus Salikin, ia menjelaskan bahwa bila bersikap sangat bijaksana dalam mengajari dan tidak sanggup memahami hal yang ia bicarakan, memberikan ilmu kepada pembacanya. Di kedua maka jangan mendekat dan tidak membacanya. kitab tersebut dijelaskan bagaimana seorang Contoh kalimat-kalimat tersebut adalah: makhluk Allah dapat memperhatikan dan menanggapi Dan lagi yang demikian itu tempat tergelincir lingkungannya dengan hati yang lembut dan kebanyakan manusia yang tiada makrifat bijaksana sesuai dengan ketentuan dari agama Allah. baginya… (Mi’rajus Salikin: 27). Sasaran Teungku Khatib langgien dalam pengajarannya Hai saudaraku ingat-ingat akan olehmu adalah pembentukan isi hati yang sesuai dengan jangan jatuh engkau kepada kafir dan jangan ajaran agama, karena sikap hati akan memberi efek kau sangka-sangka bahwasanya hak Ta‘ala itu kepada cara mengendalikan kehidupannya, baik bersatu dengan segala alam ini maka ketika itu yang berhubungan dengan Allah, manusia, jadilah sesat yang amat nyata na‘uzubillahi makhluk hidup lainnya, dan segala hal yang minha (Mi’rajus Salikin: 28). berhubungan dengan lingkungan hidupnya. Fokus Setelah memberi rambu-rambu agar tidak kajian Dawaul Qulub adalah tentang obat hati mendekati bacaan yang tidak dapat dicapai oleh yang perlunya diamalkan oleh orang yang masih akal, ia tetap berkewajiban memaparkan penjelasan terbuka pintu hatinya, karena pengajaran tentang terkait hubungan Tuhan dan makhlukNya. Posisi obat hati ini tidak akan bermanfaat sedikit pun bila Tuhan tetap sebagai pencipta dan Adam adalah yang menerima adalah mereka yang sudah tertutup makhlukNya, meskipun ia juga menjelaskan lebih pintu hatinya. Sejumlah kisah tauladan dari Nabi jauh tetang hubungan Tuhan dengan makhlukNya, dan para ulama dijadikan contoh dalam uraiannya. Adam. Dalam teks disebutkan bahwa: Sementara dalam Diaul Wara Teungku Dan sabda Nabi saw. Annallaha khalaqa Khatib Langgien banyak memberi panduan kepada Adama ‘ala suratir rahman bahwasanya Allah manusia agar dapat menempuh jalan menuju Tuhan Ta‘ala itu menjadi Ia akan Nabi Adam atas mencapai makrifatullah dengan memperhatikan kelakuan rupa Tuhan yang bernama Rahman tahap-tahap yang harus dilaluinya. Tahap awal karena adalah rupa Adam itu pada hakikatnya yang harus dilakukan oleh seseorang yang hendak dan rupa Tuhan tetap adalah ia zat Nabiullah menuju jalan Allah adalah berada dalam ajaran Adam pada hakikatnya dan pada zauq ialah Islam dengan pengamalan syariah yang benar zat Tuhan yang bernama Rahman maka sebab sesuai dengan rujukan kepada kitab Sirat al- dikata Nabi rupa Adam itulah rupa Tuhan Mustaqim yang dikarang oleh Ar-Raniry. Setelah padahal tiada dikata zat Adam itulah zat Tuhan karena mengambil adab serta hak itu, penjagaan anggota tubuh untuk selalu berada Ta‘ala (Mi’rajus Salikin: 28). di jalan keridaan Tuhan, karena manusia ini diciptakan hanya untuk menyembah Allah. Ungkapan ini secara umum memberi Kewajiban pengendalian diri dari nafsu dengan pengertian bahwa wujud Adam, baik dari bentuk meninggalkan kepentingan dunia yang banyak tubuhnya maupun rohnya, adalah milik Allah. dipengaruhi oleh syaitan adalah tahap selanjutnya. Teungku Khatib Langgien menyebutkan bahwa Tahap yang paling tinggi dalam pengamalan pemahaman seperti ini dapat menggelincirkan tasawuf adalah tawakkal, dengan tidak dibenarkan mereka yang belum mampu berada pada tingkat menafikan kepentingan dunia, terutama pelaksanaan makrifat. Akibatnya, mereka menyamakan posisi ibadah kepada Allah Swt., baik mahdah maupun Tuhan dengan makhluk-Nya dan yang demikian gairu mahdah, seperti melaksanakan salat, dan itu menyebabkan syirik kepada Tuhan. Karena itu, mencari nafkah untuk keluarga dan memperhatikan untuk memahami pernyataan di atas perlu keluarga yang sakit. Selain hal di atas, yang perlu ketelitian dan kecermatan di samping ilmu tasawuf diwaspadai oleh orang yang ingin mencari jalan yang memadai. Di sini terlihat bahwa pemahaman menuju Tuhan adalah istidraj yang dapat 44   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015 mengelincirkan seseorang ke dalam neraka. Hati Martabat lam insan daerahnya harus benar-benar bersih dari sifat tecela sehingga alam insan dan manusia pun namanya tidak ada noda sedetik pun dapat mengotori dan dan §illah pun namanya yakni bayang-bayang menggores kaca hati. Allah dengan beberapa perantaraannya Jika Teungku Khatib Langgien dengan empunya bayang. menjelaskan hal yang berkaitan dengan menjawab Ungkapan di atas menegaskan bahwa persoalan hati untuk dapat mengendalikan dunia makhluk adalah bayangan dari Allah. Dengan yang berkembang pada zamannya dan akhirat demikian, dapat dipahami bahwa hanya wujud untuk masa nanti, Faqih Jalaluddin juga memiliki Allah saja yang ada, sementara wujud makhluk sikap yang bijaksana menghadapi zamannya. yang bersifat banyangan bersandar kepada wujud Ketidaksalahpahaman terhadap ilmu yang Allah. Karena itu, wujud makhluk lahir dari wujud diajarkannya adalah menjadi tujuan utama, selain Allah. menjaga hubungan baik dengan lingkungan pada Untuk menguatkan pernyataannya, ia masanya. mengutip pandangan al-Qusyasyi (seorang ulama Faqih Jalaluddin diperkirakan hidup pada Sufi Syattari dari Madinah) dalam menempatkan periode kemunduran kerajaan Aceh yang pada saat posisi Allah sebagai Khaliq yang tidak pernah itu –selain kerajaan Aceh menjadi semakin sama posisi dengan makhluknya, meskipun Allah melemah dan tidak berkuasa—konflik antara turun pada tingkat yang paling rendah sekalipun. ulama dan uleebalang juga muncul dan menjadi Demikian juga sebaiknya, manusia akan tetap salah satu pemicu kekacauan kondisi kerajaan8. menjadi makhluk Allah meskipun ia berada pada Berkaitan dengan uraian tentang tasawuf dalam tingkat yang paling tinggi sekalipun. kitabnya Asrarus Suluk, Faqih Jalaluddin Dalam hubungan tubuh dan hati seorang menggunakan model sajian dalam bentuk ilustrasi, manusia dengan Khaliqnya dapat dilihat dalam di samping menghindari penggunaan kata-kata ilustrasi yang digambarkan Fakih Jalaluddin dalam yang mengundang salah paham pembacanya kitab Manzalul Ajla hlm. 18. Dalam gambar seperti kata wahdatul wujud. Agar lebih jelas tersebut dijelaskan tentang proses seorang hamba uraiannya, Faqih Jalaluddin menggunakan ilustrasi yang menuju kepada Allah dengan melalui tahap gambar untuk menjelaskan pemahaman hubungan awal hingga akhir hingga hatinya mencapai makhluk dengan Khaliq. mardatillah. Dalam karyanya Asrarus Suluk halaman Dalam hubungannya dengan umara, Faqih 240, ia mengatakan: Jalaluddin adalah seorang ulama berusaha menjaga wujud Allah itulah wujud segala makhluk itu hubungan baik dengan sultan, uleebalang, maupun wujud majazi. dengan rakyat. Ia terlihat cukup berhati-hati dalam Kalimat ini mengandung pengertian bahwa wujud menulis untuk menjaga agar tulisannya tidak Allah adalah hakiki sementara wujud makhluk menciptakan kekacauan pemahaman. Pada awal adalah majazi. Pada halaman 226, ia juga tulisannya Manzalul Ajla ila Rutbatil A‘la, ia menjelaskan: menulis persembahan tulisannya kepada sultan yang memang diminta kepada beliau untuk menulis (Manzalul Ajla: 1-2). Karya ini                                                              dipersembahkan dengan isi zikir Syattari yang 8Tampuk pemerintahan sudah tidak terfokus menggunakan bahasa yang mudah dicerna, kepada sultan. Para uleebalang mulai menguasai daerah dipahami, kemudian diamalkan. kekuasaannya secara menyeluruh, tanpa tunduk kepada Selain sikap para ulama yang dapat dibaca sultan lagi. Peraturan pemerintah yang telah ditetapkan di dalam karya-karya mereka sebagaimana tersebut dalam sarakata mulai diabaikan. Dengan demikian, di atas dalam menghadapi kondisi pada masa itu, perpecahan pun timbul di kalangan mereka. Para sultan kasus yang bernuansa konflik yang terjadi pada tidak sanggup lagi mengontrol wilayahnya. Selanjutnya, masa tersebut juga menjadi bukti latar para ulama yang hanya berfungsi sebagai tokoh agama kemungkinan munculnya tulisan Sirajuddin. Kasus dianggap telah melampaui batas wilayahnya ke wilayah uleebalang. aliran sufi Geudong Huk di Teupin Raya,   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015  45 Gambar 1. Kitab Manzalul Ajla, hlm.18. bertentangan dengan ajaran agama. Bagi ulama Kabupaten Pidie, di bawah pimpinan Teungku ‘Id Syar’i, mereka perlu dimusnahkan agar tidak (w. 1860) telah melahirkan pro dan kontra di menggangu pola pikir umat terhadap ajaran agama kalangan ulama dan rakyatnya pada masa itu. yang benar. Akhirnya mereka pun dapat dilenyapkan Konflik antar ulama fiqh dan tasawuf terjadi pada di wilayah tersebut (Poerwa, 1961 & Ishak, 1993). saat itu. Dikatakan bahwa Teungku Id telah Sampai saat ini, hanya kuburan besar ditumbuhi mengajarkan dan mempraktikkan ajaran sufi yang pohon beringin yang masih tersisa di Teupin Raya, tidak mementingkan amalan syariat (fiqh). Pidie,yang disebut dengan Geudong HUK. Tempat Teungku Id dan pengikutnya cukup melaksanakan ini menjadi bukti sejarah bahwa di daerah tersebut, amalan zikir untuk kebutuhan spiritual mereka pernah terjadi konflik antara ulama sufi dan syar’i, dengan mengucapkan kata HUK9 setiap waktu dan dimenangkan oleh ulama Syar’i. sebagai bentuk ibadah dengan tujuan untuk mencapai tingkat penyatuan diri dengan Tuhan. • Reaksi Ulama Sufi Lainnya terhadap Pengamal ajaran sufi ini kemudian ditentang oleh Uleebalang dan Belanda ulama Syar’i, karena kelakuan mereka yang sudah Diketahui bahwa Belanda tidak                                                              memerintah secara langsung di Aceh. Mereka 9Kata HUK adalah fakta yang terdengar oleh mengatur sistem administrasi kepemerintahan orang lain yang berada di sekeliling pezikir. Asal kata mereka melalui uleebalang yang disebut dengan tersebut adalah Allah Hu. Pezikir menyebutkan zikir mereka dengan Allah Hu. (Lihat naskah Laot Makrifat zelfbestuur. Namun, mereka mengotrol secara Allah yang di tengah-tengah penjelasan setiap bait ketat terhadap uleebalang dalam sistem hikayatnya selalu diselingi dengan kata Allah Hu, baca pemerintahannya. Menggunakan uleebalang Fakhriati, 2002, Naskah Laot Makrifat Allah, sebagai mediator, tentu Belanda mengambil Universitas Indonesia. 46   Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 17 No. 1 Tahun 2015

Description:
It is recorded that between ulamas (Sufi and. Syar'i's ulamas) had often .. antara tanzih dan tasybih menjadi sangat halus perbedaannya. Zat Tuhan
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.