Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: Sejauh mana media menjunjung prinsip kewarganegaraan ? Laporan Berseri Engaging Media, Empowering Society: Assessing Media Policy and Governance in Indonesia Oleh Riset kerjasama antara: Yanuar Nugroho Dwitri Amalia Leonardus K. Nugraha Dinita Andriani Putri Jimmy Tanaya Shita Laksmi Didukung oleh: Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: Sejauh mana media menjunjung prinsip kewarganegaraan? Terbit pertama kali dalam Bahasa Inggris pada bulan Juni 2013. Edisi Bahasa Indonesia terbit Desember 2013 oleh Centre for Innovation Policy and Governance Jl. Siaga Raya (Siaga Baru), Komp. Bappenas RT 01/006 No. 43A Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12510 Indonesia. www.cipg.or.id Desain sampul dan tata letak oleh FOSTROM (www.fostrom.com) Kecuali dinyatakan berbeda, seluruh isi laporan ini dilindungi dengan lisensi Creative Commons Attribution 3.0. Hak cipta dilindungi secara terbatas. Alihbahasa dari Bahasa Inggris: Devi Kusumaningtyas Penyunting Bahasa Indonesia: Billy Aryo Nugroho Cara mengutip laporan ini: (Nugroho, et al., 2013) - Nugroho, Y., Amalia, D., Nugraha, LK., Putri, DA., Tanaya, J., Laksmi, S. 2013. Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: Sejauh mana media menjunjung prinsip kewarganegaraan (Edisi Bahasa Indonesia). Laporan. Bermedia, Memberdayakan Masyarakat: Memahami kebijakan dan tatakelola media di Indonesia melalui kacamata hak warga negara. Riset kerjasama antara Centre for Innovation Policy and Governance and HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara, didanai oleh Ford Foundation. Jakarta: CIPG dan HIVOS. Centre for Innovation Policy and Governance i Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: sejauh mana prinsip kewarganegaraan dijunjung oleh media Ucapan Terima Kasih Penelitian ini didanai oleh Ford Foundation Indonesia dan dikerjakan oleh Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), Jakarta dan HIVOS Kantor Regional Asia Tenggara Peneliti Utama Dr. Yanuar Nugroho, University of Manchester Peneliti Pelaksana (CIPG) Dwitri Amalia Leonardus Kristianto Nugraha Dinita Andriani Putri Jimmy Tanaya Penasihat Akademis Dr. B. Herry-Priyono, STF Driyarkara, Jakarta Shita Laksmi Sepanjang riset ini, tim peneliti menerima bantuan dan dukungan yang amat besar dari sejumlah kontak mitra, masyarakat sipil, dan individu-individu yang berpartisipasi dalam studi kami melalui survei, wawancara, diskusi terbatas, dan lokakarya. Kami secara khusus berterima kasih kepada – Roy Thaniago, Roselina Lie, Indah Wulandari; Aliansi Jurnalis Independen (Alliance of Independent Journalists), Combine Resource Institution – Bantul, rekan-rekan di stasiun-stasiun radio komunitas; Ria Ernunsari, Dandhy Dwi Laksono, R. Kristiawan, Inaya Rakhmani; peserta magang di CIPG: Klara Esti dan Levriana Yustriani yang telah banyak berkontribusi pada riset ini. Kathryn Morrison membaca dan mengoreksi versi Bahasa Inggris laporan ini, yang dialihbahasakan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Devi Kusumaningtyas dan disunting akhir oleh Billy Aryo Nugroho. Centre for Innovation Policy and Governance iii Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: sejauh mana prinsip kewarganegaraan dijunjung oleh media Daftar Singkatan AJI Aliansi Jurnalis Independen BPP-P3I Badan Pengawas Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan BPS Badan Pusat Statistik CSO Civil Society Organisation CSR Corporate Social Responsibility Depkes Departemen Kesehatan DKI Daerah Khusus Ibukota FPI Front Pembela Islam GMDSS Global Maritime Distress and Safety System Golkar Golongan Karya Hanura Hati Nurani Rakyat HTI HizbutTahrir Indonesia Kemensos Kementrian Sosial KPI Komisi Penyiaran Indonesia KPU Komisi Pemilihan Umum LGBT Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender LSPP Lembaga Studi Pers dan Pembangunan MUI Majelis Ulama Indonesia MAVI Misionaris Awam Vincentian Indonesia MNC Media Nusantara Citra Nasdem Nasional Demokrat NGO Non-governmental Organisation Pilkada Pemilihan Kepala Daerah PON Pekan Olahraga Nasional P3SPS Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran PP Peraturan Pemerintah PWI Persatuan Wartawan Indonesia RCTI Rajawali Citra Televisi Indonesia RRI Radio Republik Indonesia SCTV Surya Citra Televisi Indonesia TPI Televisi Pendidikan Indonesia TVRI Televisi Republik Indonesia UDHR Universal Declaration of Human Rights UU Undang-Undang Centre for Innovation Policy and Governance v Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: sejauh mana prinsip kewarganegaraan dijunjung oleh media Ringkasan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji secara empiris isi media di Indonesia, cara kerja media, dan faktor yang mempengaruhi kerja media. Penelitian ini akan mengulas konten televisi di Indonesia, faktor - faktor yang mempengaruhi konten media – khususnya televisi, serta dampaknya terhadap warga negara Indonesia. 1. Meskipun dipandang sebagai pendorong proses transparansi, tingginya pertumbuhan industri media di Indonesia semenjak era reformasi 1998 menunjukkan tanda-tanda munculnya konglomerat-konglomerat media. Saat ini, 12 grup media memiliki kuasa atas hampir seluruh jaringan media di Indonesia. Praktik oligopoli media ini telah menempatkan industri media sebagai entitas yang semata-mata berorientasi kepada profit/keuntungan. Hal ini juga membuat media dapat dengan mudah dipengaruhi oleh kepentingan pemiliknya dan karenanya akan sangat menguntungkan bagi mereka yang mencari kekuasaan. Kuatnya keterkaitan antara sistem kekuasaan dan industri media ini mau tidak mau tercermin dalam bentuk konten media. 2. Tidak ada keberagaman dalam konten media. Analisis konten terhadap tayangan televisi menunjukkan bahwa penggambaran/peliputan antara kelompok mayoritas dan minoritas tidak seimbang. Kami menemukan bahwa dalam konteks geografis, isi media di Indonesia sangat berpusat kepada gambaran kehidupan kota Jakarta. Dalam konteks orientasi keagamaan, penggambaran Islam sangat mendominasi, dan dalam konteks identitas etnis, budaya Jawa sangat mendominasi. Dalam hal identitas geografis, Jakarta mendominasi konten media dengan presentase 34,1% (dengan 69,9% konten dari Jawa). Untuk konten keagamaan, identitas Islam mendominasi dengan 96,7%, sedangkan konten yang merefleksikan etnisitas didominasi oleh identitas Jawa sebesar 42,8%. Hal tersebut tidak hanya mencerminkan kurangnya keberagaman yang terbuka (open diversity), tetapi yang harus lebih diwaspadai adalah bukti adanya pemaksaan yang berlebihan terhadap konten yang condong kepada kelompok mayoritas dibandingkan kelompok minoritas. 3. Penelitian kami menyimpulkan bahwa industri media yang berorientasi kepada profit telah meminggirkan warga negara dalam ranah media itu sendiri. Konten media yang serupa merupakan bukti sederhana bahwa media melihat warga negara semata-mata sebagai konsumen, bukan sekelompok orang yang memiliki hak. Menurut dalil Hotelling, hal ini dapat diartikan bahwa konten media mengalami kesamaan (sameness) dan memiliki tingkat keberagaman yang rendah. Karena media yang didorong oleh kepentingan bisnis sangat mementingkan profit, produksi konten akan selalu terpaku dalam pakem mendapatkan keuntungan dari program yang dihasilkan. Permainan kekuasaan melalui konten media ini berbahaya karena beberapa alasan; hal ini merupakan bukti penindasan opini dalam kondisi demokrasi. Hal ini juga berbahaya bagi kekayaan budaya lokal dan memberikan penggambaran yang kurang akurat terhadap kelompok minoritas karena konten dikuasai oleh mereka yang menguasai akses terhadap media. Secara keseluruhan, bukti adanya konsentrasi dalam konten media mungkin bukanlah suatu hal yang alami, tetapi hasil dari rancangan, atau yang lebih tepat disebut sebagai “pemusatan konten”. Centre for Innovation Policy and Governance vii Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: sejauh mana prinsip kewarganegaraan dijunjung oleh media 4. Ada beberapa faktor lainnya yang secara langsung membentuk konten media seperti kepentingan pemilik, struktur organisasi media serta wartawan/pekerja media itu sendiri. Oleh karena itu, diskusi mengenai konten media tidak dapat dilepaskan dari faktor-faktor tersebut. Kami memahami gagasan bahwa tidak ada media yang bebas dari intervensi. Meski demikian, tujuan kami dalam penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana pengaruh faktor-faktor tersebut diterapkan, dalam situasi apakah intervensi tersebut terjadi dan bagaimana hal ini mempengaruhi konten media. Kekuasaan pemilik terhadap media dapat dipastikan sangat kuat, namun di sisi lain, hal ini dapat terjadi karena ruang redaksi yang memungkinkan terjadinya intervensi. Minimnya profesionalisme di kalangan wartawan juga ikut membentuk produksi konten media. 5. Di dalam industri di mana banyak politisi memiliki jaringan media, peliputan mengenai aktivitas politik dari pemilik media menjadi hal yang penting; bahkan, beberapa media memiliki tim peliputan khusus untuk melaporkan dan menyiarkan aktivitas politik tersebut. Hal ini berseberangan dengan etika jurnalistik karena media tersebut hanya meliput aktivitas dari partai yang diasosiasikan dengan pemiliknya dan tidak memberikan peliputan yang seimbang mengenai partai lainnya. Di samping pengaruh politik, ruang redaksi juga cenderung mempertimbangkan kepentingan pengiklan. Sebagai sumber pemasukan utama bagi media, pengiklan juga memiliki andil besar dalam mempengaruhi konten media. Meskipun pengiklan tidak secara langsung meminta media untuk menyesuaikan isi pemberitaan yang terkait dengan mereka, namun di beberapa media, ruang redaksi biasanya “berhati-hati” dalam memberitakan liputan yang terkait dengan pengiklan mereka untuk mempertahankan hubungan baik dengan pengiklan. Dalam beberapa kasus, wartawan bahkan memilih untuk tidak meliput berita yang berkaitan dengan pengiklan meskipun berita tersebut sangat penting. Hal ini disebabkan karena berita tersebut pada akhirnya tidak akan ditayangkan. Kami juga menemukan bahwa tidak semua media dapat dengan mudah dipengaruhi oleh pemilik maupun pengiklan. Media seperti ini biasanya memiliki tim redaksi dan wartawan yang solid sehingga mereka tidak sepenuhnya mengandalkan pemilik/ organisasi di mana mereka bekerja. 6. Minimnya profesionalisme wartawan dapat juga memiliki korelasi dengan tingginya tingkat pertumbuhan industri media yang selalu membutuhkan lebih banyak wartawan dan reporter. Sayangnya tingginya permintaan akan tenaga kerja wartawan atau reporter ini tidak diiringi juga dengan peningkatan kualitas mereka. Wartawan seringkali terlihat memiliki dualisme dalam pekerjaannya sehari-hari, yaitu sebagai pekerja profesional dan sebagai pekerja harian, di mana hal ini menciptakan tarik menarik antara jurnalisme sebagai komitmen atau jurnalisme sebagai pekerjaan. Tarik menarik ini tercermin dalam kualitas pekerjaan mereka; di mana terkadang wartawan mengabaikan etika jurnalistik Sebagian dari wartawan bahkan tidak mengetahui apa saja isi dari etika jurnalisme. Pengabaian etika jurnalisme yang dipadu dengan rendahnya pendapatan wartawan, pada akhirnya berujung kepada munculnya praktik ‘jurnalis amplop’, di mana wartawan menerima sogokan atau “hadiah” dari narasumber untuk pemberitaan yang ‘memihak’ mereka. Meskipun demikian, masih banyak wartawan yang berpegang teguh pada komitmen mereka, dan seringkali, komitmen ini terkait juga dengan tingkat upah yang layak dari perusahaan. 7. Warga negara dan organisasi masyarakat sipil dapat ikut serta dalam memperbaiki kondisi media dengan terus menerus menjadi pengamat bagi kanal media yang paling mudah diakses. Warga negara membutuhkan kanal untuk menyalurkan keprihatinan mereka mengenai media, dan organisasi masyarakat sipil dapat menyediakan kanal ini. Mengorganisir gerakan-gerakan dan meningkatkan literasi media masyarakat secara terus menerus adalah dua di antara sekian banyak hal yang dapat dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil. Kritik terhadap media seharusnya menjadi bagian dari wacana besar bagi media, dan warga negara serta organisasi masyarakat sipil harus dapat mewujudkan hal ini di masa depan. viii Centre for Innovation Policy and Governance Produksi Konten, Penentuan Hidup Bersama: sejauh mana prinsip kewarganegaraan dijunjung oleh media
Description: