Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan Volume 8, Nomor 2, Juli 2015 (59-72) ISSN 1979-5645 Politik Aliran di Bali Pasca Soeharto Gede Indra Pramana (Mahasiswa Pascasarjana Politik Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada) Email: [email protected] Abstract This paper tries to see the phenomenon of “politik aliran” in party politics in Bali. The key concept in the analysis of this paper begins from the understanding of the social cleavage on how the structure of society becomes the locus of the emergence of the party. After mapping the social locus where the social base of the party grows, attention will then be given to how the fundamental social conflict is manifested in the choices the party as a channel of interest. The research showed that the choice at the local level illustrates the pattern of choice at the national level, so that the configuration of local politics can be understood as a reflection of national politics. Issues and campaigns at the national level to influence the pattern of choice at the local level. Keywords:politikaliran, political party, social cleavage, voting behavior Abstrak Tulisan ini berusaha melihat fenomena aliran dalam politik kepartaian dalam politik lokal di Bali.Konsep kunci dalam analisis tulisan ini berangkat dari pemahaman terhadap social cleavage atas bagaimana struktur masyarakat menjadi lokus kemunculan partai. Setelah memetakan lokus sosial masyarakat dimana basis sosial partai tumbuh, perhatian kemudian akan diberikan kepada bagaimana konflik sosial yang fundamental ini termanifestasi dalam pilihan-pilihan partai sebagai penyalur kepentingan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pilihan di tingkat lokal menggambarkan pola pilihan di tingkat nasional, sehingga konfigurasi politik lokal dapat dipahami sebagai cermin dari politik nasional.Isu dan kampanye di tingkat nasional dapat memengaruhi pola pilihan ditingkat lokal. Kata kunci:politik aliran, partai politik, pembelahan sosial, perilaku memilih PENDAHULUAN Golongan Karyanya secara mencolok mengubah peta politik di Bali.Hampir selalu Tulisan ini berusaha melihat fenomena dalam setiap Pemilu pada masa Orba, Golkar aliran dalam politik kepartaian. Dengan hampir selalu menang.Akan tetapi, secara mengambil setting Bali, akan dilihat signifikan hal ini berubah sejak runtuhnya bagaimana transformasi konflik dalam sistem Orde Baru.Partai Demokrasi Indonesia kepartaian dalam satu wilayah lokal. Pada Perjuangan (PDI Perjuangan) muncul sebagai Pemilihan Umum (Pemilu) yang partai yang dominan. Dari sini muncul diselenggarakan pada 1955 di Bali, Partai anggapan bahwa Bali merupakan basis Nasionalis Indonesia (PNI) muncul sebagai tradisional dari PDI Perjuangan. Padahal jika partai dominan, disusul Partai Sosialis kita lihat ke latar sejarah, pada masa Orde Indonesia (PSI), lalu Partai Komunis Indonesia Baru Soeharto misalnya, Golongan Karya (PKI). Kemunculan Orde Baru dengan (Golkar) hampir selalu menang Pemilu sejak 59 Politik Aliran di Bali Pasca Soeharto (Gede Indra Pramana) 1971 hingga 1997. Bagaimana konfigurasi sosial.Kemudian, fokus akan diberikan aliran dalam politik kepartaian di Bali?faktor- kepada bagaimana partai-partai politik di Bali faktor apa saja yang menyebabkan memobilisasi social cleavage yang ada demi pergeseran pilihan partai politik ini? meraih suara. Kajian tentang partai politik di Indonesia dengan menggunakan kerangka cleavage METODE PENELITIAN sosial sudah banyak dilakukan (Uffen, 2008, 2012; Baswedan, 2004; King, 2003). Dalam penulisan artikel ini digunakan Semuanya melihat bagaimana hasil Pemilu metode studi literatur.Data-data bersumber 1999 dalam derajat tertentu memunculkan kepada berbagai sumber yang dapat diakses, nuansa yang sama dengan hasil Pemilu 1955. seperti media, baik cetak maupun digital Dalam konteks politik nasional, pembacaan terkait sepak terjang partai-partai politik di kontemporer teoritisi tersebut membantu Bali.Data-data tentang hasil Pemilu diambil kita melihat konteks politik aliran hari-hari melalui KPU dan juga dikumpulkan dari ini. Meski demikian, apabila diterjemahkan sumber-sumber sekunder yang relevan, dalam konteks lokal, dalam kerangka seperti hasil penelitian, buku, dan laporan desentralisasi hari ini, pembacaan mereka akademik. hanya memperlihatkan kecenderungan umum dari orientasi pilihan partai politik. HASIL DAN PEMBAHASAN Padahal, justru dalam konteks lokal akan terlihat detail yang menguraikan politik Dalam memahami politik aliran, konsep kepartaian dalam suatu wilayah. social cleavage yang ditawarkan Seymour M. Dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang Lipset dan Stein Rokkan membantu kita menimbulkan orientasi pilihan partai politik, memahami bagaimana dasar pembentukan ada beberapa konsep kunci yang dapat partai dipengaruhi oleh struktur sosial membantu kita.Pertama, pemahaman masyarakat. Struktur cleavage ini terbentuk terhadap social cleavage memberikan kita berdasarkan perjalanan historis dengan gambaran atas bagaimana struktur menekankan terhadap konflik sosial yang masyarakat yang menjadi lokus kemunculan fundamental.Lipset dan Rokkan (1967) partai. Setelah memetakan lokus sosial menerjemahkan kerangka konflik ini dalam masyarakat dimana basis sosial partai kaitannya dengan dua periode besar yang tumbuh, perhatian kemudian akan diberikan mengubah sosial masyarakat.Peristiwa kepada bagaimana konflik sosial yang pertama adalah revolusi nasional, dimana fundamental ini termanifestasi dalam pilihan- terjadi pertentangan antara pendukung pilihan partai sebagai penyalur kepentingan. kebudayaan yang tersentralisasi dan Dalam melihat formasi pembentukan partai pendukung kebudayaan lokal. Periode ini ini, penekanan akan diberikan kepada juga ditandai dengan terbentuknya periode-periode menentukan yang cleavage“agama-sekuler” dalam kerangka memengaruhi pembentukan pola orientasi perlawanan yang sama terhadap kerangka sistem kepartaian. dominasi gereja, terutama dalam bidang Karena itu, studi ini mempertimbangkan pendidikan. Peristiwa kedua adalah revolusi beberapa hal. Fokus perkembangan historis industri, yang memengaruhi pembentukan akan berusaha menunjukan transformasi kerangka ekonomi primer (Urban) dan cleavage sosial menjadi partai di Bali. Hal ini ekonomi sekunder (Rural). Pertentangan ini dilakukan dengan menguraikan konteks berlangsung antara kelas tuan tanah dan historis yang memunculkan cleavage pengusaha yang membutuhkan lahan, satu 60 Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015 untuk mempertahankan pertanian dan yang halus, seni tinggi, dan mistisisme intuitif perkebunan, yang satunya membutuhkannya dan potensi sosialnya yang memenuhi untuk mengembangkan industri. kebutuhan kolonial Belanda untuk mengisi Model pembacaan yang ditawarkan Lipset birokrasi pemerintahannya. dan Rokkan yang melihat transformasi sistem Berbagai kajian yang mencoba kepartaian ini akan lebih jelas, apabila menggunakan perspektif aliran bermunculan terlebih dahulu kita memperhatikan basis pasca karya monumental Geertz.Adalah sosial mana dari masyarakat yang Herbert Feith yang berusaha menerjemahkan membentuk pilihan-pilihan tersebut. Disinilah lebih lanjut konteks pembacaan Geertz dalam kajian Clifford Geertz menemukan kerangka orientasi pilihan politik.Seperti relevansinya dalam membantu pemahaman Geertz, Feith (1966) menekankan perbedaan kita.Dalam konteks masyarakat Jawa, Geertz orientasi dasar, atau dalam istilah lain disebut menunjukan terdapat pola-pola “Weltanschauliche Grundlagen”, yaitu pengelompokan sosial dalam masyarakat, perbedaan basis ideologi antara satu partai yang menjadi basis mobilisasi dengan partai lainnya.Basis ideologis itulah politik.Pengamatan Geertz dilakukan di yang menentukan tujuan, program atau Mojokuto, tentang bagaimana kaitan antara platform, komposisi kepribadian dalam profesi, dan penggolongan penduduk politik. Perbedaan basis ideologis di dalam menurut pandangan masyarakat berdasarkan semua hal tersebut di atas akan menentukan kepercayaan, preferensi etnis dan pandangan jarak politik dari kekuatan politik yang ada. politik.Hasilnya adalah ada tiga inti struktur Pemetaan aliran versi Feith terlihat lebih sosial yakni desa, pasar dan birokrasi “canggih” dibandingkan dengan model pemerintah yang mencerminkan tiga tipe trikotomi (abangan, santri dan Priyayi) dari kebudayaan, santri, abangan, dan Geertz karena tidak seperti Geertz yang priyayi.Struktur sosial desa “biasanya hanya melihat tradisional-religio-political- diasosiasikan kepada para petani, pengrajin system, Feith melihat adanya dua sumber dan buruh kecil –yang penuh dengan tradisi utama pemikiran politik di Indonesia. animisme upacara selamatan, kepercayaan Pertama, bersumber dari tradisi (kebudayaan terhadap makhluk halus, tradisi pengobatan, Hindu-Budha maupun Islam). Kedua, dan sihir menunjuk kepada seluruh tradisi bersumber pada aliran pemikiran barat. keagamaan abangan. Sementara pasar Peluang bagi munculnya keragaman aliran “terlepas dari penguasaan etnis Cina yang politik dimungkinkan ketika muncul tidak menjadi pengamatan Geertz Maklumat Pemerintah yang ditandatangani diasosiasikan kepada petani kaya dan oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, pedagang besar dari kelompok Islam tanggal 3 November 1945, yang menyatakan berdasarkan kondisi historis dan sosial di bahwa “Pemerintah menyukai timbulnya mana agama Timur Tengah berkembang partai-partai politik, karena dengan adanya melalui perdagangan dan kenyataan yang partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan menguasai ekonomi Mojokuto adalah mereka yang teratur segala aliran paham yang ada memunculkan subvarian keagamaan santri. dalam masyarakat”. Selanjutnya Feith Yang terakhir adalah subvarian priyayi.Varian menyatakan bahwa berawal dua sumber ini menunjuk pada elemen Hinduisme utama pemikiran politik di Indonesia inilah lanjutan dari tradisi Keraton Hindu- kemudian muncul lima aliran politik yaitu: Jawa.Sebagaimana halnya Keraton (simbol 1) Komunisme yang mengambil konsep- pemerintahan birokratis), maka priyayi lebih konsep langsung maupun tidak menekankan pada kekuatan sopan santun langsung dari Barat, walaupun mereka 61 Politik Aliran di Bali Pasca Soeharto (Gede Indra Pramana) seringkali menggunakan istilah politik 4) Nasionalisme Radikal, aliran yang dan mendapat dukungan kuat dari muncul sebagai respon terhadap kalangan abangan tradisional. kolonialisme dan berpusat pada Partai Komunisme mengambil bentuk utama Nasionalis Indonesia (PNI). sebagai kekuatan politik dalam Partai 5) Tradisionalisme Jawa, penganut Komunis Indonesia. tradisi-tradisi Jawa. Pemunculan aliran 2) Sosialisme Demokrat yang juga ini agak kontroversial karena aliran ini mengambil inspirasi dari pemikiran tidak muncul sebagai kekuatan politik barat. Aliran ini muncul dalam Partai formal yang kongkret, melainkan Sosialis Indonesia. sangat memengaruhicara pandang 3) Islam, yang terbagi menjadi dua aktor-aktor politik dalam Partai varian; kelompok Islam Reformis Indonesia Raya (PIR), kelompok- (dalam bahasa Feith) atau Modernis kelompok Teosufis (kebatinan) dan dalam istilah yang digunakan secara sangat berpengaruh dalam birokrasi umum yang berpusat pada Partai pemerintahan (pamong Praja). Masjumi; serta kelompok Islam Kelima aliran itu muncul dalam diagram konservatif atau sering disebut pemikiran politik antara tahun 1945-1965 tradisionalis yang berpusat pada yang dibuat oleh Herbert Feith (lihat Nadhadul Ulama. diagram). Diagram Lima Aliran Politik di Indonesia Seperti dinyatakan dalam diagram diatas, menyediakan model pembacaan politik aliran perspektif inilah yang menjadi kerangka dengan melihat hasil Pemilu 1999 dan Pemilu umum pembacaan model politik aliran di 2004. Uffen (2008) menggunakan cleavage Indonesia. Andreas Uffen (2008) lebih jauh sosial ala Lipset dan Rokkan untuk 62 Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015 membandingkan kiprah partai-partai pada 1955, Uffen sampai pada kesimpulan bahwa Pemilu 1999 dan 2004, kemudian terdapat kontinuitas dalam aliran politik di membandingkannya dengan hasil Pemilu Indonesia (lihat Tabel 1). Tabel 1. Perspektif CleavagesPartai Politikdi Indonesia Golkar PDI-P PKB PPP PD PK/PKS PAN Election 22.5 (1999); 33.8 (1999); 12.6 (1999); 10.7 (1999); 7.5 (2004) 1.4 (1999); 7.1 (1999); results 21.6 (2004) 18.5 (2004) 10.6 (2004) 8.2 (2004) 7.3 (2004) 6.4 (2004) (in %) Center- stronger on Java, Hindu especially relatively Java Java and Java Periphery Outer Bali, East nonspecific (Jakarta), several (especially Islands (most Christian and Central otherwise Muslim Yogyakarta) notably regions Java nonspecific dominated and Sulawesi), regions numerous also on Outer Muslim- West Java Islands dominated regions on Outer Islands State-Church secular but Secular moderately Islamism secular Islamism moderately (secularist vs strong, politicized politicized moderately especially Islam Islam politicized modernist Islamvs Muslim wing Islamism) Urban-Rural nonspecific Nonspecific rural, mostly rural, urban urban, urban, (primarily traditionalist modernist modernist modernist expressed Islam Islam, Islam Islam as modernist with Islam vs strong traditionalist traditionalist Islam) branch Capital- administrativ administrativ ulama (often Muslim professional, students and professional, Labor e elites, e elites, owners and elites, mostly professional; Muslim professional; professional; principals of strong middleclass mostly elites; nonspecific strong Islamic support base middleclass mostly regarding support boarding from base middleclass support from from lower schools), lower classes base middle and classes strong lower support from classes rural lower classes Status mostly reformasi, reformasi in mostly reformasi in reformasi in initially quoreformas status quo mostly specific status specific specific reformasi; i status quo policy areas quo policy policy areas today in since areas specific about 2001 policy areas Sumber: King (2003); Ananta, Arifin and Suryadinata (2004); Ananta, Arifin and Suryadinata (2005); Sherlock(2005); Johnson Tan (2005); Tomsa (2006); Mujani and Liddle (2007). Dikutip dari Uffen, 2008, hal. 14. Jika perspektif seperti yang telah masyarakat Indonesia umumnya, apalagi jika dipaparkan di bagian sebelumnyadigunakan dibandingkan dengan masyarakat Jawa. dalam melihat pembentukan aliran di Bali, Kedua, seperti yang akan kita lihat nantinya, akan memunculkan beberapa problem. hasil pemilihan ditingkat nasional Pertama, konteks historis masyarakat lokal berpengaruh dalam konfigurasi politik lokal. seperti Bali, tentunya berbeda dengan Karenanya, untuk lebih menyelami konteks 63 Politik Aliran di Bali Pasca Soeharto (Gede Indra Pramana) historis dari orientasi partai ini, diperlukan politik, ekonomi, atau apa saja (1977: 89). kajian lain dalam melihat dinamika politik Geertz bahkan lebih jauh meletakan sekaa ini aliran di tingkat lokal. Lebih lanjut, perlu sebagai suatu pranata sosial yang mengatur dilihat konteks mobilisasi dalam kampanye pengorganisasian masyarakat di Bali. Banjar, yang dilakukan oleh partai-partai tersebut, Desa, Subak, bahkan koperasi dibangun sehingga berhasil dalam mentransformasi dalam kerangka Sekaa ini. Prinsip utama yang struktur sosial masyarakat dalam memungkinkan semua proses ini disebut oleh Pemilu.Geertz (1977: 22) memberikan uraian Geertz sebagai kolektivisme pluralistis. bagaimana pengorganisasian masyarakat Bali Persekutuan-persekutuan sosial yang silang dalam kaitannya dengan ekspresi pilihan menyilang itu berarti bahwa hampir tak ada partai politik. seorang yang sepenuhnya terikat pada satu Pada umumnya di Bali, afiliasi politik itu lembaga yang sungguh-sungguh cenderung mengikuti kesetiaan-kesetiaan komprehensif, tanpa kemungkinan kesetiaan tradisional, sehingga kelompok kekerabatan, pada yang lain, tempat orang mencari desa, dan kelompok kasta yang bersaingan perlindungan dari tekanan-tekanan berada di pihak-pihak yang secara politis kelompoknamun tak pernah ada orang yang saling bertentangan, dan dengan demikian merasa perlu bertindak sendiri, lepas dari hanya merupakan refleksi dari posisi mereka agregasi sosial yang terang batas-batasnya di dalam struktur sosial setempat. Sampai (Geertz, 1977: 89). sekarang, daya tahan bentuk-bentuk sosial Puri merupakan pusat dimana kegiatan- tradisional masih cukup kuat untuk memaksa kegiatan ini menemukan bentuknya yang proses politik nasional terealisasi menurut paling utama.Puri adalah bagian dari suatu pengertian yang ada pertaliannya dengan sistem keseluruhan masyarakat yang keadaan di Bali sebenarnya. memungkinkan masyarakat itu melakukan Meskipun Geertz sampai pada kesimpulan pembagian kerja (produksi).Terdapat ikatan- bahwa politik aliran belum terbentuk di Bali, ikatan yang menentukan hak dan kewajiban tetapi hasil Pemilu menunjukan dalam susunan masyarakat.Disini hierarkhi pengelompokan masyarakat dalam pola yang dipandang sebagai fungsi, bukan konsekuensi mengikuti aliran dalam konteks dari pengaturan-pengaturan ini.Bentuk nasional.Geertz juga menguraikan bagaimana keseluruhannya hanya mungkin bisa berjalan pengorganisasian sosial masyarakat Bali jika semua bagian menyadari posisi, dan dalam sekaa. Sekaa adalah suatu kelompok melakukannya. Jika tidak, maka seluruh sosial, dibentuk berdasarkan satu kriteria keseimbangan dari proses ini akan hancur. yang tunggal dan eksklusif, kriteria Hal ini mungkin dapat ditemukan lebih jelas keanggotaan, dan dicurahkan untuk jika kita melihat hasil pemilihan umum mencapai tujuan sosial yang tertentu dan pertama, tahun 1955 di Bali. biasanya agak khusus, misalnya keagamaan, Tabel 2. Kursi DPRD Bali yang diduduki Partai-Partai dan Kelompok-kelompok Fungsional, 1950, 1956, dan 1960 Tahun KPNI PNI PSI PKI PRI BP MAS NU PK MUR IRMI GF Total 1950 11 9 - - - - 6 - - - 3 7 36 1956 - 16 9 2 1 1 1 - - - - - 30 1960 - 7 - 1 - 1 - 1 1 1 - 13 25 Ket. KPNI= Kesatuan Pemuda Republik Indonesia; PNI= Partai Nasionalis Indonesia; PSI=Partai Sosialis Indonesia; PKI= Partai Komunis Indonesia; PRI= Partai Rakyat Indonesia; BP= Biro Pancasila; MAS= Masyumi; NU= Nahdlatul 64 Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015 Ulama; PK= Partai Katolik; MUR= Partai Murba; IRMI= Ikatan Rakyat Murba Indonesia;GF= Golongan Fungsional: pada 1950, Petani (2), Perempuan (3), Buruh (1); pada 1960, Petani (2), Peremouan (1), Buruh (2), Pemuda (1), pemimpin Agama (2), Veteran (1), Bisnis (1), Seniman (1), Militer (2). (Sumber: Untuk 1950, Berataputra, “Perwakilan Rakjat di Bali”, 17 Februari 1951; untuk 1956, “Bunga Rampai Pemilihan Umum 1955”, Bali Post, 6 April 1977; untuk 1960, Suara Indonesia, 9 Desember 1960. Dikutip dari Robinson, 2006, hal. 296-297.) Tabel 3. Persentase Jumlah Suara dan Jumlah Kursi di DPRD yang dimenangkan oleh Tiga Partai Besar (PNI, PKI, PSI) dalam Pemilu 1955 PNI PKI PSI Lain-lain (a) Kabupaten Total Kursi % Jml. % Jml. % Jml. % Jml. Buleleng 15 63,2 10 6,0 2 1,9 0 18,9 3 Jembrana 10 56,0 6 21,5 2 0,3 0 22,2 2 Tabanan 15 41,5 6 2,9 1 51,9 8 3,7 0 Badung 15 31,7 5 7,2 1 47,3 7 13,8 2 Gianyar 15 47,4 7 3,8 1 46,1 7 2,7 0 Bangli 12 67,2 8 0,4 0 30,0 4 2,4 0 Klungkung 11 68,8 8 8,9 1 10,8 2 11,5 0 Karangasem 15 57,7 9 6,1 1 27,6 4 8,6 1 Seluruh 108 51,4(b) 59 7,9 (b) 9 30,6 (b) 32 10,2 8 Kabupaten Ket.(a) Partai-partai lain yang memperoleh sejumlah suara termasuk Biro Pancasila, Masyumi, Partai Rakyat Indonesia, Partai Rakyat Nasional, Partai Buruh, PPPRI, NU, dan Partai Murba; (b) Pengambilan suara untuk Konstituante, pada Desember 1955, menunjukkan penurunan mencolok dalam dukungan untuk PSI sampai sekitar 25% dari suara yang sah, dan peningkatan persentase suara PNI (sampai 6%) maupun PKI (sampai 8,5%) (Sumber: Angka-angka ini dihitung berdasarkan “Daftar Hasil Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakjat Nusa Tenggara Barat”. Sumber lain, “Bunga Rampai Pemilihan Umum 1955”, Bali Post, 6 April 1977, menunjukan sedikit perbedaan dalam jumlah total suara – dan persentase yang lebih besar untuk PKI. Dikutip dari Robinson, 2006, hal. 299). Masing-masing partai terbesar di langgam anmisalnya, PNI mengupayakan nasional menjadi pilihan utama di Bali, PNI dihapuskannya pembatasan tertentu dalam dan PSI, kemudian PKI.PNI pada khususnya perkawinan lintas kasta (Robinson, 2006: dianggap merupakan partai Soekarno yang 316). Meski demikian, kaum bangsawan, yang menarik kaum Republikan di Bali.Ada secara tradisional memiliki basis massa yang beberapa hal yang memungkinan kuat diterima sebagai anggota karena melihat kemenangan PNI, pertama PNI sudah potensi dukungan massa bagi partai. Ketiga, terlanjur diidentikan dengan sosok Soekarno, PNI juga dikenal sebagai partai pemerintah, presiden pertama RI. Soekarno yang secara sehingga keuntungan-keuntungan struktural terbuka mengakui dirinya setengah berdarah ini menjadi pertimbangan dalam memilih Bali, karena ibunya merupakan seorang partai.Kecenderungan bangsawan- Brahmana dari Singaraja, turut mendongkrak bangsawan ini untuk masuk ke PNI pada popularitas PNI di tingkat massa. akhirnya memengaruhi arah perkembangan Kedua, PNI di Bali secara resmi menentang partai menjadi lebih konservatif, dimana berlanjutnya pelbagai lembaga dan praktik ketegangan dengan PKI yang melancarkan feodal. Pada awal dasawarsa 1950- 65 Politik Aliran di Bali Pasca Soeharto (Gede Indra Pramana) kebijakan Land Reform berdasarkan UUPA Semenjak Pemilu 1971, Orde Baru mulai 1960. mengontrol partisipasi dan kegiatan politik. Kemenangan yang diperoleh PSI di Tahun 1972, Pemerintah menekan jumlah beberapa daerah seperti Tabanan, Badung, peserta Pemilu hanya dibatasi melalui fusi dan bersaing secara ketat di Gianyar, tak yang menghasilkan tiga kontestan, pertama lepas dari dukungan yang diberikan puri-puri Partai Demokrasi Indonesia (PDI) hasil fusi lokal terhadap partai ini.Walaupun awalnya lima partai politik yang ada sejak masa menimbulkan polemik, masuknya keluarga pemerintahan Soekarno (PNI, IPKI, Puri di Gianyar secara signifikan PARKINDO, Partai Katolik, dan Partai mendongkrak perolehan suara partai ini MURBA). Kedua Partai Persatuan dalam Pemilu.Posisi PSI yang semakin dikenal Pembangunan (PPP) fusi partai berdasar sebagai pengkritik pemerintah mendapat Islam. Dan ketiga, Golongan Karya, suatu sambutan yang luas dalam konteks golongan fungsional yang dikembangkan oleh lokal.Sebelum akhirnya dilarang, akibat pemerintah Soeharto. dicurigai dalam peristiwa-peristiwa Partai pemerintah, Golkar, hampir selalu pemberontakan di daerah pada akhir dekade menang mutlak dalam setiap Pemilu di 1950-an, partai ini merupakan menjadi Bali.Usaha-usaha untuk memuaskan penantang PNI yang kuat di Bali. pemerintah pusat juga dijalani secara Periode otoriter Orde Baru ditandai mencolok, dengan menyukseskan program- oleh kampanye Soeharto guna mendongkel program pembangunan pemerintah yang Soekarno, dengan memobilisasi Angkatan dijalankan melalui Golkar.Praktis tidak ada Darat untuk menyapu habis basis dukungan oposisi.Rakyat digerakan melalui kampanye yang terutama berasal dari PKI. Kampanye ini pembangunan, dan terutama industri berhasil membunuh kurang lebih 500.000 pariwisata. PDI hanya bertahan di beberapa hingga 1.000.0000 simpatisan dan anggota daerah, dimana Puri Satria di Denpasar Partai Komunis Indonesia, yang merupakan memang telah dikenal sebagai simpatisan PNI partai legal yang berpartisipasi dalam Pemilu sejak tahun 1950-an (Dwipayana, 1955. PKI dilarang, dan banyak tahanan 2004).Ketika rezim Orde Baru runtuh, politik korban keganasan Orde Baru dibuang seketika arus perubahan ini mengubah ke Pulau Baru. konfigurasi partai politik di Bali. Tabel 4. Persentase Jumlah Suara Partai Golkar dan PNI pada Pemilu 1971 di Bali Partai Golkar PNI 1971 83 13,5 Sumber: Disadur dari Dwipayana, 2004, hal. 103 Tabel 5. Persentase Jumlah Suara Golkar dan PDI periode Pemilu 1977-1997 di Bali Partai Golkar PDI 1977 85 13 1982 88 10 1987 88 11 1992 78 20 Sumber: Disadur dari Dwipayana, 2004, hal.103 66 Government: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Volume 8, Nomor 2, Juli 2015 Runtuhnya Orde Baru mengantarkan keputusan dan pedoman–pedoman partai rakyat Indonesia ke transisi menuju lainnya. demokrasi.Pemilu 1999 ditanggapi dengan Dalam upaya piagam perjuangan tersebut gegap gempita.PDI Perjuangan muncul secara tersirat meneguhkan kembali sebagai pemenang mutlak dalam Pemilihan komitmen Ideologi PDI Perjuangan sebagai Umum kali ini.Dengan membandingkannya partai politik yang mengusung gagasan- dengan pola pilihan pada Pemilu 1955, King gagasan pemikiran Soekarno. Hal ini bisa (2003) menyatakan bahwa pola aliran ini dilihat dari azas partai yang digunakan yakni kembali muncul di masyarakat. Pancasila yang bercirikan kebangsaan, Perubahan situasi politik inilah yang kerakyatan dan keadilan sosial (sosio kemudian direspon secara cepat oleh nasionalisme-sosio demokrasi=Marhaenisme) berbagai kelompok, termasuk PDI yang serta berpegang teguh pada prinsip berdaulat mengadakan kongres kelima di Denpasar Bali di bidang politik, berdikari bidang ekonomi 8 – 10 Oktober 1998, dan merekomendasikan dan berkepribadian didalam berbudaya untuk mengganti nama partai menjadi Partai (Trisakti). Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Sosok Megawati juga semakin dekat Perjuangan). dengan masyarakat Bali, ketika dirinya, dalam Sejak menyelenggarakan Kongres PDI masa kampanye Presiden, dinyatakan tak Perjuangan di Bali tahun 1998, sosok partai layak karena bersembahyang di Pura. baru ini menggambarkan dirinya sebagai Statemen ini dikeluarkan oleh AM Saefuddin, partai Wong Cilik. PDI Perjuangan Mentri Pangan dan Holtikultura (ketua PPP) dibandingkan sebagai PNI, partai yang waktu itu, yang menyatakan bahwa Mega identik dengan Soekarno, ayahanda bukanlah kandidat presiden yang kuat, Megawati. Hal ini tak lepas dari sosok karena selain dia perempuan, dia juga Hindu. Megawati Soekarnoputri, putri Bung Karno Statemen ini mendapatkan reaksi keras, yang selama tahun-tahun terakhir Orde Baru terutama dari umat Hindu di mengalami represi. Megawati digambarkan Bali.Pertentangan yang akut diantara sebagai sosok oposisi populer terhadap Orde pendukung Golkar dan PDI Perjuangan, yang Baru dengan dukungan kelompok-kelompok mewarnai periode akhir 1998, menjadi yang lemah secara ekonomi dan politik sejak mereda dan berbalik bersatu mengecam AM periode pemerintahan Soeharto. Saefuddin. Dalam suatu rapat akbar di Pada tahun 2000 dengan bekal Lapangan Puputan Renon Denpasar Bali yang kemenangan pada pemilu 1999, maka PDI diselenggarakan pada Oktober 1998, Perjuangan pada tanggal 27 Maret – 1 April pendukung Golkar dan PDI Perjuangan makan 2000 mengadakan Kongres pertama di bersama. Peristiwa ini menandai suatu Semarang yang menghasilkan piagam rekonsiliasi umum, dan mengancam perjuangan PDI Perjuangan sebagai haluan pemerintah Pusat dengan gerakan politik bagi partai guna menyusun AD/ART, kemerdekaan Bali.Sebagaimana terlihat program-program partai, keputusan- dalam tabel 5, pada Pemilu 1999, PDI Perjuangan menang mutlak di Bali. 67 Politik Aliran di Bali Pasca Soeharto (Gede Indra Pramana) Tabel 6. Jumlah Suara dan Kursi Partai Pemilu Legislatif DPR 1999 di Bali No Partai Persentase Jumlah kursi kursi 1 PDI Perjuangan 77,78 7 2 Partai Golkar 11,11 1 3 PKB 11,11 1 Sumber: KPU, 1999 dikutip dari laporan IFES, 2000. Kemenangan mutlak ini menandai suatu kepada liberal. Kebijakan-kebijakan tersebut pergeseran orientasi pemilih di Bali.Dalam telah melahirkan berbagai kritikan baik dari satu kali Pemilu, dukungan yang dulunya internal PDI Perjuangan sendiri, maupun diberikan kepada Golkar berubah kepada PDI kritikan dari pihak luar yang menganggap Perjuangan.Ekspektasi masyarakat terhadap bahwa PDI Perjuangan telah meninggalkan pemerintahan yang baru sangat tinggi di identitasnya sebagai partai perjuangan tengah perubahan-perubahan yang (koreksi terhadap orde baru) dan partainya berlangsung dalam bidang sosial, ekonomi, “wong cilik”. Bahkan Putranto, Zae dan dan politik.Visi partai yang mewakili “wong Simanjuntak menyampaikan bahwa kabar cilik” ini melekat, hingga Megawati menjadi tentang kisruh antar kader di kandang presiden pada 2001. Banteng justru lebih sering menghiasi PDI Perjuangan dianggap sebagai partai halaman surat kabar, dan menjadi berita pemerintah. Kinerja pemerintahannya penting di radio dan televisi, ketimbang aksi disorot, dan rakyat menunggu sejauh mana riil PDI Perjuangan dalam mengatasi keberpihakan partai wong cilik ini kepada kemiskinan atau bencana alam. Misalnya, rakyat. Euforia kemenangan pemilu 1999 disaat pintu sudah terbuka untuk berperan yang mengantarkan PDI Perjuangan pada bagi wong cilik dan bangsa Indonesia, PDIP puncak kekuasaan baik di legislatif maupun justru terbelit oleh urusannya sendiri. Para eksekutif dengan perolehan suara 35.689.073 elitnya malah saling jegal dan sikat. suara atau 33,74% telah melahirkan berbagai Kekecewaan di tingkat massa tampak persoalan baik di tingkat internal (korupsi, dengan penurunan suara perolehan pada indisipliner, dan elitis) maupun di tingkat Pemilu 2004. Meskipun secara umum PDI eksternal: kebijakan yang tidak pro rakyat Perjuangan tetap dominan, kegagalan partai seperti kenaikan BBM & tarif dasar listrik, ini memimpin tampuk pemerintahan, dan penjualan asset publik (privatisasi BUMN) tiadanya realisasi janji-janji perubahan secara maupun amandemen terhadap UUD 1945 langsung, menjadikan dukungan terhadap PDI yang dianggap oleh banyak orang sebagai Perjuangan menurun. “amandemen kebablasan” dan mengarah 68
Description: