Latar Belakang Seminar Sesuai dengan TOR yang disampaikan Panitia Ketika Amanat Agung bertemu dengan keberagaman keyakinan dan tuntutan hukum untuk saling menghormati, bagaimana kekristenan menempatkan diri dan mampu bersaksi dalam kehidupan di masyarakat? Dapatkah injil disampaikan secara efektif tanpa melanggar rambu-rambu yang dipasang untuk melindungi keyakinan seseorang atas pengaruh keyakinan lain? TUJUAN SEMINAR : • Memahami Hukum yang berkaitan dengan hidup dalam kebhinekaan. • Menghadirkan Kerajaan Allah dalam masyarakat dengan keyakinan yang heterogen. • Menolong jemaat untuk mampu berinteraksi dengan masyarakat yang beragam. Amanat Agung Gereja adalah tubuh Kristus yang mendapat amanat agung dalam Matius 28:18-20 yang bunyinya: “Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah imereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu jsenantiasa sampai kepada akhir zaman." Aplikasi Amanat Agung Realitas Kontemporer Wahid Foundation: Jaminan Hak atas kemerdekaan beragama atau berkeyakinan (selanjutnya disingkat KBB) di Indonesia masih menghadapi setidaknya, 3 level tantangan: konseptual, sosial dan hukum. Di level konseptual, konsep ini dianggap sebagai kebebasan tanpa batas yang justru bertentangan dengan nilai-nilai lokal. Pada level sosial, sebagian masyarakat seakan tidak siap menerima dan berinteraksi dengan perbedaan agama dan keyakinan. Ini terbukti dengan masih terjadinya tindakan intoleransi dan pelanggaran KBB seperti penutupan rumah ibadah, penyerangan kelompok keagamaan tertentu, penyesatan hingga penyebaran kebencian atas nama agama: dialami komunitas Ahmadiah dan Syiah, Eks Gafatar. Dampaknya: kelompok2 minoritas agama tidak bisa menjalankan kemerdekaan beragama mereka secara aman. Bahkan tidak sedikit lahir korban jiwa akibat tindakan pelanggaran KBB dan intoleransi tersebut. Apakah Benar Penyiaran Agama adalah Hak, berdasarkan Hak Asasi Manusia dan Hukum di Indonesia dan Bagaimana Pelaksanaannya ? Penyiaran agama Disatu sisi adalah Hak Memanisfestasikan Agama yang pelaksanaanya diatur dalam berbagai instrumen Hak Asasi Manusia dan Hukum nasional dan internasional namun disisi lain lebih berat menekankan pada pembatasan (limitasi) kemerdekaan beragama Pontifical council for Interreligious Dialogue, PCID (Dewan Kepausan untuk Dialog Antar Agama), World Council of Churches, WCC (Dewan Gereja se-Dunia) dan, berdasarkan undangan WCC, World Evangelical Alliance, WEA (Aliansi Injil se-Dunia) Pada awalnya, ada dua konsultasi yang diadakan: Pertama, di Lariano, Italia pada tahun 2006, dengan judul “Menilai Realitas” dimana wakil dari pelbagai Agama yang berbeda berbagai pandangan-pandangan dan pengalaman-pengalaman mereka mengenai masalah peralihan agama (conversion). Sebagian pernyataan dari konsultasi berbunyi: “Kami menegaskan bahwa, setiap orang memiliki hak untuk mengundang orang lain untuk memahami iman mereka. Namun hal itu tidak boleh dilakukan dengan melanggar hak-hak orang lain untuk memahami iman mereka. Namun hal itu tidak boleh dilakukan dengan melanggar hak-hak orang lain maupun tanpa kepekaan agama. Kebebasan beragama menuntut kepada kita semua tanggungjawab yang sama yang tidak bisa ditawar tawar yaitu menghormati agama-agama lain selain agama kita sendiri, dan jangan pernah merendahkan, menjelek-jelekkan mereka untuk tujuan menunjukkan keuggulan iman kita. Pandangan Gereja Katolik Indonesia Terhadap HAM: di Indonesia hak-hak asasi diakui secara teoritis, diperjuangkan oleh lembaga-lembaga, oleh Pers dan tokoh-tokoh pejuang HAM, namun seringkali diacuhkan dalam kenyataannya (justru) oleh alat-alat negara. Misalnya Rezim Orde lama berdalih bahwa hak- hak itu bersifat individualistis dan Orde baru mencapnya sebagai “bercorak barat”. Pada masa reformasi perjuangan demi dihormatinya hak asasi masih berjalan terus (misalnya: Penegakan hak-hak perempuan, peradilan atas pelanggaran militer di Timtim, Aceh, Papua), kebebasan memilih sendiri pelajaran agama di sekolah (yang digagalkan oleh UU Sisdiknas 2003) dll Terhadap Hukum: Produk rumusan hukum di Indonesia sudah sangat (terlalu) banyak, namun dalam prakteknya hukum belum menjadi panglima.
Description: