PEMIKIRAN ABDUL QADIM ZALLUM TENTANG JIZYAH DALAM ISLAM SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas akhirDan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (SH.I) OLEH: AKHMAD MAMBA’UL ‘ULUM NIM. 10622003725 PROGRAM S1 JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH DAN ILMU HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU 2011 ABSTRAK Skripsi ini berjudul ”Pemikiran Abdul Qadim Zallum tentang Jizyah Dalam Islam”. Tulisan ini dilatarbelakangi oleh pemikiran Abdul Qadim Zallum tentang jizyah dalam hukum Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana jizyah menurut pemikiran Abdul Qadim Zallum? (2) Bagaimana pemikiran Abdul Qadim Zallum menurut perspektif hukum Islam? Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui jizyah menurut pemikiran Abdul Qadim Zallum. (2) Untuk mengetahui pemikiran Abdul Qadim Zallum menurut perspektif hukum Islam. Sementara kegunaan dalam penelitian ini adalah (1) Mengembangkan dan mengaplikasikan disiplin ilmu yang penulis miliki selama di perkuliahan berupa penelitian. (2) Sebagai kontribusi pemikiran dalam dunia pendidikan tertutama pembahasan tentang jizyah. (3) Sebagai bahan referensi bagi penulis selanjutnya, berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. (4) Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) di Fakultas Syari’ah dan Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian ini adalah penelitian perpustakaan (libary Research); dimana mengumpulkan data dari buku karangan Abdul Qadim Zallum yang berjudul “an- Amwal fi al-Daulah dengan judul terjemahan Sistem Keuang Negara Khilafah sebagai sumber data primer, dan ditambah serta diperkuat dengan buku-buku penunjang lain yang membahas tentang permasalahan dalam penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif; yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung. Dalam hal ini peneliti menguraikan, menggambarkan dan menganalisis pemikiran atau pendapat Abdul Qadim Zallum tentang jizyah. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan metode deskriptif analitik; yaitu penelitian yang menggambarkan atau melukiskan tentang kaidah subjek dan objek penelitian berdasarkan fakta- fakta yang ada. Di samping itu, dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan conten analysis; pada dasarnya merupakan suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan mengelola pesan, atau suatu alat untuk mengobservasi dan menganalisis isi perilaku dan komunikasi yang terbuka dari komunikator yang dipilih. Dalam pemikiran Abdul Qadim Zallum, dimana Islam memiliki konsep yang khas dan unik tentang jizyah (pajak) yang diwajibkan kepada warga negara; djelaskan bahwa jizyah hanya diwajibkan kepada non-muslim yang tinggal di bawah kekuasaan Islam (ahlu dzimmah). Jizyah (pajak) tersebut tidak diwajibkan kepada muslim karena bagi seorang muslim ada kewajiban lain yang diperintahkan kepadanya yaitu kewajiban zakat. Sementara fakta saat ini, pajak diwajibkan tidak hanya kepada non muslim (ahlu dzimmah), akan tetapi kepada setiap warga negara, baik muslim maupun non muslum. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa jenis pajak yang diwajibkan, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak rumah makan, restoran dan lain sebagainya. vi Adapun konsep jizyah menurut Abdul Qadim Zallum adalah: 1. Jizyah menurut pemikiran Abdul Qadim Zallum, terdiri atas: a. Jizyah adalah hak yang Allah SWT berikan kepada kaum Muslim dari orang-orang kafir sebagai tanda bahwa mereka tunduk kepada Islam. Oleh karena itu, apabila orang-orang kafir (ahlu dzimmah) telah memberikan jizyah-nya, maka wajib bagi kaum muslim untuk melindungi jiwa dan harta mereka. b. Pihak yang diwajibkan jizyah; Secara garis besar, ada dua kalangan dari ahlu dzimmah yang diwajibkan jizyah yaitu dari kalangan ahlu kitab (Yahudi dan Nasrani) dan selain ahlu kitab seperti majusi, komunis, hindu, budha dan sebagainya. c. Penghentian jizyah; dimana diuraikan bahwa dihentikannya pemungutan jizyah dari ahlu dzimmah ketika mereka memeluk Islam. d. Besar (kadarnya) pembayaran jizyah; Adapun besarnya jizyah yang diwajibkan kepada ahlu dzimah bersifat variatif (bermacam-macam). Hal ini dilihat aktivitas dan kebijakan yang dilakukan di masa Rasul SAW dan generasi setelah Beliau SAW, seperti Khalifah Umar bin al-Khattab. e. Waktu pembayaran; Permasalahan tentang waktu pembayaran terhitungan setelah berlalunya waktu setahu dengan perhitungan sesuai bulan qomariyyah (mulai dari Muharram sampai Dzulhijjah), dan f. Penggunaan jizyah; menurut Abdul Qadim Zallum dan merupakan kesepakatan jumhur ulama bahwa penggunaan jizyah adalah digunakan untuk kemaslahatan dan urusan kaum muslimin seperti jihad fi sabilillah. 2. Pemikiran Abdul Qadim Zallum menurut perspektif hukum Islam Setelah dilakukan analisis menurut perspektif hukum Islam, maka dapat disimpulkan bahwa pemikiran Abdul Qadim Zallum tentang jizyah dalam Islam tidak bertentangan dengan Islam. Meskipun ditemukan perbedaan antara pemikiran Abdul Qadim Zallum dan para ulama lainnya. Akan tetapi, perbedaan tersebut hanya dari sisi pemahaman terhadap dalil- dalil syara’ dan perbedaan-perbedaan tidak keluar dari asas dan dasar hukum Islam. Akan tetapi, perbedaan tersebut merupakan kekayaan yang dimiliki oleh kaum muslimin. Dari analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemikiran Abdul Qadim Zallum tentang jizyah tidak bertentangan dengan hukum Islam. vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PENGESAHAN NOTA DINAS PERSEMBAHAN ABSTRAK.......................................................................................... i KATA PENGANTAR........................................................................ iii DAFTAR ISI....................................................................................... vi DAFTAR TABEL.............................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah ................................................. 1 B.Batasan Masalah.............................................................. 7 C. Rumusan Masalah........................................................... 8 D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian.................................... 8 E.Metode Penelitian............................................................ 9 F.Sistematika Pembahasan ................................................ 11 BAB II BIOGRAFI ABDUL QADIM ZALLUM A.Sejarah Hidup Abdul Qadim Zallum.............................. 12 B.Pendidikan dan Perjuangan Abdul Qadim Zallum.......... 12 C. Karya-karya yangdihasilkan........................................... 18 BAB III JIZYAH DALAM ISLAM A.Pengertian dan Dasar Hukum Jizyah.............................. 20 B. Pembagian Jizyah ........................................................... 24 C. Subjek dan Objek Jizyah................................................. 26 D. KadarJizyah .................................................................. 29 E. Pemanfaatan Jizyah......................................................... 32 viii BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Jizyah Menurut Pemikiran Abdul Qadim Zalum........... 33 B. Pemikiran Abdul Qadim Zallum Menurut Hukum Islam................................................................................ 49 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan..................................................................... 56 B.Saran-Saran...................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN ix 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam merupakan sebuah sistem kehidupan dan risalah bagi semesta alam. Oleh karena itu, Negara harus menerapkan dan mengembannya ke seluruh penjuru dunia. Islam mengenal Negara sebagai Negara Khilafah, yang memiliki bentuk unik dan memiliki metode tersendiri (Min Hajjin Nubuwwah). Sebuah Negara yang memiliki format yang berbeda dari seluruh format Negara yang ada di dunia, baik dalam asas yang menjadi pijakannya, struktur-strukturnya, konstitusi maupun Perundang-Undangannya, yang diambil dari al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW, yang mewajibkan Khalifah (pemimpin) dan umat (rakyat) untuk berpegang teguh kepada al- Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, menerapkannya dan terikat dengan hukum-hukumnya; karena seluruhnya adalah syari’at Allah SWT, dan bukan peraturan yang berasal dari manusia1. Islam telah mengharuskan Negara Khilafah menyelenggarakan pemeliharaan seluruh urusan umat dan melaksanakan aspek administratif terhadap harta yang menjadi pemasukan Negara, termasuk juga cara penggunaannya, sehingga memungkinkan bagi Negara untuk memelihara urusan umat dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Dalil- dalil syara’ telah menjelaskan sumber-sumber pendapatan (harta) Negara, jenis-jenisnya, cara perolehannya, pihak-pihak yang berhak menerimanya serta pos-pos pembelanjaannya2. 1 Taqiyuddin An-Nabhany, Sistem Pergaulan Dalam Islam, (Bogor: Izzah, 2003), edisi mu’tamaddah,cet, ke-6,h.181. 2 Abdul Qadim Zallum, al-Amwal fi al-Daulah, diterjemahkan oleh Ahmad S, dkk, Sistem Keuangan Negara Khilafah,(Jakarta: HTI Press, 2004),cet.ke-3,h.12. 1 2 Adapun pemasukan dari Negara Khilafah diantaranya adalah jizyah. Jizyah adalah hak yang Allah SWT berikan kepada kaum muslimin dari orang-orang kafir sebagai tanda bahwa mereka tunduk kepada Islam. Apabila orang-orang kafir itu telah memberikan jizyah, maka wajib bagi kaum muslimin melindungi jiwa dan harta mereka3. Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad al-Husaini menjelaskan tentang jizyah, yaitu harta yang diambil dengan rela sama rela, karena kita memberikan kebenaran kepada mereka yang tinggal di negeri-negeri kita, atau karena ada pertalian darah, keturunan dan harta benda yang kita lindungi, atau karena kita menahan diri dengan tidak memerangi mereka4. Berdasarkan pengertian di atas, sehingga dapat dipahami bahwa jizyah adalah bentuk pajak yang hanya diwajibkan kepada orang-orang kafir yang tinggal di bawah Negara kekuasaan Islam yaitu Khilafah Islamiyyah. Pemberian jizyah oleh orang-orang kafir merupakan bentuk pengakuannya terhadap Islam, sementara mereka tetap pada agama asal mereka (selain Islam). Oleh karena itu, ketika mereka membayar jizyah, maka hak mereka sama dengan hak yang dimiliki kaum muslim yang harus diberikan oleh Negara. Ketentuan jizyah ini berdasarkan firman Allah SWT dalam al-Qur’an yang berbunyi: 3Ibid,h.74. 4 Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Al-Husaini, Kifayatul Akhyar, Bahagian kedua, penerjemah KH. Syarifuddin Anwar dan KH. Mishbah Mustafa, (Surabaya: Bina Iman, 1993),cet. Ke-2,h.449. 3 Artinya : “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah5 dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”(TQS. at-Taubah [9]: 29)6. Selanjutnya, jika dilihat fakta dan realita pada saat ini, dimana bentuk kewajiban yang dibebankan kepada orang-orang kafir yang tinggal di bawah kekuasaan Islam berupa jizyah, dikenal dengan sebutan pajak. Dessy Anwar dalam kamusnya menuliskan, pengertian pajak adalah iuran yang wajib dibayar oleh rakyat sebagai sumbangan yang diberikan kepada Negara, Provinsi, Kotapraja dan sebagainya7. Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa pajak merupakan kewajiban yang dibebankan kepada setiap warga Negara, seperti Indonesia. Kewajiban membayar pajak bersifat umum dan menyeluruh, termasuk kaum muslimin. Jika dilihat dengan teliti, pajak yang diwajibkan kepada rakyat ada yang berskala nasional yang diberikan kepada Negara, berskala wilayah yang diberikan kepada Provinsi dan berskala daerah yang diberikan kepada Kabupaten/Kota. 5 Jizyah ialah pajak per kepala yang dipungut oleh pemerintah Islam dari orang-orang yang bukan Islam, sebagai imbangan bagi keamanan diri mereka. Lihat Departemen Agama RI, al- Qur’an dan Terjemahan,(Jakarta: Syamil Cipta Media, 2005),cet. Ke-5,h.191. 6Ibid. 7 Dessy Anwar, Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Abditama, 2001), cet. Ke-1, h. 302. 4 Adapun beberapa jenis pajak yang diwajibkan oleh Negara kepada rakyat adalah sebagai berikut: 1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 2. Pajak Penghasilan (PPh) 3. Pajak rumah makan, restoran dan lain sebagainya8. Dari uraian di atas, penulis menilai bahwa pajak merupakan bentuk sumbangan yang diberikan oleh rakyat kepada Negara. Faktanya, sumbangan (pajak) diberikan oleh rakyat kepada Negara bersifat mengikat dan dalam setiap kondisi. Hal ini sungguh berbeda dengan fakta yang ditemukan ketika Islam berkuasa dan memimpin dunia. Dimana, jizyah (pajak) hanya diwajibkan kepada orang-orang kafir saja yang tinggal di bawah kekuasaan Islam (Daulah Islamiyyah), dan tidak kepada setiap warga Negara. Sebagaimana dikutip dari pemikiran Abdul Qadim Zallum, beliau menerangkan bahwa pihak-pihak yang berkewajiban membayar jizyah di Negara Khilafah adalah sebagai berikut: 1. Jizyah diambil dari ahli kitab seperti diwajibkannya jizyah atas orang- orang Yahudi dan Nasrani9; Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam al-Qur’an yang berbunyi: Artinya : “Dari orang-orang yang diberi al-Kitab” (TQS. at-Taubah [9]: 29)10. 8http//:www.prov.riau.gov.id. 9Abdul Qadim Zallum,loc.cit. 10Departemen Agama RI,op.cit,h.75. 5 Selanjutnya, pada zaman Rasulullah SAW, kewajiban jizyah berdasarkan kepada aktifitas Beliau SAW selaku kepala Negara dalam mengambil jizyah kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Sebagaimana terdapat dalam Sabdanya yang berbunyi: ﻰَﻟإ ﺪٍﻤﱠﺤَ ﻣُ ﻦْ ﻣِ : ﻪِﻴِﻓ َءﺎﺟَ ﺚُ ﻴْﺣَ ﻦِ ﻤََﻴْﻟا ﻞِﻫَْأ ﻰَﻟإ لِﻮﺳُﺮﱠﻟا بَ ﺎَﺘِﻛ } ﺪٍﻴْـَﺒُﻋ ﻮُﺑَأ ىوَرَوَ ﻪِﻴَْﻠﻋَوَ ﻢْ ﻬَُﻟ ﺎﻣَ ُﻪَﻟ , ﻦَ ﻴِﻨﻣِﺆْﻤُْﻟا ﻦْ ﻣِ ُﻪﱠﻧﺈَِﻓ ﻲﱟِﻧاﺮَﺼْ َﻧ وَْأ يﱟ دِﻮﻬُـَﻳ ﻦْ ﻣِ ﻢََﻠﺳْ َأ ﻦْ ﻣَ ُﻪﱠﻧَأوَ . . ﻦِ ﻤََﻴْﻟا ﻞِﻫَْأ { ُﺔَﻳﺰْﺠِْﻟا ﻪِﻴَْﻠﻋَوَ ﺎﻬَـﻨْﻋَ ﻦُ َﺘﻔُْـﻳ ﻻَ ُﻪﱠﻧﺈَِﻓ ﻪِِﺘﱠﻴِﻧاﺮَﺼْ َﻧ وَْأ ﻪِِﺘﱠﻳدِﻮﻬُـَﻳ ﻰَﻠﻋَ نَ ﺎﻛَ ﻦْ ﻣَوَ , ﻢْ ﻬِﻴَْﻠﻋَ ﺎﻣَ Artinya : “Dan diriwayatkan oleh Abu Ubaidah (sekiranya datang kepada ahli Yaman kitab Rasul: dari Muhammad kepada ahli Yaman. Dan bahwasanya siapa saja yang Islam dari golongan Yahudi atau Anshar, maka sesungguhnya dia dari orang-orang beriman. Baginya harta mereka dan atasnya yang ada padanya. Barangsiapa yang telah memeluk agama Yahudi atau Nasrani tidak ada fitnah baginya dan wajib baginya membayar jizyah)” (HR. Muslim)11. 2. Jizyah juga dipungut dari orang-orang selain Ahli Kitab, seperti Majusi, Shabiah, Hindu dan orang-orang Komunis12. 3. Jizyah diwajibkan bagi laki-laki yang sehat akalnya serta baligh; dan jizyah tidak diambil dari anak-anak, orang gila dan wanita13. Menurut Abdul Qadim Zallum, harta jizyah yang telah dikumpulkan dari non muslim, selanjutnya harta tersebut disepakati untuk disimpan di Baitul Maal (kas Negara). Hal ini sebagaimana penggunaan fa’i14 dan kharaj15. Dimana, harta-harta tersebut digunakan untuk kemaslahatan kaum muslimin dan keperluan jihad fi sabilillah16. 11M. Nasiruddin Al-Bani,Ringkasan Shahih Muslim,(Jakarta: Gema Insani, 2005),cet. Ke9, h.713. 12Abdul Qadim Zallum,op.cit,h.75. 13Ibid,h.77. 14Faiadalah segala sesuatu yang dikuasai kaum Muslim dari harta orang kafir dengan tanpa pengerahan pasukan berkuda maupun unta, juga tanpa bersusah payah serta (tanpa) melakukan peperangan.Ibid,h.46. 15 Kharaj adalah hak kaum Muslim atas tanah yang diperoleh (dan menjadi bagian ghanimah) dari orang kafir, baik melalui peperangan maupun perjanjiandamai.Ibid,h.54. 16 Ibid,h.84.
Description: