Peneliti melihat, bahwa para warga DAS Brantas merasa sangat homy, bahagia, ayem tentram, dan senantiasa bersyukur kepada Tuhan YME karena meyakini pilihan tempat tinggalnya adalah hal terbaik bagi dirinya. Pada sisi lain, standar moral lingkungan melihat tindakan para warga itu adalah sesuatu yang anomali, sesuatu yang aneh, ganjil. dan tidak normal. Oleh karena itu, melalui perspektif sosiologi pengetahuan dari teoori interaksionisme simbolik George H. Mead, peneliti mencoba membongkar dunia subyektif warga DAS Brantas.
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemaknaan warga bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan situasi dan kondisi DAS Brantas. Secara kategoris, pemaknaannya adalah sebagai berikut: 1) Dalam fase awal: (a) Tidak pernah terpikirkan ancaman banjir; (b) Ancaman banjir itu mengkhawatirkan bagi keselamatan diri; 2) Dalamfase pada waktu kejadian: (a) BAnjir itu menaktukan; (b) Banjir itu ancaman bagi ketenangan dan keselamatan jiwa, serta harta benda; 3) Dalam fase pasca banjir: (a) BAnjir itu ujian; (b) Banjir itu cobaan; (c) Banjir itu musibah; (d) Banjir itu beresiko; (e) Banjir itu takdir; 4) Dalam fase akhir (setelah sekian tahun tidak ada banjir yang melanda pemukiman): Banjir DAS itu bukan ancaman, karena tidak pernah ada korban jiwa.
Setiap orang memiliki definisi diri, tafsir lingkungan, dan cara menata kehidupannya sendiri-sendiri. Kebahagiaan (tentreming ati) itu bisa direguk jika kita bisa berdamai dengan realita, dan damai itu harus dimulai dari diri sendiri. Selamat membaca, semoga bada manfaatnya.