ebook img

Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ... PDF

32 Pages·2017·1.2 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Pemahaman Dan Penggunaan Pemali Oleh Masyarakat Toraja Dalam Kaitannya Dengan Perilaku ...

1 Pendahuluan Indonesia merupakan negara berkembang yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras. Kemajemukan inilah yang melatarbelakangi perkembangan budaya yang berefek pada pola tingkah laku dalam suatu kelompok masyarakat. Ada banyak hal menyangkut budaya yang sangat memengaruhi tingkah laku masyarakat, salah satunya adalah praktek penggunaan pemali dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kehidupan bermasyarakat, pemali bukanlah hal yang asing di telinga masyarakat. Hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2010) terhadap 83 orang dengan sampel acak melalui kusioner yang diisi secara online melalui website Polldaddy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua responden pernah mendengar tentang pemali. Kebanyakan dari mereka sering atau pernah mendengar pemali dari orang tua yaitu 58 responden (41%), dari nenek atau kakek 39 responden (28%), dan dari teman 33 responden (23%), dan lainnya 11 responden (8%). Responden yang menyatakan pemali berhubungan dengan agama adalah 12 responden (15% ), responden yang menyatakan pemali tidak berhubungan dengan agama adalah 68 responden (83%), dan responden yang tidak menjawab adalah 2 responden (2%). Di Indonesia, budaya untuk menjaga dan melestarikan pemali masih terasa sangat kental, khususnya untuk beberapa lapisan masyarakat atau suku tertentu. Salah satu contoh nyata daerah dan masyarakat yang mayoritas penduduknya masih meyakini dan melestarikan pemali adalah masyarakat Toraja. 2 Praktek penggunaan dan pengaruh pemali cukup kental terasa pada masyarakat di Kabupaten Toraja Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Keyakinan masyarakat Toraja terhadap pemali diwujudkan dalam perilaku taat dan tidak melanggar pemali yang diyakini dapat menghindarkan mereka dari konsekuensi berupa penyakit, gagal panen, maupun kejadian-kejadian buruk lainnya. Pandangan masyarakat mengenai pemali ialah sebuah ajaran yang diturunkan atau diwariskan oleh leluhur, berisikan aturan-aturan etis dan ritus serta simbol-simbol menghubungkan manusia secara khas dengan tatanan faktual, baik dengan yang ilahi, maupun dengan sesama manusia dan alam. Kepercayaan inilah yang membentuk pandangan hidup masyarakat Toraja dan menjadi budaya yang melekat dengan begitu kuatnya. Meskipun banyak dari masyarakat Toraja yang mengatakan bahwa pemali tidak berlaku lagi seperti zaman dulu, karena sekarang orang telah memiliki kepercayaan kepada Tuhan atau beragama, namun hingga kini dalam kehidupan sehari–hari tanpa mereka sadari mereka tetap melakukannya. Salah satu bukti nyata yaitu penerapan pemali dalam kehidupan sehari-hari ditunjukkan oleh partisipan sebagai wujud ketaatan mereka terhadap pemali, yaitu dengan tidak melakukan perbuatan ataupun mengkonsumsi beberapa jenis makanan yang dianggap pemali. Tindakan tersebut didasari sebuah keyakinan yang menjadi acuan mereka sampai saat ini, bahwa taat terhadap pemali khususnya jika mereka tidak mengkonsumsi beberapa jenis daging yang dianggap pemali jika dicampur secara bersamaan, dapat menghindarkan mereka dari jenis penyakit tertentu dan kemalangan lainnya. 3 Pola hidup tersebut terus berlangsung sampai saat ini, dan menjadi proses yang berkesinambungan dari generasi ke generasi, karena partisipan mewariskannya kepada anak dan cucu mereka. Kajian Teoritik Berikut akan dipaparkan teori-teori yang menjadi acuan dalam penelitian ini, meliputi teori tentang pemali, perilaku kesehatan, regulasi diri, aluk todolo serta penjelasan tentang suku Toraja. Pemali Pemali sering disebut dengan istilah taboo, berasal dari kata Polinesia. Istilah tersebut pertama kali digunakan oleh kapten James Cook. Farberow (dalam Evans, Averi, & Pederson, 1999) mengatakan bahwa dalam kata taboo terkandung makna yakni diperbolehkan dan dilarang, yang harus dan tidak boleh dilakukan, dimana pengembangannya dilakukan oleh masyarakat untuk para anggotanya dengan tujuan untuk melindungi diri dan sebagai motivasi untuk meningkatkan tradisi, sehingga dalam pemali terkandung konsep menjaga. Pemali mempunyai dua makna yang berlawanan arah, pada satu sisi ia berarti kudus dan suci, tetapi di sisi lain berarti aneh, berbahaya, terlarang, dan kotor. Menurut Freud (2002) yang sedang kita hadapi adalah suatu bangsa primitif yang menerapkan seperangkat batasan atas diri mereka sendiri, ini dan itu dilarang tanpa alasan yang jelas. Mereka (bangsa primitif) juga tidak pernah mempertanyakan hal ini, sebab kepatuhan mereka pada batasan-batasan ini adalah sesuatu hal yang wajar bagi 4 mereka dan meyakini bahwa suatu pelanggaran secara otomatis akan mendapatkan hukuman yang lebih berat. Sedangkan menurut Kamal (2009) pemali adalah larangan sosial yang kuat, yang berkaitan dengan setiap area kegiatan manusia atau kebiasaan sosial yang dinyatakan sebagai suci dan terlarang. Orang Mesir kuno percaya bahwa pemali ditanamkan oleh dewa khususnya pada benda, tindakan, bangunan, dan bahkan individu. Mereka meyakini bahwa hanya pencipta yaitu dewa sendiri atau raja yang dapat mengubah pemali, sehingga bagi masyarakat Mesir kuno pemali merupakan gabungan dari agama, ritual larangan, dan penghindaran yang memengaruhi semua aspek kehidupan mereka. Bagi Margaret Mead (dalam Steiner, 1956) pemali dapat didefiniskan sebagai sanksi negatif, siapa yang melakukan pelanggaran maka hasilnya akan otomatis tanpa mediasi dengan manusia. Wardhaugh (dalam Chu, 2009) mengatakan bahwa pemali ditetapkan karena orang percaya bahwa ketidaksesuaian akan mendatangkan konsekuensi yang berbahaya bagi mereka, baik karena perilaku non-verbal ataupun perilaku verbal, diakibatkan karena melanggar kode moral masyarakat berdasarkan keyakinan supranatural. Kewenangan dibalik larangan- larangan sering dikaitkan dengan kekuatan supranatural dan bahaya yang melekat pada perilaku itu sendiri, sehingga melanggar pemali dapat membawa sial baik itu untuk diri sendiri maupun bagi keluarga. 5 Selanjutnya akan dijabarkan mengenai klasifikasi serta objek pemali menurut beberapa tokoh. Kamal (2009) mengklasifikasikan taboo dalam masyarakat Mesir kuno ke dalam dua bagian yaitu pemali mengkonsumsi makanan tertentu diantaranya babi, ikan, dan madu. Pemali terhadap tindakan misalnya tindakan yang dapat menyebabkan pencemaran di sungai nil, menerima suap atau sogokan, tindakan kriminal seperti pencurian dan pembunuhan, mengkonsumsi hewan kurban, merusak kesucian tempat yang dianggap suci. Menurut Freud (2002) objek-objek dari pemali terdiri dari tiga bagian, yang pertama yaitu pemali langsung yang dimaksudkan untuk melindungi orang penting meliputi kepala suku, pendeta, dan barang-barang dari mara bahaya, menjaga kaum yang lemah yaitu perempuan dan anak-anak dari mana (pengaruh magis) yang kuat, melindungi diri dari bahaya yang muncul akibat memakan makanan tertentu, mengamankan manusia dari murka atau kuasa dewa-dewa dan roh–roh, mengamankan bayi yang belum lahir dan anak kecil yang memiliki hubungan emosi yang khusus dengan orang tuanya dari akibat tindakan-tindakan tertentu, dan yang lebih penting pengaruh-pengaruh makanan. Objek yang kedua, yaitu pemali yang diberlakukan untuk melindungi kekayaan, alat–alat, dll, milik seseorang dari curian. Objek yang ketiga, pemali yang umum diberlakukan di suatu wilayah yang luas, sama dengan larangan gerejawi dan bisa berlaku lama. Menurut Freud (2002) terdapat beberapa cakupan dari pemali, yaitu sifat suci (atau kotor) dari orang atau benda, jenis larangan yang diakibatkan oleh sifat tersebut, dan kesucian (atau kekotoran) yang diakibatkan oleh pelanggaran terhadap larangan tersebut. 6 Perilaku Kesehatan Pada dasarnya setiap individu mempunyai keinginan untuk selalu berada dalam kondisi yang sehat dan normal, sehingga jika merasa kondisi kesehatan terancam atau terganggu diakibatkan oleh penyakit, maka mereka terdorong untuk melakukan sebuah upaya guna untuk mengembalikan dan meningkatkan kondisi kesehatan mereka. Pemahaman partisipan mengenai timbulnya penyakit tertentu diakibatkan karena pelanggaran terhadap pemali. Pemahaman serta keyakinan tersebut terbentuk berdasarkan pengalaman pribadi, serta informasi yang mereka dapatkan dari lingkungan terdekat, dan kemudian mendorong mereka untuk melakukan tindakan bertujuan untuk mempertahankan kondisi kesehatan mereka terlebih untuk pencegahan. Untuk menjelaskan lebih rinci, maka digunakan teori perilaku kesehatan dengan model regulasi diri dari Leventhal. Prinsip utama dari model ini adalah setiap orang akan membentuk representasi kognitif terhadap ancaman kesehatan, yang kemudian mengarahkan mereka untuk memilih sebuah tindakan yang dapat mengatasi ancaman tersebut. Gochman (dalam Conner, 2002) mendefinisikan perilaku kesehatan sebagai pola perilaku, tindakan dan kebiasaan yang berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan, untuk pemulihan kesehatan serta peningkatan kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. 7 Pemeliharaan kesehatan mencakup pencegahan atau perlindungan diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari peyembuhan apabila sakit atau terkena masalah terkait dengan kesehatan. Menurut Saunders (dalam Foster & Anderson, 1986) munculnya berbagai masyarakat menciptakan suatu strategi adaptasi baru dalam menghadapi penyakit, suatu strategi yang memaksa manusia untuk menaruh perhatian utama pada pencegahan dan pengobatan penyakit. Dalam usaha untuk menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, nilai-nilai, ideologi, sikap, adat- istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu. Menurut Aguirre (dalam Foster & Anderson, 1986) pada umumnya tindakan preventif merupakan tingkahlaku individu yang secara logis mengikuti konsep tentang penyebab penyakit, sambil menjelaskan mengapa orang jatuh sakit, sekaligus mengajarkan tentang apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyakit tersebut. Jika masyarakat percaya bahwa penyakit terjadi karena dikirim oleh dewa-dewa atau leluhur yang marah untuk menghukum suatu dosa, prosedur yang nyata untuk mencegahnya adalah pengakuan dosa, observasi yang cermat tehadap pantangan-pantangan sosial dan pelaksanaan yang seksama atas ritus-ritus serta upacara-upacara yang ditujukan terhadap dewa-dewa dan para leluhur. 8 Menurut Leventhal (dalam Ogden, 2007) terdapat beberapa faktor–faktor yang dapat memprediksikan perilaku sehat meliputi : - Faktor sosial, meliputi norma-norma sosial. Norma sosial bersifat mengikat, setiap norma yang terdapat dalam suatu masyarakat merupakan nilai-nilai sosial, yang harus ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat setempat. - Faktor genetik. - Faktor emosional, meliputi rasa takut, cemas, dan depresi. Faktor emosional akan mengalami perubahan jika merasa dirinya dalam bahaya, sehingga munimbulkan emosi-emosi negatif. - Persepsi terhadap gejala, meliputi pandangan setiap individu terhadap gejala-gejala suatu penyakit, banyak hal yang berperan dalam membentuk persepsi individu salah satunya yaitu kognisi. - Keyakinan atau kepercayaan, keyakinan setiap individu terhadap suatu penyakit dapat memberi sumbangsih terhadap perkembangan penyakit serta perilaku mereka. Model Regulasi Diri Menurut Carver, Scheier, Vohs dan Baumeister (dalam Wit & Ridder, 2006) istilah regulasi diri sering digunakan untuk mengacu pada upaya manusia mengubah pikiran, perasaan, keinginan, dan tindakan dalam mencapai tujuan mereka. Leventhal (dalam Ogden, 2007) menjabarkan model regulasi diri ke dalam tiga tahap yaitu interpretasi, koping, dan penilaian. 9 Tahap pertama yaitu interpretasi, individu menginterpretasikan gejala suatu penyakit yang timbul melalui dua jalur, yaitu persepsi gejala (symptom perception) dan pesan sosial (social messages). Persepsi gejala (symptom perception) dimana individu memahami dan menilai sebuah gejala berdasarkan pengalaman mereka, selain itu informasi tentang sebuah penyakit diperoleh oleh individu dari lingkungan sosial (keluarga, teman, tetangga, media). Persepsi terhadap gejala penyakit memengaruhi bagaimana seorang individu menafsirkan sebuah penyakit. Persepsi dipengaruhi oleh mood dan kognisi. Interpretasi individu terhadap gejala penyakit atau masalah membentuk sebuah representasi terhadap ancaman bagi kesehatan meliputi, identitas mencakup pemberian label pada penyakit, penyebab dari penyakit, konsekuensi atau akibat yang ditumbulkan, rentang waktu, dan pengobatan, selain hal tersebut, interpretasi individu terhadap sebuah penyakit memunculkan atau menimbulkan respon emosional terhadap ancaman kesehatan berupa rasa takut, cemas, dan depresi. Sekali individu menerima informasi tentang kemungkinan dari suatu penyakit melalui jalur yang telah disebutkan pada paragraf di atas, menurut teori pemecahan masalah (problem solving) maka orang tersebut akan termotivasi untuk kembali pada keadaan normal. Pada tahap selanjutnya individu mulai mempertimbangkan dan mengembangkan strategi koping. Koping terdiri dari dua kategori besar yaitu, pendekatan koping (mis. pergi ke dokter, beristirahat, berbicara dengan kerabat terkait dengan emosi atau perasaan), penghindaran koping (mis. Penolakan atau menyangkal, harapan kosong). 10 Saat menghadapi penyakit, seseorang akan mengembangkan strategi koping untuk kembali pada keadaan yang sehat dan normal. Taylor dan rekannya (dalam Ogden, 2007) menguraikan tiga proses yang dilakukan seseorang untuk menyesuaikan diri dalam kondisi yang mengancam atau berbahaya (termasuk penyakit) meliputi mencari arti atau makna, mencari keahlian, dan proses peningkatan atau perbaikan diri–saya lebih baik dari banyak orang. Ketiga proses tersebut adalah inti untuk mengembangkan dan mempertahankan khayalan, bahwa khayalan merupakan proses adaptasi kognitif. Pada tahap yang terakhir orang akan mengevaluasi strategi koping yang mereka gunakan apakah efektif atau sebaliknya. Jika dinilai efektif, maka strategi tersebut tetap digunakan dan diteruskan, begitupun dengan sebaliknya jika strategi tersebut dinilai tidak efektif maka orang akan termotivasi untuk mencari alternatif lainnya.

Description:
Pandangan masyarakat mengenai pemali ialah sebuah ajaran yang diturunkan .. Ajaran serta perilaku yang ditunjukkan .. University of Leeds UK.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.