ebook img

PELAKSANAAN IBADAH HAJI ABAD KE 19 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLAWANAN PDF

15 Pages·2017·0.28 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview PELAKSANAAN IBADAH HAJI ABAD KE 19 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLAWANAN

PELAKSANAAN IBADAH HAJI ABAD KE 19 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERLAWANAN RAKYAT KEPADA KOLONIALISME BELANDA Istikomah IAIN Syekh Nurjati Cirebon ([email protected]) Abstract The Hajj, in the 19th century, was a tool for transmitting religious culture and doctrine. The challenge that faced by prospective pilgrims is derived from the Dutch government as a pilgrims manager or administrator. Rules which applied before the departure until their arrival from Mecca (Holy Land) greatly complicate the congregation. The rise of social status after the pilgrimage had its own influence on society, the hajj had significant meaning and influence in the 19th century. It was able to mobilize the social and cultural forces against the Dutch. Therefore, the Dutch Indies government enacted a special policy related to pilgrimage whose purpose is to minimize the number of pilgrims from Indonesia. But in the end, the hajj policy doesn’t give a significant impact to the pilgrims. Therefore, still appears the resistance of Muslims led by Islamic leaders who has appellation “hajj”. Keywords: hajj, colonialism, resistance Abstrak Haji pada abad ke 19 merupakan alat untuk mentransmisikan budaya dan doktrin agama. Tantangan yang dihadapi oleh calon jamaah haji yakni berasal dari pemerintah Belanda sebagai pengelolah haji. Peraturan yang diterapkan mulai dari sebelum berangkat sampai sepulang dari Tanah Suci sangat mempersulit jamaah. Naiknya status sosial setelah menunaikan haji memiliki pengaruh tersendiri bagi masyarakat, haji memiliki makna dan pengaruh yang signifikan pada abad ke 19. Yakni mampu menggerakkan kekuatan sosial dan kultural untuk melawan Belanda. Oleh karena itu, Belanda memberlakukan kebijakan khusus terkait ibadah haji yang tujuannya untuk meminimalisir jumlah jamaah haji dari Indonesia. Namun pada akhirnya kebijakan haji tersebut tidak memberikan dampak yang berarti bagi jamaah haji. Sehingga tetap muncul perlawanan-perlawanan umat Islam yang dipimpin oleh para pemuka agama Islam yang bertitel haji. Kata Kunci: Haji, Kolonialisme, Perlawanan A. Pendahuluan jaringan-jaringan perdagangan yang Haji merupakan sebuah ajang terus berlanjut meskipun terus untuk mentransmisikan suatu budaya berkurang, hubungan diplomatik, dan doktrin-doktrin. Pada tahap awal imigrasi arab, dan lebih penting lagi islamisasi, jalur perdagangan adalah kemunculan mesin cetak yang di antara jalur utama bagi transmisi berimplikasi pada peningkatan budaya dan agama ini. Namun di produksi dan distribusi teks-teks dan abad-abad selanjutnya, haji menjadi surat kabar (Didin Nurul Rosidin, saluran penting bagi penyebaran 2012). Di Indonesia, ketika budaya dan agama, di samping seseorang telah menunaikan ibadah haji, secara otomatis gelar Haji akan kebijakan-kebijakan dengan tujuan menempel pada namanya. Gelar haji memperketat pelaksanaan haji agar tersebut sejak berabad-abad lamanya tidak ada perlawanan yang sudah dipergunakan, walaupun didapatkan dari para haji. Puncak pemerintah Belanda sempat problematika haji pada masa melarang pemakaian gelar haji penjajah Belanda terjadi pada abad tersebut tapi sampai sekarang para ke-19, di mana terjadi pelonjakan haji dengan mudah menggunakan jamaah haji sehingga memaksa gelar tersebut. Kemungkinan besar pemerintah Belanda untuk gelar itu bermula dari status sosial mengeluarkan kebijakan, namun seseorang haji, yang secara ekonomi kebijakan tersebut justru malah telah mampu berangkat ke Mekkah, membuat jamaah haji semakin terus dan juga memiliki ilmu pengetahuan meningkat (Sartono Kartodirjo, agama yang memadai, sehingga 1984). kebanyakan mereka lebih dituakan, Implikasi politik ibadah haji menjadi imam salat, pembaca doa jelas sekali. Ia sesungguhnya waktu kenduri dan sebagainya muktamar abadi dari Pan Islamisme, (Yusliani Noor, 2014). di mana segala urusan agama Pelaksanaan ibdah haji di dibicarakan oleh delegasi-delegasi Indonesia pada zaman sekarang dan dari tiap penjuru dunia Islam, di dulu sangat berbeda. Untuk jamaah mana urusan-urusan agama haji sekarang sangat mudah sekali dibicarakan dalam pertemuan namun hanya bersabar untuk tersebut, seperti pertahanan dan menunggu antrian beberapa tahun. penyebaran Islam. Tokoh-tokoh Dahulu khususnya pada masa kebangkitan Islam yang militan penjajahan Belanda, jamaah haji merasa terpanggil hatinya, dan ketika sangat dipersulit oleh pemerintah, mereka kembali ke tanah asalnya hal ini karena pemerintah yang mereka melakukan pembaharuan- mengurusi ibadah haji adalah orang pembaharuan atas dasar doktrin yang non Islam. Hal tersebut bukan alasan mereka dapatkan ketika berhaji. utama yang mendasari dipersulitnya Ulama Timur Tengah yang sudah jamaah haji melainkan karena melakukan pembaharuan antara lain pengaruh dari para haji yang Jamaluddin al Afghani yang melakukan perlawanan terhadap melakukan pembaharuan di Mesir Belanda yang dibungkus dengan yakni yang dikenal dengan gerakan gerakan-gerakan sosial. Sehingga Pan Islamisme. Muhammad bin pemerintah Belanda menetapkan Abdul Wahab yang melakukan Tamaddun , Vol. 5, No. 2, Juli – Desember 2017 125 pembaharuan melalui gerakan Mekkah, ulama Mekkah Wahabi di Saudi Arabia, yang menyadarkan orang Islam Indonesia kemudian gerakan ini disebarkan untuk melakukan perlawanan oleh jamaah haji yang berasal dari terhadap Kolonial Belanda. berbagai daerah, salah satunya (Azyumardi Azra, 2013). Snouck adalah Indonesia. Terbukti ketika meneliti Koloni Jawa yang jamaah haji Indonesia datang ke bermukim di sana, karena orang Tanah Suci, mereka mendapatkan yang hanya datang untuk berhaji dan Paham Wahabi, dan ketika pulang ke kembali lagi ke Indonesia tidak Indonesia mereka menyebarkan memberikan dampak politik. Orang paham tersebut sebagaimana yang yang bermukim akan terpengaruh telah dilaksanakan oleh Haji Miskin, oleh ortodoksi Islam, terlebih ketika Haji Sumanik dan Haji Piabang di gerakan Pan Islamisme sudah marak Minangkabau (Sumatera Barat) sampai pada Mekkah. Pan Islamisme (Stoddard Lothrop, 1966). ini bertujuan mempersatukan umat Menurut Raffles dalam Islam, melawan penjajah-penjajah bukunya yang berjudul History of kafir yang memasuki wilayah Islam. Java yang dikutip oleh Karel A Doktrin-doktrin tersebut mereka Steenbrink menyebutkan bahwa di dapatkan di sana dan terus dalamnya terkandung dua aspek disebarluaskan kepada Koloni-koloni negatif para haji yang ditulis dalam Jawa lainnya, baik dengan berdiskusi buku ini. Pertama, mereka dianggap ataupun korespondensi. Koloni- sebagai orang istimewa dan suci, koloni Jawa yang seperti ini yang sehingga rakyat sederhana terlalu nantinya ketika pulang ke Indonesia cepat berkesimpulan bahwa mereka akan menjadi pembaharu-pembaharu mempunyai kekuatan gaib. Kedua, di daerahnya masing-masing. Seperti ada unsur politik, karena dengan H. Wasid dengan Pemberontakan adanya pemikiran seperti ini, para Petani Banten pada 1888, H. haji mempunyai pengaruh politik Sumanik, H. Piabang dan H. Miskin dan sering berperan sebagai dengan Perang Padri. Kemudian pemimpin pemberontakan terhadap pada perkembangannya pada abad orang Eropa (Karel A Steenbrink, ke-20 perlawanan yang dilakukan 1984). bukan berbentuk perang, namun Ulama Mekkah mempunyai dalam bentuk pemikiran. Seperti peran dalam perlawanan yang KH. Hasyim Asy’ari dengan NU- dilakukan umat Islam di Indonesia. nya, KH.Ahmad Dahlan dengan Ketika Koloni Jawa belajar di gerakan Muhammadiyahnya. Ibadah haji mempengaruhi gerakan sosial umat Islam. munculnya gerakan-gerakan Islam Munculnya gerakan sosial umat yang memberikan dampak politik Islam sebagai bentuk perlawanan bagi pemerintah Belanda, yakni terhadap penjajah berasal dari ibadah gerakan perlawanan. Gerakan haji di mana pada haji di dalamnya tersebut antara lain adalah dalam ada gerakan persaudaraan umat bentuk Tarekat dan Pesantren. Dari Islam. Hal yang menjadi tolok ukur gerakan-gerakan tersebut akan kebangkitan Islam adalah ibadah melahirkan perlawanan yakni haji. Dari haji pula para pemerintah perang. Tarekat dan pesantren Belanda merasa terancam tersebut digerakkan oleh para haji kekuasaannya sehingga yang telah pulang dari Tanah Suci mengeluarkan kebijakan-kebijakan (Mekkah), tarekat dan pesantren yang bertujuan meminimalisir umat merupakan gerakan persaudaraan Islam yang berangkat haji. Islam (Sartono Kartodirjo, 1984). Munculnya perlawanan dari dua Haji yang memerankan penyebaran gerakan sosial tersebut adalah gerakan persaudaraan Islam tersebut, meletusnya beberapa peperangan karena ketika haji, seluruh umat (Sartono Kartodirjo, 1984). Islam bisa bertemu dan bertukar fikiran mengenai keadaan tanah B. Makna dan Kedudukan Haji Pada airnya (Stoddard Lothrop, 1966). di Masyarakat Bangkitnya Islam yang ditandai Haji merupakan suatu ritual dengan melonjaknya jamaah haji yang mampu menumbuhkan sikap dilatarbelakangi oleh peran bupati manusia berfikir tentang politik dan pada saat itu. Bupati sebagai sosial sehingga haji kemudian pemerintah harus selalu menjadi konvensi sosial politik memerintahkan rakyatnya untuk terbesar dan sangat spektakuler yang menjalankan ibadah mereka. pernah terjadi di dunia. Berjuta orang Akibatnya terjadi kebangkitan Islam datang dari berbagai penjuru dunia, yang berdampak pada kekuasaan yang mencerminkan beragam etnis, pemerintah kolonial Belanda. bahasa, budaya, adat dan beragam Diawali dengan melonjaknya jamaah aliran berinteraksi satu sama lain haji yang kemudian menghasilkan dalam koridor ajaran Islam (Dien berkembangnya pesantren-pesantren Majid, 2008). Haji menjadi serta gerakan-gerakan tarekat yang konferensi terbesar dunia karena semua itu merupakan perlawanan setiap muslim dari berbagai negara politik yang dibungkus dengan saling bertukar fikiran dengan yang Tamaddun , Vol. 5, No. 2, Juli – Desember 2017 127 lainnya sehingga tidak menutup kepulauan Nusantara dengan Jazirah kemungkinan politik berperan di Arab. Hubungan antara dua wilayah dalam haji. Namun pada dilaksanakan melalui pelayaran perkembangannya pengertian haji perdagangan dan berkaitan erat bergeser yakni haji merupakan dengan masuk dan tersebarnya Islam sebuah ajang untuk mentransmisikan serta pembentukan komunitas suatu budaya dan doktrin-doktrin. muslim di Indonesia. Pelayaran, Pada tahap awal islamisasi, jalur Perdagangan, Islamisasi serta perdagangan adalah di antara jalur pembentukan komuitas merupakan utama bagi transmisi budaya dan faktor-faktor pendorong haji di agama ini. Namun di abad-abad Indonesia. Pelaksanaan haji di selanjutnya, haji menjadi saluran Indonesia tergantung pada alat penting bagi penyebaran budaya dan transportasinya, semakin canggih agama. Haji bukan hanya saling alat transportasi yang digunakan dan membicarakkan permasalahan yang semakin mudahnya akses maka ada di masing-masing Negara, semakin melonjak pula jumlah namun haji mampu menularkan jamaah haji (Shaleh Putuhena, kebudayaan, ilmu, doktrin-doktrin 2007). Pada perkembangannya haji dan cara berfikir orang Timur menjadi ajang untuk Tengah ke Indonesia. Dapat mentransmisikan budaya dan agama, dibuktikan dengan banyaknya paham di samping perdagangan masih atau gerakan-gerakan Islam yang berperan. Haji sebagai media untuk berasal dari Timur Tengah yang menularkan budaya serta keilmuan masuk ke Indonesia melalui haji yang berasal dari Timur Tengah. Hal (Didin Nurul Rosidin, 2012). terpenting adalah menularkan Haji sebagai rukun Islam yang keilmuan, keilmuan menjadi alat kelima memiliki nilai historis yang untuk menularkan apa yang berbeda. Sejarah haji tidak berhenti didapatkan dari Timur Tengah, pada Nabi yang mensyariatkannya keilmuan yang didapatkan kemudian saja. Namun setiap abad memiliki dikembangkan sampai pada akhirnya sejarah pelaksanaan ibadah haji yang melahirkan gerakan perlawanan berbeda. Seperti halnya di Indonesia terhadap Kolonial. Para haji yang pada abad ke 19 memiliki sejarah menimba ilmu di sana, tentunya problematika yang sangat kompleks. sekaligus mendapatkan doktrin- Pada periode awal perjalanan haji doktrin yakni benih-benih dari Indonesia sangat tergantung nasionalisme sehingga menjadikan pada keadaan transportasi antara para haji sebagai penggerak Jalur perdagangan yang dilalui perlawanan terhadap Kolonial. pada masa itu melalui Pelabuhan Jamaah haji yang datang ke Hormuz, Aden serta pelabuhan yang Tanah Suci memiliki tujuan tertentu ada di Mesir. Ketika Dinasti Mamluk selain menunaikan Rukun Islam berkuasa nasib Pelabuhan Jeddah yang kelima. Ada beberapa golongan berubah, dengan memperbaiki yang bertujuan pergi ke Tanah Suci hubungan dagang dengan Eropa dan untuk berdagang, mengabdikan dihapuskannya pembatasan hidupnya di Tanah Suci dan ingin memasuki Laut Merah. Dengan menimba ilmu kepada ulama Timur demikian, Pelabuhan Jeddah Tengah. Namun terdapat pula orang- dijadikan sebagai pelabuhan utama orang yang hanya pergi ke Tanah Laut Merah dan pada akhirnya Suci hanya untuk menunaikan Pelabuhan Jeddah menjadi ibadah haji, kelompok ini yang tidak Pelabuhan Internasional. Dengan memberikan dampak politik terhadap dijadikannya Pelabuhan Jeddah Kolonial Belanda (Azyumardi Azra, sebagai pelabuhan internasional 2013). Berbeda dengan kalangan raja bukan hanya para pedagang saja atau sultan, para sultan acap kali yang tertarik namun para pecinta mendapat gelar (sultan) dari Mekah, ilmu pun mulai berbondong-bondong dengan demikian seakan-akan pergi ke Tanah Suci untuk menimba memperoleh pengesahan sakral bagi ilmu (Azyumardi Azra, 2013). kedudukan tinggi mereka, sebagai Faktor lain yang mendorong contoh Sultan Muhammad Maulana kesadaran untuk melaksanakan haji Matarani (Sultan Agung) tahun selain aksesnya yang mudah adalah 1613-1645 dan Sultan Ageng (1650- terjadinya kebangkitan keagamaan 1682). Dalam hal ini bukan hanya pada masyarakat Indonesia. Selama Sultan saja yang berangkat, ketika beberapa dasawarsa, sebagian besar Sultan tidak dapat berangkat sendiri Pulau Jawa dilanda gerakan ke Tanah Suci maka menyuruh kebangkitan kembali kehidupan wakilnya untuk pergi agar mendapat agama, yang memperlihatkan pengakuan kekuasaan dari Mekah peningkatan yang sangat luar biasa (Dick Douwes dan Nico Kaptein, dalam kegiatan agama, seperti 1997). melakukan salat, naik haji, memberikan pendidikan Islam C. Faktor Meningkatnya tradisional kepada anak-anak muda, Pelaksanaan Ibadah Haji Abad Ke mendirikan cabang-cabang tarekat, 19 penyelenggaraan khotbah yang Tamaddun , Vol. 5, No. 2, Juli – Desember 2017 129 meluas, dan sebagainya (Sartono 1870 jumlah jamaah haji meningkat Kartodirjo, 1984). Kondisi sosial menjadi 3258 orang. Dan dalam masyarakat yang sudah menyadari 1880-an meningkat hampir dua kali pentingnya kehidupan agama diawali lipat menjadi 4.600 orang (Darul dengan keresahan sosial yang terus- Aqsha, 2005). Dilihat dari statistik menerus sehingga mendorong jumlah jamaah haji yang berangkat peningkatan kegiatan keagamaan. dan jumlah jamaah haji yang pulang Kondisi tersebut menjadikan berbeda, karena banyak dari jamaah meningkatnya jumlah orang yang haji yang memilih untuk menimba ingin naik haji. Sebelumnya hanya ilmu terlebih dahulu di sana, ada ada beberapa orang naik haji yang yang terserang penyakit lalu hanya menyadari haji sebagai meninggal dunia, selain itu memilih kewajiban seorang muslim. Setelah untuk menetap di Tanah Suci untuk aksesnya yang semakin mudah mencari penghidupan. Orang-orang dengan alat transportasi yang yang menetap di sana disebut semakin canggih serta dibukanya “Koloni Jawa”. Koloni-koloni Jawa pelabuhan internasional di samping tersebut yang akan membahayakan sudah terbangunnya kesadaran Pemerintah Imperial Belanda, karena masyarakat untuk beribadah orang yang hanya murni melakukan menjadikan banyaknya orang yang ibadah haji tidak memberikan ingin melaksanakan ibadah haji. dampak politik terhadap Belanda. Pada pertengahan abad ke-19 Koloni Jawa tersebut yang nantinya jumlah jamaah haji mengalami akan memberikan dampak politik peningkatan terus menerus. Pada dengan melakukan perlawanan sekitar tahun 1850-1860 jumlah terhadap pemerintah Belanda. jamaah haji sudah mencapai rata-rata 1.600 orang. Terlebih sejak D. Kebijakan Kolonialisme Belanda dibukanya Terusan Suez pada tahun Terhadap Ibadah Haji 1869 di mana kondisi transportasi 1. Kebijakan Tahun 1810 laut sudah lebih baik, jumlah jamaah Pemerintah Belanda pertama haji sudah kian meningkat saja. yang mengatur urusan perhajian Dalam tahun 1870-an, jumlahnya adalah Deandels. Pada tahun 1810 hampir mencapai 2.600 orang. Pemerintah Belanda Jenderal Sedang menurut Dick Douwes dan Deandels mengeluarkan kebijakan Nicao Kaptein dalam karangannya bahwa setiap orang yang ingin pergi yang berjudul “Indonesia dan Haji” dari Jawa ke tempat yang lain maka menyebutkan bahwa pada tahun harus menggunakan pas jalan dengan alasan ketertiban dan keamanan kepada kebudayaan Jawa, namun (Shaleh Putuhena, 2007). Hal itu menganggap bahwa Islam karena menurutnya dianggap banyak merupakan unsur yang berbahaya. gangguan mengancam. Untuk itu, Raffles sangat jelas menggambarkan diberlakukan adanya pas jalan (Dick peranan para haji yakni orang Arab Douwes dan Nico Kaptein, 1997). dari Mekkah dan orang Jawa yang Peraturan yang dikeluarkan Deandels kembali dari Mekkah akan berlagak ini berdasarkan Stbl. No. 42, 1859. seperti orang suci. Masyarakat pun Pejabat yang mengatur pas jalan di akan menaruh hormat serta daerah Jawa dan Madura diatur oleh mematuhi perintah mereka. Karena wedana dan asisten wedana. Dengan dianggap memiliki kekuatan gaib, begitu urusan pas jalan diatur oleh sehingga para haji tampil sebagai pejabat pribumi. Sedangkan untuk pemimpin pemberontakan (Dick daerah luar Jawa dan Madura diatur Douwes dan Nico Kaptein, 1997). oleh pejabat Belanda, yaitu Pada 1811 pemerintah Inggris controleur dan yang mengatur visa mengeluarkan surat edaran kepada untuk jamaah haji yang berangkat para gubernur untuk berhati-hati dari Indonesia adalah kepala kepada Sayid dan “pastor pribumi”. pelabuhan (Shaleh Putuhena, 2007). Karena mereka dianggap akan Peraturan tersebut diberlakukan mengancam kekuasaan kolonial selain untuk keamanan juga sebagai (Karel A Steenbrink, 1984). alat Belanda untuk mengetahui Sehingga seorang pegawai Raffles jumlah jamaah haji yang berangkat. yang bernama Macquoid, Tujuan dari kebijakan tersebut untuk melaporkan adanya bupati yang mempersulit jamaah haji yang meninggal namun kedua anaknya hendak berangkat sehingga tidak diperbolehkan menjadi diharapkan jamaah haji lebih sedikit penggantinya dengan alasan yang untuk berangkat. Pada kenyataannya satu seorang haji (datang dari jamaah haji mematuhi kebijakan Mekkah) dan yang satu sedang Belanda tersebut sehingga tidak melaksanakan haji (di Mekkah) mampu meminimalisir jumlah (Dick Douwes dan Nico Kaptein, jamaah haji. 1997). Kebijakan tersebut membuat 2. Kebijakan Tahun 1811 para haji yang pulang dari Tanah Pada tahun 1811-1814 Indonesia Suci diawasi oleh pemerintah. dikuasai Inggris di bawah Jenderal Dengan begitu para haji tidak Raffles. Pemerintah Inggris di bawah mendapatkan jabatan sebagai kekuasaan Raffles sangat tertarik pegawai pemerintah. Tamaddun , Vol. 5, No. 2, Juli – Desember 2017 131 3. Kebijakan Tahun 1825-1831 tetap diberlakukan namun diberikan Pada 1825 calon jamaah haji secara gratis dan denda dihapuskan. harus membayar f 110 (110 gulden) Duynmaer van Twist mencabut untuk mendapatkan paspor haji. kedua resolusi pada tahun 1852 dan Dengan adanya kebijakan tersebut menggantikannya dengan resolusi jamaah haji tidak mau membayar yang ketiga: paspor haji masih paspor sehingga banyak haji ilegal diwajibkan tetapi pajak untuk itu dikarenakan tidak terdata melalui dihapuskan (Dick Douwes dan Nico paspor. Belanda terus meningkatkan Kaptein, 1997). Keputusan tersebut usahanya untuk membendung jumlah berdasarkan Bt 3 Mei 1852 no. 9, pas jamaah haji. Pada 1831 diberlakukan jalan tetap diberlakukan namun denda bagi setiap jamaah haji yang diberikan secara gratis, sedangkan tidak mempunyai paspor sebesar f untuk denda dihapuskan. Alasan 1000, dan selanjutnya berubah pemerintah Belanda menghapuskan menjadi f 220. Peraturan 1831 yakni peraturan tersebut karena tidak dikuranginya denda karena 1000 berhasil membendung jumlah calon gulden sangat tinggi. Peraturan jamaah haji yang terus bertambah. tersebut ditetapkan secara umum, Kemudian pemerintah Belanda terus tetapi tidak diumumkan secara resmi membicarakan kebijakan-kebijakan dalam saatsblad. Peraturan tersebut yang mampu membendung jumlah pun hanya diberlakukan di Jawa dan jamaah haji agar tidak ada orang Madura, karena daerah lain belum yang pergi ke Tanah Suci (Karel A berada di bawah kekuasaan Belanda Steenbrink, 1984). Kebijakan tahun (Karel A Steenbrink, 1984), Karena 1825-1831 terkesan mencampuri peraturan tersebut tidak mampu urusan keagamaan pribumi sehingga membendung jumlah calon jamaah dilakukannya regulasi kebijakan. haji yang terus meningkat. Peraturan 5. Kebijakan Tahun 1859 yang dibuat yakni dengan membayar Pada 1859 terjadi regulasi denda tidak bisa berjalan efektif, kebijakan di mana kebijakan ini karena banyak jamaah yang tidak berbeda dengan kebijakan mau membayar denda dengan sebelumnya, namun kebijakan berangkat melalui Sumatera. tersebut yang digunakan sampai 4. Kebijakan Tahun 1852 tahun 1902. Pada tahun ini Pada tahun 1852 terjadi regulasi pemimpin pemerintah Belanda kebijakan yakni kedua kebijakan adalah Pahud seorang yang tersebut dicabut namun kebijakan konservatif. Ia akan mengambil untuk mempunyai paspor masih tindakan kepada golongan yang membahayakan pemerintah. Indonesia, konsulat bertugas Peraturan yang dikeluarkan memeriksa pas jalan para jamaah dilatarbelakangi oleh terjadinya haji, dan konsulat bertanggung jawab Perang Mutiny atau pemberontakan terhadap keberadaan jamaah haji Sepoy di Hindia Inggris yang banyak Indonesia di Tanah Suci. Pegawai menewaskan orang Eropa. Belanda atau konsul ini sebagai pegawai khawatir jika orang Indonesia akan Departemen Luar Negeri, kantor ini melakukan pemberontakan yang yang nantinya akan berkembang demikian. Sehingga mengeluarkan sampai sekarang menjadi Kedutaan peraturan sebagai berikut: Besar di Arab. Dengan adanya a) Calon haji harus meminta pengawasan di Jeddah, Belanda akan pas jalan pada bupati, tanpa lebih mudah mendapatkan informasi ongkos resmi; tentang aktivitas jamaah haji di b) Calon haji harus Tanah Suci, jumlah jamaah lebih membuktikan kapada bupati mudah diketahui, dan masalah- bahwa dia mempunyai uang masalah yang dihadapi jamaah haji yang cukup banyak untuk di Tanah Suci akan terungkap. pembayaran biaya perjalanan Konsul Belanda akan pulang pergi ke Mekkah, dan bertanggungjawab terhadap masalah biaya hidup keluarganya di yang dihadapi mereka, tentu dengan Indonesia; adanya kantor konsulat di Jeddah c) Sesudah pulang dari Mekkah dapat memberikan kemudahan para jemaah harus diuji oleh jamaah haji dalam menjalankan bupati atau orang yang ibadah hajinya walaupun sebenarnya ditunjuk oleh bupati dan Belanda memiliki motif lain dalam setelah itu baru mendirikan kantor konsulat di diperkenankan memakai Jeddah. Usaha konsul Belanda yang gelar dan pakaian haji. jelas bagi pengawasan terhadap 6. Kebijakan Tahun 1872 jamaah haji adalah dengan Berkenaan dengan makin diberikannya kartu untuk jamaah, bertambahnya jumlah jemaah haji, Mekapassen adalah sebutan kartu maka pemerintah Belanda membuka Mekkah yang diberikan oleh konsul kantor konsulat di Jedah pada tahun Belanda kepada jamaah haji. Kartu 1872 (Dick Douwes dan Nico ini berfungsi sebagai tanda pengenal Kaptein, 1997). Kantor konsulat jamaah haji dari Hindia Belanda dan Belanda yang fungsinya untuk yang terpenting adalah untuk mengawasi jamaah haji dari meminta tolong kepada konsul Tamaddun , Vol. 5, No. 2, Juli – Desember 2017 133

Description:
Steenbrink menyebutkan bahwa di dalamnya terkandung dua aspek negatif para haji yang ditulis dalam buku ini. Pertama, mereka dianggap sebagai
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.