NASKAH UNTUK DISKUSI Menyatakan Strategi Ketenagakerjaan Nasional untuk Indonesia Apa yang Kita Ketahui dan Apa yang Sebaiknya kita Lakukan? Iyanatul Islam dan Anis Chowdhury Naskah Laporan Agustus 2008 Makalah untuk seminar Dialog Kebijakan: suatu strategi untuk menciptakan ketenagakerjaan yang layak dan produktif di Indonesia (Jakarta, 21-22 Agustus 2008) 11111 Menyatakan Strategi Ketenagakerjaan Nasional untuk Indonesia Tanggung jawab atas pendapat yang dikemukakan dalam makalah ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab para penulis, dan tidak mengandung suatu dukungan dari Kantor Perburuhan Internasional atas pendapat yang terdapat didalamnya. 22222 Ucapan Terima Kasih Rancangan ini, diminta oleh Departemen Kebijakan Ketenagakerjaan ILO, Jenewa, disiapkan oleh Iyanatul Islam dan Anis Chowdhury. Tulisan ini diangkat dari makalah pengantar teknis (yang direproduksi di sini sebagai lampiran teknis dan statistik) dan catatan lapangan yang dikumpulkan oleh Anis Chowdhury dengan kontribusi tambahan dari Iyanatul Islam. Makalah pengantar teknis dan catatan lapangan tersebut adalah hasil kunjungan ke Jakarta yang dilakukan oleh Chowdhury di bulan November 2007. Penulis juga berterima kasih kepada Dr Shafiq Dhanani yang telah membuka akses ke estimasi beragam indikator ketenagakerjaan yang baru. Estimasi-estimasi tersebut disiapkan dalam rangka peluncuran buku terbaru tentang pasar kerja Indonesia (dijadwalkan untuk diterbitkan oleh Routledge di awal tahun 2009). Penulis laporan ini adalah juga pengarang bersama dari Dr. Dhanani. Untuk menyiapkan laporan ini, kami telah berkonsultasi dengan sejumlah besar pembuat kebijakan senior yang utama di berbagai departemen dan departemen pemerintah yang bertanggung jawab atas beragam program dan kebijakan yang terkait dengan penciptaan lapangan pekerjaan dan pengembangan pasar kerja. Kami juga telah berkonsultasi dengan sejumlah pemangku kepentingan yang penting, seperti para pejabat senior asosiasi pengusaha (Apindo), serikat-serikat pekerja, International Labor Organization dan Bank Dunia. Catatan hasil konsultasi ini terlampir dalam laporan ini. Berikut adalah daftar lengkap menurut urutan pertemuan-pertemuan kami: Kee Beom Kim (ILO), Tauvik Muhamad (ILO),Dr. Prasetyo Wijoyo (Wakil Menteri Bidang SDM, Kemiskinan dan UKM, Bappenas), Dr. Bambang Widanto (Staf Ahli Menteri Bidang SDM dan Kemiskinan, Bappenas), Dr. Komara Djaja (Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Ekonomi), Pawan Patil (Bank Dunia), Steisianasari Mileiva (Bank Dunia), Djoko (Kepala Bidang Perencanaan dan Kerjasama Internasional, Sekretaris Jenderal, Departemen Bidang Pembangunan dan Infrastruktur Daerah), Tati Hendarti (Sekretaris Direktur Jenderal Bidang Pelatihan dan Pengembangan, Produktivitas, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Besar Setyoko (Direktur Jenderal Bidang Pelatihan dan Pengembangan Produktivitas, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Sofjan Wanandi (Presiden, Asosiasi Pengusaha Indonesia/Apindo), Djimanto (Sekretaris Jenderal, Apindo), Susanto Joseph (Wakil Sekretaris Jenderal, Apindo), Rekson Silaban (Presiden, KSBSI – Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia), Thamrin Mosii (Presiden, KSPI-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), Yanuar Rizky, (Presiden OPSI, Serikat Buruh), Timboel Siregar (Sekretaris OPSI), Dr. Sri Moertiningsih (Lembaga Demografi, UI), Omas (Lembaga Demografi, UI), Beta (Lembaga Demografi, UI), Heidy Passai (Lembaga Demografi, UI), Dr. Choirul Djamhari (Wakil Menteri Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha), Prijambodo (Asisten Deputi Bidang Peningkatan Jasa Pembangunan Usaha, Departemen Koperasi dan UKM), Dr. Sudrajat Rasyid (Wakil Menteri Bidang Kewirausahaan Kaum Muda dan Industri Olah Raga, Kementerian Negara Bidang Olah Raga dan Pemuda beserta tim-nya), Dr. Tirta Hidayat (Wakil Bidang Ekonomi, Sekretariat Kantor Wakil Presiden), Rahayubudi (Direktur, Biro Personil & Organisasi, Departemen Perdagangan) Dr. Agus Wahyudi 33333 Menyatakan Strategi Ketenagakerjaan Nasional untuk Indonesia (Direktur, Pusat Sumber daya, Lingkungan Hidup, Energi, Litbang, Departemen Perdagangan), Euis Saedah (Deputi Direktur Kerjasama Internasional, Departemen Perdagangan), Bolormaa Amgaabazar (Bank Dunia, Program Pengembangan Kecamatan Decentralization Support Facility), Dr. Andin Hadiyanto (Direktur Pusat Penelitian dan Pengembangan Iklim Usaha, Departemen Perdagangan), Kasan Muhri (Deputi Direktur, Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, Departemen Perdagangan). Rancangan laporan teknis ini telah dipresentasikan dalam sesi debriefing di kantor ILO Jakarta, yang dihadiri oleh individu-individu tersebut di atas atau para wakilnya. Selama analisis teknis, kami dibantu oleh Dr. Hermanto Siregar, Profesor Bidang Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Dr. Iman Sugeman, Dosen Senior Bidang Ekonomi dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Saudara Zulfan Tadjeoddin, Ph.D. mahasiswa, University of Western Sydney, Australia, adalah asisten peneliti untuk proyek ini. Harap hubungi: [email protected] atau [email protected] sebelum mengutip. 44444 DDDDDaaaaaffffftttttaaaaarrrrr IIIIIsssssiiiii Ucapan Terima Kasih 3 1. Pengantar 7 2. Tujuan dan sasaran 11 3. Perdebatan dan Diagnosa 23 4. Kebijakan dan Program 29 5. Kesimpulan: rangkuman penemuan utama dan rekomendasi 43 Lampiran Teknis dan Statistik 51 55555 Menyatakan Strategi Ketenagakerjaan Nasional untuk Indonesia 66666 11111..... PPPPPeeeeennnnngggggaaaaannnnntttttaaaaarrrrr Selama era paska krisis perekonomian Indonesia tumbuh dengan tingkatan cukup baik,1 namun ada kekhawatiran yang luas akan “pertumbuhan pengangguran”. Menjawab kekhawatiran tersebut, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk memotong tingkat pengangguran nasional yang 10 persen menjadi separuhnya sampai tahun 2009. Target ini dikaitkan dengan tujuan yang lebih luas dari upaya pengurangan kemiskinan secara berkelanjutan. Satu studi mengatakan bahwa hal ini akan menghasilkan 50 juta pekerjaan dalam kurun waktu lima tahun mendatang.2 Hampir tidak diragukan lagi bahwa jumlah pencari kerja yang diproyeksikan berjumlah besar adalah tantangan ketenagakerjaan bagi Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.3 Menjawab tantangan ini membutuhkan spesifikasi yang mendalam akan tujuan dan sasaran, pemahaman akan perdebatan yang ada tentang kondisi pasar kerja Indonesia dan penggunaan kerangka kerja diagnostik yang komprehensif, yang memungkinkan seseorang untuk mengevaluasi bukti-bukti yang ada, demi menyusun seperangkat kebijakan dan program yang layak. Pada dasarnya, satu kebutuhannya adalah pendekatan berbasis bukti dalam pembuatan kebijakan yang dapat menghindari improvisasi kebijakan “sambil jalan” dan pengumuman kebijakan secara cepat sebagai respon atas tekanan politik jangka pendek.4 Laporan ini berupaya untuk menggambarkan fitur pendekatan tersebut ketika diterapkan pada pasar kerja Indonesia dan mengadvokasikan penyebarannya dalam mesin pemerintah. Upaya sistematis apapun untuk mengembangkan pendekatan berbasis bukti untuk kebutuhan pembuatan kebijakan perlu dimulai dengan pernyataan tujuan dan sasaran secara jelas. Tujuan apakah yang harus menjadi fokus pemerintah? Apakah ini semata aspirasi mulia atau pernyataan pragmatis yang bisa dimonitor dengan sasaran yang sudah siap tersedia? Penyelesaian isu ini tidaklah sesederhana kelihatannya. Apakah kita harus fokus pada tingkat pengangguran “terbuka” yang agregat atau pada sekaligus antara pengangguran dan pengangguran terselubung? Atau haruskah kita fokus pada pengangguran kaum muda? Panduan global terkini tentang pembangunan – seperti dituangkan dalam Tujuan Pembangunan Milenium PBB – difokuskan pada 1 Ekonomi tumbuh sekitar 5,5 persen per tahun sejak tahun 2000. 2 G. Sugiyarto (2005) ‘Creating better and more jobs in Indonesia: a blue print for policy action’, ERD Policy Brief No.43, Manila: Asian Development Bank 3 Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah 1,8 persen per tahun. 4 Pendekatan ini mengangkat literatur “pembuatan kebijakan berbasis bukti” (EPB – evidence-based policy making) yang berasal dari Inggris di akhir tahun 1990an. Lihat W. Solesbury (2001) ‘Evidence Based Policy: Whence it came and Where it’s Going’, ESRC Centre for Evidence Based Policy, Queen Mary College London, October. Untuk kritiknya lihat G.Marston and R. Watts (2003) ‘Tampering with the Evidence: A Critical Appraisal of Evidence-Based Policy-Making’, The Drawing Board: An Australian Review of Public Affairs, 3(3): 143-163. Sumber-sumber literatur EPB dapat ditemukan di www.evidencenetwork.org. Meskipun sulit untuk tidak berargumen bahwa seseorang tidak bisa mendasarkan nasihat dan keputusan kebijakan pada bukti terbaik yang ada, kita harus sadar akan kekayaan dan kompleksnya jenis-jenis informasi yang bisa dikumpulkan dan bahwa bukti yang tersedia kerap diperdebatkan oleh para pakar. Jadi, batas dari literatur EPB harus diakui dan karenanya disarankan agar ada penggunaan bukti yang adil dalam mengarahkan pengembangan dan implementasi kebijakan. 77777 Menyatakan Strategi Ketenagakerjaan Nasional untuk Indonesia implementasi “strategi untuk pekerjaan yang pantas dan produktif bagi kaum muda” karena hal ini akan mengurangi “kemiskinan antar generasi” dan mengurangi kecenderungan dari kaum muda yang belum pernah mempunyai pekerjaan dan menganggur untuk menjadi sumber “perilaku anti sosial, kekerasan atau kejahatan”. 5 Dalam kasus Indonesia, yang adalah penandatangan Tujuan Pembangunan Milenium (MDG), tingkat pengangguran kaum muda merupakan keprihatinan besar dan alasan utama adanya perhatian yang besar pada penciptaan lapangan pekerjaan. Seperti akan terlihat dalam diskusi berikut, para pembuat kebijakan telah, seperti terungkap dalam tujuan mereka, berkomitmen mengurangi tingkat pengangguran agregat dalam kerangka waktu tertentu, namun kedalaman statistik dan analisis tujuan dan sasarannya masih diragukan. Penyelesaian keraguan dan ketidakpastian ini sangat penting dalam strategi penciptaan lapangan kerja yang kredibel. Terkait erat dengan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah konstruksi analitis dari elastisitas pekerjaan, yakni, tingkat penciptaan pekerjaan bagi tingkat pertumbuhan PDB tertentu. Memang menggoda untuk menyarankan agar para pembuat kebijakan berkonsentrasi pada elastisitas pekerjaan karena hal ini mewakili indikator yang bermanfaat dari pertumbuhan ekonomi yang ramah pekerjaan. Seperti akan dibahas selanjutnya dalam makalah ini, yang lebih pantas adalah mengumumkan tujuan yang terfokus pada pertumbuhan berbasis produktivitas yang bisa menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan upah riil. Namun demikian, selanjutnya akan diutarakan pula, elastisitas pekerjaan - yakni bila informasi yang disampaikan digunakan dengan bijaksana – dapat menjadi indikator pasar kerja yang bermanfaat dan memainkan peranan integral dalam menentukan proyeksi pekerjaan. Sebagai akibat dari kerangka kerja yang terikat pada tujuan kembar penciptaan pekerjaan dan pertumbuhan upah riil, makalah ini juga mempertanyakan pandangan tentang bahwa “pekerjaan apapun” adalah lebih baik ketimbang “tidak ada pekerjaan”. Ada kesadaran yang tumbuh bahwa ‘pengangguran adalah salah satu aspek saja dari pasar kerja yang kurang berfungsi.’ Ada kebutuhan untuk melangkah menuju ‘definisi yang lebih luas dari pekerjaan yang layak dan produktif’. Hal ini berarti mempertimbangkan multidimensi dari pasar kerja yang berfungsi buruk, yang ditandai dengan ‘jam kerja panjang dengan pengaturan kerja yang tidak berkelanjutan dan tidak aman… produktivitas yang rendah, pendapatan yang rendah, proteksi tenaga kerja dan hak yang berkurang.’ Pemahaman dimensi-dimensi kinerja pasar kerja ini vital untuk memahami ‘kemajuan yang dicapai menuju tiadanya pengangguran bagi semua’. 6 Dari perspektif Indonesia, ide ‘tiadanya pengangguran bagi semua’ yang mengangkat agenda pekerjaan yang layak dan produktif perlu dinyatakan dengan penegasan yang baru demi melindungi dari kerangka kerja yang salah yang menyatakan bahwa ‘pekerjaan apapun’ adalah lebih baik daripada ‘tidak ada pekerjaan’. Pekerjaan yang layak akhirnya merupakan alat yang baik untuk mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan. Begitu tujuan dan sasaran sudah ditentukan dengan tepat, tahap berikutnya adalah mengembangkan kerangka diagnosis untuk memahami inti hasil dari pasar kerja. Hipotesa yang berlaku nampaknya bahwa Indonesia saat ini adalah korban dari peraturan ketenagakerjaan yang kaku dan terlalu murah hati. Hal ini dianggap paling bertanggung jawab membuat biaya tenaga kerja sangat mahal dan karenanya menjadi alasan utama mengapa pasar kerja Indonesia saat ini terpuruk. Hipotesa yang disebut ‘cost push’ (tekanan biaya) terlihat telah memegang status orthodoks. Meskipun beberapa bukti yang dapat diterima telah muncul mendukung hipotesa ini, bukti macam ini perlu diuji dulu secara empiris. Kita harus hati-hati dengan hipotesa apapun yang berimplikasi monokausalitas. Meskipun faktor tekanan biaya tentu relevan, bagaimanakah 5 UN (2007) The Millennium Development Goals Report, New York, hal.31. Catatlah bahwa pekerjaan yang layak untuk keseluruhan warga kini (tahun 2008) telah menjadi target baru di bawah Tujuan Pembangunan Milenium. 6 UN (op.cit) 88888 pentingnya faktor tersebut dibandingkan dengan variabel lain seperti pertumbuhan permintaan agregat dan komposisinya? Pendekatan bukti untuk pembuatan kebijakan tidak semata berakhir dengan evaluasi bukti yang ada. Ada lanjutannya yakni penggunaan pengetahuan yang ada untuk memformulasikan kebijakan dan program yang dapat memfasilitasi para pembuat kebijakan untuk mencapai rangkaian tujuan dan sasaran yang mereka tentukan. Di sini, isu pentingnya adalah untuk memahami perpaduan yang tepat antara kebijakan makro ekonomi dan kebijakan sektoral. Apakah kerangka kerja kebijakan makro ekonomi ramah terhadap tenaga kerja dan membantu tujuan kebijakan yang lain, yang paling penting diantaranya adalah stabilitas harga? Apakah kebijakan sektoral yang berkaitan dengan sektor formal kondusif untuk penciptaan lapangan kerja? Berapa kompatibel kebijakan-kebijakan sektoral tersebut dengan kebijakan makro ekonomi? Dalam kasus Indonesia, ada isu-isu luar biasa berkaitan dengan ketegangan antara stabilitas harga dan penciptaan lapangan kerja dan besarnya ‘informalisasi’ ekonomi dengan dampak negatifnya bagi upaya pencapaian pekerjaan yang layak dan produktif bagi semua. Akhirnya, pendekatan bukti untuk pembuatan kebijakan juga perlu ditinjau dan diperbaharui secara berkala. Idenya adalah untuk belajar dari pengalaman dan menggunakan pengalaman tersebut untuk terus melakukan proses pemantauan dan evaluasi demi mendorong akuntabilitas publik dari kebijakan dan program. Apakah program tertentu, seperti program pekerjaan publik, atau ‘program pasar kerja aktif’, berfungsi mencapai tujuan-tujuan ini? Apa saja alternatif yang mungkin terlaksana? Dari perspektif Indonesia, konsep penerapan tinjauan dan pembaharuan secara berkala pada proses pembuatan kebijakan dapat mengarah pada perbaikan efektivitas kebijakan demi mengatasi tantangan tenaga kerja di negara ini. Selanjutnya makalah ini disusun sebagai berikut. Bagian 2 secara kritis meninjau tujuan dan sasaran yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan pasar kerja Indonesia. Bagian 3 meninjau paradigma dominan yakni faktor ‘tekanan biaya’ yang digerakkan oleh peraturan ketenagakerjaan yang kaku dan murah hati, yang mengarah pada keterpurukan hasil pasar kerja di Indonesia, serta mengusulkan kerangka kerja diagnostik alternatif untuk membingkai analisa pasar kerja. Bagian 4 dari makalah mengangkat perdebatan dan diagnosis pasar kerja Indonesia untuk meninjau kebijakan dan program, menyoroti wilayah yang sudah mengalami kemajuan dan wilayah yang masih perlu diperbaiki. Bagian 5 dari makalah menyajikan ringkasan hasil utama penemuan dan rekomendasi dan menyimpulkan dengan pernyataan tentang peranan pemantauan dan evaluasi sebagai alat untuk mengembangkan etos akuntabilitas publik bagi kebijakan dan program. 99999
Description: