ebook img

monetisasi dan perubahan sosial ekonomi masyarakat jawa abad xix PDF

13 Pages·2015·0.37 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview monetisasi dan perubahan sosial ekonomi masyarakat jawa abad xix

MONETISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT JAWA ABAD XIX Indah Wahyu Puji Utami Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Abstrak: Tulisan ini menyoroti tentang monetisasi dan perubahan sosial ekonomi di Jawa selama abad XIX. Monetisasi meluas seiring dengan eksploitasi ekonomi kolonial dan ekonomi uang melalui sistem tanam paksa dan sistem ekonomi liberal. Dampak monetisasi antara satu daerah dengan yang lain bisa berbeda, namun ada beberapa pola yang bisa ditarik seperti (1) monetisasi meningkatkan kebutuhan uang bagi orang Jawa, (2) monetisasi menghasilkan diferensiasi sosial baru, dan (3) hubungan patron klien yang memudar. Kata-kata kunci: monetisasi, perubahan sosial ekonomi, diferensiasi sosial, patron-klien, masyarakat Jawa abad XIX Abstract: This study concern about monetization and social economic change in Java during 19th century. Monetization embedded with the expansion of colonial exploitation and money economic through cultivation system and liberal economic system. The effect of monetization may differ from one region and another, but there are patterns such as (1) monetization has made Javanese people need of money increased, (2) it resulted new social differentiation, and (3) the patron-client relationship also faded. Keywords: monetization, social economic changes, social differentiation, patron- client, 19th century Javanese people. Abad XIX merupakan periode yang sangat menjadi benteng bagi Inggris jika di penting dalam sejarah kolonialisme di kemudian hari Prancis menyerang kembali Hindia Belanda. VOC yang runtuh tepat (Simbolon, 2006). Meskipun demikian, sehari sebelum abad XIX meyisakan Hindia Belanda baru dikembalikan ke tangan berbagai problem sosial ekonomi. Pada abad Belanda pada 1816. Era baru kolonialisme ini, Belanda juga sempat jatuh ke tangan Belanda di Hindia Belanda pun dimulai. penguasa Prancis yang menunjuk Herman Setelah mendapatkan kembali Willem Deandels sebagai Gubernur Jendral wilayah jajahannya, Belanda menghadapi di Hindia Belanda pada 1808. Namun berbagai masalah ekonomi dan berupaya kekuasaan Prancis juga tidak bertahan lama melakukan eksploitasi agar tanah jajahan karena pada 1811 Inggris mengambil alih dapat membantu keuangan di negeri induk. kekuasaan Prancis di Jawa dan menunjuk Berbagai usaha pun dilakukan, termasuk di Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan antaranya dengan menerapkan cultuurstelel Gubernur. Segera setelah Perang Napoleon yang kontroversial itu. Ada berbagai pen- berakhir di Eropa, Inggris dan Belanda dapat di kalangan sejarawan mengenai menandatangani Konvensi London pada 13 dampak cultuurstelsel. Elson (1988:38-73) Agustus 1815 yang menyepakati bahwa merangkum berbagai pendapat mengenai Inggris akan mengembalikan wilayah tanam paksa, antara lain Boeke yang jajahan Belanda. Hal ini dilakukan agar menyebut sistem ini melahirkan ekonomi Belanda bisa menjadi negara yang kuat dan ganda (dualistic economy) yang merusak 51 52 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan , Nomor 1, Juni 2015 tatanan masyarakat desa prakapitalis dan nai monetisasi yang terjadi di Jawa pada Geertz yang menuding cultuurstelsel abad XIX maka kita juga perlu memahami menyebabkan involusi pertanian dan konteks ekonomi Hindia Belanda pada kemiskinan bersama di kalangan petani masa itu yang sangat terkait dengan kebi- Jawa. Namun pendapat pesimistis itu jakan ekonomi di negeri induk. Selanjutnya ditentang oleh Elson yang menyebutkan dikaji pula bagaimana penerapan kebijakan bahwa cultuurstelsel di Pasuruan ternyata tersebut di tanah jajahan dan pengaruhnya meningkatkan taraf hidup masyarakat. pada sosial ekonomi masyarakat Jawa yang Marieke Bloombergen (2006:28) menye- tentu saja tidak seragam serta menun- but bahwa cultuurstelsel dari sudut jukkan keunikan masing-masing daerah pandang Belanda memang mampu namun tetap dapat ditarik polanya. meningkatkan keuntungan yang didapat- kan oleh negeri induk yang menyumbang MENATA EKONOMI HINDIA dana yang sangat besar yang mampu BELANDA menyelamatkan keuangan Belanda. Mela- lui hasil cultuurstelsel ini Belanda mampu Kebijakan ekonomi Hindia Belanda membangun berbagai proyek infrastruktur pada abad XIX merupakan hasil dari di Belanda tanpa harus menaikkan pajak di perdebatan panjang di Belanda. Segera negeri induk. Namun cultuurstelsel harus setelah Belanda mendapatkan kembali berakhir pada 1870 dan digantikan dengan Hindia Belanda dari tangan Inggris, ekonomi liberal. berbagai pihak di Belanda terlibat dalam Baik cultuurstelsel maupun eko- serangkaian perdebatan mengenai kebi- nomi liberal sebenarnya lebih banyak jakan ekonomi yang akan diterapkan di mengun tungkan bagi pihak Belanda. koloni itu. Kaum liberal menginginkan Namun ada juga penduduk Bumiputra di ekonomi bebas diterapkan di Hindia Jawa yang diuntungkan dengan kedua Belanda, modal Barat harus didukung sistem ini, sementara sebagian yang lain untuk berinvestasi dalam pertanian skala dirugikan. Oleh karenanya menarik untuk besar, rakyat harus bebas membeli dan melihat dampak dari penerapan kedua menjual tanah, dan sistem kuno kepe- kebijakan kolonial ini pada masyarakat milikan komunal harus dihapuskan Jawa, terutama dalam kaitannya dengan (Vlekke, 2008:308). Sementara itu go- monetisasi. Monetisasi atau pengenalan longan konservatif berpendapat bahwa hal nilai uang yang terjadi seiring dengan itu hanya akan merugikan rakyat Hindia perluasan ekonomi uang merupakan tema Belanda karena mereka tak akan mampu yang menarik dalam sejarah sosial bersaing dengan pengusaha Barat sehingga ekonomi di Jawa namun belum banyak besar kemungkinannya mereka akan kehi- dikaji. Pemerintah kolonial maupun langan tanah, bahkan terusir dari tanahnya perkebunan Eropa memperkenalkan sendiri. ekonomi uang sehingga terjadi pergeseran Gubernur Jenderal Van der Capellen sistem transaksi dan penghargaan jasa yang menyatakan bahwa apa yang nampaknya sebelumnya dengan barang berubah sangat liberal di Negeri Belanda berdam- menjadi uang. Monetisasi meluas seiring pak sangat tidak liberal ketika dijalankan di dengan makin intensifnya ekspansi Hindia Belanda dan hanya melindungi ekonomi kolonial abad XIX yang makin pemilik tanah Eropa sehingga ia menya- menggerus ekonomi barang di kalangan takan diri sebagai anti-liberal. Salah satu penduduk Jawa. Guna memahami menge- kebijakan Van der Capellen yang sangat [Type here] Indah Wahyu Puji Utami, Monetisasi dan Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat... 53 radikal adalah pembatalan hak sewa tanah lamatkan kondisi keuangan baik di Negeri pedesaan yang dikelola oleh asing pada Belanda maupun di Hindia Belanda. 1821 dengan alasan para penyewa telah Pada dasarnya cultuurstelsel meru- menggunakan tenaga rodi illegal. Kebi- pakan eksploitasi besar-besaran yang dila- jakan van der Capellen ini salah satunya kukan oleh Belanda pada koloninya karena kasus de Wilde. Andries de Wilde terutama di Jawa. Eksploitasi atas tanah membeli tanah pertanian di Sukabumi dari dan tenaga kerja untuk kepentingan tanam- Raffles dan mengembangkan penanaman an ekspor pada prakteknya seringkali kopi yang sukses. Van der Capellen mengorbankan tanaman pangan. Tanah- mencurigai sukses ini sebagai hasil peme- tanah yang subur banyak digunakan untuk rasan terhadap penduduk. Selain itu penanaman tanaman ekspor. Pengerahan hasilnya dijual kepada eksportir, terutama tenaga kerja penduduk untuk kepentingan orang Amerika dan Inggris, semata-mata ini juga cukup besar, namun hal ini tidak demi keuntungan de Wilde sendiri sehing- secara otomatis meningkatkan kesejahtera- ga dianggap sebagai saingan yang tak an mereka. wajar dan tak jujur bagi pemerintahan Pengerahan penduduk seringkali jajahan Belanda (Simbolon, 2006: 116- dilakukan melalui kerja wajib yang 117). memang ada dalam institusi tradisional Kebijakan pertanahan Van der sehingga para penduduk yang bekerja tidak Capellen tersebut tentu saja sangat meru- perlu dibayar. Kerja wajib yang dikenakan gikan para pengusaha asing. Kebijakan itu pada para penduduk oleh para kepala- menyebabkan turunnya produksi tanaman kepala atau bupati seringkali melampaui ekspor yang dikelola oleh pengusaha per- batas yang seharusnya. Pemerintah kolo- kebunan Eropa. Keuangan koloni menga- nial yang mengawasi para pejabat lami defisit. Oleh karena itu ia dipanggil Bumiputra pun umumnya tak mengambil untuk kembali ke Belanda dan digantikan langkah yang tegas pada para pejabat oleh Leonard Pierre Joseph Burggraaf du Bumiputra yang melakukan penyele- Bus de Gisignies (1826-1830). wengan. Hal itu kemudian dikritik oleh E. Masa pemerintahan du Bus de Douwes Dekker dalam bukunya yang Gisignies terlalu disibukkan dengan usaha berjudul Max Havelaar yang terbit tahun menghadapi Perang Jawa dan kurang 1860. Buku itu berdasarkan pengalaman begitu memperhatikan masalah ekonomi. pribadinya sebagai asisten residen di Le- Sementara itu kondisi keuangan Negeri bak, Banten pada 1856. Belanda maupun koloninya di Hindia Sebenarnya jauh sebelum Max belanda semakin buruk. Havelaar sudah banyak kritik yang dilan- Pada tahun 1829, Johannes van den carkan pada cultuurstelsel. Reaksi menen- Bosch menyampaikan usulan pada raja tang cultuurstelsel yang mulai terjadi Belanda (Raja Willem I) mengenai sekitar 1848 terungkapkan dalam sejumlah cultuurstelsel. Raja menyetujui usulan itu buku di mana sistem ini dan semua dan Van den Bosch diangkat sebagai konsekuensinya dikutuk total (Vlekke, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 2008:328), salah satunya adalah tulisan menggantikan Du Bus pada Januari 1830 van Hoevel yang mengungkapkan bahwa (Ricklefs, 2005:260). Gubernur Jenderal sekitar 40 juta gulden pertahunnya yang baru ini segera menerapkan cultuurstelsel. mengalir ke negeri Belanda sementara Cultuurstelsel terbukti berhasil menye- penduduk di wilayah jajahan atau di Jawa tidak mampu memenuhi kebutuhannya 53 54 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan , Nomor 1, Juni 2015 sendiri (Wahyudi, 2000: 49). Pada tahun diterima (Simbolon, 2006). Van de Putte yang sama, untuk pertama kalinya sebuah juga mencoba kemungkinan baru untuk konstitusi yang liberal memberikan kepada usaha pertanian swasta dengan hukum parlemen Belanda (States-General) peran- yang mengatur kondisi di mana tanah dan an yang berpengaruh dalam urusan-urusan tenaga kerja bisa tersedia untuk usaha- penjajahan (Ricklefs, 2005:268). Kaum usaha ini. Usulan ini ditolak kaum oposisi bersatu mendesak diadakannya konservatif. Namun gerakan-gerakan dan perubahan yang lebih liberal. Perubahan tuntutan ke arah reformasi lebih kuat yang yang lebih liberal di sini maksudnya antara akhirnya melahirkan Agrarische Wet lain adalah pengurangan peranan peme- (Undang-undang Agraria) 1870 pada saat rintah dalam negara jajahan, pembebasan de Waal menjabat sebagai Menteri Koloni. dan pembatasan-pembatasan atas usaha swasta di Jawa, dan diakhirinya kerja paksa PROGRAM LIBERAL DAN dan penindasan terhadap masyarakat di MENJAMURNYA PERUSAHAAN Jawa. SWASTA EROPA Pertentangan kelompok liberal dengan kelompok konservatif makin tajam Program ekonomi liberal secara dengan terbitnya buku karya Eduard resmi baru dimulai pada 1870 dengan Douwes Dekker dengan nama samaran keluarnya Agrarishe Wet (UU Agraria) Multatuli, yang berjudul Max Havelaar yang membuka peluang lebih besar bagi pada tahun 1860. Buku ini mengung- pengusaha swasta Eropa untuk melakukan kapkan dengan keadaan pemerintah kolo- usaha di Hindia Belanda dengan prinsip nial yang lalim dan korup di Jawa liberal. Meskipun demikian bukan berarti (Ricklefs, 2005:268). Buku Max Havelaar, pengusaha swata Eropa belum berperan lebih daripada sekedar kritik terhadap sebelumnya. Di beberapa daerah di Jawa pemerintahan kolonial dalam bentuk perkebunan swasta bisa menguasai sampai sastra, juga merupakan satir tanpa simpati 76% tanah yang ditanami sedangkan terhadap suatu jenis borjuasi Belanda, yang perkebunan pemerintah tidak ada sama saleh dan bahkan moralistik di antara sekali. Luas tanah yang dikuasai sesama mereka, tapi merogoh setiap sen perkebunan swasta dan pemerintah untuk yang bisa mereka peras dari Hindia seluruh Jawa berbanding 97:3 (Simbolon, Belanda, sambil seenaknya mengabaikan 2006:154). Hal ini dimungkinkan karena kondisi parah penduduk Hindia Belanda pengusaha swasta Eropa boleh menyewa yang memeras keringat untuk mempro- tanah terlantar (woeste gronden). duksi kekayaan itu (Vlekke, 2008:342). Pasal 62 RR 1854 menjamin Pada tahun 1863, kabinet Belanda kebebasan memperoleh tanah dan tenaga dibentuk oleh pemimpin besar kaum kerja di Hindia Belanda, namun UU liberal, Thorbecke. Thorbecke mengangkat pelaksanaannya belum ada. Sebelum Isaac Fransen van de Putte sebagai Menteri adanya UU pelaksana ini kesempatan para Koloni. Van de Putte mengusulkan untuk pemodal swasta bergantung pada prakarsa menghapuskan semua usaha pertanian pribadi gubernur jendral, misalnya seperti pemerintah kecuali gula dan kopi, untuk yang dilakukan Gubernur Jendral Duymaer menghentikan semua monopoli, dan untuk van Twist (1851-1856) dan Gubernur memperkenalkan suatu kebijakan pernia- Jendral Pahud (1856-1861). Tanah, yang gaan yang baru yang didasarkan pada resmi dianggap milik pemerintah dan yang perdagangan bebas. Usulannya tersebut disebut tanah terlantar (woeste gronden), [Type here] Indah Wahyu Puji Utami, Monetisasi dan Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat... 55 boleh disewakan. Bumiputra masih dilarang menyewakan (Simbolon, 2006:153-155). Tabel 1. Luas Pertanian Pemerintah dan Perkebunan Swasta di Jawa Tahun Pertanian Penduduk Perkebunan Penduduk Pemerintah Swasta (hektar) (hektar) 1845 32.899 792.303 1.225.722 292.163 1851 32.088 786.486 1.127.714 775.060 1860 30.635 758.746 1.176.865 1.208.865 Sumber: Simbolon (2006:507) Aliran modal yang masuk ke Hindia dikeluarkan pada tahun yang sama. Belanda makin deras dengan diberla- Agrarische Besluit memuat mengenai kukannya UU Agraria 1870. UU Agraria domeinsverklaring yang menyebutkan 1870 mengakui sistem hak milik bahwa “seluruh tanah yang petuntukannya Bumiputra atas tanah (Hak Bumiputra atas tidak ditentukan oleh hukum pemilikan tanah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu lain, merupakan milik negara” (Alle grond hak ulayat (beschikkingsrecht) atas tanah waarop niet door andere recht van dan air; hak istimewa perorangan atas eigendom bewezen is, is domein van de tanah tertentu yang diberi garis batas staat) (Simbolon, 2006:160). Dengan de- berdasarkan pilihan orang itu mikian pemerintah kolonial dapat meng- (vookeursrecht); dan hak memungut hasil klaim seluruh tanah yang hak kepemi- olahan sendiri dari tanah milik bersama likannya tidak jelas sebagai milik negara. (Simbolon, 2006:158) melarang penga- Domeinsverklaring merupakan ke- lihan hak Bumiputra atas tanah kepada tentuan yang mendasar dalam pelaksanaan orang asing tetapi memperbolehkan UU Agraria, yaitu hak negara atas tanah di penyewaan selama 5-20 tahun; Hindia Belanda baru ada setelah hak memberikan kebebasan bagi pemodal Bumiputra terjamin. Selanjutnya negara swasta untuk menyewa tanah dan tenaga berhak menyewakan tanah miliknya itu kerja; semua tanah yang tidak merupakan untuk jangka panjang (erfpacht) tidak lebih hak milik Bumiputra dikuasai pemerintah dari 75 tahun. Pemerintah juga harus dan dapat disewakan sampai 75 tahun mengusahakan agar tidak ada pemindahan (Simbolon, 2006:148). Konsekuensi dari hak atas tanah yang sampai mengganggu kebijakan baru ini adalah penghentian hak Bumiputra atas tanah milik mereka. cultuurstelsel secara bertahap yang pada Bumiputra juga diberi kesempatan untuk masa sebelumnya merupakan sumber memperoleh hak milik baru atas tanah peng-hasilan yang penting bagi (agrarische eigendomsrecht). pemerintahan kolonial maupun bagi negeri Program ekonomi liberal di Hindia Belanda sendiri. Belanda juga ditandai dengan keluarnya UU Agraria hanya memuat Suiker Wet (UU Gula) pada 1870 yang ketentuan umum mengenai sistem agraria mengakiri produksi gula secara paksa oleh di Hindia Belanda. Ketentuan lebih lanjut pemerintah. Lambat laun tanah dan per- mengenai sistem agraria yang baru ini tanian untuk tebu akan diserahkan pada dimuat dalam Agrarische Besluit yang swasta. Dampak yang paling menonjoldari 55 56 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan , Nomor 1, Juni 2015 UU Agraria dan UU Gula 1870 adalah antara Hindia Belanda dengan negeri menjamurnya perusahaan-perusahaan Belanda menggunakan kapal layar bisa swasta Eropa. Perusahaan-perusahaan ini memakan waktu 3 bulan atau paling cepat dihadapkan pada dua pilihan tanah yang 40 hari, maka pelayaran dengan kapal uap dapat disewa, tanah milik Bumiputra dan hanya memakan waktu seminggu atau tanah milik negara. Umumnya perusahaan paling lambat 17 hari (Simbolon, swasta lebih suka menyewa tanah milik 2006:159). negara karena mereka tak harus berurusan dengan rumitnya aturan sewa tanah dengan MONETISASI DAN PERUBAHAN penduduk Bumiputra. Lagi pula tanah itu SOSIAL EKONOMI bisa dikontrak selama 75 tahun, sementara penyewaan tanah penduduk Bumiputra Monetisasi di seluruh Jawa tidak hanya dibatasi selama maksimal 20 tahun. berlangsung secara bersamaan. Tanah ini juga dapat digunakan untuk Monetisasi di daerah-daerah partikelir tanaman yang memerlukan lahan luas sudah berlang-sung sebelum masa dalam budidayanya dan dapat digunakan cultuurstelsel melalui komersialisasi untuk budidaya tanaman menahun. Semua tenaga kerja atau penjualan komoditas hal tersebut akan sulit dilakukan jika ekspor secara kecil-kecilan oleh menyewa tanah penduduk Bumiputra. penduduk. Namun monetisasi di Penyewaan tanah penduduk terpaksa sebagian besar Jawa baru terjadi pada dilakukan jika tanaman yang diusahakan abad XIX baik melalui cultuurstelsel adalah tanaman sawah yang memerlukan maupun perkebunan swasta Eropa. perubahan tanah, atau paling tidak rotasi Penjualan kelebihan komoditas tanaman, seperti misalnya tebu (Boeke, ekspor pada pemerintah kolonial selama 1942:78). penerapan cultuurstelsel memungkinkan Peningkatan jumlah perusahan penduduk untuk memperoleh uang swasta Eropa di Jawa juga didukung oleh meskipun sedikit. Selain itu pada masa faktor lain seperti pembukaan terusan Suez ini arus barang impor mulai masuk ke pada 1869 dan kemajuan teknologi pede-saan sehingga meningkatkan perkapalan. Pada 1870 berdirilah maskapai keinginan untuk memiliki barang-barang kapal Belanda yang pertama menggunakan impor yang dianggap penting. Dengan mesin uap, de Stroomvaart Maatschappij demikian arus uang yang keluar dari desa Nederland. Pada 1887 perkembangan juga meningkat. Oleh karenanya teknologi perkapalan memungkinkan lalu penduduk mau tidak mau harus bekerja lintas pos mingguan dilakukan antara lebih keras untuk menghasilkan uang Belanda dengan Hindia Belanda. Jika kapal (Boeke, 1942:67). Cultuurstelsel juga layar lama hanya berbobot mati 2.500 ton mengajarkan pada penduduk Bumiputra (56 penumpang) dengan kecepatan 10 untuk menghasilkan uang melalui knot, maka kapal uap baru itu meningkat penyediaan jasa pada perkebunan menjadi 5.000 ton (100 penumpang) maupun pabrik-pabrik. dengan kecepatan 13 knot. Sejak 1900, Peningkatan monetisasi juga tonase kapal bisa antara 5.000 sampai terjadi melaui pertumbuhan perkebunan 200.000 ton (700 penumpang) de-ngan swasta Eropa, baik pada masa kecepatan 21 knot. Dengan demikian arus cultuurstelsel dan terutama pada masa barang dan manusia menjadi semakin cepat ekonomi liberal. Pembukaan perkebunan dan mudah. Jika sebelumnya pelayaran swasta Eropa memerlukan tanah dari [Type here] Indah Wahyu Puji Utami, Monetisasi dan Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat... 57 penduduk dan terutama tenaga kerja. sung secara seragam dan bersamaan di Sebelum program ekonomi liberal seluruh Jawa, begitu pula perubahan diberlakukan, penyewaan yang berlaku sosial yang dihasilkan. Guna memahami adalah penyewaan tanah sekaligus tenaga lebih lanjut mengenai monetisasi dan kerja, kecuali perusahaan yang perubahan sosial di Jawa abad XIX, menggunakan woeste gronden yang berikut ini disajikan beberapa contoh. memang menerapkan kontrak tenaga kerja individual. Namun setelah 1870 Kopi, Monetisasi, dan Perubahan Sosial terjadi liberalisasi sekaligus komer- Ekonomi di Cirebon sialisasi tanah dan tenaga kerja, kontrak Salah satu contoh yang menarik atas tanah penduduk dan kontrak tenaga dari monetisasi dan perubahan struktur kerja dilakukan secara terpisah. Mone- so-sial ekonomi pada abad XIX terjadi di tisasi yang berlangsung melalui penetrasi Cirebon. Monetisasi mulai meluas di ekonomi Barat telah menimbulkan peru- Cirebon sejak kebijakan pembudidayaan bahan dalam struktur sosial ekonomi bebas yang dikeluarkan tahun 1823. Di masyarakat Jawa, meskipun perubahan bawah sistem ini penduduk desa mena- yang ditimbulkan berbeda-beda di tiap nam serta mengolah kopi, sementara para daerah. kepala desa mempertanggungjawabkan Ekonomi ekspor menarik segi keuangannya. Para kepala desa penduduk Bumiputra baik secara paksa diharuskan menyerahkan sebagian maupun sukarela ke dalamnya sehingga (biasanya ⅓ - ½ bagian) dari hasil penduduk berkesempatan memperoleh produksi mereka pada pemerintah, atau uang. Selain itu pengejaran penghasilan membayar uang senilai dengan bagian berupa uang yang membawa mereka yang seharusnya dibayarkan tersebut. makin larut dalam ekonomi uang yang Dengan demikian penduduk bisa menjual sebelumnya asing bagi mereka. Mening- kelebihan produksi mereka kepada katnya kebutuhan uang seringkali pedagang swasta. membuat penduduk Bumiputra terpaksa Sistem baru ini tidak melibatkan menggadaikan atau menjual tanahnya para bupati dalam budidaya kopi sama sehingga terjadi konsentrasi pemilikan sekali. Peranan yang lebih besar justru tanah pada penduduk Bumiputra yang diberikan kepada para kepala desa kaya. sehingga mereka menggunakan kekua- Komersialisasi dan liberalisasi saan dan kekayaan barunya untuk tenaga kerja melalui sistem buruh upahan memantapkan kedudukan mereka pada juga mulai mengikis hubungan patron- puncak piramida sosial di desa. Para klien di daerah perkebunan dan sekitar kepala desa ini memiliki wewenang pabrik. Kesetiaan penduduk pada elite untuk membagi-bagikan kebun-kebun tradisional Bumiputra lambat laun kopi pada anggota-anggota terkemuka beralih pada perusahaan-perusahaan golongan sikep (penduduk yang sepe- swasta yang mengupah mereka. Keku- nuhnya berhak atas tanah garapan). Para asaan dan wibawa elite tradisional sikep bertanggung jawab atas penanaman Bumiputra semakin menurun di mata dan pemeliharaan tanaman kopi, tapi penduduk, sementara elite desa tumbuh bukan mereka sendiri yang menger- menjadi kelas yang makin kaya dan kuat. jakannya, melainkan para wuwung Monetisasi, seperti telah (Petani bukan pemilik tanah yang telah disinggung sebelumnya, tidak berlang- beristri) dan bujang (petani bukan 57 58 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan , Nomor 1, Juni 2015 pemilik tanah dan belum beristri) yang Prestise sosial para sikep dan mencari nafkah sebagai penyewa serta elite desa makin meningkat pada masa buruh tani (Fernando dan O’Malley, ini. Mereka mulai melakukan hubungan 1988:242-243). yang lebih intensif dengan pejabat- Penyerahan supervisi kepada pejabat Bumiputra di atas tingkat desa para elite desa dan pembagian uang dari dan menjalin hubungan baik dengan atas ke bawah makin memantapkan peran golongan Tionghoa. Keuntungan eko- para elite desa, sementara para bupati nomi yang mereka dapatkan seringkali semakin dijauhkan dari kegiatan eko- mereka gunakan untuk pergi haji se- nomi yang penting. Para wuwung dan hingga sepulangnya mereka menyan- bujang yang bekerja keras di kebun- dang gelar ‘haji’ dan semakin mene- kebun kopi mendapatkan bagian uang guhkan kedudukan sosial mereka yang yang paling sedikit dari sistem ini. tinggi dan semakin menjauh dari masya- Kopi mulai masuk dalam rakat desa lapisan bawah (Fernando dan cultuurstelsel sejak 1832. Masuknya kopi O’Malley, 1988:252). dalam sistem baru ini makin meman- Menjelang tahun 1870 mulai ter- tapkan kedudukan para elite desa di jadi penurunan hasil perkebunan kopi ka- Cirebon dan mengembalikan keterlibatan rena usia tanaman kopi yang sudah tua bupati dalam budidaya kopi. Para elite sehingga kurang produktif. Para petani berusaha meningkatkan produksi kopi di umumnya enggan untuk memotong wilayahnya demi mengejar premi yang pohon kopi dan menggantinya dengan akan diberikan pada mereka jika bisa tanaman kopi yang baru karena memer- memenuhi atau bahkan melebihi target. lukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Sementara itu para petani biasa hanya Jika mereka memotong tanaman yang menerima sedikit bagian dari penjualan sudah tua, mereka harus membakarnya kopi. Mereka inilah yang harus membuka lalu menyebarkan abunya ke tanah dan lahan, melakukan pembibitan, pena- membiarkan tanah itu beristirahat untuk naman, perawatan hingga panen. Hasil beberapa lama sebelum siap untuk diolah panen ini kemudian dijual senilai f. 25 menjadi kebun kopi baru lagi. sepikul (1 pikul setara dengan 62 kg). Budidaya kopi makin terpuruk Dua perlima dari f. 25 dipotong sebagai dengan berjangkitnya hama Hemalia sewa tanah, f. 3 lagi dipotong untuk biaya vestarix pada 1879 yang baru berakhir pengangkutan dan hanya f. 12 yang pada pertengahan 1880-an. Produksi kopi tersisa dari penjualan tiap pikulnya. Cirebon yang pada akhir 1870-an rata- Para sikep dan elite desa adalah rata berjumlah 28.400 pikul setahun golongan yang paling beruntung secara merosot hingga 9.000 pikul pertahun ekonomi. Mereka bertugas mengen- pada khir 1880-an. Pada 1889 hanya dalikan pembayaran kopi yang disetor ke sekitar 14.000 rumah tangga saja yang gudang-gudang pemerintah sehingga masih berkecimpung dalam produksi merekalah yang membagikan uang pada kopi. Jumlah ini kurang dari seperempat orang-orang yang melakukan pekerjaan dari jumlah keluarga yang terlibat dalam berat yang sesungguhnya dalam budi- budidaya kopi beberapa tahun sebelum- daya kopi. Beberapa di antara para sikep nya (Fernado dan O’Malley, 1988:255- ini kemudian diangkat menjadi pengawas 256). resmi kebun kopi sehingga pengha- silannya makin besar. [Type here] Indah Wahyu Puji Utami, Monetisasi dan Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat... 59 Gula, Monetisasi, dan Perubahan Sosial yang bertanggung jawab atas penyediaan Ekonomi di Pekalongan tenaga suka-rela bagi pabrik pada musim Gula merupakan komoditas pen- panen dan penggilingan, juga menca- ting abad XIX selain kopi, indigo, tem- rikan tenaga pengganti dengan pemba- bakau dan teh. Industri gula, seperti hal- yaran tertentu bagi petani pemilik tanah nya kopi, juga menyeret penduduk pada yang tidak bersedia melakukan kerja monetisasi. Monetisasi dan perubahan sukarela sendiri (Knight, 1988:84). struktur sosial ekonomi yang diakibatkan Dalam hal ini para elite desa memegang oleh industri misalnya terjadi di Kare- peranan penting dalam komersialisasi sidenan Pekalongan. tenaga kerja untuk kepentingan industri Industri gula berskala kecil gula. sudah ada sebelum masa cultuurstelsel. Keuntungan yang didapat dari Industri ini umumnya dijalankan oleh industri gula juga melahirkan elite-elite para pengusaha Tionghoa. Namun se- baru di desa yang berasal dari petani kaya menjak 1830 terjadi perubahan dalam atau para ‘pengusaha desa’. Para pengu- industri gula, meskipun di Karesidenan saha desa ini memperoleh keuntungan Pekalongan perubahan ini berjalan lam- dari bisnis penyewaan hewan pembajak bat. Produksi di pabrik gula Wono- kepada petani penanam yang tidak pringgo dimulai dengan buruk sekali, memilikinya. Selain itu para pengusaha yang ditandai dengan rendahnya pro- ini juga mengumpulkan kekayaan mela- duktivitas dan sikap tidak perduli yang lui kontrak pengangkutan tebu. Pening- ditunjukkan oleh petani dan priyayi ter- katan jumlah elite desa dapat dilihat pula hadap serbuan baru ke wilayah pedesaan pada peningkatan jumlah jemaah haji di (Knight, 1988:80). Karesidenan Pekalongan. Pada awal Cultuurstelsel sangat bergantung 1860-an hanya sekitar 240 jemaah pada peranan para elite birokrasi tradi- sementara pada tahun 1868 jumlahnya sional. Dalam kasus karesidenan Peka- meningkat menjadi 863 jemaah. longan pada awalnya para elite birokrasi Upah menanam (plantloon) me- tradisional ini bersikap acuh terhadap rupakan salah satu perangsang bagi sistem baru ini. Perubahan sikap ini baru penanaman tebu oleh para petani. Pene- terjadi setelah pergantian bupati Peka- rimaan kotor upah penanaman terus naik longan dan bupati Batang pada 1847 dan sejak 1854 dan bahkan melebihi sewa 1848. Para elite birokrasi tradisional yang tanah yang harus dibayar para petani baru bersikap lebih kooperatif pada pada pihak Karesidenan. Arus uang yang sistem yang baru dan pada pabrik gula. masuk ke pedesaan mengalami pening- Elite desa nampaknya meru- katan, namun arus uang yang keluar juga pakan golongan yang paling diuntungkan meningkat. Banyak petani yang meng- dalam budidaya tebu dan industri gula. gantungkan penghasilan mereka dari Para elite desa mengemban tugas-tugas industri gula untuk membeli bahan pa- pengawasan di perkebunan dan menjadi kaian dan beras yang didatangkan dari perantara maupun semacam pengusaha. wilayah lain. Pada 1850-an terjadi ‘perdagangan kuli secara besar-besaran’ oleh kepala-kepala 59 60 SEJARAH DAN BUDAYA, Tahun Kesembilan , Nomor 1, Juni 2015 Tabel 2. Upah Menanam dan Sewa Tanah di Wonopringgo Tahun Jumlah Jumlah Upah Upah Menanam Sewa Tanah yang Keluarga Menanam per Keluarga Dibayarkan oleh Penanam Penduduk Kring 1836 2.554 22.880 8,99 12.260 1840 2.253 49.351 21,91 15.985 1841 2.252 24.775 11,00 17.334 1848 3.662 51.590 14,09 - 1849 3.265 29.535 9,05 28,254 1852 2.464 25.936 9,80 28.000 1854 2.908 62.329 21,43 - 1855 2.754 68.310 24,80 25.671 1856 2.975 71.101 23,90 - 1857 3.099 78.249 25,25 26.681 1860 4.261 80.826 18,97 15.991 1862 4.257 80.742 18,97 14.447 1861 3.918 75.404 19,25 18.226 1863 3.918 88.609 22,62 27.592 1864 4.398 88.631 20,15 20.640 1865 4.478 91.925 20,53 35.775 1866 4.590 91.920 20,03 - Sumber: Knight (1988:89) Peningkatan upah penanaman yang menanam yang mereka terima dalam bahkan lebih besar dari sewa tanah yang setahun. Pembuatan pagar untuk mencegah harus dibayarkan tidak dapat begitu saja kerusakan oleh hewan ternak dan babi ditafsirkan sebagai peningkatan kese- hutan menyerap sekitar 5-10% dari upah jahteraan bagi para petani pemilik lahan. menanam yang diterima tiap tahun. Jadi, Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, per- bila dikalkulasikan secara sederhana ‘bi- tama, pembayaran sewa tanah itu meru- aya siluman’ dapat menyerap sekita 15- pakan pembayaran komunal desa dan ke- 20% dari upah menanam yang diterima pala desa serta para priyayi merupakan oleh petani pemilik lahan (Knight, 1988: tenaga penagih sewa tersebut. Hal ini 90-92). membuka peluang bagi para penagih un- Peningkatan arus uang yang masuk tuk melakukan penyelewengan dengan ke desa juga disebabkan oleh komer- menarik jumlah yang lebih besar pada sialisasi tenaga kerja. Meskipun meka- penduduk melebihi yang seharusnya. nisasi telah terjadi dalam industri gula abad Kedua, adanya ‘biaya siluman’ yang tidak XIX, namun industri ini masih me- sedikit, yang berhubungan dengan kebu- merlukan banyak tenaga kerja karena me- tuhan mereka untuk menyediakan secara kanisasi itu hanya ada di dalam pabrik gratis tenaga kerja di luar diri mereka bagi (Knight, 1993:70). Industri gula memer- industri gula dengan hewan pembajak dan lukan banyak tenaga kerja mulai dari bahan pembuat pagar. Para pemilik tanah proses penanaman, perawatan tanaman, harus menyediakan biaya untuk upah panen, pengangkutan ke pabrik hingga tenaga kerja pengganti dan biaya sewa pemrosesan tebu menjadi gula. Dalam hewan pembajak karena tidak semua rangkaian proses panjang itu industri gula pemilik tanah memilikinya. Jumlah banyak bergantung pada tenaga manusia. pengeluaran untuk upah dan sewa hewan Tenaga kerja penduduk desa yang dike- pembajak ini bisa mencapai 10% dari upah rahkan dalam industri gula terbagi dalam [Type here]

Description:
dikaji. Pemerintah kolonial maupun . Luas Pertanian Pemerintah dan Perkebunan Swasta di Jawa. Tahun . ting abad XIX selain kopi, indigo, tem-.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.