ebook img

MODEL PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MUSLIM DI PESANTREN PDF

109 Pages·2016·1.97 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview MODEL PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MUSLIM DI PESANTREN

1 MODEL PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN MUSLIM DI PESANTREN (Studi Etnografis pada Pondok Pesantren di Kota Purwokerto) Laporan Penelitian Oleh : Dr. Muskinul Fuad, M. Ag NIP.197412262000031001 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO 2015 LEMBAR PENGESAHAN 2 • Judul Penelitian : “Model Pengembangan Kepribadian Muslim di Pesantren (Studi Etnografis Pada Pondok Pesantren Di Kota Purwokerto)” • Jenis Penelitian : Individual • Bidang Ilmu : Bimbingan dan Konseling Islam • Nama Peneliti : Dr. Muskinul Fuad, M. Ag • Jangka Waktu Penelitian : 4 Bulan • Sumber Dana : DIPA IAIN Purwokerto Tahun 2015 Purwokerto, 10 Oktober 2015 a.n Ketua LPPM IAIN Purwokerto Peneliti Sekretaris Drs. Amat Nuri, M. Pd.I Dr. Muskinul Fuad, M.AgNIP.196307071992031007 NIP. 197412262000031001 KATA PENGANTAR 3 Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Swt. atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Penelitian ini merupakan bentuk upaya pencarian penulis atas berbagai model pengembangan kepribadian muslim yang selama ini menjadi konsen akademik penulis. Ketika diberi kesempatan untuk melakukan studi lanjut di Universitas Pendidikan Indonesia, penulis merasakan adanya kekosongan spiritual pada teori-teori pengembangan kepribadian yang dikemukakan oleh para psikolog. Saat membaca beberapa kajian tentang psikologi lintas budaya dan psikologi pribumi, penulis semakin terdorong untuk mengkaji masalah ini secara lebih intensif. Akhir kata, penelitian ini tentu saja masih memiliki banyak kekurangan, sehingga penulis berdo’a semoga ada orang lain yang akan memperbaikinya. Semoga karya ilmiah yang sederhana ini dapat menjadi amal ibadah bagi penulis dan bagi semua orang yang telah ikut terlibat di dalamnya, baik langsung maupun tidak langsung. Purwokerto, 10 Oktober 2015 Penulis DAFTAR ISI 4 HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………1 LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………........... 2 KATA PENGANTAR………………………………………………………………. 3 DAFTAR ISI………………………………………………………………………… 4 BAB I. PENDAHULUAN……………………..….……………………………….. 5 A. Latar Belakang Masalah…..………………..….….………………….…………... 5 B. Rumusan Masalah ………………………………….…………………………….. 10 C. Tujuan dan Signifikansi Penelitian.………………………………………………. 12 D. Review Penelitian Terkait………………………………………………………... 13 E. Sistematika Laporan………………………………………………………………. 18 BAB II. PESANTREN DAN PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN……………..19 A. Pesantren…………………………………………………………....……………. 19 B. Pengembangan Kepribadian……………………………………………………...29 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………..46 A. Pendekatan Penelitian…………………………………………………………….46 B. Subyek Penelitian…………………………………………………………….…...48 C. Proses dan Teknik Pengumpulan Data.………….........……………………………..49 D. Analisis Data………………………………………………………………………50 E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian..................................................................... 51 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................... ..54 A. Profil Pesantren……………………..…..……………………………………........... 54 B. Nilai-nilai Pesantren sebagai Landasan Pengembangan Kepribadian..…………….77 C. Proses Pengembangan Kepribadian Muslim di Pesantren……………….…............89 D. Analisis Model Pengembangan Kepribadian Muslim di Pesantren…………………..97 BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.….……………………………..101 A. Kesimpulan………………………………………………………………………101 B. Rekomendasi…………………………………………………………………….. 201 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang Masalah Meski telah mencapai usia 70 tahun kemerdekaan dan 17 tahun reformasi, bangsa Indonesia belum juga beranjak jauh dari berbagai problem berat yang harus dilaluinya. Beberapa problem tersebut meliputi praktek korupsi, konflik; baik yang terjadi antar etnis, agama, politisi, remaja, pelajar, maupun antar warga kampung, meningkatnya kriminalitas, terorisme, narkoba, mafia hukum, dan sebagainya. Kondisi domestik ini pada dasarnya tidak terlepas dari krisis dunia saat ini. Media masa di seluruh dunia hampir setiap hari di hiasi dengan laporan soal krisis keuangan global, ancaman terorisme, kekerasan, HIV/AIDS, peredaran narkoba, peperangan yang tak berujung, dan sebagainya.1 Krisis multidimensi (ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan moral), baik yang melanda negeri ini khususnya atau dunia pada umumnya, pada dasarnya berakar dari krisis identitas yang bersumber dari tidak jelasnya jatidiri bangsa. Kondisi global ini mengisyaratkan bahwa cara berpikir dan pandangan hidup manusia modern dewasa ini perlu dibenahi. Kepribadian manusia modern perlu dievaluasi dan diperbaiki, agar terbebas dari krisis kemanusiaan global. Karena ilmu pengetahuan modern an sichtelah terbukti gagal membenahi kepribadian manusia, terutama sisi moral dan ruhaninya, maka satu-satunya harapan yang tersisa adalah pada ajaran-ajaran agama, termasuk Islam di dalamnya. Dalam bahasa yang berbeda, 1Muskinul Fuad (2015). Pengembangan Kepribadian Muslim melalui Halaqah: Model bimbingan Kelompok dalam manhaj Tarbiyah, Purwokerto: STAIN Press, hal.1 6 Bunyamin E. Mays pernah menegaskan bahwa kita memiliki orang-orang terdidik yang jauh lebih banyak sepanjang sejarah. Kita juga memiliki lulusan-lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak. Namun, kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang berpenyakit. Bukan pengetahuan yang kita butuhkan, karena kita sudah punya pengetahuan. Kemanusiaan kita sedang membutuhkan sesuatu yang spiritual.2 Secara normatif, Utsman Najati menegaskan bahwa Islam datang ke dunia ini untuk memberi petunjuk kepada umat manusia, mengarahkan, membimbing, dan membebaskan mereka dari kebodohan, kesesatan, dan tradisi yang buruk, menuju akhlak yang terpuji. Islam telah membawa perubahan yang sangat besar dalam jiwa manusia; dalam hal akidah, pemikiran, tradisi, perilaku, dan akhlak. Islam juga telah berhasil mengubah persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri, memberinya makna baru dalam kehidupan, dan memberi informasi tentang misi kehidupan yang sebenarnya bagi manusia. Islam mengubah pemikiran yang keliru dan kebiasaan yang buruk. Islam mengajarkan cara pandang baru dalam kehidupan, prosedur berpikir yang baru, dan pandangan yang sama sekali baru terhadap diri, manusia, dan alam semesta. Islam mengajarkan perilaku, etika, dan cara berinteraksi sosial yang baru. Islam mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan berbagai cara untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesan, dua hal yang menjadi tolok ukur kesehatan mental.3 2Jalaluddin Rakhmat (2003). Islam Aktual. Bandung: Mizan, hal. 172 3M. Utsman Najati (2008). The Ultimate Psychology: Psikologi Sempurna Ala Nabi SAW. Bandung: Pustaka Hidayah. hal. 421 7 Dilihat dari pemeluknya, umat muslim di seluruh dunia saat ini kurang lebih berjumlah 1,2 milyar atau hampir seperempat dari total penduduk dunia. Komunitas muslim yang besar ini, dengan segenap ajaran moral yang dimilikinya, berpotensi untuk berperan dalam menciptakan dunia yang lebih baik. Sebuah dunia yang dihuni oleh manusia yang memiliki kepribadian, moralitas, dan kemampuan untuk menebarkan kedamaian, sebagaimana misi Islam ke dunia.4 Lembaga Pendidikan Islam, termasuk pesantren di dalamnya, ditantang untuk dapat mengejawantahkan misi suci Islam tersebut dalam praktek pendidikannya. Pesantren diharapkan dapat menjadi pionir dalam gerakan moral membangun karakter bangsa, yang diawali dari upaya pengembangan pribadi para santrinya. Untuk itu, pesantren harus merujuk kembali kepada khazanah dan tradisi Islam yang kaya dengan prinsip-prinsip dan pola pengembangan akhlak mulia. Para Kyai dan santri di pesantren perlu menengok kembali pemikiran dan praktek pendidikan karakter yang telah dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Al-Ghazali, Ibnu Maskawih, Az-Zarnuji, dan sebagainya. Tuntutan terhadap pesantren tersebut sesungguhnya memiliki alasan yang sangat kuat, mengingat terdapatnya segala potensi yang ada di lembaga pendidikan khas Indonesia ini. Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik dan dinamikanya sendiri,apabila dibandingkan dengan lembaga 4Abdul Lateef Abdullah (2009). Toward a Concept of Islamic Personality. [Online]. Tersedia: http://www.crescentlife.com/articles/islamic%20psych/conceptofislamicpersonality.ht m [2 Januari 2015] 8 pendidikan formal seperti sekolah.5 Salah satu yang tampak adalah apa yang ada pada kehidupan santrinya. Para santri hidup dan tinggal terpisah dengan orangtua, bertempat di asrama (pondokan), berinteraksi dengan teman-teman, para ustadz, dan pengasuh (kyai), selama 24 jam, dalam sebuah komunitas bernama pesantren. Aktivitas keseharian santri dapat dikatakan lebih bervariasi, kompleks, dan dinamis, dibandingkan dengan seorang siswa di sekolah. Aktivitas itu secara umum meliputi kegiatan belajar agama (mengaji) seperti sorogan, bandungan, halaqah, atau musyafahah,dan kegiatan pribadi seperti mandi, mencuci, tidur, makan, dan olahraga, serta berbagai aktivitas ibadah seperti zikir, shalat berjamaah, puasa sunnah, dan tadarrus. Di dalam pesantren yang membuka lembaga pendidikan formal (sekolah), aktivitas santrinya akan bertambah dengan kegiatan belajar di sekolah secara klasikal.6 Dilihat dari teori kepribadian, dinamika kehidupan pesantren tersebut akan membawa konsekuensi yang lebih kompleks bagi kehidupan para santrinya. Pada satu sisi, hal ini akan potensial menimbulkan berbagai permasalahan psikologis bagi santri. Akan tetapi, pada sisi yang lain, dinamika tersebut akan menjadi sarana yang efektif bagi pengembangan kepribadian para santri.Santri adalah individu yang ditempa 5Hasil bacaan penulis terhadap disertasi Mastuhu (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta: INIS 6Muskinul Fuad dan Alif Budiono (2012). “Pola Kelekatan di Kalangan Santri Usia Remaja Awal: Studi Kasus di Pondok Pesantren Anwarussholihin Pamujan Teluk, Banyumas” dalam Jurnal Personifikasi Vol 3, Nomor 2, November 2012 9 dengan berbagai pola kehidupan pesantren yang menekankan pada kemandirian, moralitas, kesederhanaan, dan kesabaran. Dilihat dari output-nya, pesantren telah berhasil pula dalam melahirkan sosok- sosok pribadi yang diakui perannya dalam skala nasional, misalnya Gus Dur, Hasyim Muzadi, Said Aqil Siradj, Din Syamsuddin, Musthofa Bisri, Nurkholis Madjid, Hidayat Nur Wahid, Emha Ainun Najib, Sholahuddin Wahid, dan lainnya. Para alumi pesantren ini tidak dapat dipungkiri merupakan tokoh yang telah mewarnai perjalanan bangsa ini dengan kontribusinya di bidang masing-masing, baik dalam pemikiran kebangsaan, keislaman, dan sastra, maupun dalam hal kepemimpinan organisasi sosial kemasyarakatan, lembaga pendidikan, dan politik nasional. Ketokohan mereka tentu saja tidak dapat dipisahkan dari model pengembangan kepribadian yang ada di dunia pesantren. Sebagaialumni pesantren, penulis saat ini sedang merasakan kerinduan akan hadirnya kembali pola atau model pengembangan kepribadian muslim yang tampaknya mulai diabaikan oleh dunia pesantren sendiri. Untuk itu, melalui penelitian di beberapa pesantren yang ada di kota Purwokerto, penulis tertarik untuk mengungkap kembali model pengembangan kepribadian muslim yang ada di dunia pesantren.Hanya saja, sebelum sampai pada rumusan model pengembangan kepribadian yang ada di pesantren, penulis merasa perlu untuk menggali nilai-nilai yang mendasari praktek pengembangan kepribadian yang dimiliki oleh pesantren dan bagaimana prosesnya di lapangan. Dengan penelitian ini, penulis berharap dapat merekonstruksi kembali pola atau model pengembangan kepribadian yang ada dalam tradisi pesantren. 10 B. Rumusan Masalah Penelitian ini difokuskan pada pembahasan tentang model pengembangan kepribadian muslim yang dikembangkan berdasarkan pengamatan yang mendalam terhadap apa yang dipraktekkan oleh komunitas pesantren di Purwokerto dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim para santrinya. Model, sebagaimana dijelaskan oleh Rakhmat, dapat diartikan sebagai gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model dapat pula didefinisikan sebagai tiruan gejala yang akan diteliti, yang menggambarkan hubungan di antara variabel, sifat, atau komponen dari gejala tersebut. 7 Model membantu peneliti untuk berpikir sistematis, logis, dapat mengambil proses atau gejala yang kompleks, yang terlalu besar untuk untuk dianalisis atau dimanipulasi, dan menyederhanakannya menjadi serangkaian variabel yang berarti. Berdasarkan karakteristik dan fungsinya, model yang dimaksud dalam konteks penelitian dengan paradigma kualitatif ini adalah model yang bersifat grounded, yaitu disusun berdasarkan dari data atau gejala yang ada di lapangan (existing model), dan bersifat hipotetik. Artinya, sebuah model yang dimaksudkan sebagai sebuah proposisi yang berfungsi untuk membuat peneliti peka terhadap fenomena yang diteliti, untuk 7Jalaluddin Rakhmat (2001). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Rosda, hal. 59- 60

Description:
Kajiantentang dunia pesantren sesungguhnya telah banyak dilakukan. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dhofier, dengan judul Tradisi yang kuat dengan menanamkan nilai-nilai Akidah Ahlussunnah Wal. Jama'ah. 2) Menyediakan sumber daya manusia yang mendalami syari'at
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.