MODEL PENGELOLAAN AIR BAKU AIR MINUM BERBASIS DAERAH ALIRAN SUNGAI Studi Kasus: DAS BABON SEMARANG RAYMOND MARPAUNG P062034064 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Model Pengeloaan Air Baku Air Minum Berasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus : DAS Babon Semarang) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Raymond Marpaung NRP: P 062034064 ABSTRACT RAYMOND MARPAUNG. Raw Water for Drinking Water Management Model Based on Watershed. Case Study at Babon Semarang Watershed, Central Java Province, supervised by M. YANUAR J.PURWANTO, ASEP SAPEI, SRI HARTOYO and I WAYAN ASTIKA Growth of population at Babon watershed area has influenced the demand of raw water significantly and it also causes burden to land use. Population growth consequently will rise the demand for housing, for this reason paddy cultivation and forest area were converted to be a housing area. The effect of housing development will escalate the degree of coefficient run off (CRO). Accordingly, infiltrations of rain fall decreases and it affects the lessening of soil water contain. Besides, population growth and housing development contribute significantly to the decease of water quality surrounding Babon watershed area. Study published by Ministry of Public Work described that in the last 10 years, the damage of watershed is critical and it significantly increase drastically. Data shows that in year of 1995, 20% of watersheds which located in Java island are in critical condition. Extensively in year 2005, the number of critical watershed increase to be 60%. To overcome this situation, conservation of watershed is extremely required, otherwise, in the future population in jawa island will face the lack of raw water. The Raw Water for Drinking Water Management Model Based on Watershed is created in order to overcome the impact of critical watershed condition which influence lack of water quantity and to increase the quality of water. The Model consists of three sub model such as: sub model of raw water supply, sub model of raw water demand and sub model of water quality which has been validated based on structural validation and performance validation. Hence, this model will relevant to apply at other watersheds. By designing a “Raw Water for Drinking water Management Model Based on Watershed”, it is identified that conservation will increase the index of Coeffisient Run off (CRO). If CRO increase, it will influence water infiltration. Hence, supply of raw water as base flow will increase accordingly. The increasing of base flow, will reduce debit of surface water. Along with inceasing of debit, conservation will also increase the index of water quality. hence raw water supplied by watershed will be in category of raw water for drinking water which is called ABAM. If water quality getting better, it will minimize the cost of drinking water production. As a result, the profit of PDAM will increase significantly and it will contribute to fund conservation. In order to ensure that this model can be implemented by stake holders, It also completed by institutional mechanism. By designing institutional mechanism, consequently all stakeholders which are responsible for watershed conservation will work simultaneously. Keyword: Watershed, Model, Raw Water, Conservation, CRO RINGKASAN RAYMOND MARPAUNG. Model Pengelolaan Air Baku Air Minum Berbasis Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus : DAS Babon Semarang), di bawah bimbingan M. YANUAR J PURWANTO, ASEP SAPEI, SRI HARTOYO dan I WAYAN ASTIKA Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun menjadi penyebab utama meningkatnya permintaan akan sumberdaya air, dilain pihak yang terjadi justru sebaliknya, yakni air menjadi sumber daya yang keberadaannya semakin tak berketentuan, dimana setiap tahun ketersediaannya semakin menurun. Penurunan ketersediaan air bertolak belakang dengan fenomena peningkatan kebutuhan air. Perubahan fungsi lahan atau konversi lahan telah mengakibatkan terjadinya penurunan debit minimum dan peningkatan debit maksimum. Sementara itu, akibat deforestasi dan kerusakan lahan, kemampuan lahan untuk menahan dan menyimpan air makin rendah. Deforestasi dan kerusakan lahan telah meningkatkan koefisien limpasan atau coefficient run off atau CRO, (perbandingan antara volume limpasan dan volume curah hujan), dan menurunkan kemampuan tanah menahan air hujan. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pengelolaan air baku yang berbasis DAS. Pengelolaan air baku yang berbasis DAS didasari karena DAS ditentukan oleh hidrologi alami, dimana mewakili basis paling logis untuk mengelola sumber daya air. Disamping itu, DAS merupakan suatu mega sistem yang terdiri dari sub system sub sistem, sehingga penyelesaian dengan pendekatan DAS akan menyentuh permasalahan mendasar yang harus ditangani. Sumber daya air menjadi titik fokus karena permasalahan sumberdaya air adalah permasalahan yang tidak bisa dilepaskan dari masalah lingkungan, ekonomi dan sosial. Pengelolaan yang berbasis DAS akan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan semua kegiatan yang mempengaruhi ketersediaan air baku suatu DAS dan kualitas air bakunya. Hasil kualitas air menunjukan bahwa air baku yang berasal dari DAS sudah mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya, dimana kualitas air baku kondisi sekarang sudah termasuk dalam kategori tercemar berat dan sangat tidak layak sebagai air baku untuk air minum, sehingga, apabila digunakan sebagai air baku untuk air minum, biaya produksinya menjadi besar. Studi yang dilakukan oleh ADB menjelaskan bahwa dengan kualitas air yang buruk, maka biaya produksi air minum meningkat sebesar 25% s/d 40%/tahun. Tujuan penelitian ini untuk (1) menetapkan atribut-atribut kunci yang akan dijadikan variabel dalam membangun model pengelolaan ABAM berbasis DAS; (2) membangun model pengelolaan ketersediaan dan kualitas air baku air minum berbasis DAS, khususnya untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel; dan (3) menghasilkan mekanisme kerjasama kelembagaan dalam mengelola DAS. Penelitian ini dilakukan di DAS Babon Semarang mulai bulan Oktober 2009 dan selesai pada bulan Oktober 2011. Penelitian ini meninjau tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial dengan menggunakan pendekatan sistem dan dibatasi dalam sistem hidrologi DAS. Model yang dibangun dalam penelitian ini telah divalidasi baik melalui validasi struktur maupun validasi kinerja. Disamping itu telah dilakukan analisis sensitivitas dan menghasilkan parameter sensitife terhadap ketersediaan air baku. Selanjutkan dilakukan simulasi dan dilanjutkan dengan membuat skenario penanganan kedepan agar kelestarian DAS terjaga. Hasil pembahasan menetapkan 5 (lima) atribut kunci untuk dijadikan sebagai variable dalam membangun model. Kelima atribut kunci tersebut adalah: BOD, COD, debit ekstrim pada musim kemarau, perubahan fungsi lahan dan kekurangan biaya konservasi. Hasil membangun model pengelolaan air baku air minum dihasilkan 3 sub model yaitu: submodel kebutuhan air, submodel ketersediaan air dan sub model kualitas air. Untuk mendukung sub model kualitas air yang salah satu tujuannya untuk mendapatkan biaya untuk konservasi, dilakukan analisis WTP untuk mengetahui keinginan membayar masyarakat terhadap tarif air minum sejauh kelestarian DAS terjaga dan ketersediaan air baku air minum terjamin. Selanjutnya dilakukan skenario dengan memakai tiga pendekatan yaitu skenario pesimis, skenario moderat dan skenario optimis. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa pada skenario pesimis, dimana tidak dilakukan kebijakan reuse, reduce dan recycle dalam pemakaian air baku dan juga tidak menekan laju pertumbuhan penduduk, ketersediaan air baku akan terpenuhi sampai dengan tahun 2039. Apabila dilakukan pendekatan dengan skenario moderat dengan melakukan kebijakan reuse, reduce dan recycle dan menekan laju pertumbhan penduduk,maka kebutuhan air baku akan menurun sehingga suplai air baku akan terpenuhi sampai ahun 2052. Skenario optimis dapat diimplementasikan dengan prasyarat bahwa laju pertumbuhan penduduk ditekan menjadi zero growth dan konservasi terhadap air tanah diberlakukan dengan hanya menggunakan 40% dari total kebutuhan air baku. Apabila skenario optimis dilaksanakan, maka ketersediaan air baku untuk kebutuhan domistik, industri dan hotel akan lestari. Dari hasil simulasi terlihat bahwa skenario optimis adalah yang terbaik, namun sulit untuk diimplementasikan. Oleh sebab, skenario moderat sangat realistis untuk dilaksanakan dimana pertumbuhan penduduk ditekan hanya 1% pertahun disamping itu kebijakan konservasi tetap dilakukan seperti reboisasi untuk kawasan hutan, terasering untuk tegalan, mewajibkan sumur resapan untuk kawasan permukiman dan menggunakan metode SRI untuk persawahan. Dengan demikan ketersediaan air baku tetap terjaga dan kebutuhan air baku terpenuhi. Konservasi akan memperbaiki coeffisien run off (CRO) dan akan meningkatkan ketersediaan air baku. Dampak positif lain dari konservasi akan meningkatkan kualitas air baku dimana akan berpengaruh terhadap biaya produksi air minum karena air baku yang tersedia berkualitas air baku untuk air minum (ABAM), sesuai dengan ketentuan yang ada pada PP.82. Tahun 2001. Agar skenario dapat dilaksanakan ada satu prasyarat yang harus dipenuhi yaitu kerjasama para stake holder yang terintegrasi. Dengan membangun mekamisme kerjasama stake holder, maka setiap stakeholder/lembaga mengetahui tugas masing masing dan stakeholders yang mempunyai driver force besar dan ketergantungan yang rendah dapat berinisitif dan bergerak untuk melakukan konservasi. Agar keakuratan model ini lebih terjamin, perlu menambah jumlah atribut atribut yang akan didiskusikan dan dievaluasi dalam forum group discussion (FGD). Disamping itu, responden yang berpartisipasi dalam FGD harus ditambah baik secara keragaman disiplin ilmu maupun jumlah pesertanya. Terlihat dari hasil analisis prospective, dimana atribut logam berat tidak termasuk sebagai atribut kunci, walaupun secara ilmu pengetahuan terbukti bahwa logam berat lebih berbahaya dibandingkan dengan parameter pencemaran yang lain seperti BOD, COD atau kekeruhan.
Description: