ebook img

MODEL PEMBELAJARAN ANTROPOLOGI SASTRA BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK ... PDF

14 Pages·2017·0.18 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview MODEL PEMBELAJARAN ANTROPOLOGI SASTRA BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK ...

MODEL PEMBELAJARAN ANTROPOLOGI SASTRA BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK PENANAMAN KARAKTER BERPIKIR POSITIF Suwardi Endraswara Guru Besar Antropologi Sastra, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta [email protected] Abstract Learning models anthropological literature, relatively new thing in the context of teaching literature. It is said of a model, because learning a new style of literary anthropology to provide a comprehensive understanding of literature. That is, the literature needs to be understood from the cultural aspect. This article offers the matters of how to understand the local culture-based literature. From the various models that I offer, I believe that someday when applied at schools subject students will be more confident that the anthropological study of literature that can be modified. Learning anthropological literature can take advantage of other fields, such as arts and culture. The essence of teaching literature "that it continues" to be drab. Learning model based on local wisdom is a "golden bridge" to bring the subject students learn to rejoice in anthropology literature. From outbound-learning models and joyfull - learning can actually be integrated into learning implementation anthropological literature. Ideologies that appear as local knowledge of Java and Bali, can actually be seeding the basis of cultural values. Even though there is often a modern ideology that is run on the basis of ideological myths "buy-sell" or "profit and loss", in the style of the lure (reward) heaven, through outbound and joyfull, subject students will understand other people. Anthropological literature is not just a personal problem, but also related to the socio-cultural context. The model can simultaneously as an effort to plant ideology of positive thinking. Positive thinking through literary copyright will refresh live. Keywords: models, anthropological literature, local wisdom, positive thinking Abstrak Model pembelajaran antropologi sastra, tergolong hal baru dalam konteks pembelajaran sastra. Dikatakan sebuah model, sebab pembelajaran antropologi sastra merupakan jurus baru untuk memberikan pemahaman sastra secara komprehensif. Maksudnya, sastra perlu dipahami dari aspek budaya. Artikel ini menawarkan hal ihwal bagaimana memahami sastra yang berbasis budaya local. Dari berbagai model yang saya tawarkan, saya meyakini bahwa suatu saat apabila diterapkan di sekolah subjek didik akan lebih percaya bahwa pembelajaran antropologi sastra itu dapat dimodifikasi. Pembelajaran antropologi sastra dapat memanfaatkan bidang lain, seperti halnya seni dan budaya. Inti dari pembelajaran sastra yang “itu-itu terus” akan menjemukan. Model pembelajaran yang berbasis kearifan lokal merupakan “jembatan emas” untuk mengajak subjek didik bergembira dalam belajar antropologi sastra. Dari model outbound-learning dan joyfull--learning sesungguhnya dapat dipadukan dalam implementasi pembelajaran antropologi sastra. Berbagai ideologi yang muncul sebagai kearifan lokal Jawa dan Bali, sesungguhnya dapat menjadi basis penyemaian nilai budaya. Biarpun sering ada ideologi modern yang menjalankan mitos atas dasar ideologi “jual-beli” atau “untung rugi”, dengan gaya iming-iming (reward) surga, melalui outbound dan joyfull, subjek didik akan semakin memahami orang lain. Antropologi sastra tidak hanya masalah pribadi, melainkan juga berkaitan dengan konteks social budaya. Model tersebut dapat sekaligus sebagai upaya penanaman ideology berpikir positif. Berpikir positif melalui cipta sastra akan menyegarkan hidup. Kata kunci: model, antropologi sastra, kearifan local, berpikir positif PENDAHULUAN Pembelajaran antropologi sastra yang menuntun subjek didik lebih arif. Kearifan berlangsung selama ini, belum memiliki lokal juga mampu menuntun agar subjek dampak yang memadai untuk membangun didik menjadi manusia baru yang senantiasa karakter bangsa. Padahal, sesungguhnya berkarakter bagus (good character), antara antropologi sastra adalah cabang kajian lain hidup yang selalu berpikir positif. ekstrinsik sastra yang bersifat humanistik. Berpikir positif adalah karakter yang dapat Yang menjadi bahan penelitian antropologi meningkatkan spirit hidup, agar manusia sastra adalah sikap dan perilaku manusia, mampu meraih kesuksesan. Berpikir positif lewat fakta-fakta sastra dan budaya adalah kondisi bangsa yang tidak selalu (Endraswara, 2013:1). Kekhasan belajar menyalahkan pihak lain, malinkan antropologi sastra dapat memberikan kompetensi diri yang senantiasa mengambil pemahaman bahwa karya sastra merupakan hikmah dalam sebuah peristiwa sastra apa fakta kehidupan, yang dapat memuat pun. karakter humanistic manusia. Di antara Karya sastra pada dasarnya kaya karakter humanisitik manusia adalah dengan pilar-pilar kearifan lokal dan kearifan lokal sebagai penanaman gerpikir manajemen hidup berpikir positif. Sastra positif. adalah cetusan pemikiran dan harapan agar Ketidakberesan pembelajaran bangsa ini semakin humanis dan berpikir antropologi sastra sebenarnya sudah lama positif. Ketika bangsa sedang berbelok arah, terasa, ketika mahasiswa hanya dijejali teori banyak yang terkena racun korupsi dan barat. Para dosen dan pengajar antropologi politik uang, sastra yang ingin sastra lazimnya bangga dengan mengimpor meluruskannya. Lewat kearifan lokal, sastra segudang teori asing yang umumnya mencoba meluruskan sikap dan perilaku dilatarbelakangi gengsi akademik. Padahal manusia yang sudah semakin rakus dan sesungguhnya, kita sendiri memiliki berjiwa raksasa, ingin menang sendiri, ingin kearifan lokal yang sejalan dengan peta hebat sendiri, dan merasa paling benar. kehidupan ketimuran yang disebut kearifan Ketika bangsa ini mulai kehilangan kendali, lokal. saling tuding, saling berebut kekuasaan, Kearifan lokal sesungguhnya sebuah saling mengkhalalkan segala cara, kebijaksanaan lokatif yang tepat untuk pembelajaran antropologi sastra menanamkan basis pembelajaran menawarkan alternatif sebagai refleksi cara antropologi sastra. Apalagi karya sastra itu berpikir positif. kaya sebuah kearifan lokal, yang dapat Lewat model-model pembelajaran menyebabkan manusia hidup tenang, damai, antropologi sastra yang tidak gila pada teori- dan saling menghargai satu sama lain. teori belaka, sebaliknya penuh penghayatan, Antropologi sastra memuat segala aspek akan mengajak subjek didik menelusuri kehidupan manusia, yang bertujuan sastra dari sisi budaya, akan terungkap menenteramkan hidup. sebuah kearifan hidup dan ranah berpikir Dalam pandangan Tremmel (1976:7- positif. Model pembelajaran antropologi 10), antropologi sastra itu tidak jauh berbeda sastra yang berbasis kearifan lokal adalah dengan sebuah keyakinan. Antropologi sebuah pedoman dalam melakukan kegiatan sastra memuat ruh yang sering diyakini oleh agar subjek didik tergerak selalu berpikir penikmatnya. di masa lalu (mungkin hingga positif. Seperti halnya sebuah “globe”, kini) penuh spekulasi, terlebih lagi dalam model dianggap miniature yang lengkap. masyarakat primitif. Yang hendak diraih Model pembelajaran antropologi sastra dalam keyakinan adalah masalah adalah kerangka konseptual yang memuat keselamatan (salvation). Salvation ditandai prosedur sistematis dalam dengan ketenangan. Untuk itu manusia mengorganisasikan pengalaman belajar. menjalankan ritual dan mempertahankan Model pembelajaran antropologi sastra moralitas. Karya sastra banyak yang demikian, adalah sebuah ranah yang tertata menawarkan ritual-ritual hidup. Maka untuk mewujudkan belajar lebih bermakna. pembelajaran antropologi sastra adalah Hal ini sejalan dengan pemikiran Saripuddin sebuah refleksi ritus kehidupan, yang (1994:4) bahwa pembelajaran merupakan mengajak manusia semakin arif dan berpikir kegiatan yang bertujuan yang tertata secara positif. Dalam kaitan ini, kearifan lokal amat sistematis. cocok dijadikan pijakan belajar antropologi Model pembelajaran antropologi sastra sastra. yang berbasis kearifan lokal dirasa penting, karena sebelum subjek didik berkenalan Model Pembelajaran Antropologi sastra dengan antropologi sastra, telah memiliki Cekokan kearifan dalam dirinya. Kearifan lokal (lokal Selama saya pernah belajar sastra, wisdom) merupakan pandangan hidup, ilmu senantiasa dengan model cekokan. Model pengetahuan, dan berbagai strategi cekokan, adalah gaya lama yang kehidupan yang berwujud aktivitas yang konvensional. Disebut konvensional karena dilakukan oleh masyarakat setempat untuk pembelajaran itu seakan-akan kering, tidak menjawab berbagai masalah dalam membuka peluang berargumentasi dan pemenuhan kebutuhan mereka. Di samping menafsirkan. Model ini mengandalkan itu kearifan lokal dapat pula dimaknai kekuasaan dan paksaan, terlebih dengan sebagai sebuah sistem dalam tatanan pendewaan teori-teori barat. Buku Theory of kehidupan sosial, antropologi sastra, politik, Literature karya Wellek dan Warren (1989), budaya, ekonomi, dan lingkungan yang selalu dijadikan “kitab suci”, yang sakral hidup di dalam masyarakat lokal bagi orang belajar sastra cekokan. Belum (Endraswara, Dkk, 2010:1). Keluasan lagi ditambah dengan hadirnya Segers, cakupan kearifan lokal ini juga sebanding Luxemburg, Eagleton, dan lain-lain yang dengan cakupan antropologi sastra yang diberikan dengan gaya cekokan. memuat jutaan pemikiran, antara lain Gaya cekokan, menurut hemat saya bagaimana manusia mampu berpikir positif. hanya melahirkan manusia clekopan. Berpikir positif akan menyebabkan manusia Maksudnya, si pemberi pesan (sender) amat panjang usia. Berpikir positif akan berkuasa, hingga yang diberi pesan tidak berdaya dan hanya mampu menjerit, dalam karya sastra. Perlu diingat, bahwa merintih, dan melahirkan clekopan manusia itu hakikatnya makhluk yang gemar (pisuhan). Di berbagai perguruan tinggi berpikir. Manusia adalah makhluk yang yang membuka pembelajaran antropologi berbudaya. Dengan budaya, manusia sastra, model cekokan (satu arah), selalu menjadi lebih arif dibanding hewan. Budaya muncul. Belum lagi kalau model tersebut yang menggetarkan olah pikir, seringkali dibumbui dengan aroma menakut-takuti bertabrakan dengan aneka model (hantu), penuh jikalau-jikalau, sehingga pembelajaran yang tidak sejalan dengan kalau menerjang aturan ini dianggap celaka. praktik humanistis. Setiap manusia memiliki Sebaliknya, kalau pembelajar antropologi daya pikir dan humanisme, yang seringkali sastra setia dan patuh, turun-temurun berseberangan dengan model-model yang membudayakan cekokan, akan jaya terkesan paksaan. Getar budaya pula yang selamanya. menghadirkan kearifan hidup. Orang yang Ingatlah sang guru Drona di dalam memegang teguh kearifan, sebenarnya tidak kisah Serat Baratayuda. Dalam karya itu, jauh berbeda dengan berbagai ajaran tampak bagaimana seorang guru nadi, antropologi sastra. Kearifan akan menyampaikan pesan dengan sangat terang mempengaruhi pula sendi-sendi antropologi benderang. Biarpun ajaran cekokan Drona sastra. itu sering mengundang kontroversial, yang Kearifan ini yang membedakan antara jelas tetap fenomenal. Begitulah sang guru manusia dengan makhluk lain. Kearifan yang dalam membelajarkan antropologi lokal pun, kalau saya berkiblat pada gagasan sastra seperti bergaya ulama. Antropologi Geertz (1989) dekat dengan antropologi sastra dijadikan doktrin yang dianggap sastra. Dia dengan tegas menyebut sastra sacral, harus dipatuhi, dengan gaya nun sebagai budaya. Batas antara antropologi inggih sendika dhawuh. Bedanya, dalam sastra dan budaya memang tipis. Maka di kisah wayang itu Bima memang berniat kemudian hari dapat muncul pernyataan belajar antropologi sastra, sedangkan dalam sastra sebagai budaya literer. Salah satu hidup sehari-hari, amat jarang orang yang budaya yang telah mengakar pada bangsa secara sengaja ingin menuntut ilmu kita adalah kearifan lokal. Kearifan lokal antropologi sastra. Yang banyak terjadi, adalah sebuah kebijaksanaan guru yang memaksakan pembelajaran pada (kawicaksanan) yang digali dari pengalaman subjek didik, padahal secara kultural tidak para leluhur, yang bertujuan mencapai dunia mereka kehendaki. Nah, kalau begitu, model damai. apa pun yang hendak dipakai dalam Basis kearifan lokal ini penting, untuk pembelajaran sastra, seringkali membawa melandasi pembelajaran antropologi sastra. kurban. Mengapa? Kearifan lokal merupakan ajaran Itulah sebabnya, pembelajaran batin (kebatinan) yang amat memperhatikan antropologi sastra berupaya memberikan aspek-aspek humanistis. Antropologi sastra aroma baru dalam pembelajaran sastra. yang memuat kebatinan, amat banyak dalam Antropologi sastra memercikan pengalaman antropologi sastra Jawa, antara lain Serat hidup yang berbudaya. Antropologi adalah Darmagandhul dan Suluk Gatholoco. penelitian terhadap manusia (Keesing, Melalui kearifan lokal, seseorang akan 1999:2). Yang dimaksud manusia, adalah belajar antropologi sastra tidak secara mempelajari sikap dan perilakunya. terpaksa. Kearifan lokal yang telah dimiliki Antropologi sastra berupaya meneliti sikap suatu komunitas, tinggal memberdayakan, dan perilaku yang muncul sebagai budaya untuk wahana penghayatan antropologi sastra. Kearifan lokal merupakan ciri orang orang lain tiba-tiba sakit. uduhan Yang berbudaya luhur. Berbeda dengan hewan dilakukan oleh orang tua saya, justru tidak yang mengandalkan insting, manusia yang membalas tuduhan itu, melainkan menerima arif (wicaksana) selalu bertindak dengan (nrima) dan berserah diri (pasrah). Kedua akal budi. Hewan tidak berakal budi, sikap dan perilaku ini, sadar atau tidak biarpun ada hewan yang seolah-olah “balas sebuah model pembelajaran antropologi dendam” pada perilaku manusia yang jauh sastra, yaitu model keteladanan. Biarpun dari “perikehewanan”. Maka kalau ada orang tua saya itu tidak menyatakan ini manusia yang tidak arif, pura-pura lembut, sebuah teladan, tetapi getaran perilakunya padahal hatinya kasar, berarti lebih jelek dapat saya rasakan. Paling tidak, ada getaran daripada hewan. Saya masih ingat pesan bahwa ketika kita dihantam dengan tuduhan, orang tua saya, ketika saya akan memulai kita tidak semestinya membalas dengan menjadi PNS, yaitu: (1) sabarlah anakku, di dendam. Jika niat orang lain yang “busuk” tempat bekerja banyak godaan, banyak kita balas dengan “busuk”, berarti tidak orang yang iri dengki, kadang-kadang berani jelas, siapa yang berbudaya dan siapa yang membunuh dari belakang (nyuduk seka tidak. pungkuran), (2) manusia itu tak sama Sungguh tidak mudah untuk (papak ora padha), ada yang pura-pura menyatakan sebuah model pembelajaran (lamis), kadang-kadang lebik baik hewan mana yang paling cocok untuk bidang dibanding manusia. antropologi sastra. Oleh karena, antropologi Saya meyakini, biarpun orang tua saya sastra itu tidak sekedar pengetahuan tentang itu tidak mengenyam pendidikan tinggi, antropologi sastra, melainkan perilaku apalagi pascasarjana, pesan yang dia berantropologi sastra. Perilaku tidak harus di sampaikan penuh kearifan lokal. Kalau tidak sekolah, melainkan di masyarakat. Yang keliru, pesan dua hal itu pun identik dengan terjadi selama ini, pembelajaran antropologi antropologi sastra dalam tindakan. sastra cenderung ke arah dua hal: (a) model Antropologi sastra jelas mengajak manusia indoktrinasi, artinya sebuah model yang agar bertindak suci, penuh keikhlasan. ditanamkan lewat doktrin-doktrin yang Model penyampaian pesan kearifan orang dianggap sudah pasti, tidak boleh dibantah, tua saya pun dalam suasana santai, non- yang biasanya memuat anjuran/kewajiban indoktrinasi, penuh kesantunan. Belajar dari dan larangan; (2) model hafalan-historis, situ, saya duga setiap orang tua baik di Jawa artinya pembelajaran antropologi sastra maupun Bali, memiliki kearifan lokal yang sekedar pengetahuan, berupa kisah-kisah “ampuh” atau “sakti” demi kesuksesan historis, kisah-kisah manis, yang harus anaknya. Sebagai sebuah kearifan yang dihafalkan. Menurut hemat saya, kedua mirip antropologi sastra, hasilnya (getahnya) model pembelajaran itu belum mampu memang tidak serta merta muncul. Kearifan menjawab seluruh persoalan bangsa. lokal itu sebuah “tanaman rindang jangka Antropologi sastra yang dipaksakan, hanya panjang”. Kearifan lokal bukan seperti melahirkan resistensi berkepanjangan. tanaman jagung saja. Oleh karena model Model cekokan, tergolong model penyemaian (baca: pembelajaran) pembelajaran antropologi sastra yang membutuhkan kebaruan. konvensioal layak diperbaharui. Hal ini Saya masih ingat, dalam kehidupan mengingat pemikiran Geertz (1998:3-4) keluarga saya pernah disangka bahwa praktik budaya dalam hidup menyebabkan sakit tetangga (menyantet). keseharian sering terjadi “drama aksidental”. Orang Jawa mengatakan menggawe, agar Manusia memang seorang aktor. Praktik hidup senantiasa banyak polesan. mempelajari sastra sesuai kodrat budayanya. Menghadapi keadaan yang serba lipstick itu, Manusia memiliki kodrat selalu bijak dan saya kira kearifan lokal justru menjadi berpikir positif. Keadaan semacam ini penting dijadikan basis perilaku. Drama merupakan karakter dasar (moralitas) yang hidup itu penuh ketidakobjektivan. Polesan patut mendapat perhatian. Theodore dan pemanis hidup, kadang-kadang Roosevelt (Wibowo, 20130 mengatakan: bertentangan dengan realitas. Di Jawa, ada “To educate a person in mind and not in yang rajin ke mesjid, seorang haji, tetapi morals is to educate a menace to society” korupsi. Hitungan pakai jari pun sulit (Mendidik seseorang dalam aspek dijangkau, ketika menonton perilaku elit kecerdasan otak dan bukan aspek moral politik di Jakarta juga penuh drama. adalah ancaman mara-bahaya kepada Keyakinan selalu menjadi mitos yang masyarakat). Aspek moral inilah yang dimanipulasi dan dimanjakan pemeluknya, dibangun oleh kearifan lokal dan karakter ketika drama kehidupan semakin gencar. berpikir positif. Berpikir positif akan Mitos itu sering menjadi penakut dalam menyejukkan hati, sebagai kearifan lokal hidup seseorang. Mitos sering dipraktikkan yang membangkitkan hati. dalam dua bentuk yaitu (a) secara pragmatik Berpikir positif is a way of life dan (b) menjalankan secara formalitas. (Wacik, 2009:3). Konsep ini sering ditaati Perang antara kedua hal itu, patut dalam karya antropologi sastra yang diselesaikan dengan dengan basis kearifan menyuarakan hati terdalam. Suara hati itu lokal. Maka sastra yang dibelajarkan secara tidak lain sebuah kearifan lokal. Antropologi paksa, dijejalkan, seperti air ditumpahkan sastra banyak menawarkan pandangan hidup dalam ember akan tumpah akan sia-sia. yang menjadi hidup manusia. Selama ini, Antropologi sastra akan mengurangi tensi kearifan lokal menjadi basis yang dianggap kesia-siaan sastra itu. Kalau Northop Frye tepat, karena sejalan dengan fenomena yang (Geertz, 1999:5) menyatakan mitos tidak ada. Fenomena itu tidak lain sebuah konteks. memaparkan apa yang telah terjadi, Pembelajaran antropologi sastra yang melainkan apa yang biasa terjadi dan terus memperhatikan kearifan lokal akan lebih berlaku sampai kini, kiranya akan menjadi fenomenal. Realitas hidup yang dibangun sebuah jawaban suatu model pembelajaran lewat antropologi sastra, semakin terasa yang musti kita bangun. Antropologi sastra ketika menawarkan kearifan lokal tentang dan mitos jelas hidup beriringan. Setiap berpikir positif. Model pembelajaran bangsa dan etnis memiliki mitos kearifan antropologi sastra semacam ini, kalau lokal, yang sesungguhnya dapat menjadi mengikuti paham Dhavamony (1995:41-50) pilar model pembelajaran. disebut model fenomenologi. Belajar antropologi sastra secara fenomenologi Model Fenomenology-Learning dan tampaknya berat, karena harus Quantum-learning memperhatikan aspek historis dan budaya. Antropologi sastra itu dapat Justru dengan berpijak pada kesejarahan dan dipelajari dari berbagai basis. Sastra menjadi budaya, pembelajaran antropologi sastra milik setiap manusia yang ingin selamat. semakin mudah terpahami. Sejarah dan Oleh sebab itu, aneka pilihan model budaya tradisi yang mengakar, seperti pembelajaran sering diciptakan. Model- halnya kearifan lokal dapat dijadikan “pintu model itu dimunculkan untuk menjawab masuk” untuk penghayatan antropologi tantangan pembelajaran antropologi sastra. sastra. Lewat antropologi sastra, subjek didik dapat Saya jadi ingat, ketika buku (sejenis pakaian yang lalu, akan menjadi fenomena antropologi sastra Jawa) saya akan menarik, dan paling tidak pakaian itu segera diterbitkan penerbit Lapera Yogyakarta, mendapat sambutan hangat. penerbit mau menerbitkan asalkan ada kata Kedua, persoalan yang menyangkut pengantar dari Franz Magnis Suseno. Beliau antropologi sastra, memang membutuhkan seorang rama dan ahli filsafat. Saya pun kehati-hatian dalam menanggapinya. Tolak- setuju, menanggapi permintaan itu. menolak paham dalam paham fenomenologi Akhirnya naskah buku saya kirimkan ke memang sering terjadi. Ketika sekelompok beliau. Ternyata, jawabannya tidak terduga, orang diberi ajaran baru, sadar atau tidak yaitu: (1) saya sudah lama tidak belajar subjek didik akan melakukan komparasi kearifan lokal orang Jawa, seperti yang dengan yang telah diakuasai sebelumnya. tertera dalam naskah ini, (2) lebih tepat Aspek historis dan tradisi lokal yang telah saudara minta kata pengantar pada teman mendarah daging, apabila diubah serta saya Dr. Ign. Kuntara Wiryamartana, yang merta, tentu mengakibatkan persoalan baru. setiap hari bergelut dengan Jawa, (3) tapi Bahkan, fenomena baru dan lama (tradisi saya berharap buku ini tetap terbit dan lokal) sering dipertentangkan, hingga ada banyak membuka wawasan ilmuwan yang yang sampai berjuang berdarah-darah. Saya hendak mendalami kearifan lokal dan jadi ingat, ketika di kampung saya ada kasus keyakinan orang Jawa. Saya pun tidak pertentangan antropologi sastra dengan berkecil hati, biarpun kata pengantar hanya tradisi. Antropologi sastra baru itu (Islam) semacam itu. Akhirnya, buku itu diterbitkan ingin masuk ke kampung saya, dengan di tempat lain disertai sepenggal ucapan upaya menghapus kenduri yang telah beliau, akhirnya cetak ulang berkali-kali, mengakar pada masyarakat. Ternyata, judulnya Falsafah Hidup Jawa. penyebar antropologi sastra itu langsung Ada satu hal yang dapat saya petik dibrontak oleh masyarakat dengan dari pengantar singkat beliau. Pertama, “kekerasan”. Bahkan masyarakat ternyata yang namanya keyakinan (baca: memberikan time limit, jika tidak pergi dari antropologi sastra) itu kalau lama tidak kampung itu akan dihabisi. Peristiwa itu, dipelajari, seseorang menjadi tidak terjadi tahun 2008, sampai terjadi kontekstual. Konteks inilah yang oleh persidangan berkali-kali hingga tingkat desa Dhavamony (1995) dianggap penting, bagi dan kecamatan, baru selesai ketika seseorang yang hendak mempelajari antropologi sastra Islam versi baru itu mau antropologi sastra. Konteks merupakan pergi dari wilayah itu. fenomena yang kadang-kadang berupa Ketiga, tampaknya persoalan interpretasi terhadap tradisi. Tradisi lokal, antropologi sastra tidak cukup belajar sesungguhnya sebuah “jembatan emas” tentang pengetahuan tentang antropologi orang belajar antropologi sastra. Ketika sastra, melainkan praktik sastra. Belajar tradisi itu tidak berseberangan dengan antropologi sastra dengan hafalan doktrin- antropologi sastra, tinggal memanfaatkan, doktrin hanya akan menjemukan dan bahkan hingga subjek didik digiring ke bidang memuakkan. Antropologi sastra itu bukan antropologi sastra. Antropologi sastra itu sekedar dogma yang “mati”, melainkan ibarat sebuah pakaian, kalau tiba-tiba perlu pernik-pernik, hingga ora belajar seseorang harus memakai pakaian baru, antropologi sastra itu merasa nyaman dan yang mungkin terlalu kecil, corak dan motif senang. Konteks semacam ini, saya batiknya kurang sesuai, tentu banyak tawarkan gagasan DePorter dan Hernacki resistensi. Berbeda dengan kita mengukur (2003) tentang model quantum-learning. Model ini, memang terilhami konsep Georgi seperti orang belajar ilmu teknik Lozanov tentang accelerated learning, menciptakan mobil baru. artinya belajar cepat. Saya memandang di Bali dan Jawa Lewat kearifan lokal, sesungguhnya adalah kawasan yang kaya kearifan lokal. quantum-learning amat cocok untuk Yang penting tinggal bagaimana penghayatan antropologi sastra. Kearifan memberdayakan kearifan lokal itu sebagai lokal tidak lain sebuah pilar pendidikan wahana penghayatan antropologi sastra. karakter. Oleh karena itu, memang benar Lingkungan yang tepat, suasana kondusif, kalau Licona (Wahab, 2011:69) pendidikan disertai situasi gembira merupakan model karakter itu terkait dengan prilaku moralitas. quantum-learning yang pantas ditangkap Kearifan lokal dan berpikir positif adalah sebagai sebuah strategi. Yang perlu cirri khas moralitas yang hebat. Dengan ditempuh dalam pembelajaran quantum demikian belajar antropologi sastra yang learning untuk antropologi sastra berbasis memanfafatkan quantum-learning, subjek muatan lokal, yakni: (1) memberikan sugesti didikakan tergiring menjadi insane yang positif, bahwa belajar antropologi sastra sempurna. dapat diawali dan beriringan dengan Quantum-learning menurut Lozanov kearifan lokal, bukan sebaliknya harus (DePorter dan Hernacki, 2003:13-14) dipertentangkan, (2) memasang alunan memuat aspek sugestologi. Aspek ini music lokal, gamelan, misalnya barong, penting dalam pembelajaran antropologi kecak, wayang, untuk membangun suasana sastra berbasis kearifan lokal. Kearifan lokal religi kalau di Jawa ada tembang spiritual, (lokal genius/lokal wisdom) merupakan (3) menempel poster-poster ungkapan pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil tradisional, yang membangkitkan semangat adaptasi suatu komunitas yang berasal dari religious, (4) disertai kebugaran, permainan, pengalaman hidup yang dikomunikasikan dan sentuhan emosional, misalnya tepuk dari generasi ke generasi. Kearifan lokal setan, tepuk Tuhan, tepuk iman, dan dengan demikian merupakan pengetahuan sebagainya, (5) suasana pembelajaran dibuat lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal santai, kreatif, penjelajahan, sharing, dan untuk bertahan hidup dalam suatu komunikatif, dan tidak menakut-nakuti. lingkungannya yang menyatu dengan sistem Kearifan lokal dalam pandangan kepercayaan, norma, budaya dan model quantum-learning adalah sebuah diekspresikan di dalam tradisi dan mitos energy positif. Quantum-learning bertugas yang dianut dalam jangka waktu yang lama. mengubah energy positif ini menjadi sebuah Proses regenerasi kearifan lokal dilakukan cahaya terang. Untuk itu, subjek didik perlu melalui tradisi lisan (cerita rakyat) dan diajak mengenal diri, tanpa paksaan. karya-karya antropologi sastra, seperti Keyakinan tradisional dipandang sebagai babad, suluk, tembang, hikayat, lontarak dan kearifan budaya lokal (indigenous lain sebagainya (Gunawan, 2008). Oleh knowledge), dan merupakan sumber karena kearifan lokal itu sudah menjadi informasi empiris dan pengetahuan penting milik subjek didik, pembelajaran yang dapat ditingkatkan untuk melengkapi antropologi sastra tinggal masuk dan dan memperkaya keseluruhan pemahaman mengolah sehingga suasana pembelajaran ilmiah tentang antropologi sastra. Belajar cukup sugestif. Perlu dicamkan, antropologi antropologi sastra dengan model quantum- sastra itu persoalan spiritual, yang learning, saya kira dekat dengan gagasan rewardnya tidak secara langsung di dunia, Derrida (Lajar, 2005:163) yang membolehkan “melawan arus bahasa monopolitis.” Ingat, antropologi sastra biasa eksistensi seraya menghormati orang menggunakan konsep monopolitis, tidak lain sebagaimana menghormati diri boleh ada tafsiran dan kemajemukan. sendiri. Nilai ini menjadi dasar yang Belajar antropologi sastra berbasis bijaksana dalam membangun kearifan lokal melalui proses (a) desentring, peradaban demokrasi modern yang (b) dekanonisasi, dan (c) dekonstruksi. saat ini sedang digalakkan. Maksudnya, otonomi baca dan tafsir Nilai Salunglung sabayantaka, seharusnya boleh, diselaraskan dengan paras paros sarpanaya; sutu nilai kearifan lokal yang telah menjadi milik. sosial tentang perlunya kebersamaan Kearifan budaya atau masyarakat dan kerjasama yang setara antara merupakan kumpulan pengetahuan dan cara satu dengan yang lainnya sebagai berpikir yang berakar dalam kebudayaan satu kesatuan sosial yang saling suatu etnis, yang merupakan hasil menghargai dan menghormati. pengamatan dalam kurun waktu yang Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai panjang. Kearifan tersebut banyak berisikan sikap sosial yang menyadari akan gambaran tentang anggapan masyarakat kebersamaan ditengah perbedaan, yang bersangkutan tentang hal-hal yang dan perbedaan dalam kebersamaan. berkaitan dengan kualitas lingkungan Semangat ini sangat penting untuk manusia, serta hubungan-hubungan manusia diaktualisasikan dalam tantanan dan lingkungan alamnya. kehidupan sosial yang multicultural. Nilai kearifan Tri Hita Karana; Nilai kearifan lokal menyama suatu nilai kosmopolit tentang braya; mengandung makna harmonisasi hubungan manusia persamaan dan persaudaraan dan dengan Tuhan (sutata parhyangan), pengakuan sosial bahwa kita adalah hubungan manusia dengan sesama bersaudara. Sebagai satu kesatuan umat manusia (sutata pawongan) sosial persaudaraan maka sikap dan dan harmonisasi hubungan manusia prilaku dalam memandang orang lain dengan alam lingkungannya (sutata sebagai saudara yang patut diajak palemahan). Nilai kearfian lokal ini bersama dalam suka dan duka. telah mampu menjaga dan menata (Wisnumurti, 2006) pola hubungan sosial masyarakat Atas dasar model fenomenologi- yang berjalan sangat dinamis. learning dan quantum-learning, subjek didik Nilai kearifan lokal tri kaya semakin cerah ketika belajar antropologi parisuda; sebagai wujud sastra. Belajar antropologi sastra yang keseimbangan dalam membangun sejalan dengan energy positif hidupnya, jauh karakter dan jatidiri insani, dengan lebih bermanfaat, dibanding mempelajari menyatukan unsur pikiran, perkataan sesuatu yang tak jelas. Jika kunci pokok dan perbuatan. Tertanamnya nilai quantum-learning pada konsep AMBAK kearfan ini telah melahirkan insane (apa manfafat bagi aku), saya kira tepat yang berkarakter, m emiliki untuk mempelajari antropologi sastra konsistensi dan akuntabilitas dalam dengan basis kearifan lokal. Bukankah menjalankan kewajiban sosial. kearifan lokal telah menggariskan sebuah Nilai kearifan lokal Tatwam Asi; cita-cita besar yaitu pencapaian keselamatan kamu adalah aku dan aku adalah (savety). Nilai kearifan lokal akan memiliki kamu, nilai ini memberikan fibrasi makna apabila tetap menjadi rujukan dalam bagi sikap dan prilaku mengakui mengatasi setiap dinamika kehidupan sosial, lebih-lebih lagi dalam menyikapi berbagai Yang penting, learning by process. Fokus perbedaan yang rentan menimbulkan pembelajaran model ini menitikberatkan konflik. Keberadaan nilai kearifan lokal konsep child centered learning. justru akan diuji ditengah-tengah kehidupan Model pembelajaran pada dasarnya sosial yang dinamis. Di situlah sebuah nilai memang ada dua (1) konvensional, metode akan dapat dirasakan. Secara empiris nilai termasuk tradisional dan (2) metode kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang inkonvensional, tergolong baru: modul, pada masyarakat Bali telah teruji berprograma, unit, machine program, E- keampuhannya, paling tidak ketika proses learning, live in, dan outbound. Saya sering reformasi berlangsung, pemilu multi partai menjalankan model ini dalam bidang dan konflik-konflik sosial yang bernuansa antropologi sastra dalam bentuk bengkel antar pemuda, masalah ekonomi dan politik antropologi sastra. Kegiatan dilaksanakan dapat diredam. dikebun, dengan kemping, dan penjelajahan. Pembelajaran antropologi sastra pun dapat Model Outbound-learning dan Joyfull-- dilakukan, misalkan saja dengan learning penjelajahan tempat-tempat para tokoh Model outbound-learning, saya kira antropologi sastra, menyaksikan ritual-ritual, dapat menjadi tawaran baru, untuk dilanjutkan dengan diskusi di tempat mengenalkan antropologi sastra dalam peristiwa itu. Model semacam ini akan perspektif kearifan lokal. Hadirnya mitos- menghilangkan kejenuhan belajar mitos yang mengelilingi hidup manusia, antropologi sastra di kelas, yang harus yang dihayati lewat outbound-learning, duduk mendengarkan ceramah. Persoalan kemungkinan akan memudahkan subjek antropologi sastra juga amat luas, didik mengenal realitas sastra. Loekito tidaksekedar ritual, karena itu subjek didik (2001:4) sastra internet banyak tantangan dapat diajak menyelami kehidupan nyata yang penuh hiburan. Sastra tidak lagi harus lewat outbound. Lingkungan adalah media ada standar mutu yang jelas. Menurut hemat pembelajaran yang hidup dan dinamis. saya sastra instan apa pun, tetap ada daya Media pembelajaran antropologi sastra hiburan penting dalam hidup manusia. Oleh dapat digolongkan menjadi 7 (Usman, sebab itu, lewat pembelajaran antropologi 2002:127-128) yaitu (1) realthings, dapat sastra, subjek didik akan diajak berpikir berupa manusia (guru) sendiri, benda positif tentang hiburan dan permainan. sesungguhnya dan peristiwa yang terjadi, (2) Berbagai permainan dan hiburan, yang visual representation, berupa media disertai media, akan memudahkan subjek tulis/cetak, buku teks, (3) graphic didik mengenal lingkungan alamnya. representation, berupa chart, diagram, Lingkungan alam jelas kaya mitos. lukisan, (4) still picture, foto, slide, film Lingkungan alam menyimpan berbagai strip, OHP, (5) motion picture, film, kearifan lokal. Maka,pembelajaran televise, tape, (6) audio (recording), seperti antropologi sastra yang memanfaatkan kaset, sound track, (7) simulation, perang- outbound-learning dapat memilih berbagau perangan. Dari tujuh media ini, yang paling macam media yang tepat. Model outbound- tepat untuk pembelajaran outbound-learning learning sepaham dengan gagasan Gestal adalah realthings dan simulasi. Maksudnya, (Usman, 2002: 101) bahwa insightfull subjek didik dapat diajak ke sebuah objek learning theory, artinya belajar pada (area) yang memungkinkan untuk hakikatnya merupakan hasil proses interaksi permainan, Di tempat itu, akan lebih antara individu dengan lingkungannya. menarik apabila ada event yang terkait

Description:
Dikatakan sebuah model, sebab pembelajaran antropologi sastra merupakan jurus baru untuk memberikan pemahaman sastra secara komprehensif. Maksudnya, sastra perlu dipahami dari aspek budaya. Artikel ini menawarkan hal ihwal bagaimana memahami sastra yang berbasis budaya local.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.