Mengenalkan & Mengekalkan Kehilangan Lintang Fajarauna Sophia Perennis Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 : 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72 : 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan per buatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.0000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Mengenalkan & Mengekalkan Kehilangan Lintang Fajarauna Sophia Perennis Penerbit 2016 Mengenalkan & Mengekalkan Kehilangan © Lintang Fajarauna Sophia Perennis Penyunting : Wasis Sasmito & Aditya W. Wany Prahara Penyelaras Akhir : Kristanto Budiprabowo & Charlotte Blburn Penata Letak : Tri Noviana Gambar Sampul : Langlang Sitegar Desain Sampul : Ferdika Dian Permana Cetakan I, November 2016 xviii+234 hlm; 13 x 19 cm ISBN: 978-602-0809-28-1 Diterbitkan oleh: Gading Publishing Jalan Pura No. 203 Sorowajan Yogyakarta Telp/Fax: (0274-489901) www.gadingpublishing.com “Aku ingin bermain di Taman Burung milik- Nya, menunggu ayah dan bu’e” PROLOG aya mencoba mengingat-ingat lekat nama Sremaja satu ini; Lintang Fajarauna Sophia Perennis. Sebelum sempat mengenal langsung, sang remaja perempuan ini telah dipanggil oleh Sang Pemilik Jiwanya (Allah ghufiro laha). Namun saya beruntung mengenalnya melalui ayahnya, yang berkenan mengirimkan file untuk saya baca, yang membuat saya angkat topi lantaran begitu manisnya dunia ini bergerak-gerak dalam tarian lincahnya melalui tulisan! Saya mengamini kalimat Pram, bahwa kematian akan membuat manusia “selesai” begitu saja, namun selama ia menulis, maka ia tak akan dilupakan sejarah. Ia akan abadi. Ya, Lintang - begitu ia kerap dipanggil, memang telah berada di ruang keabadian bersama Tuhannya, namun ia menitiskan keabadian nama—diri melalui karya-karyanya. Dalam kurun waktu hidup yang singkat dan remaja, ia telah menggoreskan pikiran-pikirannya secara apik dalam tulisan terstruktur dan sistematis yang melampaui keremajaannya! Menulis, sebagaimana diudarkan oleh Fatima Mernissi berarti bahwa kita masih mempercayai kebaikan-kebaikan. Dan saya merasakan nuansa PROLOG vii itu di dalam karya Lintang. Saya hanya tidak percaya mengapa tulisan-tulisannya bisa “diam” saja selama ini tanpa diketahui publik pembaca? Lintang mengudarkan kebaikan-kebaikan melalui canggihnya dalam mengolah dan menarasikan apa yang ada dalam pikirannya. Terhitung ada beberapa cerpen, puisi, juga esai. Tulisan fiksi dan nonfiksi sekaligus ditulis dengan apiknya oleh seorang remaja SMP! Saya rasa, imajinasi seorang Lintang memang mampu melesat dan mengembara jauh, hal yang membuat saya pribadi iri, karena saya menduga keras imajinasi seperti itu sangat membuat hidup seseorang bisa dipastikan akan “nyaman dan menyenangkan”. Tidak akan sepi dan bertemu kekosongan, apalagi jenuh yang akut sebagaimana lazim mendera orang- orang dewasa. Pengembaraan imajinasi Lintang yang jauh itu tak ayal menampakkan wujudnya dalam cerita-cerita yang berbalut mistis, jenaka, lincah- menggemaskan khas seorang remaja, dan melintas batas benua. Bagaimana isi cerita hilir-mudik tokoh- tokoh yang dalam ingatan saya merujuk pada cerita- cerita novel remaja yang digandrungi dunia bisa “ditarik” Lintang ke dalam “nuansa keIndonesiaan”. Saya sendiri bukanlah tipikal pembaca yang mampu bernapas panjang untuk bersuntuk di hadapan cerita remaja yang memiliki tingkat limousin tinggi, bergegas, meliuk-liuk, berlesatan ke sana kemari dalam tempo cepat, seperti yang ditulis Lintang. Renyah sekali. Karenanya, saya kepontal-pontal dengan cepatnya “lari” seorang viii PROLOG