MENCARI DAN MENJADI HUKUM INDONESIA Refleksi Pemikiran Prof. Mahadi OLEH : Dr. OK. SAIDIN, SH, M.Hum Dengan Kata Pengantar : Prof. Dr. Mariam Darus, SH, FCBArb 1 RENUNGAN : PENERAWANGAN MASA DEPAN HUKUM INDONESIA Menulis sebuah hasil pemikiran dari “pemikir besar” tentang hukum bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Disamping harus membaca semua karya-karyanya,juga harus disertai pengalaman bertukar pikiran dengan yang bersangkutan. Sayangnya bertukar pikiran dengan seorang Mahadi tidak penulis alami dalam kurun waktu yang panjang. Adalah pada pertengahan tahun 1986, penulis baru mengenal lebih dekat dengan Prof. Mahadi. Kala itu penulis duduk pada semester akhir pada tahun-tahun kuliah di Fak. Hukum USU, tempat Prof. Mahadi mengabdikan ilmu pengetahuannya. Mata kuliah Filsafat Hukum adalah mata kuliah yang disebutnya sebagai mata kuliah “pembulat studi” yang harus diikuti oleh mahasiswa setelah mahasiswa yang bersangkutan lulus dari ujian skripsi. Buku Roscoe Pound oleh beliau diwajibkan untuk dibaca dan diringkas kemudian saya selaku mahasiswa ketika itu harus mengikuti ujian lisan dengan beliau. Meskipun sebelumnya ketika menyelesaikan skripsi pada jenjang pendidikan S1, Prof. Mahadi adalah salah satu responden wawancara yang saya pilih. Kedekatan-kedekatan lain yang juga pernah saya alami dengan beliau adalah ketika beliau menjabat rektor Universitas Amir Hamzah dan saya sudah mulai ikut mengajarkan mata kuliah sosiologi di universitas tersebut di bawah asuhan OK. Chairuddin dan T. Mansyurdin. Kedua tokoh yang disebut terakhir ini adalah anak 2 didik Prof. Mahadi dan mengasuh mata kuliah Sosiologi di bawah kewibawaan Prof. Mahadi. Oleh karena itu, oleh kedua tokoh ini, saya selalu harus berurusan dengan Prof. Mahadi untuk sedikit menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan Universitas Amir Hamzah dan persoalan- persoalan akademis dan yayasan yang berhubungan dengan kampus tersebut. Pada tahun-tahun berikutnya setelah saya lulus dari Program Pendidikan S1 di Fakultas Hukum USU, saya diterima sebagai staf pengajar di Universitas Sumatera Utara, tepatnya pada tahun 1989. Persentuhan pemikiran dengan Prof. Mahadi terus bergulir baik dalam diskusi-diskusi ilmiah maupun dalam diskusi-diskusi non terstruktur dan itu terus berlangsung selama beberapa tahun. Saya semakin akrab dengan beliau ketika saya bersama OK. Chairuddin menulis sebuah buku yang bertemakan Sosiologi Hukum. Buku yang kami tulis itu kemudian diterbitkan oleh Sinar Grafika Jakarta (1989), dengan kata pengantar Prof. Mahadi. Tahun-tahun berikutnya setelah saya mengikuti berbagai seminar di Jakarta, betapa pentingnya pengajaran tentang Sosiologi Hukum untuk memahami hukum secara empirik. Sayangnya, ketika itu ada mimpi saya sampai hari ini – yang belum terwujud - di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum dibuka program studi atau program kekhususan tentang Studi Hukum dan Masyarakat. Padahal pada tahun-tahun itu, di berbagai Fakultas Hukum di Pulau Jawa telah mengembangkan bidang kajian ini. Di Universitas Indonesia dimotori 3 oleh Prof. Soerjono Soekanto, di Universitas Diponegoro dimotori oleh Prof. Satjipto Rahardjo. Saya pernah mengusulkan bersama-sama dengan Dr. Edy Ikhsan, SH, MA, agar program studi yang sama dibuka di Fakultas Hukum USU, namun usulan saya tersebut belum dapat terwujud. Namun pada awal tahun 2016 nanti, setelah berdiskusi panjang dengan pimpinan Fakultas, mudah-mudahan mimpi itu dapat diwujudkan. Akhirnya pada tahun 1991 saya bersama kawan-kawan pengajar mata kuliah sosiologi dan antropologi di Fakultas Hukum USU mendirikan satu kelompok studi, yang diberi nama Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat (KSHM). Salah satu aktivitas kelompok studi ini adalah menerbitkan majalah yang kami beri nama “Mahadi” untuk mengenang dan mengabadikan nama beliau. Majalah ini kemudian secara rutin terbit 4 kali dalam satu tahun. Sampai saat ini, majalah ini telah berusia 25 tahun dan terus rutin terbit secara berkala. Banyak guru besar yang menghabiskan waktu untuk berfikir akademis untuk pengembangan hukum dan pengembangan ilmu hukum. Prof. Mahadi adalah satu dari sekian banyak guru besar ilmu hukum di negeri ini yang mencurahkan perhatiannya terhadap pembangunan hukum dan pengembangan ilmu hukum. Studi dalam bidang hukum adat termasuk pada bidang kekhususan yang dipercayakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada beliau. Berbagai tulisan tentang penelitian hukum adat telah banyak beliau lahirkan. Ada semacam amanah beliau yang harus dikembangkan ke depan yakni harus kembali 4 ke hukum adat, hukum rakyat yakni hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat lokal dengan segala keberagamannya. Atau dalam terminologi tulisan kami sebut sebagai hukum lokal. Hukum tidak memiliki wajah satu tapi hukum selalu memiliki wajah yang banyak. Hukum tidak bisa dipahami dari satu perspektif atau dari satu paradigma saja, karena hukum memiliki multi paradigma. Demikian butir pemikiran beliau yang dapat kami tangkap dari berbagai tulisan beliau. Jika hukum hendak dipahami secara utuh, maka pendekatan filsafat hukum, studi hukum normatif dan studi hukum sosiologis empirik studi perbandingan hukum bahkan studi politik hukum serta studi sejarah hukum harus dilakukan secara bersama-sama. Tidak mudah untuk mencapai kesempurnaan dalam merumuskan cita- cita pembangunan hukum nasional. Karena dalam idealisme itu terselit berbagai-bagai aspek yang meliputi aspek kesejarahan, aspek politis dan aspek ekonomis. Kesemua itu kata Prof. Mahadi harus menjadi pisau analisis untuk meletakkan posisi dan kedudukan hukum di tengah-tengah masyarakat. Pepatah-pepatah lama dari suku bangsa atau etnik di Indonesia dapat dijadikan bahan-bahan hukum untuk kemudian ditarik sebagai asas hukum. Asas hukum ini kemudian dijadikan dasar untuk menggantungkan norma hukum. Norma hukum dapat diturunkan dari asas-asas hukum yang diabstraksi dari petatah-petitih dari berbagai pepatah yang tumbuh di berbagai suku bangsa di Indonesia. 5 Lembaran-lembaran media massa yang bernuansa hukum tak pernah luput dari perhatian beliau. Hampir semua buku-buku tulisan beliau mengutip dari berbagai klipping koran. Terlihat sederhana memang cara beliau mengumpulkan bahan-bahan hukum, tapi didalamnya tersirat sebuah ketajaman analisis betapa jika hendak melihat hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat, lembaran media cetak yang setiap hari menampilkan tulisan dan berita-berita tentang penegakan hukum adalah fakta empirik yang dapat dijadikan bahan hukum untuk melahirkan studi-studi ilmiah tentang hukum. Metode ini lazim dikenal dengan metode content analysis (analisis isi) dalam penelitian ilmiah. Sayangnya metode ini tidak segera dikembangkan dalam pengajaran-pengajaran metodologi penelitian ilmu hukum di Indonesia. Prof. Mahadi telah meninggalkan banyak karya akademis. Pemikiran beliau tersebar di berbagai-bagai tulisan dan didengar serta diingat oleh tiap-tiap orang yang pernah mengikuti pidato-pidatonya dalam berbagai seminar dan dalam ruang kuliah. Akan tetapi apakah pemikiran-pemikian ini masih berguna atau masih perlu diingat atau kita lupakan lalu terkubur bersama kepergian beliau menghadap keharibaan Ilahi Rabbi ? Inilah yang melatarbelakangi mengapa penulis hendak menulis buku ini, penulis ingin untuk menghidupkan kembali pemikiran- pemikiran beliau. Lewat pemikiran-pemikian beliau kita dapat memberikan pencerahan terhadap pembangunan hukum dan pengembangan ilmu hukum ke depan. Prof. Mahadi sebagai manusia tak dapat dihadang harus menemui ajalnya, akan tetapi, pemikiran beliau tidak pernah mati, tidak pernah 6 terkubur bersama kepergiannya. Pemikirannya tetap hidup. Hidup dalam kalbu dan jiwa orang-orang yang pernah bersentuhan pemikiran dengannya. Studi hukum adat yang menggambarkan pluralisme hukum akan membantu penegakan hukum di negeri ini. Kemelut pertanahan, kemelut pemerintahan, krisis ekonomi, krisis politik bahkan sampai pada krisis moral, sebenarnya tidak lebih dari pemaksaan negara agar berlaku hukum yang tunggal, hukum yang terkodifikasi dan berlaku secara unifikasi. Adalah sebuah utopia atau sebuah idealisme yang tidak berdasar untuk bisa menciptakan hukum yang berlaku secara unifikasi dalam masyarakat yang plural. Di banyak negara, konsep hukum yang demikian gagal diterapkan. Eropa yang kita kenal masyarakatnya sebagai masyarakat yang homogen, iklim dan geografis yang relatif sama, tapi gagal membentuk Masyarakat Ekonomi Eropa dengan sistem hukum tunggal. Hukum hanya mampu menyatukan mata uang Eropa tapi gagal menanggulangi krisis ekonomi Eropa. Kasus krisis ekonomi Yunani kemudian terimbas ke berbagai belahan wilayah negeri di Eropa, bahkan dunia mendapat imbasnya. Kini banyak negara Eropa yang tergabung dalam MEE ingin kembali pada format Eropa yang lama. Pembentukan WTO/GATT 1994 juga telah membuktikan betapa hukum atau peraturan yang tunggal untuk mengatur organisasi perdagangan dunia dan tunduk pada kesepakatan-kesepakatan yang dicapai dalam Uruguay Round ternyata hanya tinggal dalam gagasan idealisme. Masing-masing negara peserta konvensi tersebut akhirnya memilih apa yang terbaik buat negerinya. Demikian juga tentang penegakan hak asasi manusia yang kerap kali harus merujuk pada suasana nasional dan tradisional di negara masing-masing. 7
Description: