ebook img

MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENCEGAH TERJADINYA ACNE Muliani Bagian Anatomi PDF

20 Pages·2015·0.43 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENCEGAH TERJADINYA ACNE Muliani Bagian Anatomi

MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENCEGAH TERJADINYA ACNE Muliani Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Abstrak Acne vulgaris merupakan kelainan kulit umum yang sering dijumpai. Umumnya acne berhubungan dengan depresi, kecemasan dan kelainan psikologis lain. Tingkat gangguan kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain, termasuk epilepsi dan diabetes. Berdasarkan hasil penelitian dari 13000 orang dewasa, menunjukkan bahwa penderita acne lebih sering terkena gangguan gastrointestinal, seperti konstipasi, halitosis dan gastric reflux. Bakteri patogen meningkatkan permiabilitas usus sehingga meningkatkan mediator inflamasi yang berperan dalam terjadinya acne. Pemberian Probiotik dapat menurunkan bakteri patogen, tanda-tanda inflamasi sitemik dan stress oksidatif sehingga dapat menurunkan terjadinya acne. PROBIOTIC MECHANISM TO PREVENT ACNE Muliani Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Abstrak Skin disease that usually occurred is acne vulgaris. Acne is usually linked with depression, anxiety and other psychological disorders. Mental disorders level in acne is higher than other chronic disease, including epilepsy and diabetes. Tingkat gangguan kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain, termasuk epilepsi dan diabetes. According to a study that involving 13000 adult, showed that acne patient more often has gastrointestinal disorders, such as constipation, halitosis and gastric reflux. Pathogen bacteria can increase gut permeability therefore increase inflammatory mediator that cause acne. Probiotic given orraly can reduce pathogen bacteria, systemic inflammation and oxidative stress. This will reduce acne. 1 Pendahuluan Penampilan diri sangat penting dalam kehidupan seseorang, terutama remaja. Penampilan menyebabkan remaja mudah diterima dalam lingkungannya sehingga remaja sangat memperhatikan penampilan, baik dalam hal rambut, wajah, pakaian maupun sepatu. Terjadi perubahan hormon pada usia remaja sehingga mulai timbul jerawat (acne). Acne merupakan penyakit kulit yang sering mengenai remaja. Sekitar 85% remaja laki dan 80% remaja perempuan terkena acne (Gill et al., 2013). Keadaan ini dapat berlanjut sampai usia dewasa muda . Acne merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada kelenjar pilosebaceous. Patogenesis acne ada bermacam-macam, antara lain: follicular keratinization, peningkatan produksi sebum akibat hiperandrogenism, proliferasi Propionibacterium acnes dan inflamasi. Acne pada remaja sering diakibatkan karena perubahan hormon. Lesi pada acne dapat dibagi menjadi komedo tertutup, komedo terbuka, inflammatory papul, pustules, nodules dan kista yang dapat menimbulkan bekas dan perubahan pigmen (Kraft and Freiman, 2011). Bekas jerawat dapat menetap selamanya dan mempengaruhi kualitas hidup penderita, perasaan rendah diri dan masalah dalam perkembangan psikososial (Kraft and Freiman, 2011; Gill et al., 2013), karena itu acne perlu diobati. Acne tidak selalu mudah diobati karena beragamnya faktor penyebab acne (Gill et al., 2013). Pengobatan acne, umumnya berdasarkan tingkat keparahan, faktor predisposisi dan kontraindikasi terhadap obat-obatan tertentu (Yazdanyar, et al., 2013). 2 Anatomi Kulit Sistem integument terdiri dari kulit, kuku dan kelenjar-kelenjar, seperti kelenjar keringat, minyak dan mammae. Kulit dapat menunjukkan kesehatan tubuh secara menyeluruh sehingga dapat digunakan untuk mengetahui beberapa masalah-masalah dalam tubuh (Martini et al, 2005). Sistem integument berfungsi dalam perlindungan tubuh, pengaturan suhu tubuh, ekskresi, sekresi, nutrisi, sintesis, sensasi, dan mekanisme pertahanan tubuh (Kolarsick et al., 2011). Kulit dapat dibagi menjadi 2 lapisan, yaitu: epidermis dan dermis. Lapisan subcutan terletak di bawah dermis. Terdapat pula struktur tambahan, antara lain rambut, kuku dan kelenjar-kelenjar eksokrin. Epidermis tersusun dari epitel berlapis pipih sementara dermis merupakan suatu jaringan ikat longgar (Kolarsick et al., 2011). Sebagian besar tubuh ditutupi oleh kulit tipis. Umumnya tidak terdapat stratum lusidum pada kulit tipis sementara kulit tebal memiliki seluruh stratum, termasuk stratum lusidum. Kulit tebal umumnya 6 kali lebih tebal daripada kulit tipis (Kolarsick et al., 2011). Perbandingan antara kulit tebal dengan kulit tipis dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini. Gambar 1. Kulit Tebal dan Kulit Tipis (Martini et al., 2005) 3 Epidermis merupakan lapisan epitel berlapis pipih. Tebal lapisan ini berkisar antara 20-1400 µm, tergantung dari lokasi (Gunardi dan Saputra, 2012). Sel-sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit, melanosit, sel-sel merkel dan sel Langerhans (Kolarsick et al., 2011; Gunardi dan Saputra, 2012). Melanosit merupakan sel pigmen yang dapat ditemukan di dalam epidermis. Sel Merkel merupakan sel-sel perasa. Sel Langerhans merupakan makrofag yang terdapat dalam epidermis (Kolarsick et al., 2011). Epidermis terutama terdiri dari sel-sel: keratinosit dan dendritik. Berdasarkan morfologi dan posisi keratinosit, maka epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan yang berbeda, yaitu stratum germinativum, stratum spinosum, stratum lusidum, stratum granulosum dan stratum korneum (Gunardi dan Saputra, 2012). Stratum germinativum berisi sel-sel basal, stratum spinosum terdiri dari epitel selapis pipih, pada stratum granulosum terdapat sel-sel granular, stratum corneum terdiri dari epitel berlapis pipih bertanduk (Kolarsick et al., 2011). Lapisan-lapisan epidermis terlihat pada gambar 2 berikut: Gambar 2. Lapisan-lapisan pada epidermis (Martini et al., 2005). 4 Berikut ini merupakan table ciri-ciri masing-masing stratum yang terdapat pada epidermis. Tabel 1. Ciri-ciri masing-masing stratum yang terdapat pada epidermis (Martini et al., 2005) Epidermis akan terus menerus memperbaharui lapisannya dan membentuk struktur- struktur tambahan, seperti pilosebaseus, kuku dan kelenjar keringat. Sel-sel basal epidermis akan mengalami siklus proliferasi dan kelak menggantikan lapisan epidermis yang terluar. Epidermis adalah jaringan yang dinamis, artinya sel-sel selalu berada dalam pergerakan yang konstan, pergerakan ke permukaan kulit tidak hanya dilakukan oleh sel-sel epidermis itu sendiri namun juga oleh sel-sel melanosit dan langerhans (Kolarsick et al., 2011). Sel keratinosit mengisi 80% epidermis. Sel-sel tersebut secara embriologis berasal dari ectoderm. Keratinisasi adalah suatu proses sel keratinosit melalui fase sintetik dan degradasi. Pada fase sintetik, sel memberikan keratin pada cytoplasmic. Pada fase degradatif, organel-organel sel menghilang kemudian isi sel dipadatkan ke dalam campuran filament dengan membrane sel yang amorfi. Sel ini disebut horny cell or corneocyte. Proses maturasi 5 sel-sel ini menghasilkan kematian sel yang dikenal dengan nama diferensiasi terminal (Kolarsick et al., 2011). Dermis merupakan lapisan jaringan ikat fibrus yang longgar dan tersusun tidak teratur. Tebalnya antara 400-2599 µm, tergantung lokasi. Struktur lain yang terdapat pada dermis, antara lain: folikel rambut, kelenjar keringat, pembuluh darah, limfatik, dan saraf (gunardi, S., Saputra, L. Integumen dan Glandula mama. In: quick review anatomi klinik jilid satu, edisi kedua, Binarupa Aksara Publisher, 2012, p. 21-4). Dermis merupakan integrasi dari sistem jaringan ikat fibrus, filamen dan amorphy. Ini mempermudah masuknya rangsangan-rangsangan yang diinduksi oleh jaringan saraf dan pembuluh darah, fibroblast, makrofag dan sel-sel mast. Limfosit, sel plasma dan leukosit memasuki epidermis sebagai respons terhadap berbagai macam rangsangan (Kolarsick et al., 2011). Komponen-komponen yang terdapat pada kulit dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 3. Komponen-komponen yang terdapat pada kulit (Martini et al., 2005) 6 Akhir bulan ke-5 dari perkembangan embrio, sel-sel lemak mulai berkembang dalam jaringan subcutan. Lobulus-lobulus sel lemak atau liposit akan dipisahkan oleh septum fibrus yang dibentuk oleh pembuluh-pembuluh darah dan kolagen. Sebagai organ endokrin, jaringan subcutan berfungsi sebagai tempat cadangan energy. Konversi hormone androstenedione menjadi estrone oleh enzim aromatase terjadi dalam panniculus. Liposit menghasilkan leptin, yaitu suatu hormon yang mengatur berat badan (Kolarsick et al., 2011). Ketiga lapisan kulit merupakan pertahanan kulit terhadap lingkungan luar, transmisi informasi sensoris dan memiliki peranan dalam menjaga homeostasis. Epidermis secara dinamis menghasilkan lapisan luar, yaitu Korneosit yang mengalami proses keratinisasi dan differensiasi. Filamen kolagen dan elastic dari lapisan dermis menyatakan kekenyalan kulit. Lapisan lemak subcutan merupakan tempat penyimpanan cadangan energi bagi tubuh. Rata- rata proliferasi sel yang tinggi pada epidermis dan jaringan epitel secara umum serta adanya fakta bahwa jaringan lebih mudah terpapar akibat kerusakan fisika dan kimia mengakibatkan tingginya rata-rata kejadian kanker kulit dibandingkan kanker lain (Kolarsick et al., 2011). Arah serabut kolagen pada dermis tidak beraturan namun arah-arah tersebut menunjukkan perbedaan pada setiap daerah tubuh, yang disebut dengan garis Langer (gunardi, S., Saputra, L. Integumen dan Glandula mama. In: quick review anatomi klinik jilid satu, edisi kedua, Binarupa Aksara Publisher, 2012, p. 21-4). Kulit memiliki pola saraf segmental. Hal ini karena tubuh merupakan perkembangan dari satu seri 42-46 somit yang identik. Adanya perbedaan dalam pertumbuhan dan perkembangan masing-masing bagian tubuh menyebabkan masing-masing segmen kehilangan identitas, seperti pada bagian kepala atau perkembangan yang sangat cepat seperti pada bagian servikal dan lumbosakral pada ekstremitas (Gunardi dan Saputra) 7 Patofisiologi Acne Acne merupakan peradangan pada kulit yang kronis yang pada dasarnya melibatkan kelenjar pilosebaseus. Berdasarkan tingkat keparahan acne, maka FDA mengklasifikasikan acne menjadi 6 stadium secara berurutan. Stadium ini dimulai dari stadium 0 untuk kulit yang normal dan diakhiri dengan stadium 5 untuk kulit yang memiliki lesi inflamatori yang banyak dan disertai papul, pustule dan nodulokistik yang jumlahnya bervariasi. Sementara AAD mengklasifikasikan acne menjadi 3 stadium, yaitu ringan, sedang dan berat. Tampak beberapa papul dan pustule pada stadium ringan, sementara pada stadium sedang terdapat lebih banyak papul, pustule dan beberapa nodul. Semua lesi tersebut didapatkan dalam jumlah yang lebih banyak pada acne yang berat. Proses terjadinya acne, diakibatkan adanya gangguan ekskresi sel keratinosit (Nguyen, 2013). Gangguan ini akan mengakibatkan penumpukan sel-sel keratinosit. Sel-sel tersebut kemudian bercampur dengan monofilament dan tetesan lipid. Lipid, debris sel, sebum dan pertumbuhan Propionibacterium acnes yang berlebihan akan menyumbat folikel. Pertumbuhan bakteri berlebihan menstimulasi terjadinya inflamasi. Acne sering terdapat pada wajah, leher, dada, lengan atas dan punggung karena memiliki banyak kelenjar sebaseus (Nguyen, 2013) Sekarang ini, telah diketahui adanya reseptor androgen pada sebum (nuclear transcription factor Fox O1). Reseptor tersebut dimodulasi oleh insulinlike-growth factor 1 (IGF-1) dan insulin. Inflamasi yang terjadi di sekitar folikel dan diferensiasi folikular merupakan pertumbuhan berlebihan bakteri. Pertumbuhan tersebut akan membentuk biofilm.yang dapat menyumbat folikel sehingga memperburuk sumbatan dan inflamasi. Inflamasi merupakan salah satu komplikasi acne yang dapat menimbulkan jaringan parut dan hiperpigmentasi (Nguyen, 2013). 8 Faktor risiko terjadinya acne, antara lain: genetic (berhubungan dengan hormon androgen), stress (emosional maupun fisik) dan kosmetik (Nguyen, 2013). Faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya acne, antara lain: hiperkeratinisasi folikular, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, produksi sebum dan inflamasi. Acne pada wanita yang menetap sampai dewasa, umumnya diakibatkan karena faktor hormonal dan disregulasi sistem imun. Hormon yang berperan penting dalam terjadinya acne adalah hormon androgen. Penelitian yang dilakukan pada wanita berusia antara 18-44 tahun, menunjukkan bahwa wanita-wanita tersebut terlihat memiliki wajah kemerah-merahan menjelang menstruasi. Ini umumnya terjadi karena peningkatan kadar androgen serum. Wanita-wanita dengan kadar testosterone yang lebih tinggi, cenderung menderita acne ketika kadar estrogen rendah, yaitu menjelang akhir siklus menstruasi. Selain hormon, respon imun didapat yang hiperaktif juga berperanan dalam terjadinya acne yang menetap dan resisten terhadap pengobatan. Disregulasi sistem imun berperanan dalam terjadinya acne. Inflamasi yang terjadi tidak dipengaruhi oleh kolonisasi bakteri. Beberapa faktor yang diduga terlibat dalam proses inflamasi ini adalah sitokin, peptidase dan neuropeptida. Pembentukan sebum yang ridak normal juga berpengaruh terhadap terjadinya acne yang menetap, produksi squalene peroxidation. Faktor lain yang juga dapat memicu terjadinya acne adalah keadaan psikologis penderita. Keadaan psikologis dapat mengubah mikroflora normal dalam usus, meningkatkan permiabilitas usus dan mengakibatkan inflamasi sistemik. Mikrobiota usus dan probiotik oral mempengaruhi inflamasi sistemik, stress oksidatif, kontrol glikemik, isi jaringan lemak dan emosi. Keadaan ini mempengaruhi timbulnya acne. Acne vulgaris merupakan kelainan kulit umum yang sering dijumpai. Umumnya acne berhubungan dengan depresi, kecemasan dan kelainan psikologis lain. Tingkat gangguan 9 kesehatan mental pada penderita acne lebih tinggi dibandingkan penyakit kronik lain, termasuk epilepsi dan diabetes. Berdasarkan hasil penelitian dari 13000 orang dewasa, menunjukkan bahwa penderita acne lebih sering terkena gangguan gastrointestinal, seperti konstipasi, halitosis dan gastric reflux. Sebanyak 37 % kembung dihubungkan dengan acne. Hubungan Antara Otak, Saluran Cerna dan Kulit. Stokes and Pillsbury mengatakan bahwa kulit dipengaruhi oleh keadaan emosi dan saraf melalui mekanisme gastrointestinal. Terdapat hubungan antara keadaan emosi seperti depresi, cemas dan takut dengan perubahan fungsi tractus gastrointestinal. Perubahan tersebut mengakibatkan perubahan flora mikrobial normal sehingga memicu terjadinya reaksi inflamasi baik lokal maupun sistemik. Kelainan kulit yang dapat terjadi, antara lain: acne, erythema, urtikaria dan dermatitis. Sebanyak kurang lebih 40 % penderita acne, didapatkan mengalami hypochlorhydria. Turunnya keasaman lambung memudahkan migrasi bakteri dari kolon menuju bagian distal usus halus, seiring dengan pergantian mikroflora normal usus. Migrasi ini menginduksi terjadinya stress dan peningkatan permiabilitas usus kemudian inflamasi lokal maupun sistemik. Prinsip terapi adalah mengakhiri siklus yang dipicu oleh stress dan memperkenalkan bakteri yang dikultur, yaitu Bacillus acidophilus'. Dilaporkan rendahnya kadar L. acidophilus pada 53 feses penderita gangguan mental (Bowe dan Logan, 2011). Hypochlorhydria merupakan salah satu faktor risiko berkembangnya bakteri usus secara berlebihan. Gejala yang timbul seringkali ringan, seperti perut kembung, diare, nyeri perut dan konstipasi. Terkadang dapat pula terjadi fibromyalgia, chronic fatigue syndrome dan malabsorpsi protein, lemak, karbohidrat, vitamin B dan mikronutrien lain. Bakteri yang berlebihan juga memerlukan nutrisi, memproduksi metabolit-metabolit yang toksik dan menyebabkan cidera enterocytes pada usus halus serta meningkatkan permiabilitas usus. 10

Description:
MEKANISME PROBIOTIK DALAM MENCEGAH TERJADINYA ACNE. Muliani. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Abstrak.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.