SYIHABUDDIN Landasan Psikolosis II lslam UNIVERSITAS PENDIDI1(AN INDONESIA 2016 LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM SYIHABUDDIN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 1435 H - 2013 M UCAP PEMBUKA Bismillahir rahamanir rahim. Alhamdulillahi rabbil „alamin. Itulah kegiatan yang senantiasa terdiri atas basmalah dan hamdalah, termasuk kegiatan penulisan buku ini. Baru saja kegiatan dimulai dengan basmalah, kegiatan pun telah disyukuri dengan hamdalah. Terima kasih Tuhan, terima kasih pimpinan Universitas, terima kasih pimpinan FPIPS, terima kasih para mahasiswa yang bersabar untuk mendengarkan “kuliah” saya tentang pendidikan Islam. Betapa lemah dan tidak berdayanya manusia dalam berkegiatan. Bahkan, flashdisc tempat mengerjakan buku ini sempat hilang selama sekitar satu bulan, dan saya tidak memiliki backup apa pun, sehingga pada saat itu rencana penuntasan buku pada tahun 1435 ini tinggal kenangan. Namun, Tuhan Maha Kuasa untuk mengembalikan flashdisc tersebut ke tangan saya, hingga akhirnya sampai pula isinya kepada para pembaca yang budiman. Itulah isi buku ini, basmalah dan hamdalah, yang merefleksikan kepasrahan dan keyakinan kepada pengaturan TuhanYang Maha Bijaksana. Keyakinan ini merupakan dasar dari seluruh ikhtiar kependidikan. Dasar keyakinan akan mewarnai seluruh bangunan kegiatan yang ada di atasnya. Jika rumusan teori pendidikan itu didasarkan atas keyakinan kepada adanya zat Tuhan, sifat-sifat-Nya, dan berbagai perbuatan-Nya, maka perumus hakiki teori pendidikan adalah Tuhan, pendidik hakiki adalah Tuhan, materi pembelajaran yang pertama dan utama adalah tentang ketuhanan, penilai hakiki adalah Tuhan, dan seluruh kegiatan pendidikan itu dilaksanakan oleh Tuhan karena Dia Rabbul „Alamin. Itulah frasa dalam surah al-Fatihah yang menjadi landasan utama pendidikan Islam, yang akan sangat bervariasi selaras dengan perspektif para penafsirnya. Variasi ini diperlukan untuk menopang bangunan di atasnya sehingga menjadi kokoh dan kuat. Landasan itu dapat bersifat filosofis, sosiologis, antropologis, psikologis, dan landasan lainnya. Semua landasan ini termaktub dalam Alquran dan Assunnah. Namun, buku ini hanya akan menghampiri landasan psikologis. Itulah landasan pada Bab 1 yang menyuguhkan pemikiran bahwa kepercayaan, keimanan, dan keyakinan kepada Tuhan merupakan landasan pendidikan Islam, bahkan ilmu pendidikan yang dikembangkan pun berbasis pada keimanan. Saya meyakini kebenaran pemikiran ini karena seorang akademisi atau peneliti tidak dapat bekerja tanpa memiliki kepercayaan atau keyakinan bahwa data yang dikumpulkannya memiliki kecenderungan tertentu; bahwa antara gejala X dan gejala Y dipercayai memiliki hubungan tertentu; bahwa berbagai fenomena dan realitas itu diyakini mengandung hukum, prinsip, dan aturan tertentu. Jika peneliti tidak memiliki keyakinan atau kepercayaan, untuk apa dia meneliti? Itulah landasan kepercayaan dan keimanan yang harus dimiliki oleh seorang Muslim, baik sebagai individu atau sebagai anggota masyarakat. Karena itu, pada Bab 2 disuguhkan paparan bahwa masyarakat Muslim itu dibangun dari individu-individu Muslim yang akan membangun kebudayaan dan peradabannya. Jika dalam konteks lain dipercayai bahwa kebudayaan itu dibangun di atas tonggak-tonggak dan prestasi kebudayaan sebelumnya, maka dalam perspektif Islam, kebudayaan itu dapat saja dibangun di atas lahan yang sudah dibersihkan dari kebudayaan sebelumnya yang sekuler dan politheistik. Islam membangun kebudayaan dengan membersihkan sistem kepercayaan yang ada sebelumnya. Itulah lahan yang tepat untuk menyemai prinsip-prinsip umum pendidikan yang akan dijadikan panduan dalam membangun kebudayaan yang lebih baik, yaitu kebudayaan Islam. Prinsip tersebut dirumuskan oleh Nabi Muhammad saw. dengan berlandaskan pada wahyu, yang kemudian diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip tersebut meliputi karakteristik umum pendidikan Islam, sasaran pendidikan, etika pendidikan, dan prinsip pendidikan lainnya yang disajikan dalam Bab 3. Itulah prinsip yang kemudian dikembangkan pada Bab 4 secara operasional dalam menelaah manusia, terutama tentang bagaimana manusia diciptakan, daya yang dimiliki manusia, interaksi di antara berbagai daya manusia, dan bagaimana memahami jiwa manusia. Pembahasan ini menyimpulkan bahwa manusia diciptakan Allah Ta‟ala dengan dibekali sejumlah potensi, karakter, bahan ciptaan yang istimewa, dan struktur yang sangat baik. Potensi dan semua anugerah ini perlu dibina, dikembangkan, ditingkatkan, dan diarahkan melalui sistem pendidikan Islam, sehingga manusia menjadi makhluk yang lebih baik daripada binatang, menjadi mu`min-muttaqin, menjadi bagian dari umat terbaik (khairu ummah), dan umat moderat (ummah wasathan). Itulah individu Muslim yang perlu dibina dan dikembangkan melalui kegiatan pemerolehan ilmu pengetahuan melalui penelitian, pengamatan, dan perenungan terhadap alam semesta dan berbagai fenomena yang terjadi di dalamnya. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan daya pendengaran dan daya penglihatan yang berfungsi mengumpulkan dan mengklasifikasikan data dan informasi yang kemudian ditransfer ke daya akal. Daya akal akan megolahnya dan mengonsultasikan hasilnya kepada daya qalbu dengan berlandaskan pada fitrah, yaitu kecenderungan kepada ketuhanan, kebaikan, dan kesempurnaan. Bab 5 ini menyajikan inti pembahasan yang berkaitan dengan landasan psikologis pendidikan Islam. Itulah daya-daya manusia yang berinteraksi dalam meneliti berbagai data dan informasi yang disajikan Tuhan di alam semesta. Jika demikian halnya, maka Bab 6 ini menyimpulkan bahwa pada hakikatnya pendidikan itu dilaksanakan oleh Allah Ta‟ala kepada seluruh makhluk, baik makhluk “hidup” maupun makhluk “mati”, dengan memberlakukan Sunnatullah, sehingga masing-masing dapat berkontribusi bagi terciptanya keselarasan, keharmonisan, bahkan keindahan alam semesta. Tidak boleh ada satu unsur makhluk pun yang luput dari kegiatan pendidikan, karena ia akan menjadi “nila yang merusak susu sebelanga”; ia akan menodai tatanan yang ada. Pendidikan yang dilakukan Tuhan itu diimplementasikan dan diaktualisasikan oleh Nabi Muhammad saw., sehingga seluruh manusia dapat meneladani seluruh sisi kehidupannya sesuai dengan kapasitas dan posisi masing-masing. Kemudian manusia meneladani perilaku beliau secara terus- menerus hingga akhir masa. Itulah proses penelitian yang bersifat teoretis. Kemudian proses ini dioperasionalkan pada bab 7 dengan menawarkan Model M-3 yang direpresentasikan dalam tiga istilah kunci, yaitu munazharah, mudzakarah, dan muhasbah. Masing-masing kegiatan tidak dapat berdiri, tetapi saling berhubungan dan saling mendukung dalam mencapai tujuan pembelajaran. Ketiga kegiatan ini merupakan siklus yang terus bergerak saling menyempurnakan. Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan pembelajaran, terutama untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan berpikir sistematis, logis, kreatif, dan inovatif melalui pengembangan potensi, daya, dan fitrah manusia. Itulah isi buku ini secara umum. Jika para pembaca berkenan untuk mengkritik, memberi masukan, dan menyampaikan saran perbaikan terhadap paparan ini, maka sebagian dari tujuan penulisan buku ini telah tercapai. Saran itu sangat diharapkan untuk mencapai tujuan utama, yaitu memberikan warna religiusitas dan spiritualitas terhadap pendidikan di Indonesia. Ya Allah al-Ghaffar, ampunilah kesalahan, kekeliruan, dan kebodohan saya. Terimalah karya yang teramat bersahaja ini sebagai pelayanan bagi kemuliaan risalah-Mu. Amin. Bandung, 22 Muharam 1435 Hijriyah Penulis UCAP PEMBUKA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN Urgensi Landasan Pendidikan Landasan Psikologis Keimanan sebagai Landasan Pendidikan Islam Ilmu Berbasis Keimanan BAB II DARI KEJAHILIAH MENUJU KEIMANAN As-Sabiqunal Awwalun Ihwal Masyarakat Jahiliah Kesukuan Bangsa Arab Mengembalikan Fithrah Menanamkan Aqidah Penguatan pada Periode Madinah Implikasi Landasan Psikologis Kesimpulan BAB III PRINSIP UMUM PENDIDIKAN ISLAM Karakteristik Pendidikan Islam Mendidik Merupakan Kewajiban Orang Tua Prinsip Pendidikan Islam Manusia sebagai Subjek Pendidikan Kepribadian Anak dalam Perspektif Islam Etika Pembelajar BAB IV KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Siapakah Manusia? Bagaimana Manusia Diciptakan? Menguji Manusia Interaksi Antardaya Manusia Memahami Jiwa Manusia Implikasi Landasan Psikologis Kesimpulan BAB V DAYA MANUSIA, PROSES BERPIKIR DAN BERPERILAKU Daya pada Manusia Peran Pendengaran dan Penglihatan Mekanisme Berpikir dan Berperilaku Menurut Al-Gazali Mekanisme Berperilaku Menurut Al-Qabasi Peran Dlamir dalam Berperilaku Implikasi Landasan Psikologis Kesimpulan BAB VI HIRARKI KEPENDIDIKAN ISLAM Allah sebagai Rabbul „Alamin Rabbul „Alamin dan Keseimbangan Alam Semesta Nabi sebagai Pendidik Guru Implikasi Landasan Psikologis Kesimpulan BAB VII MODEL PEMBELAJARAN M-3: MUNAZHARAH, MUDZAKARAH, DAN MUHASABAH Model Pembelajaran Berbasis Religiusitas Analisis Makna Leksikal Nazhara, Dzakara, dan Hasiba Analisis Makna Kontekstual Nazhara, Dzakara, dan Hasiba Analisis Tafsir Munazharah, Mudzakarah, dan Muhasabah Model M-3 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Implikasi Rekonstruksi Masyarakat Islam terhadap Landasan Psikologis Tabel 3.1 Implikasi Konsep Manusia terhadap Landasan Psikologis Tabel 5.1 Implikasi Daya Manusia dan Proses Berfikir terhadap Landasan Psikologis Tabel 6.1 Implikasi Hirarki Kependidikan Islam terhadap Landasan Psikologis Tabel 7.1 Tafsir Nazhara Tabel 7.2 Tafsir Adz-Dzikru Tabel 7.3 Tafsir Al-Hisabu BAB I PENDAHULUAN Secara sosiologis, pendidikan merupakan proses pembinaan individu dalam konteks keluarga, sehingga keluarga ini berkontribusi bagi penciptaan masyarakat sebagai ummah muslimah yang menjadi pembawa, pengamal, dan pembina nilai-nilai kasih sayang kepada seluruh makhluk hidup. Kontribusi ini diberikan ummah muslimah dalam kedudukannya sebagai khalifah fil ardhi untuk menuju khairu ummah (umat terbaik). Kontribusi yang diberikan itu berbeda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Perbedaan kontribusi ini dipengaruhi faktor pendidikan yang dilakukan selaras dengan karakter masyarakat, potensi kebudayaan, dan nilai-nilai spiritual yang dianutnya. Karena pendidikan itu selalu berada dalam konteks, maka pendidikan tidak dilakukan dalam kevakuman, tetapi dilakukan berdasarkan realitas-realitas yang ada pada masyarakat tersebut. Karena itu, pendidikan mencerminkan wajah masyarakatnya. Pendidikan diarahkan pada pemilihan, pembinaan, dan pemuliaan pola tertentu dalam sistem sosial. Ini berarti bahwa fokus pembelajaran dalam pendidikan adalah pola perilaku masyarakat itu sendiri, yang pada gilirannya akan membantuk jati diri dan karakter bangsa. Karena itu, tujuan pendidikan dan kurikulum itu terangkum dalam kegiatan pendidikan. Kurikulum menggambarkan cetak biru pendidikan suatu bangsa sejak bangsa itu memiliki kesadaran akan potensinya. Dalam buku Ushul at-Tarbiyyah: al-Ijtima‟iyah, ats- Tsaqafiyah, al-Iqtishadiyah, „Amir (2008) menegaskan bahwa pendidikan itu lahir selaras dengan lahirnya manusia di muka bumi dan sejalan dengan tumbuhnya kesadaran manusia sebagai sosok individu yang merupakan bagian dari suatu komunitas, baik sebagai keluarga maupun etnis tertentu, yang berada di tengah-tengah persaingan dengan berbagai kelompok atau komunitas lain. Pada awal perkembangan manusia, masing-masing kelompok berupaya agar tetap hidup dengan mengandalkan kekuatan fisiknya dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan hidup. Manusia menyadari bahwa dirinya berbeda dan lebih unggul daripada makhluk hidup lainnya. Dengan memanfaatkan perbedaan dan keunggulan itu, manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupannya. Salah satu keunggulan yang pertama kali disadari manusia ialah anugerah kemampuan
Description: