ebook img

LA BOLONTIO ABAD XV Pembimbing PDF

20 Pages·2014·0.25 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview LA BOLONTIO ABAD XV Pembimbing

LA BOLONTIO ABAD XV Pembimbing: Drs. Jonji Apriyanto, M.Hum*, Drs. Surya Kobi, M.Pd** ELI SABAN Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Eli Saban, 231 409 029. 2014. La Bolontio Abad XV. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. 2014. Dibawah bimbingan Bapak Drs. Joni Apriyanto, M.Hum., dan Bapak Drs. Surya Kobi, M.Pd. Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana proses masuknya La Bolontio ke wilyah Kerajaan Buton dan bagaimana pengaruh La Bolontio terhadapa wilayah-wilayah pesisir Kerajaan Buton. Hasil Penelitian menunjukan bahwa ada kemungkinan Tobelo lebih dahulu yang memasuki dan mengganggu eksistensi Kerajaan Buton. Setelah melihat berbagai kemungkinan untuk bisa mencaplok Kerajaan Buton, maka hadirlah sosok pemimpin La Bolontio dan Armada Tobelonya yang masuk ke wilayah Kerajaan Buton melalui jalur utara yang jauh lebih aman, jika dibandingkan dengan melewati laut Banda dan laut Flores di bagian timur dan tenggara pulau Buton yang terkenal sangat ganas akan badai dan ombaknya. Pengaruh La Bolontio pada dasarnya bila dianalisis secara mendalam, terbagi dalam empat bidang, yakni: bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial-budaya, dan bidang keamanan. Dalam bidang politik, pengaruh La Bolontio sempat mengganggu hubungan antara Kerajaan Buton dengan Kerajaan-kerajaan lainnya, seperti Kerajaan Muna, Kerajaan Konawe, Kerajaan Kaledupa dan Kerajaan Selayar. Dalam bidang Ekonomi, hubungan-hubungan perdagangan antar pulau tidak dapat dilakukan karena La Bolontio dan Armadanya tidak segan-segan melakukan perompakkan dan pembajakan terhadap kapal-kapal dagang. Dalam bidang kehidupan sosial- budaya, karakteristik La Bolontio telah mewariskan cerita sejarah lisan pada generasi-generasi setelahnya. Bidang keamanan, kepanikan yang mengganggu kestabilan masyarakat, termasuk juga keamanan Kerajaan Buton. Kata Kunci: La Bolontio, Abad XV PENDAHULUAN La Bolontio adalah seorang Kapten Laksamana Laut dari Kesultanan Ternate yang berada di kepulauan Tobelo yang masih merupakan daerah atau wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate.La Bolontio diberikan amanat oleh Sultan Baabullah Datu Sah untuk menyebarkan pengaruh dan ajaran Islam di kawasan timur Nusantara termasuk pulau Buton, pulau Muna, Bima, pulau Selayar dan Makassar yang pada saat itu masih kebanyakan kerajaan yang menganut kepercayaan Hindu-Budha1. Disinyalir bahwa kedatangan La Bolontio ke pulau Buton melalui jalur utara yang jauh lebih aman dari pada harus melewati jalur selatan (laut Banda dan laut Flores) di bagian timur atau tenggara pulau Buton yang terkenal ganas dengan badai ombaknya. Kapten Laksamana Laut La Bolontio memipin pasukannya di bawah perintah Sultan Ternate ke-4 Sultan Baabullah Datu Sah (1570-1584), untuk memperluas wilayah kekuasaannya dan juga dalam rangka menyebarkan pengaruh dan ajaran agama Islam dikawasan timur Nusantara. Kedatangan Armada La Bolontio ke pulau Buton berlangsung pada saat Kerajaan Buton masih dipimpin oleh raja ke-5 Raja La Ngujuraja dengan gelar Raja Mulae yang dijuluki dengan nama Sangia Yi Gola (keramat yang manis) sampai pada tahun 14912. Disini terlihat ada perbedaan interval waktu yang sangat jauh antara masa pemerintahan Raja Mulae dengan masa pemerintahan Sultan Baabullah Datuh Syah yang terpaut hampir 90 tahun. Namun jika di konversi ke tahun masa pemerintahan Raja Mulae maka diperoleh kemungkinan kesamaan waktu antara Raja Buton dengan Sultan Ternate pada masa pemerintahan Sultan Ternate yang pertama yakni pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin (1486-1500). Di mata masyarakat Buton, La Bolontio dikenal sebagai seorang perompak bajak laut bermata satu yang sangat terkenal dengan sosoknya yang bengis dan menakutkan bagi siapa saja yang berpapasan langsung dengannya. La Bolontio mengisi perutnya dengan hasil-hasil bajakan dan rampokannya. Setelah La 1 La Oba. Muna dalam Lintasan Sejarah (Prasejarah-Era Reformasi). (Muna: Sinyo M.P. 2005), hal. 35-36 2Rusman Bahar. 2010. Konstelasi Sejarah Buton: Masa Lalu dan Masalahnya. Bau-Bau: Bumi Buton, hal. 2 Bolontio berhasil mencapai dan menguasai salah satu daerah dipesisir bagian utara pulau Buton, maka daerah tersebut ia pergunakan sebagai tempat peristrahatan bersama rombongannya dan membangun sebuah markas perlindungan dari bencana badai laut. Hingga sampai saat ini daerah itu di abadikan namanya dengan sebutan Labuan Tobelo. Labuan Tobelo adalah salah satu tempat berlabuhnya orang-orang yang berasal dari Tobelo. Secara langsung masyarakat Kerajaan Kulisusu yang masih merupakan salah satu daerah barata dari Kerajaan Buton pada saat itu merasakan imbasnya dengan adanya berbagai macam ancaman dan gangguan yang timbul akibat ulah La Bolontio tersebut. Barata merupakan suatu daerah kecil yang dijadikan sebagai daerah pertahanan dan keamanan. Sebelum melakukan serangan ke Kerajaan Buton, La Bolontio bersama pasukannya terlebih dahulu menaklukkan daerah Kendari dan Wawonii serta menguasai perairan mulai dari teluk Kendari, selat Wawonii dan selat Buton3. La Bolontio merompak dan membajak setiap kapal yang melewati atau melintasi selat Buton. Pada waktu itu Kerajaan Buton masih dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raja La Ngujuraja dengan julukan Sangia Yi Gola. Sebelum menghadapi serangan La Bolontio, Raja La Ngujuraja beserta para Staf Sara Pangka (eksekutif), Sara Gau (legislatif), Sara Bitara (yudikatif) di Kerajaan Buton melakukan musyawarah terlebih dahulu. Hasil musyawarah itu memutuskan untuk menghadang dan menghadapi La Bolontio dengan pasukannya di daerah pesisir Bone Tobungku (sekarang Kecamatan Kapuntori). Dalam pertempuran tersebut La Bolontio berhasil melumpuhkan dua orang sekaligus dari para kesatria yang ikut dalam sayembara yakni Opu Manjawari dan Raja Betoambari. Setelah melihat keadaan ini, La Kilapontoh langsung bergerak maju untuk melawan La Bolontio dan berhasil mengalahkannya. Setelah La Bolontio tewas terbunuh maka anggota kelompoknya yang masih hidup ditawan4, dan sebagian lagi pasukannya yang masih hidup berhasil lolos dan melarikan diri kedaerah-daerah sekitar. 3Ibid., hlm. 52 4 Prof. H. La Ode Sirajudin Djarudju. Naskah Buton, Naskah Dunia: Prosiding Simposium Internasional IX Pernaskahan Nusantara di Kota Bau-Bau. hal. 141 Setelah La Kilaponto membunuh panglima perang La Bolontio kemudian La Kilaponto memenggal kepala La Bolontio yang akan di persembahkan kepada Raja La Ngujuraja dan memotong alat vital (kemaluan) La Bolontio untuk dijadikan sebagai barang bukti yang akan diperlihatkan kepada Raja Buton Raja La Ngujuraja bahwa La Kilaponto telah berhasil membunuh La Bolontio dan pasukannya sudah di taklukkan. Kemudian daripada itu La Kilaponto telah di akui oleh Raja La Ngujuraja dan langsung dikawinkan dengan Boroko Malanga. Akhirnya kepala La Bolontio diserahkan kepada orang Siompu untuk disimpan dalam sebuah gua yang berada di atas batu di kampung Lontoi. Saat pertempuran di Bonena Tobungku, sangat banyak pasukan La Bolontio yang terbunuh, sehingga pasir yang awalnya berwarna putih berubah menjadi merah karena darah yang tertumpah akibat pertempuran yang dilakukan antara Kerajaan Buton melawan Kapten Laksamana Laut La Bolontio bersama pasukan yang dipimpinnya. Namun pasukan La Bolontio yang masih hidup, lari dan meloloskan diri di daerah-daerah sekitar hingga saat ini sudah tidak diketahui lagi keberadaan mereka. Metode Penelitian Sebagaimana halnya prosedur dalam penulisan sejarah pada umumnya, maka penelitian ini menggunakan metodologi sejarah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1.1.1 Tahap Heuristik Heuristik merupakan tahap pengumpulan sumber dimana seorang peneliti sudah mulai secara aktual turun meneliti di lapangan. Pada tahap ini, kemampuan teori-teori yang bersifat deduktif-spekulatif yang di tuangkan dalam proposal penelitian mulai di uji secara induktif-empirik atau pragmatik5. Pada tahap ini, penulis akan mulai dengan mecari sumber-sumber seperti yang telah dijelaskan pada poin tinjauan pustaka dan sumber. Penulis akan berusaha untuk mengidentifikasi sumber-sumber primer seperti arsip baik ditingkatan kabupaten, provinsi ataupun pusat. Menurut metodologi sejarah, 5 Ibid. hal. 51 sumber berupa arsip merupakan sumber yang menempati posisi tertinggi bila dibandingkan dengan posisi yang lainnya (sumber primer) karena arsip diciptakan pada waktu yang bersamaan dengan kejadian. Namun bukan berarti sumber yang lainnya tidak berguna sama sekali. Sumber-sumber yang lainnya merupakan pelengkap sekaligus penopang dalam bangunan rekonstruksi sejarah. Sehubungan dengan jenis penelitian ini, yakni metodologi sejarah maka penulis mencari sumber-sumber yang relevan dengan penelitian ini. Dengan metode sejarah itulah akan dikaji keaslian sumber data sejarah dan kebenaran informasi sejarah. Ada dua sumber yang penulis gunakan yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Data primer merupakan suatu data yang diperoleh penulis melalui wawancara dengan para informan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tertulis yang berupa buku, artikel, arsip, naskah, majalah, koran dan internet yang berhubungan langsung dengan objek penelitian dan akan digunakan sebagai bahan pendukung dalam melakukan penulisan sejarah. Untuk memperjelas data, penulis melakukan pengumpulan data dilokasi masuknya La Bolontio dan Armada Tobelonya, dan penulis mengambil gambaran lokasi tersebut. 1.1.2 Tahap Kritik Kritik sumber ini adalah langkah selanjutnya setelah langkah pengumpulan sumber dilakukan. Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otensitas dan kredibilitas sumber dengan cara melakukan kritik. Kritik dilakukan dengan memakai cara kerja intelektual dan rasional serta mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan objektifitas suatu kejadian. Kritik sumber dapat dikelompokkan pada kritik ekstern dan kritik ikstern. Kritik ekstern merupakan suatu proses untuk melihat keaslian sumber, terutama dilihat dari segi kasat mata, apakah sumber dari foto kopy, tulisan tangan, stensilan, dan atau percetakan, sedangkan kritik intern bertujuan untuk mengkaji keaslian dan kebenaran data. Pada bagian ini proses yang mungkin akan dilakukan adalah dengan melihat ejaan yang digunakan dalam data tersebut. Selanjutnya penulis akan menelaah dan mengkritik sumber-sumber yang ada. Melakukan tahap penyeleksian sumber-sumber dengan pertimbangan yang berasal dari dalam dan dari luar sumber itu sendiri guna untuk mendapatkan informasi yang lebih sebab informan yang penulis wawancarai berumur lebih dari 50 tahun. 1.1.3 Tahap Interpretasi Interpretasi merupakan penafsiran atau pemberian makna oleh sejarawan terhadap fakta-fakta (fact) dan bukti-bukti (evidences). Dalam metodologi penelitian sejarah, tahap interpretasi inilah yang memegang peranan penting dalam mengeksplanasikan sejarah. Berbagai sumber sejarah tidak akan bisa berbicara tanpa izin dari sejarawan6. Penulis memahami ada beberapa hal yang harus di catat bahwa dalam melihat objek perlu data yang falid. Penulis mendeskripsikan La Bolontio dan Armada Tobelonya di Kerajaan Buton pada akhir abad ke-XV. Cerita itu turun- temurun dari generasi ke generasi sehingga hanya dapat didengar menjadi dongeng belaka. Penulis membuktikan bahwa kedatangan La Bolontio dan Armada Tobelonya di Kerajaan Buton banyak yang bisa diambil dari peninggalan tengkorak kepala yang disinyalir adalah milik La Bolontio. Proses interpretasi yang terdiri dari dua langkah yaitu analisis atau menguraikan data-data yang telah terverifikasi, dan selanjutnya adalah sintesis atau proses penyatuan data sejarah menjadi sebuah konsep. 1.1.4 Tahap Historiografi Historiografi atau penulisan sejarah merupakan tahap terakhir dari seluruh rangkaian metode penelitian sejarah, dimana semua sumber yang telah menjadi fakta setelah melalui kritik, kini dieksplanasikan dengan interpretasi penulis menjadi historiografi yang naratif, deskriptif, maupun analisis. Penulisan sejarah (historiografi) menjadi sarana untuk mengkomunikasikan hasil-hasil dari penelitian yang telah di ungkap, diuji (verifikasi) dan interpretasi. Rekonstruksi 6 A. Daliman, Metodologi Penelitian. Op.Cit., hal. 81-82 akan menjadi eksis apabila hasil-hasil dari penelitian tersebut ditulis dalam sebuah buku7. Penjelasan tentang metodologi sejarah yang dipakai penulis di atas hanyalah bersifat teoretis, efektif tidaknya implementasi dari metodologi sejarah di atas akan sangat terlihat pada hasil penelitian dan penulisan sejarah yang lebih akurat dan sangat terpercaya keberadaannya. Tahap heuristik, kritik sumber, serta interpretasi kemudian dielaborasi sehingga menghasilkan sebuah historiografi. Denga penjelasan ini dapat dipahami bahwa sesungguhnya dalam menulis sejarah merupakan gabungan dari berbagai teknik penulisan sehingga menghasilkan karya yang menarik sekaligus ilmiah. PEMBAHASAN A. Proses Masuknya Armada La Bolontio Ke Wilayah Kerajaan Buton Buton merupakan jalur pelayaran yang sangat strategis di Nusantara baik itu pada masa lampau hingga saat ini. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah di kawasan timur dihubungkan oleh Buton dengan para pedagang yang berasal dari kawasan Nusantara bagian barat. Sehingga Buton menjadi salah satu daerah pusat urbanisasi dan pusat perdagangan terbesar di kawasan timur Nusantara. Dengan letak geografisnya yang sangat strategis dijalur pelayaran sehingga Buton menjadi salah satu bandar niaga di Nusantara. Dengan demikian, daerah Buton selalu timbul berbagai gangguan dan ancaman, salah satunya adalah gangguan dari para pembajak rompak laut. Di Buton, pemimpin bajak rompak laut ini dijuluki dengan nama La Bolontio. Seseorang yang digambarkan hitam dan jelek sekali. La Bolontio adalah seorang raja rompak lautan yang sangat pecundang. Untuk melangsungkan kehidupannya, bersama pasukannya merampok dan merampas hak orang lain serta pekerjaan bengis lainnya yang tidak senonoh. Di mata orang-orang Buton, La Bolontio adalah seorang bajak laut yang haus darah dan tidak mengenal segan – mengasihi, tidak hanya pada lawannya saja bahkan pada teman sebajaknyapun tidak diberi pengampunan jika diketahui 7 A. Daliman, Op.Cit., hal. 99 membangkang dan tidak mematuhi perintahnya. Karena penggambarannya yang kontras itu, bahkan hingga sampai saat ini sebagian oran-orang tua masih menggunakan sosok si mata satu itu untuk menakut-nakuti anak-anaknya yang nakal dan tidak mendengar nasehatnya. Tapi di mata Ternate, kelompok yang distigmakan hitam itu justru adalah seorang pahlawan yang sangat gagah dan pemberani. Mereka adalah pengabdi yang setia pada Kesultanan Ternate. Di tangan dan pundak mereka diembankan tugas dan misi perluasan pengaruh dan pengislaman yang dititahkan oleh Kesultanan Ternate. Tidak perduli berat tanggungan resikonya, misi perluasan pengaruh dan pengislaman itu mereka laksanakan dengan penuh kesungguh- sungguhan. Misi dan tugas utama mereka yang peling penting yang dititahkan oleh Kesultanan Ternate adalah mencaplok sejauh mungkin kekuasaan Kesultanan Ternate dengan cara pengislaman pada kerajaan-kerajaan yang belum memeluk Islam. Ketika wilayah dibagian utara, tengah dan timur telah mereka taklukkan dan menguasainya, sasaran misi berikutnya yang harus dituju adalah sebuah kerajaan kepulauan yang juga diincar oleh Kerajaan Gowa yang terletak dibagian tenggara kaki pulau besar Sulawesi. Kemudian, setelah selesai menyusun siasat penaklukkan atas kerajaan tersebut, maka bergeraklah armada bajak rompak laut yang dipimpin oleh La Bolontio menuju ke pulau Buton. Mereka memulai berarak di pulau Banggai, melalui selat Wawonii yang sempit kemudian berlabuh disebuah tanjung dibagian utara wilayah kekuasaan Kerajaan Kulisusu (pulau Buton). Tempat armada bajak rompak laut La Bolontio itu berlabuh, kini diabadikan namanya dengan sebutan Labuan Tobelo. Dalam manuskrip Buton tercatat bahwa La Bolontio adalah seorang Kapten Laksamana Laut di Kesultanan Ternate yang berasal dari kepulauan Tobelo. La Bolontio diembani tugas dan misi untuk memimpin pasukan laut Kesultanan Ternate. Stabilitas dan keamanan dalam kehidupan masyarakat mulai terancam akibat adanya gangguan-gangguan dan ancaman yang dilakukan oleh bajak rompak laut La Bolontio yang berasal dari kepulauan Tobelo yang masih termasuk dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Ternate. Masyarakat dibeberapa kerajaan-kerajaan kecil dan pulau-pulau kecil yang telah ditaklukkan ataupun pulau-pulau yang bersedia untuk bergabung bersama Kerajaan Buton sudah mulai resah atas keberadaan bajak rompak laut La Bolontio tersebut. Satu hal yang perlu dianalisis ialah tentang nama La Bolontio. Penamaan terhadap sosok ini jelas bukan nama aslinya. Sampai saat ini, nama yang sebenarnya dari tokoh yang berasal dari kepulauan Tobelo dan menakutkan ini tidak diketahui, tidak tercantum dalam sumber-sumber tertulis ataupun sumber- sumber lisan yang berupa cerita di daerah Buton. Penamaan La Bolontio sangat erat kaitannya dengan karakteristik fisik dan psikisnya. Sebagaimana kebiasaan orang-orang Buton dan Muna memberikan nama atau julukan kepada seseorang berdasarkan tanda-tanda fisiologis atau psikologis yang paling dominan pada diri yang akan diberi nama atau julukan tersebut. Kata La dan Bolontio dalam bahasa Wolio dan Muna memiliki pemaknaan yang berbeda. Bentuk La diartikan sebagai bentuk nomina (kata benda) yang merujuk jenis kelamin laki-laki, sebagaimana pemebrian Wa (nomina) yang merujuk pada jenis kelamin perempuan. Kata Bolontio berasal dari bentuk dasar bolo “hitam legam” dan diafiksasi dengan akhiran –ntio yang merujuk pada kata sifat khusus, sehingga dapat dimaknai bahwa La Bolontio merupakan sebuah julukan atau penamaan yang diberikan terhadap tokoh perompak bajak laut terganas yang pernah mengguncang wilayah kekuasaan Kerajaan Buton. Tidak sulit untuk memperoleh deskripsi La Bolontio. Sebagaimana yang dipahami oleh masyarakat Buton-Muna dan para sejarawan Buton bahwa La Bolontio berkulit hitam legam seumpama seekor kerbau hitam, berbadan besar, kekar, kasar, dan sangat bengis. Sedangkan orang-orang Bugis-Makassar memberikan nama atas sosok tersebut dengan sebutan “La Bolong Tiong” dan memiliki arti tersendiri yakni Si Hitam Pekat. Persoalan kepercayaan sejarah lisan yang berkembang pada masyarakat Buton (oral history) tentang La Bolontio hanya bermata satu dan terletak di antara kedua keningnya8, atau bisa di perumpamakan seperti makhluk luar angkasa (alien), jelas sangat tidak rasional. Sangat tidak logis dan ilmiah untuk meyakini kebenaran ini sebagai bagian dari fakta sejarah. Sebagaimana bukti fisik adanya tengkorak kepala La Bolontio yang disimpan di Museum Pariwisata Kota Bau- Bau tepatnya berada di dalam benteng Keraton Wolio, tidak ada tanda-tanda bahwa La Bolontio hanya memiliki satu mata saja. Anatomi tengkorak justru menunjukan sebagaimana bentuk tengkorak-tengkorak kepala manusia yang pada biasanya, meskipun ukurannya sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan tengkorak manusia normal lainnya. Ada kemungkinan bahwa munculnya kepercayaan ditengah-tengah masyarakat Buton saat ini tentang mata satu La Bolontio, hanya didasarkan pada adanya fenomena ketakutan dan pengakuan secara berlebih-lebihan terhadap sosok perompak bajak laut yang ganas ini. Ataupun terobsesi dengan sosok bajak laut yang tengah terkenal diberbagai sinema aksi yang diciptakan oleh orang- orang mancanegara yang mengisahkan semua bajak laut hanya memiliki satu mata bukan berarti seperti makhluk luar angkasa (alien). Masuknya La Bolontio dan Armada Tobelonya diperkirakan pada akhir abad ke-XV ke wilayah perairan yang dikuasai oleh Kerajaan Buton. La Bolontio dan Armada Tobelonya masuk kewilayah kekuasaan Kerajaan Buton melalui jalur utara yang jauh lebih aman jika dibandingkan harus melewati jalur selatan karena akan melewati Laut Banda dan Laut Flores di bagian timur atau tenggara pulau Buton yang terkenal sangat ganas badai dan ombaknya. Masuknya La Bolontio bersama Armadanya tidaklah serentak. Ada kemungkinan dilakukan secara bertahap, sebagaimana kebiasaan para perompak (bajak laut) yang lebih suka melakukan penyerangan dengan menggunakan armada dengan satuan kecil dan efektif. Kemungkinan ini bisa dipertimbangkan dari segi geografis, terutama perairan laut Banda yang sangat ganas dan terkenal dengan badai ombaknya yang besar, sehingga sulit ditaklukkan oleh kapal-kapal pada waktu itu. Selain itu, La 8 Kantor Arsip Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. 2007. Penyusunan Naskah Sumber Arsip Sejarah Masa Kerajaan/Kesultanan Buton. Kendari

Description:
La Bolontio adalah seorang Kapten Laksamana Laut dari Kesultanan. Ternate yang berada di .. adu silat di pantai Boneatiro. Peperangan
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.