BAB II KAJIAN TEORITIK 2.1. PENDAHULUAN Keadilan merupakan suatu nilai moral di dalam kehidupan bermasyarakat, yang selalu diimpikan oleh setiap manusia ada di dunia ini, karena merupakan nilai yang dapat mengatur relasi yang baik antar individu, relasi dalam hal ini adalah menghargai dan menghormati hak masing-masing individu, melihat orang lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang patut untuk diperlakukan sama dan sederajat, tidak adanya intervensi terhadap sesama tetapi memberikan kebebasan untuk berkarya dan berkreasi, tidak adanya diskriminasi, dan sebagainya sehingga keadilan berguna dan bermanfaat bagi semua warga masyarakat. Untuk memahami lebih mendalam mengenai konsep keadilan sosial dalam kitab Amos 6:1-7 dalam perspektif teori keadilan. Terlebih dahulu saya akan memaparkan mengenai teori-teori keadilan. Teori-teori keadilan yang akan dikaji di sini adalah teori-teori keadilan modern. Membicarakan mengenai keadilan, tentu sudah bukan hal yang baru dan asing, Aristoteles, Ulpianus, dan tokoh-tokoh keadilan lainnya telah membahas akan hal tersebut, yang kemudian terus berkembang oleh para penerusnya hingga saat ini, demi menjawab persoalan sosial yang terjadi dalam konteksnya masing-masing. Misalnya saja, konsep keadilan yang dikembangkan oleh Notohamidjojo, yang mana bertolak dari pemikirannya Ulpianus yakni keadilan akan terwujud apabila setiap orang mendapatkan hak dan bagiannya masing-masing. 11 Dalam bukunya “Kreativitas yang Bertanggungjawab”, Notohamidjojo memahami keadilan dalam enam1 bagian yang sebelumnya juga telah diuraikan oleh Aristoteles yakni; 1) Justitia cummutativa; di mana masing-masing individu menerima bagiannya dengan mengingat persamaan, misalnya prestasi dibalas dengan prestasi atau jasa dibalas dengan jasa. Artinya bahwa dapat dikatakan adil apabila setiap orang diperlakukan sama tanpa memandang kedudukan dan sebagainya. 2) Justitia distributiva; merupakan keadilan yang memberikan kepada masing-masing bagiannya dalam memperhitungkan perbedaan mutu atau kualitas setiap manusia. pada umumnya keadilan seperti ini diterapkan dalam lapangan hukum publik, dalam arti pemerintah membagi/memberi kewajiban bagi warganya berdasarkan kualitasnya.3) Justitia vindicativa; setiap individu berhak mendapat ganti rugi yang sebanding dengan kejahatan atau pelanggaran yang dialaminya ataupun sebaliknya apabila ia yang melakukan kejahatan, ia berhak untuk menggantinya. 4) Justitia creativa; setiap individu diberikan kebebasan untuk berkreasi sesuai dengan daya kreativitasnya. 5) Justitia proctectiva; setiap manusia berhak mendapat perlindungan secara pribadi dan yang terakhir adalah6) Justitia legalis; keadilan ini menuntut ketaatan kepada undang-undang negara yang adil. Pendekatan Notohamidjojo dengan bertujuan untuk memberikan kepada setiap individu hak dan bagiannya, kebebasan untuk berkreasi tanpa ada intervensi dari pihak manapun, dan setiap hak dan kebebasan dari setiap individu tentunya harus dilindungi oleh hukum atau 1Pemahaman akan keadilan menurut Notohamidjojo dikutip dari Ulpianus dan hukum Romawi (Justianus) yakni justicia, bahwa keadilan merupakan “kehendak yang menetap untuk memberikan kepada masing-masing haknya atau bidangnya” (Justicia est constants et purpetua volunts ius suum cuique Tribuens). O. Notohamidjojo, Kreativitas yang Bertanggungjawab, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2011), 637-638. Sebelumnya Aristoteles mendekati masalah keadilan dari segi persamaan dan membaginya dalam lima (5) bagian tanpa justitia proctiva yang baru ditambahkan oleh Notohamidjojo sehingga menjadi enam bagian. Bandingkan Elisabeth Nurhaini Butarbutar, Konsep Keadilan dalam Sistem Peradilan Perdata, Mimbar Hukum Volume 21, Nomor 2, Juni 2009, 365. 12 undang-undang negara yang adil. Jika hal tersebut yang dilakukan maka, kehidupan yang adil dan damai akan terwujud dalam kehidupan bermasyarakat. Notohamidjojo dalam pemahamannya mengenai keadilan, membaginya dalam enam bagian, sedangkan Karen Lebacqz, memahami keadilan dalam enam pendekatan2 yakni; 1. Utilitarian menurut John Stuart Mill, penekanannya pada bagaimana suatu tindakan dapat memberikan manfaat yang maksimal atau sebesar-besarnya bagi semua; 2. Teori Kontrak menurut John Rawls, baginya keadilan berarti memberikan kepada masing-masing individu sesuai dengan struktur dasar yang dapat menguntungkan pihak-pihak yang kurang beruntung (batasannya adalah kesetaraan hak-hak politik, kesetaraan kesempatan, dan pelestarian yang adil bagi generasi masa depan); 3. Teori Hak menurut Robert Nozick, di mana keadilan berarti bahwa setiap individu diberikan kebebasan untuk memilih sesuai dengan dengan hak dan keinginan masing-masing; 4. Pendekatan Katolikisme, menurut aliran ini, keadilan berarti memberikan kepada masing-masing individu sesuai dengan martabat mereka sebagai makhluk ciptaan Allah; 5. Pendekatan Protestan menurut Reinhold Niebuhr, keadilan berarti memberikan kepada masing-masing individu sesuai prinsip kebebasan, khususnya kesetaraan, yang diimbangi kasih dan keadilan, dan ke-6. Pendekatan Teologi Pembebasan menurut Jose Porforio Miranda, keadilan berarti memberikan kepada masing-masing individu sesuai dengan campur tangan Tuhan di dalam sejarah, dalam membebaskan orang miskin dan tertindas. Lanjutnya, dalam enam pendekatan tersebut dapat dipersempit hanya menjadi dua bagian yakni Liberalisme (utilitarian, teori kontrak, dan teori hak), yakni memberikan kebebasan pada setiap individu atau kelompok untuk mendapatkan bagian dan haknya tanpa terkecuali dan pada 2Karen Lebacqz, Teori-teori Keadilan: Analisis Kritis Pemikiran J.S. Mill, J. Rawls, R. Nozick, R. Niebuhr, J.P. Miranda (Bandung: Nusa Media, 2014), 3. 13 akhirnya dapat memberikan manfaat bagi semua anggota masyarakat; dan teologi Kristen (katolikisme, protestanisme, dan teologi pembebasan), dimana setiap individu-individu dalam suatu masyarakat diperlakukan dengan penuh kasih, setara, dan adil sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang sama derajatnya. Intinya dari pendekatan yang digunakan oleh Lebacqz ialah mengutamakan pada kebebasan individu maupun kelompok dalam menerima hak dan bagiannya sebagai makhluk ciptaanTuhan yang sama kedudukannya. Setelah melihat pada pemahaman dari Notohamidjojo, yang bertolak dari para tokoh- tokoh pendahulu teori keadilan. Thobias Messakh dalam bukunya “Konsep keadilan dalam Pancasila”, membangun konsep keadilannya dalam pendekatan keadilan modern yang dalam delapan pendekatan3 yakni; 1. Keadilan Liberal dari Robert Nozick, mengutamakan pada hak kebebasan individual dalam proses perolehan dan pemilikan perorangan. 2. Keadilan Sosialis dari Kai Nielsen. Konsep keadilannya berdasarkan pada konsep mengenai ekualitas (kesederajatan), yang merupakan nilai paling utama dalam konsep keadilan sosialisme. 3. Keadilan Kesejahteraan perspektif Utilitarian dari John Stuart Mill. Penekanannya ialah kebebasan untuk mendatangkan kebahagiaan dan sebesar-besarnya jumlah warga masyarakat harus mampu memperoleh kebahagiaan. Kebebasan tidak dihargai pada dirinya sendiri, tetapi berdasarkan manfaatnya. 4. Keadilan Kesejahteraan perspektif teori kontrak sosial dari John Rawls. Konsep keadilan ini lebih melihat pada kesejahteraan dan perlindungan hak bagi kelompok masyarakat yang paling kurang beruntung; 5. Keadilan Komunitarian dari Michael J. Sandel. Titik berangkat dari konsep komunitarian adalah masyarakat, dengan prioritas paling utama adalah kebaikan bersama (common good) artinya bahwa, segenap warga masyarakat sebagai satu keutuhan merupakan tujuan paling utama; 6. Keadilan Gerakan Perempuan dari 3Thobias A. Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila (Salatiga: Satya Wacan University Press, 2007), 34. 14 Susan Moeller Okin. Tujuannya adalah untuk menghargai dan melindungi kemanusiaan terutama perempuan dan anak-anak; 7. Keadilan dalam perspektif Kristen menurut Reinhold Niebuhr dan 8. Karen Lebacqz. Keduanya sama-sama menjadikan realitas kehidupan manusia, dosa, dan ketidakadilan, sebagai titik berangkat konsep keadilan. Melihat pada pendekatan yang ditawarkan oleh Messakh, dari ke-8 teori keadilan tersebut jika dibandingkan dengan pendekatannya Lebacqz, ada beberapa pendekatan yang sama, misalnya pendekatan Utilitarian dari Mill, Libertarian dari Nozick, dan Kontrak sosial dari Rawls, maupun pendekatan dari perspektif Kristen. Namun ada beberapa pendekatan dari Messakh, yang tidak ada pada pendekatan yang diusung oleh Lebacqz, yakni feminisme dari Susan Okin, Sosialis dari Nielsen, dan Komunitarian dari Sandel. Jadi, dari kedelapan pendekatan yang ditawarkan oleh Messakh bila digabungkan dengan pendekatan dari Lebacqz maka, saya melihat sebenarnya hanya ada lima pendekatan yakni; 1. Kesejahteraan perspektif Utilitarian; 2. Libertarian; 3. Kesejahteraan perspektif Kontrak Sosial; 4. Sosialisme, yang di dalamnya terkandung Komunitarian, Feminisme, dan Sosial. Penggabungan ini dengan alasan bahwa inti permasalahan yang digumuli dari ketiga pendekatan ialah bagaimana setiap manusia diperlakukan setara dan sederajat (equality) di dalam kehidupan bermasyarakat; 5. Perspektif Kristen. Maka, dalam penulisan saya akan memaparkan lima pendekatan mengenai keadilan, bukan berarti bahwa kelima pendekatan inilah yang paling benar dari semua teori keadilan yang ada, tetapi setidaknya menjadi pintu masuk bagi saya untuk dapat memahami konsep keadilan dalam Amos 6:1-7. 15 2.2. TEORI-TEORI KEADILAN 2.2.1. Teori Keadilan Menurut Robert Nozick Konsep keadilan Nozick adalah sebuah konsep yang berangkat dari keadilan Individual, didukung oleh teori kontrak sosial John Locke yang berpandangan bahwa setiap orang merupakan insan yang bebas mengatur dan mengurus kehidupannya sesuai dengan kehendaknya sendiri, tanpa bergantung pada orang lain atau kehendak dari institusi sosial manapun, artinya bahwa kebebasan setiap individu haruslah dihormati dan dihargai dalam kehidupan bermasyarakat, namun pada sisi yang berbeda kebebasan individu tidak boleh membahayakan kehidupan, kebebasan, dan harta milik sesamanya.4 Bagi Nozick tujuan dari kehidupan bermasyarakat adalah perlindungan terhadap hak individual setiap warga masyarakat. Setiap individu memiliki kebebasan untuk mengatur dan mengurus kehidupannya. Dalam konteks tersebut, negara tidak begitu diperlukan sebab baginya negara diperlukan hanya untuk membantu setiap orang melindungi hak-hak individualnya.5 Artinya bahwa kepentingan individual merupakan perhatian utama dari Nozick, kebebasan dari setip individu-individu untuk memperoleh hak-hak dan bagiannya harus didukung dan dilindungi oleh negara sehingga kebebasannya tidak diganggu maupun mengganggu kebebasan orang lain. Konsep keadilan seperti ini, jika dikaitkan dengan pendekatan Notohamidjojo disebut sebagai justicia protectiva bahwa dalam suatu masyarakat setiap manusia secara pribadi diberikan kebebasan dan kebebasan tersebut harus dihargai dan dihormati bahkan kebebasan tersebut diberi perlindungan sehingga tidak disewenang-wenangkan dalam batas-batas tertentu oleh siapapun. Selain justitia protectiva, pendekatan yang hampir sama dengan konsep keadilan 4Robert Nozick, Anarchy, State and Utopia (Chicago: Basic Books, 1974), 10. 5Thobias Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila., 34. 16 Nozick adalah justitia creativa, dimana kebebasan individu masih menjadi prioritas yang utama dimana setiap kebebasan individu tersebut diberikan kebebasan untuk berkereasi sesuai dengan daya kreativitasnya masing-masing tanpa ada intervensi dari pihak lain. Inti konsep keadilan Nozick adalah setiap orang tidak boleh dikorbankan oleh siapapun, termasuk negara dalam mencapai sesuatu tanpa persetujuan dari pribadi itu sendiri. Walaupun dapat dikatakan demi kepentingan bersama/kepentingan umum. Karena itu Nozick tidak mengenal kepentingan umum atau kepentingan atas nama masyarakat. Dengan demikian berarti bahwa, apabila semua tindakan yang dilakukan selagi tidak mengorbankan dan memanfaatkan orang lain dalam masyarakat tersebut, maka tidak akan ada saling menyakiti, saling mnengganggu maupun saling membunuh, dikarenakan masing-masing individu hidup menurut kehendaknya masing-masing.6 Dalam realitas hidup bermasyarakat ada masyarakat yang mampu memanfaatkan hak kebebasannya untuk mensejahterahkan dirinya, tetapi ada pula yang tidak mampu memanfaatkan hak kebebasannya dalam persaingan “pasar cari untung” sehingga ia jatuh miskin dan menderita. Nozick tidak peduli terhadap realitas sosial. Namun pada sisi yang sama, dalam penegakan pasar cari untung ini, kemungkinan besar hilangnya penghargaan akan orang lain sebagai sesama ciptaan Tuhan yang mulia. Jadi, orang tidak lagi melihat sesamanya sebagai subjek-subjek melainkan subjek-objek, karena meskipun ada sesama yang menderita kelaparan karena merugi dalam pasar tersebut, hal tersebut dipandang tetap adil, selagi masih dalam proses yang adil.7 Konsep keadilan Nozick selain tidak peduli terhadap mereka yang paling kurang beruntung dalam masyarakat dan pembatasan terhadap daya eksploitasi kelompok kuat dalam 6Ibid., 36. 7Karen Lebacqz, Teori-teori Keadilan., 97. 17 masyarakat, walaupun sebenarnya konsepnya merupakan perlindungan bagi kebebasan individual setiap manusia, justru akan mengakibatkan ketidak-bebasan bagi mereka yang lemah dalam masyarakat.8 Melihat akan hal tersebut, tentunya menjadi suatu pertanyaan besar, dimanakah peran negara? Menjawab pertanyaan tersebut, Nozick menekankan hak keotonomian individu yang sedemikian kuat sehingga keterlibatan negara dalam hal ini kehidupan bermasyarakat harus sekecil mungkin. Maka dapat dikatakan bahwa tugas negara hanyalah menjadi penjaga bukan menentukan sesuatu.9 Negara tidak dapat melarang setiap individu tersebut dalam mencapai kebebasannya. Negara hanya bertugas dalam menjaga dan melindungi individu-individu agar tidak terjadi tindakan yang mengorbankan individu-individu tersebut. Jadi masyarakat yang dimaksud bukanlah sebuah masyarakat yang bekerja sama, atau masyarakat yang mengutamakan kepentingan bersama, namun menurut Nozick masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat yang berjuang sendiri-sendiri, tanpa mengganggu kepentingan orang lain dalam memilhara kepentingan kehidupannya. Dengan demikian, yang ada hanyalah kepentingan individu-individu dengan kepentingan individualnya. Hal ini disebabkan oleh karena setiap kepentingan individual memiliki nilai yang tinggi yang tidak bisa ditawar-menawar. Hal ini menurut Galston, sebagai hyperindividualisme yaitu pandangan yang secara berlebihan menekankan keterpisahan antar individu dalam masyarakat. Dalam pandangan ini setiap individu hanya mengejar kepentingannya sendiri-sendiri tanpa peduli pada kepentingan bersama dalam masyarakat.10 8Thobias Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila., 42. 9Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia.,51. 10William A. Galston, Justice and Human Good (Chicago and London: The University of Chicago Press, 1980), 3. 18 Menurut Nozick, dalam masyarakat dimana beberapa orang hidup melimpah ruah sedangkan orang lain hidup menderita tentulah suatu keadaan yang tidak setara, tidak merata, dan tidak ideal, karena itu diperlukannya kejelian untuk melihat keadaan sosial secara jernih. Baginya, suatu bentuk ketidakadilan apabila orang kaya tadi dipergunakan hanya sebagai sarana atau alat untuk memenuhi kebutuhan orang miskin demi mengatasi kemiskinan.11 Nozick menyetujui bahwa dalam membantu orang miskin merupakan panggilan moral dan kewajiban solidaritas hidup bermasyarakat, tetapi di lain pihak perlu juga kajian mendalam untuk memahami mengapa anggota masyarakat tersebut menjadi miskin. Apakah kemiskinan yang mereka alami adalah karena kemalasan atau kegagalannya dalam membenahi diri dan sebagainya. Dengan demikian Nozick tetap mengedepankan pandangan Kant mengenai filsafat moral.12 2.2.1.1. Konsep Keadilan Berdasarkan Hak Perolehan dan Pemilikan Individu yang Bebas. Konsep keadilan Nozick berdasarkan pada hak kepemilikan individu yang bebas untuk memperoleh dan memiliki secara personal apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. Dalam konsep keadilannya, Nozick membentuk sebuah prinsip dasar yakni apapun yang dilakukan/apapun yang dimunculkan dari sesuatu yang adil melalui cara-cara yang adil adalah adil, oleh karena itu apabila dalam sebuah masyarakat ada yang kaya dan ada yang miskin, tidak akan menjadi masalah selagi kekayaan tersebut diperoleh dengan adil.13 Misalnya dalam contoh pemain basket oleh Nozick,14 setiap orang ingin menonton permainan basket, namun masing-masing orang harus memberikan $ 1. Tidak perlu melihat apakah setelah orang tersebut memberi dia miskin 11K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 106. 12Bagi Kant, penilaian dan tindakan moral harus dapat dibenarkan oleh dengan argumentasi yang rasional. Hal inilah yang kemudian dipakai oleh Nozick dalam menganalis teori keadilannya. Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani sampai Abad ke-19 (Yogyakarta: Kanisius, 2013), 141. 13Robert Nozick, Anarchy, State and Utopia.,150. 14 Karen Lebacqz, Teori-teori Keadilan., 97. 19 atau kaya, baginnya hal tersebut adalah adil, karena pada satu sisi si pemain basket telah memberikan pertontonan basket bagi mereka, dan pada sisi yang berbeda penonton harus membayar karena mereka telah menonton permainan tersebut. Walaupun setelah itu si pemain semakin kaya dari mereka, Nozick melihat bahwa kesenjangan seperti ini tetap adil karena mucul dari hal-hal yang adil. Konsep dengan contoh seperti ini, jika dilihat dalam pendekatannya Notohamidjojo, merupakan keadilan distributif (justitia distributive) dan keadilan komutatif (justitia kommutativa). Di dalam proses distribusi akan tampak ada dua pihak, yaitu pembagi dan penerima. Di sini posisi pembagi kelihatan lebih tinggi dibandingkan dengan penerima. Ditinjau dari sudut pertukaran, pekerja menukarkan tenaganya dengan uang. Analogi pertukaran jasa dengan uang ini mirip dengan proses jual beli barang. Pihak pertama memiliki barang atau jasa dan pihak lain memiliki uang. Persamaan prinsip keadilan distributif dengan keadilan komutatif akan menjadi sangat jelas bila kaidah distribusi yang digunakan adalah ekuitas pada hubungan dua pihak. Tentunya pandangan ini sangat berbeda jauh dari apa yang ditekankan oleh Rawls yang mana ia lebih mengutamakan pada mereka yang paling kurang beruntung dalam masyarakat. Mereka yang memiliki kelebihan harusnya membagi dengan mereka yang kurang beruntung tersebut. Jelasnya, Nozick menolak semua prinsip keadilan yang mengatur akan kesetaraan kepemilikan, karena menurutnya prinsip seperti ini hanya melihat pada hasilnya saja dan mengabaikan proses dalam mencapai hasil tersebut. Konsep keadilan Nozick juga bertolak dari pemikiran John Locke, mengenai keadilan yang didasarkan pada hak kebebasan Individu dalam memperoleh dan memiliki secara personal apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. “Saya bebas untuk memperoleh apapun dengan cara apapun selain tidak mengganggu orang lain dalam prosesnya. Karena tidak adil bagi saya untuk 20
Description: