ebook img

KONSEP ISLAM DALAM AL-TANZIL AL-HAKIM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAHRUR Abdullah ... PDF

19 Pages·2015·0.33 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview KONSEP ISLAM DALAM AL-TANZIL AL-HAKIM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAHRUR Abdullah ...

KONSEP ISLAM DALAM AL-TANZIL AL-HAKIM PERSPEKTIF MUHAMMAD SYAHRUR Abdullah Afandi [email protected] Abstrack: Most of the Muslims, according Shahrur, are misled by the various ideas from classical tradition, regardless of the variety of contemporary scientific discoveries. They consider various classical scientific tradition-filled doctrine as a truth that is "come down from the sky" and transformed into the absolute truth, including the understanding of the term Islam. So important for Shahrur to redefine the concept of Islam and with direct reference to al-Tanzil (Qur'an) as the main source of Islam itself. Shahrur calls on Muslims to study the verses of the Koran that talks about Islam as a preliminary step to find the correct understanding, valid, and comprehensive. This is an writer’s interesting to try to assess Shahrur’s bid to rereading and redefinition of the concept of Islam that had been considered complete. Keywords: Shahrur, Islam, al-Tanzil. A. Pendahuluan Kebanyakan para pemikir Islam, baik klasik maupun kontemporer, selalu memiliki basic keilmuan Islam yang mumpuni. Namun tidak dengan sosok Muhamad Shahrur. Shahrur merupakan seorang pemikir Islam berlatar ilmu teknik. Pendidikan formal agama diperoleh di SD hingga SMU. Namun di sela kesibukan profesional mekanika tanah dan teknik bangunan, ia menyempatkan refleksi dan meneliti ilmu Islam.1 Dalam pandangan Muhamad Shahrur, paradigma keilmuan Islam sudah saatnya ditinjau ulang. Umat Islam tak lagi dapat menggunakan paradigma lama, karena – meminjam Thomas Kuhn – telah mangalami anomali sehingga tak mampu menjawab secara tepat masalah sosial, politik, budaya, dan intelektual yang dihadapi umat Islam. Islam dipahami dengan menggunakan sistem pengetahuan paling mutakhir, bahkan dengan tegas ia mengatakan bahwa karyanya tidak mungkin dapat bertemu karya pengkritiknya, karena ada perbedaan manhaj (metodologi) yang dipakai.2 Menurut Shahrur, kaum muslimin telah terpedaya oleh berbagai produk pemikiran dari tradisi keilmuan klasik tanpa memperhatikan berbagai penemuan 1 Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit Nasionalisasi Hukum Islam dan Islamisasi Hukum Nasional Pasca Reformasi (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), 199. 2 Ibid. 208. keilmuan kontemporer. Mereka menganggap berbagai tradisi keilmuan klasik yang dipenuhi doktrin sebagai suatu kebenaran yang ‚serta merta turun dari langit‛ dan menjelma menjadi kebenaran yang absolute, padahal semua itu hanyalah bersifat tentative dan cenderung bersifat terbalik.3 Salah satu yang dianggap penting bagi Shahrur adalah redefinisi konsep Islam dan Iman dengan merujuk langsung kepada al-Tanzil (al-Qur’an) selaku sumber utama ajaran Islam itu sendiri. Shahrur mengajak umat Islam untuk mengkaji kembali ayat-ayat al- Qur’an yang membahas tentang Islam dan Iman sebagai langkah awal untuk menemukan pemahaman yang benar, valid, dan komprehensif tentang keduanya.4 Tulisan ini mencoba mengurai konsep Islam yang ditawarkan Shahrur yang mencoba memasukkan ihsan dan amal shaleh sebagai bagian dari rukunnya, dan bagaimana Shahrur membangun argumentasinya terkait konsep Islam tersebut dengan mengembalikannya kepada apa yang tertera dalam al-tanzil. B. Konsep Islam dalam Tanzil Hakim5 Berawal dari ayat-ayat al-Qur’an yang memuat kata islam beserta seluuruh derivasinya, diperoleh pemahaman bahwa Islam bukanlah nama dari suatu keyakinan unik, yang untuk pertama kalinya diperkenalkan Muh}ammad. Karenanya, Nabi Muh}ammad tidak dapat disebut sebagai pendiri agama Islam. Al-Qur'an telah menyatakan dengan cukup jelas bahwa Islam –pemasrahan diri yang sempurna kepada Allah— adalah satu-satunya keyakinan yang terus- menerus diwahyukan Allah kepada ummat manusia sejak awal kejadiannya. Nabi Ibra>hi>m, Mu>sa>, ‘I<sa> —para Nabi yang tampil pada masa dan tempat yang berbeda— semuanya menyampaikan keyakinan yang sama. Mereka bukanlah para pendiri dari keyakinan-keyakman yang berbeda. Masing-masing di antara 3 Muh}ammad Shah}ru>r, al-Kita>b wa al-Qur’a>n: Qira’ah Mu’as}irah (Damaskus: al-Ah}al li al-T{iba>’ah wa al-Nashr wa al-Tauzi’, 1990), 29. 4 Selengkapnya baca Muh{ammad Syah{ru>r, ‚al-Isla>m wa al-I>ma>n: Mand}u>mat al-Qiya>m‛ (Damaskus al-Ah}ali li al-Tiba>’ah wa al-Nashr wa al-Tawzi>’, 1996) 5 Al-Tanzi>l al-Haki>m adalah istilah lain yang digunakan Muh}ammad Shah}ru>rsebagai representasi dari al-Qur’an, lebih lanjut baca konsep inzal dan tanzil versi Muh}ammad Shah}ru>r dalam Metodologi Fiqih Islam Kontemporer, ed. Sahiron Syamsuddin, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), 36-37. mereka mengulangi kembali keyakinan yang telah disampaikan oleh pendahulunya.6 Deskripsi tentang term Islam, beserta derivasinya dari kata kerja aslama, yang berarti menyerahkan diri, sebenarnya cukup banyak dijumpai dalam al- Qur'an. Islam melalui kata kerja aslama pada Qs. 2:113 dinyatakan: "Ya, barang siapa menyerahkan dirinya kepada Allah dan ia berbuat baik, maka ia mendapat pahalanya pada Tuhannya dan tiada ada ketukutun kepadanya dan tidak ia berduka cita." Ini adalah kata kerja, yang menyebut obyek, yaitu "diri" atau jiwa" (wajh). Contoh yang tidak menyebut objeknya Qs. 72:14 disebutkan: "dan bahwa dari pada kami ada yang berserah diri dan dari pada kami ada yang menyimpang dari jalan kebenaran. Maka barangsiapa berserah, mereka itulah menempuh jalan yang tepat." Paparan ayat-ayat di atas menggambarkan kata aslama sebagai sikap jiwa, yaitu ‚menyerahkan dengan tulus hati" atau "mengikhlaskan". Selain dalam bentuk aslama, derivasi dari kata Islam juga bisa ditarik menjadi salim min (selamat dari); muslim (orang yang sejahtera, kesejahteraan, tempat sejahtera). Salah satu nama Tuhan yang disebut dalam al-Asma-ul- Husna (Qs. 59:23), yaitu al-Salam yang diartikan sebagai "selamat (yakni suci) dari kekurangan dan keburukan apapun jugu.7 Menurut Rahman, Islam berakar pada kata s-1-m, artinya merasa aman" (to be safe), "utuh" (whole) dan "integral". Kata silm, dalam Qs. 2:208, berarti ‚perdamaian‛ (peace), sedangkan kata salam, dalam Qs. 39:29, berarti ‚keseluruhan‛ (whole), sebagai kebalikan dari "terpecah dalam berbagai bagian, - walau pun al-salam, dalam Qs. 4:91, mengandung arti ‚perdamaian.‛ Dalam berbagai penggunaannya, kata isla>m ini berarti "perdamaian," "keselamatan'- atau "ucapan salam". Dengan melihat berbagai maknanya itu, maka secara keseluruhan tertangkap ide bahwa penyerahan diri pada Tuhan, seseorang akan 6 Lihat Abu>l A'la> Maudu>di, "Apakah Arti Islam", dalam Altaf Gauhar, Tantangan Islam, (Bandung: Pustaka, 1983), 3. 7 Lihat M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur'an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, (Jakarta: Paramadina dan Ulumul Qur'an, 1996), 142. mampu mengembangkan seluruh (whole) kepribadiannya secara menyeluruh (intergral).8 Masih menurut Rah}man, terma Islam dan Muslim selain dipergunakan dalam bentuk harfiyahnya, yakni "menyerah" atau "seseorang yang menyerahkan dirinya kepada (hukum) Tuhan", kata-kata ini juga dipergunakan sebagai nama diri untuk pesan keagamaan yang dikumandangkan oleh al-Qur'an dan bagi komunitas yang telah menerimanya. Isla>m dala Qs. 22:78, pesan keagamaan ini dinisbahkan kepada Ibra>hi>m, yang dikatakan telah memberikan nama Muslim kepada komunitas yang menerima pesan al-Qur'an.9 Pada tingkat selanjutnya, pemaknaan Islam sebagai kepatuhan atau kepasrahan ini berimplikasi pada adanya ruang interpretasi yang sangat luas di kalangan umat Islam maupun pengkaji Islam. Namun, setidaknya sebagaimana diungkap oleh Sachiko Murata dan William C. Chittick, kata Islam memiliki tempat makna dasar, mulai dari yang paling luas sampai yang lebih sempit: 1. Kepatuhan atau ketundukkan seluruh makhluk kepada penciptanya; 2. Kepatuhan atau ketundukkan manusia kepada petunjuk Tuhan sebagaimana diwahyukan kepada para Rasul; 3. Kepatuhan atau ketundukkan manusia kepada bimbingan Tuhan sebagaimana diwahyuhan kepada nabi Muhammad; dan 4. Kepatuhan atau ketundukkan pengikut Muhammad kepada perintah praktek Tuhan.10 Dengan berbagai variasi pemaknaan kata Islam pada banyak konteks pembicaraan dalam al-Qur'an, pada akhirnya kata ini dianggap lebih merujuk pada nama agama yang diajarkan oleh Muh}ammad, yang bermakna, agama yang damai dan penyerahan diri pada Allah.11 Meski demikian, hal yang perlu ditekankan bahwa gagasan utama dari lslam sendiri, bukanlah semata kepatuhan 8 Lihat Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, terj. Taufik Adnan Amal, (Bandung: Mizan, 1993), 95. 9 Ibid., 96. 10 Lihat Sachiko Murata and William C. Chittick, The Vision of Islam, (London: LB. Tauris & Co Ltd, 1996), 6. 11 Lihat Faruq Sherif, A Guide to the Contens of the Qur’an, (Lebanon: Ithaca Press, 1995), 118. atau kedamaian, tetapi adalah ide kesatuan wahyu atau lebih pada keyakinan bahwa Tuhan Pencipta itu adalah tunggal.12 C. Rukun Islam dan Takli>f Islam Shahrur memulai kajiannya tentang term islam dari distingsi antara muslim dan mukmin, sebagaimana dua komunitas tersebut terbedakan dalam penyebutannya oleh al-Qur’an. Menurutnya, muslimin-muslimat adalah satu hal dan mu’minin-mu’minat adalah hal lain, terklasifikasikan sebagaimana berikut: 13 No Klasifikasi Surat 1 Muslimi>n- muslima>t dan Mu’mini>n- Q.S. al-Ah}zab (33): 35 mu’mina>t … ينَ ِتِناقَْلاوَ تِ اَنمِؤْمُْلاوَ ينَ ِنمِؤْمُْلاوَ تِ امَِلسْ مُْلاوَ ينَ مِِلسْ مُْلا نَِّإ 2 Mu’mina>tin mensifati muslima>tin Q.S. at}-T}ah}ri>m (66) : 5 …تٍ اَبِئتََ تٍ اَتِناَق تٍ اَنمِؤْمُّ تٍ امَِلسْ مُ نَّكُنمِّ ارً ْيخَ اجًاوَزَْأ ُوَلدِْبُ ي نَأ نَّكُقََّلَط نِإ ُوَّبرَ ىسَ عَ 3 Islam mendahuli Iman Q.S. al-H}ujura>t (49) : 14 …مْكُِبوُلُ ق فِِ نُاَيملإِْا لِخُدَْي امََّلوَ اَنمَْلسَْأ اوُلوُق نكِ َلوَ اوُنمِؤُْ ت ْلََّّ لُق اَّنمَاَء بُ ارَعَْلأْا تِ َلاَق Pemahaman berikutnya yang diperoleh Shahrur dari klasifikasi tersebut adalah bahwa Islam selamanya mendahului Iman. Argumenasi Shahrur, bahwa memang istilah Islam dan derivasinya sudah digunakan (terjadi) pada umat sebelum umat Muh}ammad, diperkuat pula dengan tabelisasi ayat-ayat berikut:14 No Tentang Surat 1 Jin Q.S. al-Ji>n (72) : 14 ِ ِ ِ ِ ِ ادًشَرَ اوْرََّتََ كَ ئَلوُْأَف مََلسَْأ نْمََف نَوُطساقَْلا اَّنموَ نَومُلسْ مُْلا اَّنم نَََّّأوَ 2 Ibra>hi>m Q.S. A>li ‘imra>n (3) : 67 …امًِلسْ مُّ افًيِنحَ نَاكَ نكِ َلوَ اِّيِنارَصْ َن َلاوَ يًِّّدِوهَُ ي مُيىِارَ ْبِإ نَاكَامَ 12 Lihat Muhammad Abdui Rauf, "Some Notes on the Qur'anic Use of the Terms Islam and Iman, dalam the Muslim World Volume LVII,1967, 94. 13 Muh{ammad Syah{ru>r, al-Isla>m wa al-I>ma>n: Mand}u>mat al-Qiya>m, 31. 14 Ibid., 32 3 Ya’qu>b Q.S. al-Baqarah (2) : 132 نَومُِلسْ مُّ مُتنَأوَ َّلاِإ نَُّتوُتََ َلاَف نَيدِّلا مُكَُل ىفََطصْ ا َالله نَِّإ نََِِّبيًَّ بَ وقُعَْ يوَ وِيِنَب مُيىِارَ ْبِإآَبِِ ىصَّ وَوَ 4 Yu>suf Q.S. Yu>suf (12) : 101 ِةرَخَِلأْاوَ اَي ْندُّلا فِِ لِِّوَ تَ نَأ ضِ رَْلأْاوَ تِ اوَامَسَّ لا رَطِاَف ثِ يدِاحََلأْا لِيوِْتََ نْمِ نَِِتمَّْلعَوَ كِ ْلمُْلا نَمِ نَِِت ْي َتاَء دَْق بِّرَ ينَ ِلِْاصَّ لبِِ نِِقِْلَْْأوَ امًِلسْ مُ نَِِّفوَ َت 5 Tukang sihir Fir’aun Q.S. al-A’ra>f (7) : 126 ينَ مِِلسْ مُ اَن َّفوَ َتوَ ارً ْبصَ اَن ْيَلعَ غْرِْفَأ آَنَّ برَ اَن ْتَءآجَ امََّل اَنِّبرَ تِ يًَّاَئِب اَّنمَاَء نَْأ لآِإ آَّنمِ مُقِنَتامَوَ 6 Fir’aun Q.S. Yu>nus (10) : 90 َّلاِإ َوَلِألآ ُوَّنَأ تُ نمَاَء لَاَق قُرََغْلا ُوكَرَدَْأ اَذِإ تََّّحَ اوًدْعَوَ اًيْغَ ب ُهدُوُنجُوَ نُوْعَرْ َف مْهُعَ َب ْتَأَف رَحْ َبْلا لَيءِارَسِْإ نَِِبِب نََّزْوَاجَوَ ينَ مِِلسْ مُْلا نَمِ نَََّأوَ لَيءِارَسِْإ اوُنَ ب وِِب تْ َنمَاَء يذَِّلا 7 Al-H}awa>riyyun> Q.S. A>li ‘Imra>n (3) : 52 نَََّّبِِ دْهَشْ اوَ ِللهبِِ اَّنمَاَء ِالله رُاصَ نَأ نُْنََ نَوُّيرِاوََلْْا لَاَق ِالله لََِإ يرِاصَ نَأ نْمَ لَاَق رَفْكُْلا مُهُ ْنمِ ىسَ يعِ سَّ حََأ آمََّل َف ِ نَومُلسْ مُ 8 Nu>h} Q.S. Yu>nus (10) : 72, 73 ُهاَن ْيجَّ َن َف ُهوُبذَّكََف }{ ينَ مِِلسْ مُْلا نَمِ نَوكَُأ نَْأ تُرْمُِأوَ ِالله ىَلعَ َّلاِإ يَرِجَْأ نِْإ رٍجَْأ نْمِّ مكُُتْلَأسَ امََف مُْت ْيَّلوَ َت نإَِف … كِ ْلفُْلا فِِ ُوعَمَّ نمَوَ 9 Lu>t} Q.S. az\-Z|a>riya>t (51) : 35, 36 ينَْمِِلسْ مُْلا نَمِّ تٍ ْيَ برَ ْيغَاهَ ْيِفنََّدْجَوَامََف}{ ينَ ِنمِؤْمُْلا نَمِ اهَيِف نَاكَ نمَ اَنجْرَخَْأَف Menurut Shahrur: ayat-ayat tersebut memberikan pemahaman bahwa jin, Ibra>h}i>m, Ya'qu>b dan anak cucunya, Yu>suf, tukang sihir Fir'aun, kaum Hawa>riyyu>n, Nu>h} dan Lu>t} termasuk orang-orang Muslim, bahkan Fir'aun sendiri mengaku dirinya muslim ketika tenggelam, sementara mereka semua bukan pengikut Muhammad. Dengan demikian, dapat dimengerti Islam dan Iman merupakan dua hal yang berbeda. Islam lebih dahulu dari Iman. Dan Muslimin tidak terbatas mereka pengikut Muh}ammad. Di sini akhirnya Muh{ammad Syah{ru>r mempertanyakan : Jika kesaksian atas kerasulan Muh}ammad dan beberapa ritual merupakan Rukun Islam, lalu bagaimana keislaman Fir'aun dianggap absah, sementara ia hidup pada periode Mu>sa>, juga keislaman Hawa>riyyu>n padahal mereka hanya kenal al-Masi>h} ‘I>sa> Ibn Maryam, juga keislaman mereka yang disebut dalam Tanzil Hakim (sebagaimana terdapat dalam ayat-ayat) padahal mereka tidak pernah mendengar kerasulan Muh}ammad, tidak berpuasa pada bulan Ramadan dan tidak berhaji? Dalam Kitab-kitab Ushu>l dan al-Adabiyya>t al-Isli>miyyah (kitab-kitab tentang Pendidikan Keislaman) telah menetapkan rukun-rukun bagi Islam (konvensional) yang dibatasi hanya lima. Yakni, tauhid, pembenaran atas kerasulan Muh}ammad dan beberapa manasik. Hal ini menurut pandangan Muh{ammad Syah{ru>r mengakibatkan Amal Saleh, Ihsan dan Akhlak terlempar jauh dalam urutan rukun ini. Dengan tidak sengaja Muh{ammad Syah{ru>r menemukan bahwa dalam diri umat Islam sekarang ini telah merasuk pemikiran kaum sekuler dan Marxis dalam hal beragama, sebagaimana yang terjadi juga di kalangan kaum Yahudi dan Nasrani. Lihat seperti yang terkandung dalam Tanzil Hakim yang menjelaskan ayat muh}kam bahwa, Allah berfirman: مََلسَْأ نْمَ ىَلَ ب }{ ينَ ِقدِاصَ مُْتنكُ نِإ مْكَُناىَرُْ ب اوُتاىَ لُْق مْهُ ُّيِّنامََأ كَ ْلِت ىرَاصَ َن وَْأ ادًوىُ نَاكَ نمَ َّلاِإ َةَّنَلْْا لَخُدَْي نَل اوُلاَقوَ 15نَوُنزَْيََ مْىَُلاوَ مْهِْيَلعَ فٌ وْخََلاوَ وِِّبرَ دَنعِ ُهرُجَْأ ُوَل َف ُُنُسِْمُُ وَىُوَ ِلِلَِّّ ُوهَجْوَ Orang Yahudi mengklaim surga milik mereka, orang "lain" berada di neraka. Orang Nasrani juga mengklaim surga sebagai hak mereka, di "luar" mereka berada di neraka. Tanzi>l menganggap semua itu hanya anggapan- anggapan tanpa bukti. Dengan, tegas Tanzi>l memberi koreksi atas anggapan tersebut; surga adalah tempat setiap orang yang "aslama wajhahu> lil-La>hi wa huwa muh}sin". Bila di baca dengan teliti - dengan kerangka di atas - permulaan Q.S. al- Baqarah : Alif La>m Mi>m. Inilah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat, dan menafkahkan sebagian rizki..." Muh{ammad Syah{ru>r memahami bahwa "al-Gayb" di sini adalah Allah dan Hari Akhir, dan bahwa Amal Saleh, Ihsan adalah Rukun Islam. Sehingga dapat di pahami secara keseluruhan dan secara logis bahwa pernyataan Allah yakni ‚agama di sisi-Nya adalah islam‛. Allah tidak 15 Q.S. al-Baqarah (2) : 111-112. menerima agama lainnya, sebab bagaimana mungkin sang Pencipta menerima agama dari hambanya yang tidak memiliki sumber. Dengan demikian, terlihat bahwa sebenarnya ketika Muh{ammad Syah{ru>r berbicara tentang Iman dan orang-orang beriman. Shahrur ingin menyatakan bahwa sesungguhnya Tanzil Hakim sedang berbicara tentang dua jenis manusia, atau dua jenis iman. Pertama iman kepada Allah dan Hari Akhir (Islam). Kedua iman kepada Muh}ammad dan risalahnya. Hal ini tergambar dengan amat jelas dalam Tanzil Hakim. Rukun Islam (konvensional) menjadi poin yang prinsipil, dikatakan: Islam tidak akan tegak kecuali di atas pembenaran terhadap? risalah Muhammad, salat, zakat, puasa dan haji. Inilah Islam yang, dalam anggapan mereka, selainnya tidak akan diterima Allah, dan tidak akan masuk surga kecuali orang yang melakukan perbuatan tersebut. Muh{ammad Syah{ru>r mempertanyakan kalau anggapan mereka seperti itu: bukankah ini senada dengan perkataan Yahudi dan Nasrani yang dibantah Allah dalam Tanzi>l-Nya? Salat, zakat, puasa Ramadan, haji, dianggap, final sebagai Rukun Islam. Sementara jika diperhatikan dalam Tanzi>1 H}aki>m, maka akan temukan semua ritual itu dibebankan kepada orang Mukmin, bukan orang Muslim. Seperti pada Firman-firman Allah : No Kewajiban Surat 1 Shalat bagi orang Mukmin Q.S.an-Nisa>' (4): 103 تًًوُقوْمَّ بًِاَتِك ينَ ِنمِؤْمُْلا ىَلعَ تْ َناكَ َةَلاصَّ لا نَِّإ… 2 Shalat dan tunaikan zakat Q.S. al-Baqarah (2) : 110 ُُُيْصِ َب نَوُلمَعْ َت اَبِِ َلِلَّّا نَِّإ ِلِلَّّا دَنعِ ُهودُتََِ يٍْْخَ نْمِّ مكُسِفُنَلأ اومُدِّقَُ ت امَوَ َةاكَزَّلا اوُتاَءوَ َةَلاصَّ لا اومُيِقَأوَ 3 Shalat, zakat dan ta’at pada Rasul Q.S. an-Nu>r (24) : 56 نوُحََرُْ ت مْكَُّلعََل لَوسُرَّلا اوُعيطَِأوَ َةاكَزَّلا اوُتاَءوَ َةَلاصَّ لا اومُيِقَأوَ 4 Puasa bagi orang yang beriman Q.S. al-Baqarah (2) : 183 … مُاَيصِّ لا مُكُْيَلعَ بَ ِتكُ اوُنمَاَء نَيذَِّلا اهَُّ يَأيًَّ 5 Puasa di bulan Ramadhan Q.S. al-Baqarah (2) : 185 … ُومْصُ َيْل َف رَهْشَّ لا مُكُنمِ دَهِشَ نمََف… Umat Islam, menurut Shahrur, sekarang dihadapkan pada pertanyaan besar: mengapa tema tentang jihad, perang, qis}a>s}, syu>ra>, memenuhi janji dan sejumlah perintah atau takli>f lainnya diasingkan dari Rukun Islam, padahal semuanya memiliki nilai hukum yang sama seperti salat, zakat, puasa dan haji.16 No Talki>f Surat 1 Berhijrah, jihad di jalan Allah Q.S. al-Anfa>l (8) : 74 قٌزْرِوَ ٌةرَفِْغمَّ مُلََّّ اقِّحَ نَوُنمِؤْمُْلا مُىُ كَ ِئَلوُْأ اورُصَ َنوَ اوْوَاَء نَيذَِّلاوَ ِالله لِيِبسَ فِِ اودُىَاجَوَ اورُجَاىَوَ اوُنمَاَء نَيذَِّلاوَ ٌيمرِكَ 2 Berjihad dengan harta dan jiwa Q.S. al-H}ujura>t (49) : 15 مُىُ كَ ِئَلاوُْأ ِالله لِيِبسَ فِِ مْهِسِفُنَأوَ مِْلَِّاوَمَْبِِ اودُىَاجَوَ اوُبتًَرَْ ي ْلََّ َّثُُ وِِلوسُرَوَ ِللهبِِ اوُنمَاَء نَيذَِّلا نَوُنمِؤْمُْلا اَنََِّّإ ِ نَوُقداصَّ لا 3 Kewajiban berperang Q.S. al-Baqarah (2) : 216 نَومَُلعْ َت َلا مُْتنَأوَ مَُلعَْ ي ُاللهوَ … مْكَُّل ُُُهرْكُ وَىُوَ لُاَتقِْلا مُكُْيَلعَ بَ ِتكُ 4 Qis}a>s} Q.S. al-Baqarah (2) : 178 … ىَل ْتقَْلا فِِ صُ اصَ قِْلا مُكُْيَلعَ بَ ِتكُ اوُنمَاَء نَيذَِّلا اهَُّ يَأيًَّ 5 Shalat, musyawarah, bernafkah Q.S. asy-Syu>ra> (42) : 38 نَوقُفِنُي مْىُاَن ْقزَرَ اَّمِِوَ مْهُ َن ْيَ ب ىرَوشُ مْىُرُمَْأوَ َةَلاصَّ لا اومُاَقَأوَ مِْبِِّرَِل اوُباجَ َتسْ ا نَيذَِّلاوَ 6 Memenuhi akad Q.S. al-Ma>idah (5) : 1 … دِوقُُعْلبِِ اوُفوَْأ اوُنمَاَء نَيذَِّلا اهَُّ يَأيًَّ 7 Menepati janji Q.S. al-Isra>’ (17) : 34 …ُهدَّشَُأ غَُل ْبَ ي تَِّحَ نُسَ حَْأ يَىِ تَِِّلبِِ َّلاِإ مِيِتَيْلا لَامَ اوُبرَقْ َتَلاوَ Dilarang mendekati harta anak Q.S. al-Isra>’ (17) : 34 yatim ًلاوؤُسْ مَ نَاكَ دَهْعَْلا نَِّإ دِهْعَْلبِِ اوُفوَْأوَ… 8 Adil dalam takaran dan timbangan Q.S. al-Isra>’ (17) : 35 16 Muh}ammad Shah}ru>r, al-Isla>m wa al-I>ma>n : Mand}u>mat al-Qiya>m, 35. … مِيقَِتسْ مُْلا سِ اَطسْ قِْلبِِ اوُنزِوَ مُْتْلِك اَذِإ لَْيكَْلا اوُفوَْأوَ 9 Tidak taklid Q.S. al-Isra>’ (17) : 36 … مٌْلعِ وِِب كَ َل سَ ْيَلامَ فُ قْ َتَلاوَ 10 Larangan sombong Q.S. al-Isra>’ (17) : 37 … احًرَمَ ضِ رَْلأْا فِِ شِ ْتَََلاوَ 11 Izin dalam bertamu Q.S. an-Nu>r (24) : 27 … اهَِلىَْأ ىَلعَ اومُِّلسَُتوَ اوسُِنْأَتسَْت تََّّحَ مْكُِتوُيُ ب رَ ْيغَ تًًوُيُ ب اوُلخُدَْتَلا اوُنمَاَء نَيذَِّلا اهَُّ يَأيًَّ Dengan menganggap Rukun Islam hanya mencakup persoalan ritual, umat Islam sekarang ini menurut Muh{ammad Syah{ru>r seolah-olah telah melakukan kesalahan fatal terhadap apa yang disampaikan Tanzil Hakim. Agama, menurut pandangan Allah, adalah Islam. Agama lain tidak diterimanya, tetapi agama Islam dalam pandangan Allah adalah agama fit}rah insa>niyyah (yang sejalan dengan fitrah manusia), yang telah difitrahkan Allah pada makhluk-Nya, sebagaimana pernyataan Allah: سِ اَّنلا رَ َثكَْأ نَّكِ َلوَ مُِّيقَْلا نُيدِّلا كَ ِلَذ ِالله قِْلَلِِ لَيدِْب َتَلا اهَ ْيَلعَ سَ اَّنلا رََطَف تَِِّلا ِالله تَرَْطِف افًيِنحَ نِيدِّلِل كَ هَجْوَ مِْقَأَف 17 نَومَُلعَْ يَلا Berdasarkan dalil tersebut, menjadi jelas, Rukun-rukun Islam bersifat fit}ri (naluriah), sejalan dengan tabiat dan kecenderungan makhluk. Apakah ritual-ritual seperti salat, puasa, haji, zakat yang diyakini sebagai bagian dari Rukun Islam itu bersifat fitri? Yang selaras dengan dorongan jiwa, rohani dan akal pikiran? Dapat dicontohkan misalnya tentang zakat, maka akan temukan sesuatu yang sangat berlawanan dengan fitrah manusia. Zakat adalah mengeluarkan harta kekayaan dan menginfakkannya, padahal Allah telah menciptakan rasa cinta terhadapnya, sebagai bagian dari watak manusia yang mencintai keabadian. 18 No Fitrah Manusia Surat 1 Cinta harta benda secara berlebihan Q.S. al-Fajr (89) : 20 17 Q.S. ar-Ru>m (30) : 30 18 Muhammad Syahru>r, al-Isla>m wa al-I>ma>n : Mand}u>mat al-Qiya>m, 36

Description:
1 Muhyar Fanani, Membumikan Hukum Langit Nasionalisasi Hukum Islam dan . 10 Lihat Sachiko Murata and William C. Chittick, The Vision of Islam,
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.