ebook img

Kekuasaan Politik dan Adat Para Mosalaki di Desa Nggela dan Tenda, Kabupaten Ende, Flores PDF

28 Pages·2013·0.95 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Kekuasaan Politik dan Adat Para Mosalaki di Desa Nggela dan Tenda, Kabupaten Ende, Flores

ISSN: 1693-167X ANTROPOLOGI INDONESIA Indonesian Journal of Social and Cultural Anthropology Makna Kultural Mitos dalam Budaya Vol. 33 No. 3 Masyarakat Banten September-Desember 2012 Kekuasaan Politik dan Adat Para Mosalaki A N di Desa Nggela dan Tenda, Kabupaten Ende, Flores T R O Politik Etnisitas dalam Pemekaran Daerah P O L O G I I N D O N E S I A V o l . 3 3 N o . 3 S e p t e m b e r - D e s e m b e r 2 0 1 2 Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012 Dewan Penasihat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Ketua Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Ketua Pusat Kajian Antropologi, Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Pemimpin Redaksi Tony Rudyansjah Redaksi Pelaksana Dian Sulistiawati, Irwan M. Hidayana, Dave Lumenta. Manajer Tata Laksana Imam Ardhianto Administrasi dan Keuangan Sri Paramita Budi Utami Sekretaris Sarah Monica, Shabrina, Astrid Puspitasari Distribusi dan Sirkulasi Febrian Pembantu Teknis Geger Riyanto, Amira Waworuntu, Muhammad Damm Dewan Redaksi Achmad Fedyani Saifuddin, Universitas Indonesia Birgit Bräuchler,, University of Frankfurt Boedhi Hartono, Universitas Indonesia Engseng Ho, Duke University Greg Acciaioli, University of Western Australia Heddy Shri Ahimsa Putra, Gadjah Mada University Martin Slama, Austrian Academy of Sciences Meutia F. Swasono, Universitas Indonesia Kari Telle, Chr. Michelsen Institute Ratna Saptari, University of Leiden Semiarto Aji Purwanto, Universitas Indonesia Suraya Afiff, Universitas Indonesia Timo Kaartinen, University of Helsinki Yasmine.Z. Shahab, Universitas Indonesia Yunita.T. Winarto, Universitas Indonesia ISSN 1693-167X ANTROPOLOGI INDONESIA is a refereed international journal Daftar Isi ANTROPOLOGI INDONESIA VOL. 33 NO. 3 2012 Makna Kultural Mitos dalam Budaya Masyarakat Banten 159 Ayatullah Humaeni Kekuasaan Politik dan Adat Para Mosalaki di Desa Nggela dan Tenda, Kabupaten Ende, Flores 180 J. Emmed M. Priyoharyono Politik Etnisitas dalam Pemekaran Daerah 203 Fikarwin Zuska Pengelolaan Sumber Daya Laut Kawasan Terumbu Karang Takabonerate dan Paradigma Komunalisme Lingkungan Masyarakat Bajo Masa Lalu 216 Munsi Lampe Puisi Lisan Masyarakat Banda Eli Ketahanan Budaya di Maluku setelah Perang Pala 228 Timo Kaartinen Kekuasaan Politik dan Adat Para Mosalaki di Desa Nggela dan Tenda, Kabupaten Ende, Flores J. Emmed M. Prioharyono1 Universitas Indonesia Abstrak Artikel ini membahas relevansi penerapan konsep sumber asal-usul (source of origin) dan konsep sistem pengutamaan (system of precedence) posisi dalam hierarki maupun struktur so- cial, yang memberikan legitimasi Mosalaki Lio untuk mereproduksi kekuasaan dalam kehidupan sehari-hari dari hasil konstruksi dan produksi mereka, terutama dalam sistem politik tradisional. Data dianalisis dalam artikel ini adalah hasil dari penelitian lapangan yang dilaksanakan di Desa Nggela dan Tenda, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende Lio, Flores, dengan metode kualitatif, khususnya melalui teknik-teknik wawancara mendalam dan observasi partisipasi. Para Mosalaki, dalam kenyataannya, mendominasi sistem politik tradisional sebagai pemimpin adat dan tanah adat. Praktik-praktik kekuasaan mereka diwujudkan terutama dalam kegiatan dan pengelolaan hak-hak tanah tradisional. Hak-hak yang terlegitimasi ditransmisikan melalui garis keturunan patrilineal, dan berdasarkan sumber asal-usul dan sistem pengutamaan posisi dalam hierarki maupun struktur sosial, dalam kehidupan Lio. Kata kunci: sumber asal-usul, sistem pengutamaan, sistem politik tradisional, reproduksi kekuasaan Abstract This article discusses the relevance of applying the concepts of source of origin and system of precedence, that provide legitimacy for the Mosalaki of Lio in their construction and production as well as reproduction of power in everyday life, especially in their traditional political system. The data analyzed in this article is the result of fieldwork undertaken in the villages of Nggela and Tenda, District of Wolojita, the Regency of Ende Lio, Flores, with qualitative methods, specifically through the techniques of in-depth interviews and participant observation. The Mosalakis, as a matter of a fact, dominate the traditional political system as rulers of adat and adat land. Their practices of power are manifested mainly in ritual activities and the management of traditional land rights. The legitimated rights are transmitted through patrilineal descent, and is based upon source of origin and system of precedence, that are embeded in Lio culture. Key-words: source of origin, system of precedence, traditional political system, reproduction of power 1 J. Emmed M. Prioharyono, dosen Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. E-mail: [email protected] 180 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012 Pendahuluan wilayah Asia Tenggara. Menurut Fox (1988 :8), para peneliti perlu mengalihkan perhatian Masyarakat Indonesia, khususnya di dari model menjadi metafor, kemudian dari wilayah Indonesia Timur sebagai salah satu konstruksi dan penerapan tipologi-tipologi wilayah persebaran penduduk Austronesia menjadi penjelasan dari simbol-simbol budaya di Asia Tenggara, menjadi wilayah kajian yang mendasar (the exegesis of basic cultural Antropologi sejak era kolonial Belanda. Pada symbols). Kedua substansi, yaitu model dan tahun 1935, J.P.B. de Josselin de Jong mem- penerapan serta konstruksi tipologi-tipologi perkenalkan konsep dasar kajian-kajian pem- merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai bahasan dengan judul “De Maleische Archipel oleh konsep dasar etnologisch studie veld, als ethnologisch studieveld” di Universiteit dalam rangka penerapan studi komparatif Leiden. Konsep dasar ini secara garis besar kebudayaan suku bangsa masyarakat membahas mengenai adanya kesamaan dan Indonesia. Para peneliti Antropologi Belanda keselarasan dari karakteristik budaya yang selama beberapa dekade melandasi kegiatan umum ditemukan dan direfleksikan dalam penelitian mereka pada suku bangsa di Indo- kebudayaan-kebudayaan masyarakat Indone- nesia, dengan berpedoman pada konsep dasar sia. Hal ini pun kemudian berkaitan erat dengan tersebut (ESV). Dengan kata lain, Fox berar- tulisan “Sociale structuur typen in de Groote gumentasi bahwa kerangka pemikiran ESV Oost,” yang ditulis oleh F.A.E. van Wouden di tersebut perlu dinalar lebih mendalam lagi, tahun yang sama. Menurut van Wouden suku tidak hanya terbatas pada pembahasan model bangsa di wilayah Nusa Tenggara khususnya, dan tipologi-tipologi tertentu. Kajian-kajian memiliki tipe struktur sosial yang menunjuk- yang mendalam dapat dilakukan untuk mema- kan pola yang sama. Selain itu, hasil penerapan hami metafor dan simbol-simbol budaya yang metode komparatifnya pada suku bangsa di mendasar, dalam cakupan kajian yang jauh pulau Sumba, Flores, Buru, Ambon, Seram lebih luas, yaitu dalam konteks masyarakat- dan Timor, mengenai sistem klen, mitos-mitos, masyarakat Austronesia di wilayah Asia Teng- dan pengorganisasian sosial, serta bentuk gara. kesatuan-kesatuan politik asli menunjukkan Hasil kajian Fox terhadap sejumlah suku pola yang kurang lebih sama (van Wouden bangsa di Indonesia dan wilayah persebaran 1935). Seperti adat perkawinan sepupu silang penduduk Austronesia lainnya, menunjuk- (cross cousin marriage) merupakan karakter- kan bahwa konsep origin structures yang istik budaya yang umum terdapat dalam suku kemudian disebut source of origin, merupakan bangsa tersebut. Kajian-kajian Antropologi sebuah konsep yang operasional. Konsep ini yang berlandaskan konsep ESV (etnologisch untuk menjelaskan sumber asal usul leluhur studie veld) merupakan cerminan perkemban- sebuah klen atau pun komuniti sosial. Melalui gan aliran strukturalisme Leiden ketika itu. mitos-mitos yang tercakup dalam kebudayaan Dalam Konteks yang kurang lebih selaras, sebuah suku bangsa dapat diperoleh penjelasan Fox memperkenalkan konsep origin structures, secara metaforik mengenai dasar, permulaan, dalam kuliah umum berkaitan dengan De Wis- dan awal perkembangan para leluhur. Dalam selleer-stoel Indonesische Studien, Universiteit hal ini, seorang peneliti berkemungkinan Leiden, pada tanggal 17 Maret 1988. Namun, menelusuri para leluhur awal dan keturunan cakupan operasionalisasi konsep ini tidak ter- genealogis selanjutnya. Dalam kenyataannya batas hanya dalam ruang lingkup masyarakat konsep sumber asal usul (source of origin) ini Indonesia sebagai etnologisch studie veld, tidak semata-mata operasional dan berdasar- melainkan mencakup masyarakat-masyarakat kan prinsip keturunan genealogis saja, namun di wilayah persebaran penduduk Austronesia dapat pula ditelusuri berdasarkan konstituen- ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012 181 konstituen lainnya, seperti misalnya melalui dan akhirnya datang ke sebuah lokasi tertentu, pura dalam suku bangsa dan kebudayaan Bali dimana mereka membuka lahan untuk dija- atau pun rumah klen (house based society) dan dikan sebuah pemukiman, merupakan dasar lokasi sebuah dusun atau desa bagi suku bangsa legitimasi utama para Mosalaki. Para Mo- Atoni Pah Meto di Pulau Timor. salaki sebagai keturunan langsung para nenek Penjelasan dan pemahaman mengenai moyang mewujudkan praktik-praktik operasionalisasi konsep sumber asal usul kekuasaan mereka. Generasi awal dari leluhur tersebut, selanjutnya merupakan landasan bagi disebut ata nggoro, yang secara lengkapnya operasionalisasi konsep position of precedence dijelaskan dalam ekspresi Lio: atau system of precedence. Dengan kata lain, penjelasan mengenai sumber asal usul ini wa’u no’o mangu au menentukan siapa yang paling pertama, diuta- turun memakai perahu makan, dan dituakan (the first, foremost, elder, nggoro sai fi’ijo superior, greater) untuk menempati posisi- datang dari dahulu kala. posisi pusat dan terpenting dalam hierarki suatu komuniti sosial. Posisi dan status Mereka adalah leluhur langsung dari para sosial tersebut, di sisi lain dapat merefleksikan Mosalaki. Para leluhur merupakan orang-orang kekuasaan yang dimiliki orang-orang tertentu, yang telah berjasa, dalam mengawali kehidupan yang menduduki posisi-posisi tersebut. Para sebuah dusun dalam arti seluas-luasnya, terma- leluhur yang telah berjasa membuka sebuah la- suk menyediakan tanah dan mempertahankan han untuk dijadikan sebuah lokasi pemukiman, dusun dari serangan dusun-dusun lainnya. serta mengembangkan dan mengatur sebuah Tanah adalah sumber kehidupan yang penting kesatuan sosial dalam wujud komuniti dusun bagi komunitas-komunitas pedusunan, yang atau desa, merupakan penduduk yang memiliki bermata pencaharian mengolah ladang dan kekuasaan dibandingkan penduduk-penduduk kebun untuk menghasilkan bahan makanan lainnya. Kekuasaan ini selanjutnya diwariskan pokok mereka sehari-hari sejak dahulu. Oleh pada keturunan genealogis berikutnya ber- karena itu kekuasaan para Mosalaki men- dasarkan pranata-pranata adat yang berlaku. cakup pula hak untuk mengelola tanah kolektif. Dalam tulisan ini saya akan membahas Dalam hal ini, kekuasaan mereka diejawantah- penerapan konsep sumber asal-usul (source of kan melalui hak mewariskan pada ana darinia origin) dan konsep sistem pengutamaan posisi (keturunan atau patrilineal langsung dari klen dalam hierarki maupun struktur sosial (system seorang Mosalaki) dan hak memberikan ijin of precedence), dalam konteks posisi sosial dan pengolahan sebuah watas (bidang tanah gara- kepemimpinan para Mosalaki sebagai kepala pan) pada anakalo fa’é walu. adat dalam masyarakat dan kebudayaan Lio, Mitologi-mitologi mengenai sejarah asal Flores. Pembahasan ini akan dikaitkan dengan usul leluhur (source of origin) menunjukkan praktik-praktik kekuasaan para Mosalaki adanya pertalian antara masyarakat Lio di dalam sistem politik tradisional di Desa Nggela wilayah Pantai Utara Flores Tengah (daerah dan Tenda, Kecamatan Wolojita, Kabupaten sekitar Desa Kanganara dan Desa Wologai) Ende Lio, Flores. dengan mereka yang tinggal di wilayah selatan (Desa Nggela dan Desa Tenda). Menurut Ideologi Sumber Asal Usul (Source of Origin) mereka yang disebut terakhir, para leluhur datang melalui pantai utara dengan menggu- Ideologi mengenai asal usul leluhur (source nakan perahu. Adakalanya disebut pula asal of origin) yang mencakup sejarah migrasi le- perahu yang berlabuh tersebut datang dari luhur dari lokasi asal melalui proses migrasi Jawa dan Malaka, yang selanjutnya mem- 182 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012 perkenalkan alat musik gong. Dalam sejarah he decided to fashion the must of a boat into a knife with which to cut the umbilical cord (Yamaguchi, kesenian nusantara, alat musik gong (sebagai 1989: hlm. 482-483)” komponen gamelan) memang berasal dari Mitologi Anakalo dan istrinya tersebut ke- seni musik Jawa. Sejumlah kata-kata dalam mudian ditransformasikan oleh para Misionari Bahasa Lio memiliki kemiripan dan kesamaan Katolik ke dalam metafor-metafor cerita dengan Bahasa Jawa, seperti misalnya kata genesis dalam perjanjian lama, yaitu Adam bulan (wula/Lio dan wulan/Jawa), kuda (jara/ dan Hawa, manusia-manusia ciptaan Tuhan Lio dan jaran/Jawa), padi (paré/Lio dan pari/ pertama. Kebun yang terdapat di puncak Gu- Jawa) dan ayam (manu/Lio dan manuk/Jawa). nung Lépé Mbusu merupakan taman Firdaus, Bahasa Lio memang termasuk dalam keluarga tempat kedua makhluk manusia tersebut hidup Bahasa Austronesia, yang menyebar pula ke (Howell 2000: 21). wilayah Nusa Tenggara Timur. Dari wilayah Anakalo, dalam hal ini memang lebih jelas Pantai Utara Flores Tengah inilah, mereka disebut dalam mitologi masyarakat Lio yang mulai menyebar hingga ke wilayah selatan, bermukim di sekitar wilayah utara, tempat awal yang antara lain bermukim di Desa Tenda dan kedatangan nenek moyang dengan perahu yang Desa Nggela. berasal dari wilayah Pantai Utara. Gunung Mitologi-mitologi yang berasal dari Desa Lépé Mbusu juga terletak di sekitar wilayah Kanganara seperti yang diteliti oleh Howell utara. Saya berasumsi bahwa keturunan-ketu- (2000) dan Desa Wologai yang diteliti oleh runan selanjutnya dari Anakalo inilah kemu- Yamaguchi (1989), menjelaskan bahwa nenek dian disebut Ata nggoro, yang bermigrasi dan moyang penduduk kedua desa tersebut adalah menyebar dari wilayah utara ke wilayah tengah Anakalo yang berasal dari Gunung Lépé dan kemudian ke arah selatan Flores Tengah. Mbusu; Dalam konteks ini Anakalo sebagai cikal bakal Ata nggoro, tidak disebut lagi dalam mitologi “Anakalo came to island of Flores in a small boat. He sat on top of the mountain Lépé Mbusu, which asal usul nenek moyang masyarakat Desa Ng- at that time was surrounded by water from which gela dan Desa Tenda, yang terletak di wilayah only its summit emerged. There was so little space selatan Flores Tengah. Menurut penjelasan para that he had to crouch. Putting his food into his hand he had to eat straight out of the palm; it was impos- informan saya, baik yang bermukim di Desa sible to use his fingers. He made a garden. However, Nggela maupun di Desa Tenda, nenek moyang someone stole the fruits at night. So he watcher the mereka berasal dari daerah Wewaria di wilayah garden during the night in order to catch the thief. It was a red pig (wawi méra, this name also denotes utara. Mereka pun menjelaskan bahwa Ata ng- a star). When Anakalo chased the cosmic tree which goro (nenek moyang dari wilayah utara) berasal connects these with the earth. Anakalo cut the cosmic dari luar Pulau Flores−kemungkinan besar dari tree in anger. Then the heavens started to ascend, whereas the water receded, allowing the mountain Pulau Jawa karena membawa memperkenalkan to display its shape. Anakalo had many children with alat musik gong−yang datang dengan perahu his sister. Yet all the infants died because Anakalo did not know how to cut the umbilical cord. Then dan berlabuh di Pantai Utara Flores Tengah (lihat Skema 1). ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012 183 Skema 1. Mitologi Proses Migrasi Nenek Moyang Suku Bangsa Lio Para Mosalaki di Desa Tenda meyakini tersebut hanya memberikan sebutan Ata nggoro bahwa Déra sebagai nenek moyang pertama bagi nenek moyang yang datang dengan perahu adalah Ata nggoro yang berasal dari Wewaria dari luar Flores. Dengan kata lain, mitologi (sebuah nama daerah di wilayah Maurole di mengenai Anakalo merupakan sebuah fragmen Pantai Utara Flores Tengah). Secara hipotetis, yang tidak tercakup dalam mitologi sejarah saya rekonstruksikan proses migrasi berdasar- asal usul nenek moyang para Mosalaki di Desa kan hasil temuan lapangan Howell (2000) dan Tenda dan Desa Nggela. Yamaguchi (1989) mengenai konsepsi mitologi Selanjutnya keturunan-keturunan Anakalo Anakalo sebagai cikal bakal nenek moyang mulai menyebar ke berbagai daerah, dimulai Lio yang datang ke Flores dengan perahu dan dari daerah Gunung Lépé Mbusu. Salah satu bermukim di Gunung Lépé Mbusu. Dalam mi- arah penyebaran ini sampai di daerah Wewaria, tologi asal usul nenek moyang para Mosalaki di sebagai salah satu induk percabangan arah Desa Tenda dan Desa Nggela memang konsepsi migrasi. Dari daerah ini, sekelompok nenek Anakalo tidak disebut karena mitologi-mitologi moyang melanjutkan perjalanan melalui daerah 184 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012 Desa Detusoko, Desa Wolotukuku−daerah pe- hingga generasi-generasi tertentu, dalam ke- gunungan Kelibara− dan akhirnya tiba di Desa nyataannya terangkum dengan jelas dalam Tenda (lihat Skema 1). Itulah kisah perjalanan mitologi asal usul nenek moyang para Mo- migrasi nenek moyang yang diceritakan oleh salaki di Desa Tenda. Fox (1980) menjelaskan seorang Mosalaki di Tenda kepada saya. Ia bahwa tema-tema mengenai source of origin menambahkan bahwa di setiap perhentian di (sumber asal usul) yang menghasilkan system sebuah desa, kelompok nenek moyang biasanya of precedence merupakan hal penting yang bermukim sekian lama, seperti misalnya di perlu dikaji dalam studi-studi Antropologi, Detusoko. Kemungkinan besar, peperangan khususnya dalam masyarakat Indonesia antar dusun yang sering terjadi di masa dahulu Timur. Tema-tema inilah yang menjadi sumber telah menyebabkan mereka berpindah mencari kerangka acuan bagi legitimasi sebuah kekua- lokasi baru yang aman; saan dan adakalanya menjadi dasar sebuah hierarki sosial dalam masyarakat. Menurut saya “Mbu-mbu (kakek-kakek) saya pernah kerangka teoretis ini sangat operasional dalam bercerita soal perang antar dusun jaman pengejawantahan praktik-praktik kekuasaan dahulu. Hidup di dusun dulu harus siap-siap para Mosalaki. Relasi-relasi kekuasaan antar menghadapi serangan musuh dari dusun sesama Mosalaki dan antara mereka dengan lain. Dorang biasanya menyerang mau rebut penduduk non-Mosalaki, baik dalam konteks tanah-tanah di dusun kami, ya… itulah mau kegiatan-kegiatan ritual maupun kehidupan meluaskan kekuasaan Mosalaki-mosalaki dorang (mereka). Itu sebabnya Mosalaki- sosial sehari-hari, senantiasa mengacu dan Mosalaki disini punya tugas juga untuk berdasarkan hal-hal tersebut di atas. Meskipun menjaga wilayah dusun di bagian timur. Jadi, dalam konteks kehidupan sosial antara para Mosalaki juga bertugas sebagai Panglima Mosalaki dan anakalo fa’é walu (commoners) Perang. Mereka juga punya macam-macam mereka cenderung mewujudkan interaksi sosial kekuatan magis supaya bisa memenangkan berdasarkan prinsip egaliter. Namun dalam perang. Katanya dulu ada mantera-mantera konteks kehidupan sosial tertentu, misalnya khusus untuk perang.” memanggil dan meminta Mosalaki untuk Déra sebagai nenek moyang pertama ma- datang menghadiri rapat di Balai Desa meru- syarakat Desa Tenda kemudian memiliki empat pakan hal yang tidak memungkinkan. orang anak laki-laki, yaitu Léko, Ngguwa, Ideologi yang mencakup source of origin Raja, dan Wondo. Dari ketiga anak tersebut, terefleksi pula dalam kehidupan sosial dan bu- kecuali Wondo yang tidak berketurunan, daya masyarakat Nggela. Menurut mitologi asal lahirlah keturunan Mosalaki-Mosalaki yang usul nenek moyang para Mosalaki, bermula berkuasa di Desa Tenda hingga sekarang. Mer- dari cerita empat orang bersaudara kakak- eka merupakan keturunan langsung dari Déra, beradik yang berkuasa di Nggela. Mereka yang nenek moyang pertama secara genealogis. laki-laki bernama Nogo (ata tei mulutana/yang Oleh karena itu, mereka dikategorikan sebagai datang lebih awal), Tori (tou tata koba/memo- Mosalaki besar karena hak, kekuasaan, dan tong tanaman merambat/pembuka jalan), Nira kewenangan mereka lebih besar dibandingkan (dai ma’u énga nanga/menjaga lokasi ujung sebagai Mosalaki Lo’o (kecil). Mereka yang desa dan wilayah pantai) dan yang perempuan disebut terakhir bukanlah keturunan langsung adalah Nggela. Perjalanan migrasi mereka dari Déra, melainkan berasal dari desa-desa berawal dari Wewaria (Kecamatan Maurole, tetangga yang bermigrasi dan menetap di Desa wilayah pantai utara Flores Tengah), kemudian Tenda. Kisah-kisah mengenai asal usul ke- secara bertahap mereka melakukan beberapa datangan dan proses migrasi, serta genealogi persinggahan dan bermukim di Desa Roga, Desa Waga, Desa Pora dan akhirnya tiba di ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012 185 lokasi yang diberi nama Nggela, sesuai nama gela yang mengatakan bahwa Ia memiliki tiga saudara perempuan mereka bertiga. Nogo, saudara yang tinggal di kampung. Selanjutnya dalam hal ini berperan sebagai saudara tertua/ Nggela mengajak orang yang telah meng- sulung yang melihat kondisi lokasi yang cocok hamili dirinya masuk ke dalam kampung dan untuk pemukiman mereka. Tori berperan memperkenalkannya kepada tiga saudara laki- sebagai pembuka jalan sambil menebas lakinya. Akhirnya laki-laki ini diijinkan tingal tanaman-tanaman yang merambat. Selanjutnya, di kampung dan diberikan sebuah rumah, yang Nira berperan sebagai penjaga pemukiman ba- sekarang dikenal sebagai Sa’o Ria (rumah adat gian selatan yang menghadap ke laut. Nggela besar). Hingga sekarang Sa’o Ria disimbolkan dalam mitologi dikisahkan suatu hari sedang ke dalam kategori perempuan sebagai Nggela. mandi di atas batu di pantai dalam keadaan Oleh karena itu, dalam adat istiadat khusus telanjang bulat. Tidak jauh dari pantai berlayar masyarakat Nggela, calon pengganti seorang sebuah perahu, seseorang dari perahu−yang Mosalaki harus lahir dari seorang wanita asli disebut ata mangu mangulau laja ghawa/atau dari Nggela. Jika seorang Mosalaki menikah ata goa Jawa yang berarti orang yang naik dengan seorang wanita dari luar Desa Nggela, sebuah perahu dengan tiang layar besar dari maka anak laki-lakinya tak dapat dicalonkan Jawa−melihat Nggela yang sedang mandi. Ia sebagai pengganti Mosalaki. Solusinya adalah tertarik dan mendatangi pantai serta meng- mencari calon pengganti lain anak laki-laki hampiri Nggela yang sedang mandi di atas dari adik atau kakak Mosalaki yang meninggal batu. Kemudian mereka melakukan hubungan yang menikah dengan wanita Nggela. Hingga seksual dan Nggela menjadi hamil. Orang dari sekarang keturunan dari empat bersaudra terse- perahu tersebut mengajak Nggela untuk ikut but merupakan para Mosalaki, yang memiliki bersamanya berlayar, namun ditolak oleh Ng- kekuasaan besar di Nggela (lihat Skema 2). Skema 2: Garis Keturunan Patrilineal dari Nogo, Tori, Nira dan Nggela sebagai Nenek Moyang Para Mosalaki di Desa Nggela Source of origin dan System of precedence generasi berikutnya melalui medium sejarah dalam kenyataannya, memiliki makna penting lisan (oral history). Bagi mereka sejarah dalam ideologi masyarakat Desa Tenda dan mengenai sumber asal usul para nenek Desa Nggela. Para Mosalaki dari kedua Desa moyang merupakan sebuah keyakinan dan menceritakan riwayat asal usul nenek moyang kebenaran, yang tak dapat diganggu-gugat oleh mereka melalui ekspresi penuh kebanggaan, siapa pun. Ketika saya melakukan penelitian serta begitu meyakini riwayat tersebut, yang mengenai suku bangsa Ngadha di Desa Nagé, telah ditransmisikan dari satu generasi ke Kabupaten Bajawa, saya pun menyaksikan 186 ANTROPOLOGI INDONESIA Vol. 33 No. 3 2012

Description:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia. ANTROPOLOGI. INDONESIA. Indonesian Journal of Social and Cultural Anthropology.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.