ebook img

Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film PDF

348 Pages·012.501 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film

'c e E l1l N ~ E .«J:: @ WIJAYA HERLAMBANG menye1esaikan pascasarjana di University· of Queensland dengan tesis master "Exposing State Terror: Violence in Contemporary Indonesian Literature" (2005) disusul dengan disertasi doktoral "Cultural Violence: Its Practice and Challenge in Indonesia" (2011). Penerima Australian Post graduate Award (2006-2009) ini sekarang mengajar di Universi- tas Pancasila dan Gunadarma. Kekerasan Budaya Pasca 1965 Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film WIJAYA HERLAMBANG Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Seni dan Sastra © Wijaya Herlambang, 2013 Terbit pertama kal(dalam bahasa Inggris di SaarbrOeken, Jerman pada 2011 oleh VDM Verlag Dr. MOiler dengan judul Cultural Violence: Its Practice and Challenge in Indonesia. Diterjemahkan oleh penulis sendiri. Cetakan kedua, Februari 2014 Cetakan pertama, November 2013 xiv + 334 him, 14 x 20,3 em ISBN: 978-979-1260-26-8 Cv. Marjin Kiri Regensi Melati Mas A9/10 Serpong, Tangerang Selatan 15323 www.marjinkiri.eom Dilarang memperbanyak atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial. Setiap tindak pembajakan akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Pengutipan untuk kepentingan akademis, jurnalistik, dan advokasi diperkenankan. Tersedia potongan harga bagi staf pengajar, mahasiswa, per pustakaan, dan lembaga-Iembaga riset kampus. Dieetak oleh GAJAH HIDUP Didistribusikan oleh NALAR lsi di luar tanggung jawab pereetakan Pengontor Penulis JATUHNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU PADA 1998 TIDAK SERTA merta diikuti dengan memudarnya ideologi anti.komunis. Se· baliknya, anti-komunisme tetap bercokol dalam masyarakat Indonesia. Bukuini menjelajahi kembali faktor-faktoryang me~ nentukan di dalam proses pembentukan dan bertahannya ideo logi anti-komunis di Indonesia. Buku ini berargumenbahwa terpeliharanya ideologi anti-komunis tidak saja merupakan hasil dari kampanye politik pemerintah Orde Baru, tetapi juga -yang lebih penting lagi-hasil dari agresi kebudayaanuntuk mela wan komunisme, terutama melalui pembenaran atau legitimasi terhadap kekerasan yang dialami oleh kaum yang dituduh seba gai anggota dan simpatisan komunis pada 1965-1966. Pembenaran atas kekerasan yang terjadi pada 1965-1966, yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru dan agen-agen ke budayaannya melalui produk-produk budaya, merupakan ben tuk dukungan yang sangat mendasar dalam menciptakan sudut pandang bahwa komunisme merupakan musuh negara yang paling utama. Buku ini juga mengajukan argumen bahwa legi timasi terhadap kekerasan 1965-1966 tidak kalah brutal diban dingkan dengan aksi kekerasan itu sendiri. Dengan demikian, legitimasi terhadap kekerasan dapat dilihat sebagai bagian dari praktik kekerasan itu sendiri yang sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari pengertian atas konsep. kekerasan. Dengan vi PENGANTAR PENULIS memfokuskan bahasan pada bagaimana pemerintah Orde Baru dan agen-agen kebudayaannya memanfaatkan produk-produk budaya dalam melegitimasi kekerasan terhadap kaum komunis, buku ini bermaksud memaparkan bagaimana kekerasan 1965- 1966 itu kemudian dilihat sebagai hal yang lumrah dan normal. Dalam mengeskplorasi bentuk kekerasan tak-langsung ter hadapkaum komunis, buku ini secara khusus melihat penggu naan produk-produk budaya, terutama, ideologi liberalisme dan narasi sejarah pemerintah Orde Baru, yang dituangkan me lalui karya-karya sastra dan film oleh para penulis anti-komunis dan militer, untuk melegitimasi penghancuran komunisme dan bangkitnya rezim Orde Baru di Indonesia. Dengan demikian, pemanfaatan produk-produk budaya seperti film dan sastra un tuk melegitimasi kekerasan 1965-1966 menjadi sangat krusial dalam menyediakan fondasi ideologis agar kekerasan tersebut dapat dilihat sebagai hal yang normal dan natural. Dengan mengeksplorasi bagaimana produk-produk buda ya digunakan sebagai fondasi ideologis untuk menormalisasi kekerasan terhadap kaum komunis, buku ini berupaya memberi kontribusi terhadap diskusi atas praktik kekerasan negara di Indonesia, khususnya dalam hubungannya dengan peristiwa 1965, melalui sudut pandang studi sastra dan budaya. Selain membahas bagaimana pemerintah Orde Baru dan agen-agen kebudayaannya melegitimasi kekerasan 1965-1966 buku ini juga membahas bagaimana para penulis dan kelompok-kelom pok kebudayaan kontemporer di Indonesia berupaya untuk mendekonstruksi warisan ideologis anti-komunisme Orde Baru. Dengan demikian,buku ini juga bermaksud memberi . kontribusi terhadap wacana kebudayaan dan dinamika kesusas traan Indonesian di masa akhir dan pasca-Orde Baru dengan cara mendiskusikan peran para penulis dan kelompok-kelom pok kebudayaan kontemporer dalam menantang warisan ideo logis anti-komunisme Orde Baru. PENGANTAR PENULIS vii Motivasi saya untuk meneliti bagaimana kekerasan terha dap kaum komunis pada 1965-1966 dilegitimasi dan bagaimana ideologi anti-komunis dapat bertahan dalam jangka waktu yang sangat lama bermula ketika saya menyadari bahwa pembantai an 1965-1966 "dimungkinkan" untuk terjadi, dan lebih jauh . lagi, dapat dilihat sebagai hal yang lumrah,.karena hal itu dise babkan tidak saja oleh despotisme militer dan politik akan te tapi juga agresi kebudayaan. Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, dalam buku ini saya berargumen bahwa kuatnya ideo logi anti-komunis merupakan hasil dari kampanye kebudayaan di mana nilai-nilai ideologis dan moral ditransformasikan ke dalam perspektif untuk melihat bahwa komunisme merupakan ancaman terbesar negara· yang harus dihancurkan, dengan harga berapa pun. Namun demikian, tentu saja sangat naif apa bila setiap upaya untuk mengekspos peristiwa pembantaian 1965-1966 disejajarkan denganpembelaan terhadap komu nisme. Saya yakin bahwa komunisme -sebagaimana rezim poli tik apapun-juga berpotensi menjadi rezim yang represif seper ti terbukti di banyak negara lain. Namun penting diingat adalah peristiwa pembunuhan massal 1965-1966 tetap merupakan tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Buku ini merupakan hasil dari proses panjang penelitian untuk disertasi doktoral saya. Banyak kolega dan sahabat telah meluangkan waktu mereka untuk membantu dan mendukung saya. Saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk meng ucapkan terimakasih yang tulus kepada mereka. Pertama dan terutama, kepada Prof. Helen Creesedari University of Queensland, Australia, yang tidak pernah lelah dan jenuh da lam memberi dukungan, masukan, saran, kritik, dan ajakan untuk mengerjakan, menyempurnakan, dan menyelesaikan buku ini. Tanpa bimbingan dan pengetahuan beliau yang luas saya tidak mungkin dapat mempersembahkan hasil akhir pe nelitian ini. Kedua, saya juga ingin berterimakasih kepada Prof. viii PENGANTAR PENULIS I Nyoman Darma Putra yang telah membantu membangun fokus gagasan saya melalui diskusi dan debat selama empat tahun penelitian. Saya juga ingin berterimakasih kepada Dr. Keith Fou1cher dari University of Sydney dan Prof. David T. Hill dari Murdoch University yang telah membaca draft buku ini, memberi saran, catatan dan kritik sebagai dasar yang saya pakai ketika merevisi naskah asH karya ini. Saya juga ingin berterimakasih secara· khusus kepada Ronny Agustinus dan penerbit Marjin Kiri yang telah mengo reksi secara kritis dan dan komprehensif naskah buku ini se belum diterbitkan untuk menjaga keakuratan data dan meletak kannya dalam konteks yang presisi. Saya juga beterimakasih kepada tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia yang telah bersedia meluangkan waktu mereka untuk diwawancarai,khususnya, Goenawan Mohamad, Taufiq Ismail, Wowok Hesti Prabowo, Saut Situmorang, Sitok Srenge nge, Arswendo Atmowiloto, N oorca Massardi termasuk Endo Senggonodari perpustakaan H.B. Jassin dan Kartini Nurdin dari Yayasan Obor di Jakarta. Saya juga mengucapkan teri makasih kepada rekan-rekan di Brisbane seperti Dr. Annie Elizabeth Pohlman, Dr. Laura Tolton, Dr. Jo Grimmond, Dr. Ahmad Muzakki, Yuri Jo, Dadang Christanto, Dr. Delmus Salim, Teuku M. Aiyub, Mohamad Israwan, Pinus Jumaryatno, Friska Dhen Ungkara Pambudi, dan Ahmad Zamroni. Terima kasih juga saya ucapkan kepada rekan-rekan jurnalis dan saha bat-sahabat saya di Jakarta seperti Gunawan Budi Susanto, Benny Benke, Arwani, Syamsul Hidayat, Budi Maryono, Emita Asril, Sri Marwati, Riana Ambarsari dan Hera Khairul. Akhirnya, secara khusus saya ingin berterimakasih kepada keluarga saya yang sangat saya cintai: Delmar Herlambang dan kedua buah hati saya, Larasati Herlambang dan Jagat Herlam bang yang telah mengobarkan semangat saya, setiap kali saya menatap wajah-wajah mungil mereka. Doftor lsi .P engaf1.tar Penulis v Daftar Singkatan Xl 1 / Pendahuluan 1 2 / Merumuskan Kekerasan Budaya: Konseptualisasi dan Implementasi 35 3 / Pembentukan Ideologi Anti- Komunisme dan Bangkitnya Liberalisme di Panggung Kebudayaan 58 4/ Normalisasi Kekerasan 1965-1966 me1alui Karya Sastra 102 5/ Narasi Utama Orde Baru: Kandungan Ideologis dan Transformasi Kebudayaannya 137 6/ Pengkhianatan G30S/PKl: Legitimasi Kekerasan Anti-Komunis dan Kebangkitan Orde Baru 176 7 / Lembaga-lembaga Kebudayaan Indonesia Kontemporer: Menantang Warisan Budaya Orde Baru? ~ 215 8/ September-Mendobrak Versi Resmi G30S ~ 264 Simpulan ~ 301 Daftar Pustaka ~ 311 Indeks ~ 328

See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.