ebook img

Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942 PDF

441 Pages·1998·4.992 MB·Indonesian
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview Kehidupan Kaum Menak Priangan 1800-1942

KEHIDUPAN KAUM MÉNAK PRIANGAN 1800-1942 BUKU INI TELAH SAYA WAKAFKAN SEJAK 12 JUNI 2020 DR. Nina H. Lubis K E H I D U P A N KAUM MÉNAK P R I A N G A N 1800-1942 BUKU INI TELAH SAYA WAKAFKAN SEJAK 12 JUNI 2020 PUSAT INFORMASI KEBUDAYAAN SUNDA BANDUNG, 1998 Kehidupan Kaum Ménak Priangan 1800-1942 Oleh DR. Nina H. Lubis Diterbitkan oleh Pusat Informasi Kebudayaan Sunda J1. Blk. Factory 2-A, Bandung 40111 Telp. 022-4205256, 4203502, Fax. 022-4210038 Cetakan pertama, 1998 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Gambar jilid: Para bupati Priangan bergambar bersama istri menjelang pergantian abad 19-20; dari arah kiri ke kanan: 1. Bupati Sumedang, Pangeran Aria Soeriaatmadja, 1882-1919; 2. Bupati Cianjur, R.A.A. Prawiraredja II, 1864-1910; 3. Bupati Garut, R.A.A. Wiratanudatar VII, 1871-1915; 4. Bupati Tasikmalaya (Sukapura), R.A.A. Wirahadiningrat, 1875- 1900; 5. Bupati Bandung, R.A.A. Koesoemadilaga, 1874-1893. (foto dok. Ny. R. Etty Soekati) Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, mengalihkannya ke dalarn bentuk lain atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Untuk Suamiku, Livain Lubis dan kedua putriku, Alia dan Mita Pengantar dari Penerbit I stilah ménak sudah merupakan salah satu kosa kata yang sangat populer bagi masyarakat Sunda, untuk menunjukkan satu lapisan masyarakat yang berdasarkan hukum (saat itu) memiliki berbagai hak yang istimewa. Di kalangan masyarakat luas kata ménak kemudian "dikirata-basakan" sebagai dimémén- mémén diénak-énak. Artinya, kaum ménak adalah mereka yang harus diladeni segala keperluannya (oleh orang lain) sehingga hidupnya menjadi enak. Bagi masyarakat kebanyakan, yang disebut somah atau cacah, perilaku, sikap serta bahasa untuk ménak pun ada tatacara serta aturannya yang khusus. Dalam bahasa (Sunda) ada yang disebut undak-usuk di mana bila somah berbicara kepada ménak harus menggunakan bahasa halus (basa lemes) sementara ménak ter- hadap somah cukup menggunakan bahasa kasar (basa kasar, basa loma) saja; sedang dalam perilaku ada yang disebut unggah-ung- guh yang mencantumkan berbagai tatacara dalam bersikap (bagi kalangan somah terhadap ménak), di mana kalau tatacara itu di- langgar, yang bersangkutan akan disebut tidak tahu adat, dan mé- nak pun akan marah dibuatnya. Tapi sampai sejauh ini, apa dan bagaimana kehidupan kaum ménak itu sebenarnya, belum terungkap secara jelas. Oleh karena itu, Pusat Informasi Kebudayaan Sunda merasa sangat berbahagia dapat menerbitkan buku ini. Sebagai disertasi yang dipertahankan vii di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta untuk memperoleh gelar doktor dalam ilmu sejarah, apa yang ditulis oleh DR. Nina Herlina ini sangat bermanfaat. Mencakup kurun waktu yang cukup pan- jang (sekitar satu setengah abad lamanya), buku ini mengungkap- kan segala aspek yang menyangkut kehidupan kaum ménak Pria- ngan. Bukan saja menceritakan apa dan bagaimana pola hidup mereka sehari-hari, melainkan juga mengungkapkan asal-usul lahirnya kaum ménak serta pertalian keturunannya. Kiranya buku ini akan besar manfaatnya bagi kita semua. Bandung, 20 Nopember 1997 Atang Ruswita Ketua Pusat Informasi Kebudayaan Sunda viii Kata Pengantar Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta G olongan status sosial di Jawa Barat pada abad ke-19 dan ke20 sebagai elite politik dalam masyarakat kolonial te- lah menarik perhatian para sarjana bidang Ilmu Kema- syarakatan (B. Schrieke), Ilmu Anthropologi-politik (Palmier), Ilmu Sejarah (Sutherland) dan masih banyak lagi. Memang seba- gai golongan aristokrasi sesungguhnya telah turun-temurun pe- megang kekuasaan serta otoritas tradisionalnya. Kalau di satu pihak pengkajian aristokrasi di Jawa Tengah dan Jawa Timur sud- ah cukup banyak serta mendalam, di pihak lain golongan ménak di Jawa Barat agak kurang diperhatikan. Oleh karena itu studi lengkap mengenai aristokrasi di Jawa belum terlaksana. Dengan keluarnya kajian tentang ménak sekarang ini studi perbandingan itu secara leluasa dapat dilakukan. Mengingat bahwa golongan aristokrasi pada hakekatnya mem- punyai identitas beserta lambang-lambangnya, maka tepatlah apabila studi ini mengambil sebagai fokusnya gaya hidup ménak mencakup pelbagai bentuk ekspresi identitasnya. Meskipun de- mikian, pelbagai aspek lain kehidupan ménak tidak diabaikan, ti- dak lain karena faktor-faktor itu banyak sedikitnya turut menen- tukan gaya hidup tersebut. ix Dalam lingkungan masyarakat tradisional para ménak selaku volkshoofd (kepala rakyat - Schrieke) berhak menerima upeti dalam pelbagai bentuk dari rakyat. Secara terus-menerus serta le- luasa sehingga tidak pernah kekurangan. Sewaktu Priangan sudah di bawah kekuasaan VOC (± tahun enam belas tujuh puluhan), sumber daya materialnya diperoleh dari "komisi" selaku agen VOC dalam pengumpulan hasil panen kopi (lihat karya Prea- ngerstelsel). Kemudian sejak bupati sebagai ménak berkedudu- kan sebagai BB ambtenaar (pegawai Dalam Negeri) yang terting- gi dalam birokrasi pribumi, baik berdasarkan tingkat kepangkatan maupun besar penghasilannya, para ménak sangat besar wibawa- nya, lagi pula sangat terpandang di kalangan masyarakat karena kekayaannya. Kesemuanya itu berlandaskan pada posisi politik- nya selaku penguasa tertinggi di wilayahnya. Jadi faktor ekono- mi, sosial dan politik, ialah kekayaan status dan kekuasaan, kese- muanya mendukung gaya hidup menonjol. Pengungkapan faktor-faktor itu perlu dilakukan sesuai dengan metodologi penulisan sejarah analisis, a.l. dengan tujuan agar eks- planasi lebih jelas. Yang terang ialah bahwa suatu penulisan seca- ra deskriptif saja terbatas pada pemaparan bagaimana sesuatu telah terjadi. Di sini pembaca perlu mengetahui bahwa metodologi sejarah analitis mengidentifikasikan faktor kondisional dan kasual yang mempengaruhi kehidupan ménak dalam pelbagai dimensinya. Perlu ditambahkan di sini bahwa pemakaian pendekatan baru harus dilakukan sesuai dengan aliran baru dalam historiografi modern, yang sangat kuat cenderung ke arah sejarah sosial. Dengan demikian berbeda dengan sejarah politik gaya lama, yaitu di mana faktor politik saja ditonjolkan. Di sini muncul pertanyaan dalam kaitan dengan kecenderungan baru dalam studi sejarah di Indonesia khususnya dan secara universal pada umumnya. Berbicara tentang perkembangan historiografi pada umumnya, x

See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.