1. Seno Gumira Ajidarma Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 2. Seno Gumira Ajidarma Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki 10 November 2019 Penanggungjawab Dewan Kesenian Jakarta Pengampu Gagasan Seno Gumira Ajidarma Desainer Grafis Riosadja Foto Seno Gumira Ajidarma Koleksi Institut Kesenian Jakarta Eva Tobing Penyelaras Hikmat Darmawan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat seniman dan dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, pada tanggal 7 Juni 1968. Tugas dan fungsi DKJ adalah sebagai mitra kerja Gubernur Kepala Daerah Propinsi DKI Jakarta untuk merumuskan kebijakan guna mendukung kegiatan dan pengembangan kehidupan kesenian di wilayah Propinsi DKI Jakarta. Anggota Dewan Kesenian Jakarta diangkat oleh Akademi Jakarta (AJ) dan dikukuhkan oleh Gubernur DKI Jakarta. Pemilihan anggota DKJ dilakukan secara terbuka, melalui tim pemilihan yang terdiri dari beberapa ahli dan pengamat seni yang dibentuk oleh AJ. Nama- nama calon diajukan dari berbagai kalangan masyarakat maupun kelompok seni. Masa kepengurusan DKJ adalah tiga tahun. Kebijakan pengembangan kesenian tercermin dalam bentuk program tahunan yang diajukan dengan menitikberatkan pada skala prioritas masing-masing komite. Anggota DKJ berjumlah 25 orang, terdiri dari para seniman, budayawan dan pemikir seni, yang terbagi dalam 6 komite: Komite Film, Komite Musik, Komite Sastra, Komite Seni Rupa, Komite Tari dan Komite Teater. Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 3. Daftar Isi Sambutan Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Suara Jernih dari Cikini 04 # Suara Jernih dari Cikini Pemantik Dialektika 06 Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 10 Pertunjukan Tari IMPACT 42 Pertunjukan Musik “Ngelantur” for Live Electronic (2019) 44 Kerabat Kerja 46 Ucapan Terima Kasih 47 Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 4. Sambutan Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Suara Jernih dari Cikini Ali Sadikin menanggapi kunjungan Ilen Suryanegara, Ajip Rosidi, dan Ramadhan KH ke rumahnya, usulan yang diajukan adalah dibentuknya lembaga seni budaya di Jakarta, lalu bersahut dengan kelahiran Taman Ismail Marzuki (TIM) tahun 1968. Pengembangan ekosistem TIM memunculkan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Akademi Jakarta (AJ), dan kemudian Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang dibentuk oleh DKJ. LPKJ kemudian berubah status menjadi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada tahun 1981. DKJ, AJ, dan IKJ boleh dikatakan sebagai “native stakeholder” dalam ekosistem kesenian di Jakarta, bukan hanya di TIM, yang senantiasa merawat dan mengembangkan ruang dialektika, pembacaan, dan advokasi persoalan- persoalan kesenian di Jakarta sembari membentengi independensinya dari tunggangan-tunggangan kepentingan politik. Ali Sadikin menyatakan, “Akan gersang jadinya kehidupan kota ini jika rohani tidak dikembangkan. Kesenian mesti hidup, tumbuh dan berkembang di tengah-tengah kegiatan seperti apa yang diinginkan oleh Jakarta.” Umar Kayam menjuluki TIM sebagai “Oasis Budaya”, sebagai tinjauan pembentukan TIM—sebagaimana tercantum dalam program peresmian pendirian TIM, sebuah pusat kreativitas seni yang kosmopolitan dan kebebasan dimana “seni tidak Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 5. akan pernah lagi tunduk pada alat dari percekcokan politik dan penindasan”. Menurut peneliti Bisri Effendi (2001), tiga rangkaian masalah yang mewarnai pelembagaan TIM adalah ancaman keterlibatan seniman sayap kiri, kekhawatiran akan intervensi birokrasi, dan masalah bagaimana membentuk dan mengelola sebuah pusat kebudayaan. Pada hari ini saudara-saudari melihat TIM bagaikan ladang konstruksi, di halaman penuh sekat-sekat ruang tanpa ekspresi, kegiatan kesenian seolah sedang tertidur pulas. TIM sedang dimutakhiran secara fisik sebagai upaya peningkatan kawasan pusat kesenian dan kebudayaan menuju taraf internasional. Program revitalisasi TIM merupakan kegiatan strategis daerah dalam nomenklatur pengembangan pariwisata dan budaya. Peletakan batu pertama dilaksanakan pada bulan Juni 2019 oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sejak tahun 1989 perayaan ulang tahun TIM yang jatuh pada tanggal 10 November, dilengkapi dengan Pidato Kebudayaan DKJ yang diselenggarakan sebagai tradisi tahunan. Para pemidato menghadirkan paparan-paparan yang informatif, argumentatif, dan persuasif melalui pemikiranpemikiran jernih dalam perspektif kebudayaan. Suara-suara jernih ini seyogyanya dapat disirkulasikan dari ruang dialektika yang satu ke ruang dialektika yang lain; bergulir mengusik- ngusik kesadaran moral dan kognitif, menjawab pertentangan-pertentangan antara hasrat, kehendak, dan rasio. Jakarta, 5 November 2019 Plt. Ketua Dewan Kesenian Jakarta Danton Sihombing Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 6. # Suara Jernih dari Cikini Pemantik Dialektika Untuk 2019, “Suara Jernih dari Cikini” akan merupakan akumulasi pergumulan gagasan di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) mengenai ekosistem kesenian kota di Jakarta. Wacana yang mewujud jadi sederet program dan serangkai advokasi ke berbagai pihak mengenai penciptaan ekosistem kesenian di Jakarta yang lebih sehat akan selalu membutuhkan dialektika pemikiran tentang kebudayaan, di samping dinamika pengumpulan data tentang kesenian di kota ini. Dalam kerangka dialektika pemikiran itulah, DKJ kali ini mengundang Seno Gumira Ajidarma sebagai penyaji Pidato Kebudayaan. Sosok Seno sebagai intelektual adalah sosok pemikir yang lengkap. Ia menggumuli gagasan-gagasan kebudayaan baik sebagai seniman --dengan menjadi penulis cerita pendek dan novel; sebagai pengembara lanskap kebudayaan di aras lokal, nasional, maupun dunia dan menuliskan amatan-amatan personalnya dengan disiplin jurnalisme sastrawi; dan sebagai akademisi yang menguliti berbagai segi, aspek, dan produk kebudayaan di tingkat keseharian yang kita alami dengan pendekatan kritis Studi Kebudayaan yang bersenyawa dengan cerapan seorang pengamat dalam konteks Indonesia. Latar itu lebih dari memadai sebagai pemantik dialektika tahap lanjut mengenai upaya membangun ekosistem Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 7. seni kota saat ini. Kota adalah kompleksitas permasalahan manusia di dalamnya. Relasi manusia kota dengan ruang-ruang dan benda-benda sama rumitnya, atau malah menambah rumit, relasi antarmanusia dalam sebuah wilayah yang tumbuh jadi kota. Ada relasi fisik manusia-ruang-benda, ada pula relasi makna antara manusia-ruang-benda. Dalam relasi-relasi itulah kebudayaan kota menyatakan diri, dan manusia membentuk sekaligus dibentuk kota. Membangun sebuah ekosistem seni di sebuah dunia urban yang kompleks selalu membutuhkan pembacaan-pembacaan baru relasi-relasi itu, agar upaya pembangunan itu tidak terjebak jadi sederet proyek untung rugi atau ucapan manis di bibir belaka. Penyajian Seno Gumira Ajidarma kali ini adalah sebuah pembacaan kritis dengan fokus pada relaksi makna antara manusia dan benda- benda di sekeliling kita yang selama ini dianggap sepele. Ternyata, benda-benda sepele di tepian mata kita adalah medan pertarungan budaya yang hidup dan penuh warna. Dari pembacaan kritis ini, tersaji pula tantangan Seno Gumira terhadap berbagai konsep seperti “ekosistem”, “seni”, “budaya” yang selama ini sering kita pakai tanpa pikir panjang dan enak-enak saja. Salam! Hikmat Darmawan Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 8. Seno Gumira Ajidarma Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 9. Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi 10. Pidato Kebudayaan Dewan Kesenian Jakarta Kebudayaan dalam Bungkus Tusuk Gigi