KAJIAN INTERTEKSTUAL DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DENGAN NOVEL DZIKIR- DZIKIR CINTA KARYA ANAM KHOIRUL ANAM Oleh: Roma Nur Asnita Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora IAIN Raden Fatah Palembang Abstract: Indonesian literature can be found in the intertextual relationship between literary works such as the novel Ayat- Ayat Cinta with Dzikir- dzikir cinta. Issues discussed in this article is how the intertextual relationship between the novel Ayat- Ayat Cinta with Dzikir-dzikir cinta . The scope of the issues discussed are two novels that intertextual relations in terms of theme , plot , character and characterization , perspective , and background . Also, to describe the intertextual relationship novel Ayat - Ayat Cinta with Dzikir-dzikir cinta in terms of theme , plot , character and characterization , perspective , and background . Based on the results of the discussion , intertextual relationship between the novel Ayat- Ayat Cinta with novel Dzikir-dzikir cinta are similarities in terms of theme , plot , and point of view . In addition , there is a contradiction and transformation between the two novels is that in terms of character and characterization as well as the background . Similarities between the two novels is that both religious - themed novel , contains teachings about human life to be able to behave and act in accordance with the true teachings of Islam . Keywords : intertextual study , intertextual relationships . PENDAHULUAN Sebuah karya sastra yang tercipta pada dasarnya selain harus memperhatikan unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik yang membangun sebuah karya sastra itu, seorang pengarang juga harus memperhatikan pemahaman sastra melalui konteks kesejarahan antara karya sastra yang satu dengan yang lain. Pradopo1 mengemukakan bahwa sebuah karya sastra mempunyai hubungan kesejarahan antara karya sezaman yang mendahuluinya, atau yang kemudian. Hubungan kesejarahan yang dimaksud itu dapat berupa persamaan atau 1 Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra Metode, Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gaja Mada University Press, hal. 167. 1 pertentangan. Untuk memahami sastra melalui konteks kesejarahannya, antara karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain dilakukan kajian terhadap sejumlah teks sastra yang diduga mempunyai hubungan tertentu, misalnya menentukan hubungan unsur-unsur intrisiknya seperti: ide, alur, dan tema di antara teks yang dikaji. Pengkajian sastra yang bermaksud menemukan hubungan persamaan dan pertentangan antara karya sastra yang satu dengan karya sastra yang lain disebut Kajian Intertekstual (Nurgiyantoro2). Novel “Ayat-Ayat” Cinta karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel “Dzikir-Dzikir Cinta” karya Anam Khoirul Anam merupakan novel yang menampilkan latar yang berbeda namun keduanya sama-sama menceritakan kehidupan di lingkungan para santri beserta konflik percintaan yang mengharu biru bagi siapa saja yang membacanya. Novel “Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El Shirazy merupakan salah satu novel yang pernah diadaptasi ke layar lebar. Cerita yang disajikan mampu mengalahkan cerita yang begitu populer Harry Porter. Berbeda dengan “Ayat-Ayat Cinta” yang begitu khas menceritakan tradisi religius Timur Tengah. Namun, “Dzikir-Dzikir Cinta” lebih khas menceritakan khasanah kebudayaan bangsa kita sendiri dengan segala kekayaan budaya religius yang sunguh indah dan penuh warna. Bertolak dari pendapat di atas, penulis bermaksud mengkaji hubungan intertekstual novel “Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel “Dzikir-Dzikir Cinta” karya Anam Khoirul Anam. Hal yang mendasari kajian ini pada hubungan intertekstual novel “Ayat-Ayat Cinta” karya Habiburrahman El Shirazy dengan novel “Dzikir-Dzikir Cinta” karya Anam Khoirul Anam dilihat dari segi tema, alur, tokoh dan penokohan, sudut pandang, latar, dan gaya bahasa kedua novel tersebut dan transformasinya. Selain itu juga, alasan penulis memilih kedua novel ini sebagai objek kajian karena pada kedua novel ini memiliki persamaan, terutama mengenai isi cerita yang banyak digemari oleh masyarakat banyak. Cerita yang disajikan begitu menyatu dengan kehidupan masyarakat, karena konflik percintaan yang mampu mensugesti pembacanya. 2 Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadja Mada University Press, hal. 50. 2 Tidak hanya itu, nilai-nilai keagamaan yang diajarkan lewat ceritanya pun mampu memberikan inspiratif penggugah religuitas bagi siapa saja yang membacanya. Selain itu juga penggambaran kebiasaan para santri yang hidup dalam lingkungan keagamaan atau yang sering disebut dengan pondok pesantren pun dapat dijadikan sebagai contoh betapa indahnya kehidupan yang dipenuhi dengan kebiasaan diri untuk beribadah. PEMBAHASAN Pengertian Intertekstual Nurgiyantoro3 mengatakan bahwa intertekstual adalah kajian hubungan antarteks, baik dalam satu periode maupun dalam periode-periode yang berbeda. Lebih lanjut Nurgiyantoro4 mengemukakan bahwa kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks (teks sastra), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya adanya hubungan unsur- unsur intrinsik di antara teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih dulu. Teeuw dalam Pradopo5 mengemukakan bahwa karya sastra itu merupakan respon pada karya sastra yang terbit sebelumnya. Oleh karena itu, sebuah teks tidak dapat dilepaskan sama sekali dari teks yang lain. Karya sastra yang ditulis lebih dulu, biasanya mendasarkan diri pada karya-karya lain yang telah ada sebelumnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik dengan cara meneruskan maupun menyimpang dari karya aslinya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa intertekstual adalah hubungan antara satu teks dengan teks lain, yang dapat berupa hubungan unsur-unsur intrinsik maupun ekstrinsik yang melalui beberapa unsur karya sastra yang 3 Nurgiyantoro, Burhan. Op.,cit, hal. 38. 4 Ibid., hal. 50. 5 Pradopo, Rachmat Djoko. Op.,cit, hal. 131. 3 sebelumnya itu diserap, ditentang, dan ditransformasikan ke dalam karya sastra yang baru atau kemudian. Prinsip Intertekstual Pradopo6 mengemukakan bahwa pada dasarnya prinsip intertekstual merupakan salah satu sarana pemberian makna kepada sebuah teks sastra. Karya itu diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya-karya yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekedar pengaruh, ambilan atau jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makna sebuah karya secara penuh dalam kontrasnya dengan karya yang lain yang menjadi hipogramnya, baik berupa teks fiksi maupun puisi. Intertekstual merupakan kajian yang memiliki prinsip untuk memahami suatu karya sastra baik yang berasal dari penyerapan maupun dari hasil transformasi dari teks-teks lain yang lahir sebelumnya. Unsur-Unsur Intrinsik Novel 1. Tema Aminuddin7 mengemukakan bahwa tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang dijabarkannya. Penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarang dengan pembaca umumnya terbalik. seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan. Alur Aminuddin8 mengemukakan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadiri oleh para pelaku dalam suatu cerita. Stanton dalam Nurgiyantoro9 6 Pradopo, Rachmat Djoko. 2007. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gaja Mada University Press, hal. 228. 7 Aminuddin. 2004. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru, hal. 91. 8 Ibid., hal. 83. 9 Nurgiyantoro, Burhan. Op.,cit, hal. 113. 4 mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Tokoh dan Penokohan Menurut Aminuddin10 tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi (prosa) sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro11, “Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah tokoh cerita”. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tokoh ialah pelaku yang ditampilkan pengarang dalam karya naratifnya, yang mengemban suatu peristiwa hingga mampu menjalin suatu cerita. Sudut Pandang Abrams dalam Nurgiyantoro12 mengemukakan bahwa sudut pandang merupakan cara yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Berbeda dengan Abrams, Saad dalam Pradopo13 mengemukakan bahwa pusat pengisahan menerangkan siapa yang bercerita. Menurut Saad pusat pengisahan ini penting untuk mendapatkan gambaran tentang kesatuan cerita, menunjukkan pertalian antara cerita dengan penceritanya. Latar Nurgiyantoro14 mengemukakan bahwa unsur-unsur latar itu dapat dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu: (1) latar tempat; (2) latar waktu; dan 10 Aminuddin. Op.,cit, hal. 79. 11 Nurgiyantoro, Burhan. Op.,cit, hal. 165. 12 Ibid., hal. 248. 13 Pradopo, Rachmat Djoko. Op.,cit, hal. 75. 14 Nurgiyantoro, Burhan. Op.,cit, hal. 227. 5 (3) latar sosial. Sedangkan Brooks dalam Tarigan15 mengemukakan bahwa latar adalah latar belakang fisik, unsur tempat dan ruang, dalam suatu cerita. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan latar adalah gambaran tempat, suasana, waktu, dan atmosfer yang terdapat dalam sebuah cerita, akibat adanya konflik dalam sebuah karya sastra yang diciptakan oleh pengarang. Pengertian Novel Menurut The Advanced Learner’s Dictionary Of Curren English dalam Tarigan16 mengatakan bahwa, “Novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif”. Nurlaela dan Laelasari17 mengemukakan bahwa novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Dapat disimpulkan yang dimaksud dengan novel ialah suatu karangan prosa yang panjangnya tidak terlalu panjang, namun tidak juga terlalu pendek, yang menceritakan suatu kisah dan yang dilukiskan oleh sebuah tokoh yang menggambarkan tentang kehidupan manusia yang bersifat imajinati. PEMBAHASAN Tema dalam novel Dzikir-Dzikir Cinta memiliki kesamaan dengan tema dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Berikut rincian tema kedua novel tersebut. Novel Ayat-Ayat Cinta Novel Dzikir-Dzikir Cinta Religius, yang berisikan ajaran-ajaran Religius, yang berisikan ajaran tentang kehidupan manusia untuk kehidupan manusia sesuai dengan 15 Tarigan, Henry Guntur. 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa, hal. 136. 16 Ibid., hal. 166. 17 Nurlailah dan Lailasari. 2008. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia, hal. 166. 6 dapat bersikap dan bertindak sesuai tuntunan Agama Islam. dengan ajaran agama Islam yang sesunguhnya. Alur novel Dzikir-Dzikir Cinta menggunakan pola alur yang sama dengan pola alur yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta. Secara singkat kesamaan alur, yaitu alur maju dalam novel Ayat-Ayat Cinta dan novel Dzikir-Dzikir Cinta dapat dirincikan sebagai berikut. No. Novel Ayat-Ayat Cinta No. Novel Dzikir-Dzikir Cinta 1. Tahap Eksposisi 1. Tahap Eksposisi Alur Ayat-Ayat Cinta diawali Tahap eksposisi alur Dzikir- dengan pelukisan suasana latar Dzikir Cinta diawali dengan kota, yaitu kota Cairo yang pelukisan suasana latar kampung terletak di Mesir. yaitu Kampung Kuning. Penggambaran kota Cairo Penggambaran suasana latar dengan disertai pelukisan kampung disertai dengan suasana kota yang begitu khas, pelukisan suasana Kampung serta dengan penceritaan Kuning yang begitu khas, serta kegiatan rutinitas masyarakat dengan penceritaan kegiatan kota Cairo setiap hari rutinitas masyarakatnya. khususnya pada waktu siang Khususya, pada waktu hari. menjelang sore hari. 2. Tahap Komplikasi 2. Tahap Komplikasi Penyebab awal timbulnya Penyebab awal timbulnya konflik dalan novel Ayat-Ayat konflik dalan novel Dzikir- Cinta berawal dari pertemuan Dzikir Cinta berawal dari Fahri dan Aisya di sebuah pertemuan Rusli dan Fatimah Metro yang secara tidak yang terjadi di rumah Fatimah disengaja. Keberanian Fahri sendiri, yang tidak lain adalah 7 yang menolong orang asing dari putri Kyai. Keseringan Fatimah makian dan hinaan orang Mesir menemani Rusli dalam membuat Aisha jatuh hati menjalankan tugas Kiyai padanya. Secara diam-diam Mahfud membuat Fatimah jatuh disela keseringan Aisha hati padanya. Secara diam-diam bertemu Fahri dengan alasan Fatimah menyimpan rasa membantu Alicia, orang asing cintanya kepada Rusli. Begitu yang telah ditolong Fahri dan besar rasa cinta Fatimah hingga Aisha di dalam sebuah Metro akhirnya ia memberanikan diri tersebut membuat Aisha tak untuk memberitahukan dapat menahan gejolak asmara kesemuanya itu kepada Kiyai dalam hatinya. Begitu besar Mahfud. Kiyai pun senang rasa kagum Aisha kepada Fahri mendengar cerita itu. Kiyai siap dan pada akhirnya Aisha untuk melamarkan Rusli untuk menyuruh pamannya untuk putrinya. Rusli pun tak dapat melamar Fahri untuk dirinya. menolak permintaan Kiyai Begitu juga sebaliknya Fahri Mahfud dengan alasan akan pun tidak menolak niat baik dari dianggap sebagai murid yang tak paman Aisha untuk melamar tahu balas budi. dirinya. Setelah melihat Ketidakberdayaan Rusli dalam kecantikan Aisha, Fahri pun menerima lamaran tersebut merasa ia adalah orang yang menimbulkan konflik. Terutama paling beruntung mendapatkan konflik batin yang dialami Rusli seorang calon istri yang tidak dan Sukma. Sebelum mengenal hanya cantik tetapi juga soleha. Fatimah Rusli telah jauh Pada akhirnya Fahri menerima mengenal Sukma, hingga lamaran itu dan akhirnya tumbuh benih-benih cinta di keduanya pun menikah. Secara antara keduanya. Namun, apa tak disadari pernikahan mau dikata karena keduanya menimbulkan ketidakberdayaan Rusli untuk berbagai konflik dari berbagai menolak Fatimah membuat cinta 8 pihak, khususnya sahabat- mereka harus rela untuk sahabat Fahri yang mengangap berpisah. Sukmah begitu Fahri menikahi Aisha terpukul, dan tidak hanya itu dikarenakan harta semata. Tidak Kiyai Latif pun sangat terluka hanya itu, masalah lain yang karena lamarannya ditolak oleh timbul akibat pernikahan ini Fatimah. Selain itu juga celaan adalah rasa sakit dan kecewa yang timbul dari santriwati yang Maria, Nurul, dan Noura yang kontra terhadap pernikahan Rusli diam-diam mencintai Fahri dengan Fatimah. menjadi bumerang dalam rumah tangga Fahri dan Aisya. Terlebih lagi atas keberanian Nurul yang siap menjadi istri kedua Fahri, begitu juga Noura yang berani menuduh Fahri memperkosa dirinya. 3. Klimaks 3. Klimaks Puncak konflik dalam novel Puncak konflik dalam novel Ayat-Ayat Cinta ini terjadi pada Dzikir-Dzikir Cinta timbul saat ujian-ujian yang datang setelah menikahnya Rusli menimpa rumah tangga Aisha dengan Fatimah. Hancurnya dan Fahri. Mulai dari keinginan perasaan Sukmah membuat Nurul yang ingin dinikahi oleh dirinya hanya menghabiskan Fahri, sampai penangkapan waktu untuk Sang Pencipta. Fahri yang disebabkan tuduhan Hidupnya sunyi, Sukmah hanya pemerkosaan kepada Noura. menghabiskan hidupnya hanya Disinilah puncak klimaks dengan sisa cintanya kepada terjadi, kesadaran Aisha bahwa Rusli yang telah menikah dengan begitu banyak gadis yang gadis lain. Konflik lain yang mencintai suaminya, serta tidak hadir dalam cerita pun tergambar hanya itu pada akhirnya pun dari sikap Rusli yang kian hari 9 Aisha mengetahui bahwa secara kian dingin kepada Fatimah diam-diam Maria telah meskipun keduanya telah lama menyimpan rasa cinta kepada menikah. Bayangan Sukmah suaminya. Aisha sadar bahwa ia seakan tak pernah hilang dari telah hadir di tengah-tengah dalam diri Rusli. Namun, pada Maria dan Fahri. Aisha akhirnya Fatimah tersadar bahwa mengetahui semua itu setelah ia ia telah bersalah dengan telah membaca diary Maria yang merebut dan hadir di tengah- isinya menceritakan rasa cinta tengah Rusli dan Sukmah. Maria kepada Fahri. Puncak Fatimah pun menyadari klimaks yang selanjutnya kesalahannya itu, Fatimah adalah perlunya saksi untuk megizinkan Rusli untuk menikah membebaskan Fahri dari lagi dengan Sukma. Puncak tuduhan pemerkosaan. Fahri konflik begitu tergambar dari dapat bebas apabila Maria kesungguhan Fatimah ketika memberikan kesaksiannya. memberikan izin kepada Namun, Maria tak dapat bagun suaminya untuk menikahi dari sakitnya. Segala cara Sukma. Namun, kesetiaan Rusli dilakukan untuk membuat pun begitu kuat, ia pun tak ingin Maria sembuh tetapi semua sia- menduakan istrinya yang begitu sia. Hanya ada satu jalan yaitu, baik itu. Fahri menyentuh tangan Maria dan untuk semua itu mereka haruslah semuhrim. Kesetian Aisha kepada suaminya membuat Aisha mengizinkan suaminya menikahi Maria. Disinilah puncak konflik yang begitu memuncak, Fahri yang tak ingin menduakan istrinya bertolak belakang dengan 10
Description: