SAWERIGADING Volume 20 No. 2, Agustus 2014 Halaman 215—226 KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA CERITA RAKYAT DATUMUSENG DAN MAIPA DEAPATI (Anthropology of Literature Analysis Datu Museng dan Maipa Deapati Folklore) Salmah Djirong Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Barat Jalan Sultan Alauddin Km 7/Tala Salapang, Makassar 90221 Telepon (0411)882401, Faksimile (0411) 882403 Pos-el:[email protected] Diterima: 7 April 2014; Direvisi: 5Mei 2014; Disetujui:4 Juli 2014 Abstract Anthropology of literature is one of literary analysis that discusses the relationship between literature and culture focused on how the literature is used in daily life as guide of conduct in society. Anthropology of literature is to describe the structure of literature (novel, short story, poetry, drama, folklore) and to relate the concept or social cultural context. Method used in the research is directed to enthnographic aspects or cultural society, society’s mindset, inheritage cultural tradition from time to time and still done. Data obtained is analyzed and explained descriptively. The aim and result intended to gain are descriptions of anthropology aspect, whether religion, myth, law, or tradition found in Datu museng dan Maipa Deapati. Keywords: anthropology of literature, folklore analysis, Datumuseng dan Maipa Deapati Abstrak Antropologi sastra salah satu teori atau kajian sastra yang menelaah hubungan antara sastra dan budaya terutama untuk mengamati bagaimana sastra itu digunakan sehari-hari sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat. Kajian antropologi sastra adalah menelaah struktur sastra (novel, cerpen, puisi, drama, cerita rakyat) lalu menghubungkannya dengan konsep atau konteks situasi sosial budayanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana penelitian antropologi lainnya diarahkan pada unsur-unsur etnografis atau budaya masyarakat, pola pikir masyarakat, tradisi pewarisan kebudayaan dari waktu ke waktu dan masih dilakukan.Data yang diperoleh diolah serta diuraikan dengan menggunakan pola penggambaran deskriptif. Tujuan dan hasil yang hendak dicapai dalam tulisan ini yaitu deskripsitentang unsur antropologi, baik bahasa, religi, mitos, hukum, maupun adat istiadat yang terdapat dalam cerita Datumuseng dan Maipa Deapati Kata kunci: antropologi sastra, kajian cerita rakyat, Datumuseng dan Maipa Deapati PENDAHULUAN budaya. Sastra juga merupakan bagian kesenian, sedangkan kesenian sendiri merupakan bagian Mempelajari budaya suatu masyarakat dari budaya. Artinya, sebagai bagian budaya tidak harus terjun ke dalam masyarakat tetapi secara keseluruhan, manfaat karya seni diperoleh dengan menggali karya sastranya dapat dengan menikmati unsur-unsur keindahan. Karya pula diperoleh pandangan-pandangan suatu seni juga memberi informasi dalam berbagai kebudayaan yang hidup di suatu masyarakat bentuk, seperti adat istiadat, konflik sosial, pola- tertentu. Sastra merupakan bagian integral pola perilaku, dan sejarah. 214 215 Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 215—226 Hakikat karya yang mempunyai kekhasan menelaah struktur sastra (novel, cerpen, puisi, sebagai ilmu sastra akibat aktifitas imajinasi. drama, cerita rakyat) lalu menghubungkannya Hakikat karya sastra sebagai dunia otonom dengan konsep atau konteks situasi sosial menyebabkan karya sastra berhak untuk budayanya. Pendekatan antropologi sastra dianalisis terlepas dari latar belakang sosial yang cenderung diterapkan dengan observasi jangka menghasilkannya. Sehubungan dengan hakikat panjang. Pendekatan ini juga kerap bersentuhan otonomi, maka imajinasi dengan berbagai unsur dengan kajian sosiologi sastra. yang berhasil untuk diciptakan, berhak untuk Pada gilirannya, antropologi sastra, dianalisis secara ilmiah, sebagai unsur-unsur tampil untuk mencoba menutup kelemahan dan dalam masyarakat sesungguhnya. kekurangan yang ada pada telaah teks sastra Unsur budaya dapat dipahami oleh manusia itu (analisis secara struktural). Atau sebaliknya dengan pikiran dan perasaan, yaitu dengan melalui sastra, kelemahan dan kekurangan intuisi, penafsiran, unsur-unsur, sebab akibat, data budaya dapat tertutupi. Jadi secara umum, dan seterusnya. Unsur-unsur budaya dalam cerita antropologi sastra dapat diartikan sebagai kajian Datumuseng dan Maipa Deapati akan dikaji terhadap pengaruh timbal balik antara sastra dan dengan pendekatan antropologi sastra sebagai kebudayaan. studi karya sastra dengan relevansi manusia. Secara harfiah, sastra merupakan alat untuk Cerita rakyat Datumuseng dan Maipa Deapati mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dianggap dapat merefleksikan budaya suku dan intruksi yang baik. Sedangkan kebudayaan Makassar walaupun tidak secara keseluruhan. adalah keseluruhan aktivitas manusia, termasuk Rumusan masalah penelitian ini adalah pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat- bagaimana dimensi bahasa, religi, mitos, hukum, istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan lain yang adat istiadat dalam cerita Datumuseng dan diperoleh dengan cara belajar, termasuk pikiran Maipa Deapati serta kaitannya dengan budaya dan tingkah laku. Jadi, sastra dan kebudayaan Makassar? Berdasarkan masalah yang dibahas berbagi wilayah yang sama, aktivitas manusia, dalam kajian cerita ini, maka tujuan yang tetapi dengan cara yang berbeda, sastra melalui hendak dicapai, yaitu mendeskripsikan unsur kemampuan imajinasi dan kreativitas (sebagai antropologi, baik bahasa, religi, mitos, hukum, kemampuan emosionalitas), sedangkan maupun adat istiadat yang terdapat dalam cerita kebudayaan lebih banyak melalui kemampuan Datumuseng dan Maipa Deapati. akal, sebagai kemampuan intelektualitas. Kebudayaan mengolah alam hasilnya adalah KERANGKA TEORI perumahan, pertanian, hutan, dan sebagainya. Sedangkan sastra mengolah alam melalui Secara umum, antropologi diartikan kemampuan tulisan, membangun dunia baru sebagai suatu pengetahuan atau kajian terhadap sebagai ‘dunia dalam kata’, hasilnya adalah perilaku manusia. Antropologi melihat semua jenis-jenis karya sastra, seperti: puisi, novel, aspek budaya manusia dan masyarakat sebagai drama, cerita-cerita rakyat, dan sebagainya kelompok variabel yang berinteraksi. Sedangkan (Ratna, 2011: 7). sastra diyakini merupakan cermin kehidupan Pada prinsipnya hubungan antara sastra masyarakat pendukungnya. Bahkan, sastra dan kebudayaan (antropologi sastra, sosiologi menjadi ciri identitas suatu bangsa. sastra, atau psikologi sastra) lahir karena analisis Antropologi sastra (dianggap) menjadi dengan memanfaatkan teori-teori strukturalisme salah satu teori atau kajian sastra yang menelaah terlalu asyik dan monoton dengan unsur- hubungan antara sastra dan budaya terutama unsur intrinsik (tema, alur, penotokohan, latar) untuk mengamati bagaimana sastra itu digunakan sehingga melupakan aspek-aspek yang berada di sehari-hari sebagai alat dalam tindakan luarnya, yaitu aspek sosiokulturalnya. Intensitas bermasyarakat. Kajian antropologi sastra adalah 216 217 Salmah Djirong: Kajian Antropologi Sastra ... hubungan antara sastra dan kebudayaan juga secara lisan, dan bagi suku bangsa yang telah dipicu lahirnya perhatian terhadap kebudayaan, mengenal tulisan (tulisan tradisional), dapat juga sebagai studi kultural. diturunkan secara tertulis. Apalagi cerita-cerita Kenyataan menunjukkan bahwa telah itu diperoleh melalui wawancara (yaitu secara terjadi kesalahpahaman dalam menjelaskan lisan), maka bahan cerita-cerita yang mereka hubungan sekaligus peranan sastra terhadap peroleh dari para tokoh masyarakat itu direkam studi kebudayaan. Kesalahan tersebut sebagian Koentjaraningrat (2005:9). besar diakibatkan oleh adanya perbedaan dalam Analisis antropologi sastra mengungkap menyimak hakikat sastra sebagai imajinasi, hal-hal, antara lain (1) kebiasaan-kebiasaan rekaan, dan kreativitas, termasuk pemakaian masa lampau yang berulang-ulang masih bahasa metaforis konotatif. Dalam hubungan dilakukan dalam sebuah cipta sastra. Kebiasaan inilah disebutkan bahwa kenyataan dalam karya leluhur melakukan tradisi seperti mengucap sastra sebagai kenyataan yang ‘mungkin’ telah mantra-mantra dan lain-lain, (2) kajian akan dan akan terjadi. mengungkap akar tradisi atau subkultur serta Penelitian antropologi sastra adalah celah kepercayaan seorang penulis yang terpantul baru penelitian sastra, memadukan dua disiplin dalam karya sastra. Dalam kaitan tema-tema ilmu yaitu antropologi dan sastra adalah sama- tradisional yang diwariskan turun temurun sama membicarakan tentang manusia. akan menjadi perhatian tersendiri, (3) kajian Penelitian sastra menitikberatkan pada dua juga dapat diarahkan pada aspek penikmat hal, pertama, meneliti tulisan-tulisan etnografi sastra etnografis, mengapa mereka sangat taat yang berbau sastra untuk melihat estetikanya, menjalankan pesan-pesan yang ada dalam karya kedua, meneliti karya sastra dari sisi pandang sastra misalkan saja dalam cerita Datumuseng etnografi, yaitu untuk melihat aspek-aspek dan Maipa Deapati, mengapa Orang Makassar budaya masyarakat. senang dengan adat kebiasaan permainan raga Penelitian karya-karya etnografis estetis, (semacam kegiatan untuk mencari jodoh), (4) yang bersifat literer dapat diteliti dengan kajian di arahkan pada unsur-unsur etnografis atau paradigma penelitian sastra. Penelitian dapat budaya masyarakat yang mengitari karya sastra memusatkan pada tokoh tokoh dan gaya hidup tersebut, dan (5) kajian juga diarahkan terhadap mereka serta kehidupannya secara menyeluruh simbol mitologi dan pola pikir masyarakat. (Endarswara, 2003: 27). Makna sebuah fenomena penelitian METODE budaya maupun sastra bersifat secara radikal Penelitian ini sebagaimana penelitian akan bersifat plural, terbuka dan kadang-kadang antropologi lainnya yaitu kajian penelitian memang bersifat politis Bruner (1993:1). yang diarahkan pada unsur-unsur etnografis Penelitian etnografis adalah sebuah atau budaya masyarakat, pola pikir masyarakat, penelitian yang erat kaitannya dengan sebuah tradisi pewarisan kebudayaan dari waktu ke tradisi. Antropologi sastra pun merupakan kajian waktu dan masih dilakukan. Data yang diperoleh sastra yang menekankan pada budaya masa diolah serta diuraikan dengan menggunakan pola lalu. Warisan budaya tersebut dapat terpantul penggambaran deskriptif. dalam karya-karya sastra klasik dan modern. Data yang digunakan dalam tulisan Karenanya, peneliti antropologi sastra dapat ini adalah sastra daerah Makassar yang telah mengkaji keduanya dalam bentuk paparan dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. etnografi Ridington (1993: 49). Naskah tersebut berjudul Datumuseng dan Maipa Cerita-cerita rakyat dapat memberi indikasi Deapati. Naskah ini dialihbahasakan oleh Verdi kepada fakta sejarah dari suatu suku bangsa, R. Baso dalam Surat Kabar Harian Pedoman ada yang diturunkan dari generasi ke generasi Rakyat tahun 1988 dan didokumentasikan 216 217 Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 215—226 oleh Balai Penelitian Bahasa, Departemen Gelarang Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1988. Pimpinan daerah kecil yang terdapat dalam Sementara itu, data pendukungnya adalah buku- suatu kerajaan tidak mempunyai kedudukan buku yang berkaitan dengan pembahasan yang dalam suatu pemerintahan. Istilah itu akan telah ditentukan dalam tulisan ini. terlihat dalam kutipan berikut. “Orang dan adat mengatakan kita tak PEMBAHASAN dapat sejajar bersanding-dua karena kau anak Maggauka, orang yang berkuasa Corak unsur antropologi sastra yang dalam pemerintahan. Dan aku hanya anak dibahas dalam cerita rakyat Datumuseng dan Gelarang tidak berkuasa tidak memegang Maipa Deapati, yaitu bahasa, religi, mitos, pemerintahan.” (Baso, 1988:3) hukum, dan adat istiadat. Anak daeng Bahasa Anak yang tidak berdarah bangsawan Bahasa dapat mencerminkan ciri khas tetapi orang tuanya mempunyai kedudukan budaya tertentu yang akan tampak dari istilah- penting dalam suatu kerajaan. Istilah itu akan istilah kedaerahan yang dimiliki masyarakat terlihat dalam kutipan berikut. tersebut. Bahasa yang digunakan dalam cerita “Ketika hari telah baik dan bulan pun terhisab Datumuseng dan Maipa Deapati merupakan suci, maka diturunkanlah Ilologading ke bahasa sehari-hari di Makassar. Dalam cerita bandar pelabuhan. Diiringi empat puluh gadis Datumuseng dan Maipa Deapati istilah bahasa manis berbaju bodo, dielu-elukan dan disorak- yang digunakan menggambarkan kebudayaan sorak teman sekampung, anak daeng dan anak Makassar. Istilah tersebut adalah, sebagai berikut. karaeng. (Baso, 1988:3) Bunga ejana Madina Anak karaeng Ungkapan yang digunakan kakek Anak keturunan raja dan anak raja-raja Adearangan kepada Datumuseng untuk menuntut kecil dalam suatu kerajaan. Istilah itu akan ilmu ke tanah suci Mekkah dan Madinah.Istilah terlihat dalam kutipan berikut. itu akan terlihat dalam kutipan berikut. “Ketika hari telah baik dan bulan pun terhisab suci, maka diturunkanlah Ilologading ke “Kau mesti berguru pada tuan Syech di Mekka bandar pelabuhan. Diiringi empat puluh gadis dan Medina. Cari dan petik Bunga Ejana manis berbaju bodo, dielu-elukan dan disorak- Madina. Jika berhasil memetiknya, percayalah sorak teman sekampung, anak daeng dan anak cita-citamu akan terkabul, Maipa Deapati akan karaeng. (Baso, 1988:3) dapat kau miliki. Semua perintang onak duri, tanjakan tajam, apalagi kerikil, dengan mudah Tubarani kau lindas dan lewati. Sungguh, Cucuku. Kelompok yang terdiri atas pendekar dan (Baso, 1988:3) pahlawan yang mempunyai tugas melindungi Dendangan keluarga kerajaan. Istilah itu akan terlihat dalam Orang yang selalu menari-nari, bermain- kutipan berikut. main, dan teringat di hati. Istilah itu akan terlihat “Tekadnya telah bulat akan membela cucunya dalam kutipan berikut. jika barisan Tubarani Maggauka datang “Wahai dendangan sayang, telah kudengar menyerbu.” (Baso, 1988:12) berita keberangkatanmu dari bisikan rakyat Deanga sampai ke mari. Kuiring doa selamat, Kepala pemerintahan setempat. Istilah itu semoga harapan berbuah. Aku tak dapat akan terlihat dalam kutipan berikut. mengiringmu secara nyata, hanya khayalku yang menyertaimu. (Baso, 1988:4) “Saat itu juga Gelarang dan Deanga Pongringali berangkat menjalankan kewajiban yang 218 219 Salmah Djirong: Kajian Antropologi Sastra ... dipikulkan di atas pundaknya. Sedangkan Pengajian seluruh anggota adat lainnya tetap di Rumah Kadi Mampawa merupakan istana, menunggu kembalinya utusan untuk tempat pengajian. Di situ ada Maipa Deapati mengetahui berhasil tidaknya usaha mereka.” putri tunggal Maggauka Sultan di Sumbawa (Baso, 1988:14) yang sangat kesohor kemolekannya. Di sana Somba, Tumalompoa, Maggauka ada pula seorang pemuda istimewa. Ia bergelar I Somba sebutan untuk raja di Gowa, Baso Mallarangang. Ia adalah Datumuseng. Hal tumalompoa sebutan untuk orang Belanda itu dapat diketahui dari kutipan berikut. yang diberi kekuasaan di Gowa, dan maggauka “Sumbawa pada abad ketujuh belas. Di sebutan untuk pembesar yang diberi mandat rumah Kadi Mampawa lapat-lapat terdengar untuk menjalankan pemerintahan di luar Gowa, suasana semarak pengajian. Karena agama akan tetapi wilayah tersebut masih kekuasaan Islam baru masuk ke sana, kewajiban agama kerajaan Gowa. Istilah itu akan terlihat dalam bagi kanak-kanak belum terlalu dihiraukan. Maka tak mengherankan jika yang mengaji kutipan berikut. di rumah kadi adalah gadis-gadis dan pemuda “Jika di Sumbawa ada Maggau di Gowa yang berasal dari segala macam golongan ada Somba yang berkuasa merajai negeri, masyarakat.” (Baso, 1988:2) maka di Makassar berkuasa Tumalompoa (orang Belanda yang besar kekuasaannya). Ia Kutipan di atas memperjelas bahwa sudah didampingi I Tuan Juru bahasa (seorang anak ditakdirkan rupanya di rumah pengajian inilah negeri yang dipercaya oleh kompeni).” (Baso, mula terjadinya pertemuan Datumuseng dan 1988:27) Maipa Deapati, yang kemudian menjadi cerita Suro rakyat turun-temurun dan amat digemari. Abdi setia. Orang yang biasanya ditugasi Menuntut Ilmu ke Mekkah dan Madinah menyampaikan berita atau perintah dari raja Datumuseng, sebagai seorang pemuda yang kepada seseorang. Istilah itu akan terlihat dalam ingin meraih cinta Maipa Deapati, telah mengetahui kutipan berikut. bahwa Maipa Deapati telah dijodohkan dengan I “Suro panggilkan segera Gelarang dan Mangngalasa, putra mahkota Sultan Lombok. ketua adat. Katakan aku ingin supaya ia Akan tetapi, Datumuseng tidak akan mundur cepat menghadap. Ada sesuatu yang perlu selangkah pun jika kehendaknya belum terpenuhi. segera dibicarakan. Katakan ada berita Kegelisahnnya itu pun disampaikan kepada yang memengkalkan, menyesakkan nafas, kakeknya. Mendengar tekad teguh Datumuseng, menggelapkan mata. Lekas pergi ke sana dan cepat kembali kemari bersama Gelarang. Kakek Adearangang menyuruhnya untuk berguru Seusai sabda Maggauka, berdatang sembahlah ke Mekkah dan Madinah. Hal itu dapat diketahui Suro, permisi menunaikan perintah yang dari kutipan berikut. dipertuan.” (Baso, 1988:20) “Orang tua lalu berdiri dan menepuk pundak Religi cucunya yang sedang termenung melontar Unsur religi dalam cerita Datumuseng pandang lewat jendela. Datu museng sedikit dan Maipa Deapati merupakan aspek yang terkejut dari lamunannya, lalu menoleh dan menatap penuh harap. Sebelum ia sempat menonjol dalam pengenalan budaya Makassar melontarkan pertanyaan, kakek Adearangang kepada pembaca. Unsur ini berkaitan dengan tersenyum sambil berkata, “Datu... Maipa unsur budaya karena kepercayaan ini dianut Deapati bukan sembarang kembang. secara turun temurun sehingga menjadi budaya Memetiknya amat susah, tidak gampang. Di masyarakatnya. Unsur religi dalam cerita ini, sekitarnya penuh onak dan duri yang coba yaitu diantaranya: menusuk siapa coba-coba memetiknya. Tetapi, jika hatimu membaja, yakinlah kau 218 219 Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 215—226 akan bisa memperolehnya. Hanya kau harus mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut berjuang keras dengan berbekal kesabaran komat-kamit itu, maka keadaan gembira itu dalam menantang resiko dalam mengarungi tidak akan demikian jadinya. Mereka tidak tahu. laut menghadang maut marabahaya. Kau Datumuseng sedang memesan raga dengan kekuatan harus berguru ke Mekkah negeri suci tempat ilmunya. “Oh, raga, kupesan kau agar jatuh di atas lahir nabi akhir zaman, Muhammad sallallahu wuwungan atap istana Maggauka. Bertenggerlah di alaihiwassalam. Kau mesti berguru pada tuan sana sebentar, kemudian turun dan pergi ke pintu syech di Mekkah dan Madinah. Cari dan petik bilik putri Maipa. Jika kau dikejar orang, larilah “Bunga Ejana Medina” (kembang merah masuk ke dalam biliknya dan naik ke peraduannya. Medina). Jika berhasil memetiknya, percayalah Kalau ada yang coba mengambilmu kau masuk ke cita-citamu akan terkabul, Maipa Deapati akan dalam sarungnya. Semoga.” (Baso, 1988:8) dapat kau miliki.” (Baso, 1988:2—3) Hampir disetiap aktivitas orang Makassar Dalam kutipan di atas dijelaskan pada masa lampau hingga kini, didahului dengan bahwa apabila Datumuseng benar-benar membaca doangang dengan harapan agar ingin mendapatkan Maipa Deapati ia harus mereka mendapatkan keselamatan, yakin bahwa menuntut ilmu ke Mekkah dan Madinah. Hal itu doa yang diucapkan itu mempunyai daya gaib, dianalogikan oleh Kakek Aderangang sebagai dipakai dengan maksud untuk membela diri atau ‘Bunga Ejana Medina’ harus berhasil dipetiknya. menolong orang, atau tujuan-tujuan tertentu. Mantra Simbol Mitologi dan Pola Pikir Masyarakat Makna jodoh Mantra lebih dikenal dengan sebutan doangang dalam bahasa Makassar yang Perjodohan sejatinya adalah proses mengandung makna sebagai bentuk permohonan, penyatuan dua keluarga besar, karena itu permintaan, dan harapan. Doangang juga perjodohan juga selau melibatkan keluarga besar. diyakini memiliki berkah dan mengandung Dalam memilih jodoh, suku Makassar zaman dulu kesaktian atau kekuatan gaib, apalagi bagi orang mempertimbangkan banyak hal. Pertimbangan yang berhasil mendalaminya. terbesar dalam mencari jodoh adalah masalah Umumnya doangang diberikan kepada atau kesepadanan adalah kesejajaran atau orang yang akan merantau ke negeri seberang, kesepadanan dalam tatanan sosial masyarakat. baik dengan tujuan mencari rezeki maupun Sebagai gambaran, suku Makassar juga tujuan perang. Doangang ini diberikan oleh tetua mengenal kasta yaitu bangsawan rakyat jelata adat, dukun atau orang-orang yang dituakan dan abdi. Wanita (apalagi wanita bangsawan) dalam masyarakat Makassar atau mencari mantra tidak boleh menikah dengan pria dari kasta yang tersebut dengan merantau ke negeri lain.Hal itu lebih rendah atau dia akan kehilangan haknya. dapat diketahui dari kutipan berikut. Perkawinan terbaik adalah perkawinan antara laki-laki dan perempuan dengan derajat yang “Setelah cukup lama menuntut ilmu seperti sama. Hal sebaliknya dialami oleh Maipa Deapati yang dipesankan kakeknya, yaitu sesudah ‘kembang merah Medina’ dapat dipetiknya. dan Datumuseng. Perjodohan yang dianggap Datumuseng kembali ke negerinya. Jiwanya tidak sepadan disebut tena na siratang, namun yang lemah kini kuat laksana baja. Raganya zaman sekarang ketidakpantasan ini sudah mulai yang kekar kini telah berisi ilmu yang tak kabur. Hal itu akan terlihat dari kutipan berikut. ternilai bagi manusia biasa. Pendek kata, ia “Apa yang harus diperbuatnya? Ia seorang kini adalah sosok manusia yang kebal lahir bangsawan tinggi tidak sedarah dengan dan batin.” (Baso, 1988:5) Datumuseng. Ia pun sudah dijodohkan dengan Hal itu dapat diketahui juga dari kutipan Pangeran I Mangngalasa. Apa dayanya? Hanya berikut. tangis pengobat hati yang pilu. Tubuhnya berguncang, menahan derita jiwa. Peluh dingin “Bila semua yang hadir di situ dapat membasahi seluruh jiwanya. Ia sakit? Entahlah. 220 221 Salmah Djirong: Kajian Antropologi Sastra ... Ia hanya tinggal seorang diri di dalam bilik, Tidak tahunya, ia seorang yang ahli menawan menjerit mengaduh dalam hati.” (Baso, 1988:7) hati. Rupanya Datu sengaja melakukan kesalahan tadi, untuk membuat gelanggang Sekaitan dengan hal kutipan di atas, menjadi ramai dan gembira. Ah, betapa hebat annyala adalah sebuah jalan terakhir ketika pemuda ini. Dan alangkah malunya mereka. sepasang anak muda menemui jalan buntu Bola rotan itu kini masih dipermain- dalam menyatukan cinta mereka. Hal itu dapat mainkannya. Mulut Datu komat-kamit. diketahui dari kutipan berikut. Gadis-gadis mulai menjerit-jerit tertahan menahan kagum. Mereka mengira, pemuda itu “Gelarang berhenti sebentar. Kemudian ia bermain sembari bergurau. Mereka tidak tahu, melanjutkan, dengan sehormat dan selembut Datumuseng sedang melaksanakan tujuan mungkin kami minta agar Putri Maipa, dapat utamanya ke gelanggang ini (Baso, 1988:7) dikembalikan ke istana dan Datumuseng disuruh memilih gadis lain.... Sejalan dengan hal tersebut di atas, “Kakek berkata, “Saudara Gelarang dan pada saat I Maggauka mengutus suruhannya Deanga Pongringali sampaikan pada mengundang Datumuseng untuk mengobati Maggauka bahwa Datumuseng tidak akan Maipa Deapati. mengeluarkan kain yang sudah dipakainya, sebelum mayatnya terbujur. Dosa besar bagiku “Datumuseng memperbaiki duduk. Lalu ia jika membiarkan keduanya berputih mata, menukas, “Tuanku Gelarang dan pembesar- dan tak ada pikiranku untuk membelah dua pembesar yang arif. Hamba memohon jantung hati yang sudah bersatu itu. Katakan dimaafkan karena tak dapat berkunjung ke istana pula pada Maggauka, supaya mengundurkan yang tak layak bagi manusia macam hamba ini. niatnya. Tuhan sudah menjodohkan dengan Apalagi untuk menaiki tangga berjenjang empat Putri Maipa, tak ada tangan manusia untuk puluh itu. Hamba takut durhaka sebab turunan mengubahnya.” (Baso, 1988:14) hamba pernah menginjaknya. Hamba hanya manusia kecil yang hina dina. Sampaikan pada Kutipan di atas memperjelas bahwa makna Tuanku Maggauka bahwa hamba tak mungkin jodoh dalam suku Makassar bukan perkara mudah menginjak istananya, takut durhaka karena karena ini juga berarti menautkan hubungan antara melanggar kebiasaan adat. Bukankah hamba dua keluarga. Dua keluarga yang tertaut karena hanya berdarah campuran, tak tulen seperti perjodohan itu disebut ajjulu sirik yang maknanya Tuanku Maggauka?” adalah menyatukan dua keluarga untuk menjaga “Tapi bukan itu maksud Maggauka, anakku. Bagi beliau tak ada perbedaanmu dengan kehormatan bersama-sama. anak muda bangsawan lainnya. Jangan Makna Malu anakku berkecil hati disebabkan Maipa sudah dijodohkan dengan orang lain. Jangan anakku! Arti malu sulit dirumuskan. Kadang Pikirkanlah baik-baik. Timbanglah masak- malu benar-benar adalah rasa segan dan masak. Karena Maggauka ingin agar kedua rendah diri. Orang menghindar dan lari untuk belah pihak tidak kecewa dan beliau tidak menyembunyikan dirinya. Mukanya terasa sudah hilang muka!” (Baso, 1988:9) tercoreng dalam sehingga ia melakukan hal-hal Dari kutipan-kutipan di atas makna malu yang menakjubkan, yang tak terbayangkan oleh merupakan tanda keperkasaan dalam menolak aib orang lain. atau berbagai hal. Akan tetapi, dalam kehidupan Malu bagi Datumuseng merupakan tanda masyarakat Makassar pada umumnya, malu keperkasaan dan secara cerdas seringkali dipakai bermakna rendah hati. sebagai alasan untuk mencapai berbagai hal. “.... Gadis-gadis ramai-ramai berbisik heran, Makna Harga Diri dan Kehormatan dalam arti yang hampir sama. Mereka Apa yang mendorong seorang masyarakat menyesal telah meneriaki Datumuseng yang Makassar untuk pada suatuketika dalam barangkali telah melukai hatinya pemuda ini. hidupnya melakukan sesuatu yang nekad, 220 221 Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 215—226 memilih menyerahkan milik hidupnya yang terpaksaa mengasingkan diri ke Sumbawa ini, terakhir yakni nyawa, kemudian acap kali dengan membawa serta cucu satu-satunya, dikembalikan pada konsep yang dinamakan Datumuseng. Usia Datumuseng ketika itu, baru tiga tahun lebih. Dan, setelah bersusah payah sebagai sirik. Ia rela mengorbankan apa saja membesarkannya, kini cucu kesayangannya demi tegaknya yang namanya sirik. Katakanlah itu, akan direnggut pula darinya. Kawanan itu sebuah suatu kesadaran tentang nilai martabat tubarani yang banyak jumlahnya akan yang didukung oleh tiap-tiap orang dalam tradisi merenggutnya. Maka, ia sadar kini, tak dapat kehidupan masyarakat Makassar. lagi lari kenyataan, terulangnya perkelahian Kemudian satu hal yang perlu diperhatikan berdarah itu. Ya, tak ada pilihan lagi baginya. di sini yakni ketika harga diri orang-orang Pedang Lidah Buaya akan mengulangi sejarah Makassar tersebut disinggung yang karena hal bergelimang darah, setelah, setelah beristirahat tersebut melahirkan aspek-aspek sirik, maka hampir dua puluh tahun lamanya.” (Baso, diwajibkan bagi yang terkena sirik itu untuk 1988:15) melakukan aksi tantangan. Hal tersebut dapat Sejalan dengan hal tersebut, pada saat berupa aksi perlawanan perorangan ataupun aksi Tumalompoa hendak merebut Maipa Deapati perlawanan secara berkelompok. Tergantung dari Datumuseng karena terpesona oleh nilai sirik yang timbul dari ekses–ekses kasus kecantikannya. Berikut kutipannya. yang lahir tersebut. Sehingga bagi pihak yang “Juru bahasa kirim segera utusan kepada terkena sirik kemudian bersikap bungkam tanpa Datumuseng. Katakan jika ingin tenteram ada perlawanan maka akan dijuluki sebagai bermukim di Makassar, ia harus menyerahkan orang yang tak punya rasa malu tau tena sirikna. seluruh persenjataan dan ... istrinya, juga. .... Katakan aku tak mau menyerahkan senjata “Mangngalasa mengayunkan tinjunya ke atas apalagi istriku. Sampaikan bahwa aku laki- permadani. Ia berteriak, “Tidak! ...tidak tuanku! laki. Laki-laki pantang menyerah jika miliknya Maipa sejak kecil adalah milik hamba, tunangan hendak dirampas. Suruh tuanmu Tumalompoa semenjak ia dalam kandungan. Bagaimana datang sendiri ke mari menyampaikan mungkin Datumuseng begitu saja hendak maksudnya, supaya dia tahu siapa aku. Dia mengaku berkuasa mempersuntingnya?” boleh membawa serta sepasukan tubarani. Tuanku adalah orang yang berkuasa di daratan .... Tapi ketahuilah, hei anjing kompeni hidupku Sumbawa ini, kuasa menghitamputihkan dunia akhirat hanya untuk suamiku, bukan keadaan. Mengapa Datumuseng dibiarkan untuk orang lain. Tuanmu yang beralas kaki merajalela menguasai kita? Apalah kuat kulit kerbau itu boleh menggertak sehendak kuatnya. Puihh... sudah gatal tangan hamba hati. Boleh menepuk dada sekeras-kerasnya. untuk menghajar kerbau tiada berhidung dan Tetapi dia salah alamat. .... “Dasar anjing tak bertanduk sejengkal jari itu. Akan dirasainya tahu diri” tambah Datumuseng ketika daeng nanti bekas tangan I Mangngalasa, jagoan Jarre melangkah cepat-cepat ke pintu, lalu lombok ini. Ya, akan meraung melolonglah berlari turun tangga dan ke luar pekarangan.” ia menyembah memohon ampun di bawah telapak kaki hamba. Tuanku izinkanlah hamba (Baso, 1988: 34—35) pergi mengambil adik hamba dari pangkuan Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan Datumuseng yang tak kenal adab itu.” (Baso, bahwa kata sirik juga sangat erat hubungannya 1988:15) dengan harga diri dalam artian yang luas ( Hal itu dapat diketahui juga dari kutipan aspek-aspek identitas keagungan pribadi bangsa berikut. pemiliknya. Selain itu, sirik dalam falsafah “Terbayang kembali riwayat hidupnya yang hidup orang Makassar juga mengandung nilai- bergelimang darah. Ketika masih mudanya di nilai kehormatan atau kebanggaan serta sebagai daratan Makassar, mengakibatkan ia terisolir sebuah identitas orang-orang Makassar. dari masyarakat kampungnya. Ia kemudian 222 223 Salmah Djirong: Kajian Antropologi Sastra ... Hukum diterjangkan sekuat tenaga ke ulu hati musuh di kiri-kanan. Mayat-mayat segera berkaparan. Belum adanya lembaga yang mengatur Darah yang memancur menyirami memerah hukum dalam masyarakat, segala sesuatu yang memuakkan perasaan. .... Pendek kata, di mana menurut tokoh tidak dapat diselesaikan atau ada musuh melintas dalam pandangan pasti tidak ditemukan jalan keluar dari permasalahan dihabisinya. Ia akan membunuh sebanyak- tersebut, ditempuh dengan jalan kekeluargaan, banyaknya hari ini, sebelum hidupnya akan adu kesaktian, dan perang. Hal itu akan terlihat berakhir.“ (Baso, 1988:39) dari beberapa uraian di bawah ini. Hampir seluruh tubarani Gowa sudah tewas Sejak raga jatuh di atas wuwungan istana di tangan Datumuseng. Dipanggillah Karaeng hingga berada di depan bilik Maipa dan masuk Galesong untuk menghadapi Datumuseng. ke dalam bilik, hingga akhirnya naik ke atas “Datumuseng keparat! Aku Karaeng Galesong dada Maipa. Terjadilah kejadian aneh, Maipa yang sakti dan digdaya. Aku datang untuk terlentang tak sadarkan diri. Dari keterangan ibu mengakhiri riwayat hidupmu. Bersiaplah aku susu Maipa Deapati, dapatlah diketahui bahwa tidak biasa mengambil nyawa pengecut! Datumusenglah pelakunya. Dikirimlah utusan .... Aku rela mati di tanganmu, di tangan salah untuk mengundang Datumuseng ke istana untuk seorang keluargaku yang cukup sakti dan mengobati Maipa Deapati. Hal itu terlihat dari perkasa. Hanya sayang, kehadiranmu terlalu kutipan berikut. cepat. Aku belum ingin mati sekarang. Aku masih hendak membalaskan dendam istriku. “Pada saat itu juga disuruh panggil penghulu Oleh sebab itu, minggirlah hai Karaeng adat dan orang-orang besar pemerintahan Galesong! menghadap istana. Ketika semua telah lengkap ....Tidak aku tidak akan menyingkir! hadir, disampaikanlah kejadian yang menimpa Balas Karaeng galesong. Keluarga tetap Maipa. Maggauka meminta pendapat seluruh keluarga. Kau perusuh, pemberontak terhadap anggota adat. Lalu terjadilah tukar pikiran kekuasaan Tumalompoa yang haq di daratan yang menghasilkan satu pendapat yang Makassar ini. Ya, aku datang untuk bertempur dianggap cukup matang, yaitu dikirim utusan denganmu, bersiaplah Saudaraku! ke rumah Datumuseng dikepalai oleh gelarang .... Datumuseng heran ia dituduh sebagai ketua adat.” (Baso, 1988:8). perusuh dan pemberontak. Rupanya Karaeng Sehubungan dengan hal itu, dapat Gallesong tidak mengerti duduk soal yang diketahui juga dari kutipan berikut. Datumuseng sesungguhnya. Tapi baiklah ia akan menerima yang kehilangan istri kesayangannya benar- kenyataan ini sebagaimana adanya. Ia tidak punya kesempatan untuk menerangkan itu benar menghancurkan hatinya. Maipa Deapati semua.” (Baso, 1988:40) memilih lebih dahulu mati. Ia hendak membalas sepuas-puasnya sebelum menyusul istrinya ke Kutipan di atas memperjelas bahwa alam nirwana. segala sesuatu yang menurut tokoh tidak dapat diselesaikan atau tidak ditemukan jalan “Dengan wajah merah padam ia mulai bergerak cepat. Diraihnya bedil di dinding kemudian di keluar dari permasalahan tersebut, ditempuh sandarkan ke jendela. Sambil bertongkatkan dengan jalan kekeluargaan, adu kesaktian, tombak ia mulai membuang tembakan. Dan ataupeperangan. seorang kapitan Belanda tersungkur tergapai Adat Istiadat menentang maut. .... Ketika Datumuseng melihat musuh Jika dilihat dari kajian antropologi, berdesak-desakan di anak tangga, ia maka cerita rakyat Datumuseng dan Maipa menghunus keris pusaka Matatarapanna, lalu Deapati sangat kental dengan penggambaran melompat ke depan. Keris pusaka langsung budaya Makassar. Hal itu bisa terlihat dari ditusukkan bertubi-tubi ke dada lawan yang kebiasan-kebiasaan yang keluarga kerajaan serta berdiri di depan, dan kaki yang kuat perkasa 222 223 Sawerigading, Vol. 20, No. 2, Agustus 2014: 215—226 masyarakatnya. Di dalam cerita ini terdapat “Beberapa hari setelah Datumuseng tiba sejumlah adat istiadat yang dideskripsikan dari tanah suci, terbetik berita bahwa Maggauka di sebagai berikut. Sumbawa, akan mengadakan gelanggang permainan raga. Berita ini disambut gembira oleh para penduduk, Aggalacang terutama bagi kaum muda dan gadis-gadis. Betapa Suatu permainan yang menggunakan tidak, gelanggang semacam itu selalu menjadi sebilah kayu berlubang yang diisi dengan batu- pertemuan besar-besaran antara kedua jenis manusia. batuan dan dimainkan dua orang berhadap- Ada juga yang menamakannya, pertemuan jodoh hadapan. Kebiasaan itu akan terlihat dalam tidak resmi. Semua gadis bangsawan yang molek kutipan berikut. dileluasakan datang untuk menonton.” (Baso, 1988:5) “Ia laksana musafir kehilangan bintang Adat Menerima Tamu pedoman jika tak melihat wajah anak dara itu walau hanya sekejap dalam sehari. I Maggauka dan Permaisuri mengutus Sebaliknya, hatinya akan bersorak bertalu-talu suruhannya untuk mengundang Datumuseng jika ia sempat bermain-main dengan Maipa ke istana. Hal itu dilakukan setelah mereka sebelum pengajian dimulai. Aggalacang suatu mengetahui bahwa Datumuseng yang membuat permainan yang menggunakan sebilah kayu Maipa tidak sadarkan diri. Hal itu dapat berlubang yang diisi dengan batu-batuan dan diterangkan dalam kutipan berikut. dimainkan dua orang berhadap-hadapan. Permainan ini merupakan penyambung batin “Kemudian Datumuseng berpakaian seperti antara kedua remaja yang sesungguhnya anak raja berpakaian. Setelah siap, ia pun telah dimabuk asmara dalam ruang lingkup berangkat diiringi perutusan Maggauka. kungkungan adat yang keras.” (Baso, 1988:2). Sebelum mereka tiba di istana, salah seorang utusan diperintahkan oleh Gelarang Baju Bodo menyampaikan berita kedatangan Datumuseng Baju adat Makassar yang dipakai oleh kepada Maggauka. wanita dan digunakan dalam upacara-upacara Ketika Maggauka menerima kabar ini, adat maupun perhelatan tertentu. Adat istiadat itu diperintahkan, segera menutupi tangga istana akan terlihat dalam kutipan berikut. dengan kain putih sebagai tanda penghormatan Maggauka kepada Datumuseng. Sedang beliau “Bulan dan bintang dilihat nyata. Hari sendiri berdiri di ambang pintu menunggu dan tanggal dihitung seksama. Ketika hari kedatangan tamu kehormatan itu.” (Baso, telah baik dan bulan pun telah terhisab suci, 1988:9) maka diturunkanlah I Lologading ke bandar pelabuhan. Diiirngi empat puluh gadis manis Kutipan itu memperjelas bagaimana berbaju bodo, dielu-elukan dan disorak-soraki adat menerima tamu kehormatan. Tradisi teman sekampung anak daeng dan anak menghamparkan kain putih masih dapat ditemui karaeng.” (Baso, 1988:3) sampai saat ini, misalnya pada saat acara Permainan Raga perkawinan suku Makassar. Permainan sepak raga (bola yang terbuat Sejarah dari rotan) merupakan permainan yang harus Tulisan ini sekilas menyinggung unsur diketahui oleh setiap pemuda. Baik ia orang sejarah sebagai pendekatan objektif, agar biasa terlebih-lebih lagi keturunan bangsawan. pembaca dapat memahami alur dan tokoh-tokoh Seorang remaja, betapapun sempurna hidupnya, dalam cerita. Hal ini dilakukan karena dalam baru akan merasa bahagia jika dapat bersepak cerita diawali dengan latar pulau Sumbawa. Di raga, apalagi jika termasuk ahli. Ini karena telah samping itu, unsur sejarah sebagai bagian dari menjadi tradisi dalam setiap puncak keramaian ilmu antropologi ini dapat menjadi pemandu selalu diadakan gelanggang permainan raga. bagi pembaca agar tidak menimbulkan salah Tradisi itu akan terlihat dalam kutipan berikut. tafsir dalam memahami cerita. 224 225
Description: