Jejak Kepemimpinan Orang Sunda (Agus Heryana) 163 JEJAK KEPEMIMPINAN ORANG SUNDA: PEMAKNAAN AJARAN DALAM NASKAH CARITA PARAHYANGAN (1580) THE TRACES OF THE SUNDANESE LEADERSHIP: THE TEACHING OF THE TENETS IN CARITA PARAHYANGAN MANUSCRIPT (1580) Agus Heryana Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung Jl. Cinambo 136 Ujungberung Bandung e-mail: [email protected] Naskah Diterima:28 Februari 2014 Naskah Direvisi:26 Maret 2014 Naskah Disetujui:29 April 2014 Abstrak Naskah Carita Parahiyangan ditulis sekitar tahun 1580 M merupakan kelompok naskah sejarah. Penelitian yang didasarkan pada kajian sejarah tentu sudah dilakukan yang kemudian memunculkan nama raja, kerajaan dan masa kekuasaannya. Berbeda dengan itu, penelitian atas naskah - yang akan dilakukan ini - tidak pada eksistensi kerajaan, melainkan terfokus pada ajaran kepemimpinannya. Apa yang mendasari keberhasilan dan keruntuhan sebuah kerajaan? Adakah ajaran yang menjadi pegangan dalam membangun masyarakatnya. Pengkajian ajaran kepemimpinan dalam teks naskah Carita Parahiyangan menggunakan kajian anaslisis isi mengingat teks merupakan deskripsi naratif. Di samping itu, digunakan pula metode intertekstual yakni menelusuri teks dari teks naskah lain yang sezaman atau yang ada sebelumnya. Dalam hal ini adalah naskah Siksakandang Karesian dan naskah Amanat (dari) Galunggung. Hasil yang diperoleh adalah pemerintahan kerajaan itu terkait dengan ajaran yang dipegangnya. Baik buruknya seorang raja (pemimpin) sangat erat dengan ketaatan, kepatuhan atau pelanggaran terhadap ajaran. Ajaran yang muncul pada masa kerajaan Sunda adalah sebagaimana terdapat dalam ajaran Siksakandang karesian dan Amanat dari Galunggung. Kata kunci: ajaran, kepemimpinan, Carita Parahiyangan. Abstract Carita Parahyangan is a historical script, written about 1580 BC. The research based on the study of history would have done by another researcher which is raising the name of the king, kingdom, and power. Differently, this study of the manuscript - which will be done – is not on the existence of the kingdom, but rather focused on the teaching of leadership. What constitutes success and collapse of an empire does? Are there any teachings of the grip in a building community? This research focused on teaching leadership in the Carita Parahiyangan manuscript uses study of the text which is considering the text is narrative description. In addition, the intertextual method is also used to search a text of the other contemporary manuscript text or previously exist. In this case the previous manuscripts are Siksakandang Ngkaresian and Amanat (from) Galunggung. The result of this study is the Kingdom is related to the holding of the teaching. Pros and cons of a king (leader) are very close with the obedience, compliance or violation of the tenets. The tenets which is appeared in the era of Sundanese kingdom is like what it has been founded in the tenets of Siksakandang Ngkaresian and Amanat dari Galunggung manuscript. Keywords: tenets, leadership, Carita Parahiyangan. 164 Patanjala Vol. 6 No. 2, Juni 2014: 163-178 A. PENDAHULUAN kontras lagi adalah perintah "orang pintar" Tinjauan bahasa menunjukkan kata lebih ditaati ketimbang parintah orang tua ”pemimpin” dan ”kepemimpinian” berasal sendiri. Pertanyaan mendasar adalah dari kata pimpin yang berarti mengantar, mengapa hal itu terjadi ? Apa yang menuntun, membawa dengan memegang istimewa dari sesepuh dan ustad kampung tangan yang dibawa. Pemimpin adalah serta orang pintar tersebut ? Bukankah kata benda yang berarti orang yang seorang kepala mempunyai kekuasaan dan melakukan pimpin; sedangkan kewenangan atas sejumlah staf kepemimpinan merupakan kata sifat, karyawannya, bahkan bertanggung jawab sesuatu yang diletakan / disifatkan pada atas "mati hidupnya", namun kenyataannya orang yang memimpin (pemimpin). seringkali tidak diindahkan semua Dengan demikian, kedua kata tersebut, perintahnnya. pemimpin dan kepemimpinan, adalah dua Seseorang gampang sekali menjadi kata yang saling berhubungan dalam hal seorang kepala. Secarik surat keputusan makna mengantar, menuntun, membawa dari seorang mentri di sebuah departemen, dengan memegang tangan yang dibawa. misalnya, telah cukup untuk mengangkat Dalam tinjauan sosiologi pemimpin seorang tersebut menjadi kepala kantor. dan kepemimpinan tidaklah sekedar Demikian pula seorang direktur dengan menuntun, seperti pengertian asal kata, kewenangannya, dapat saja pada saat itu tetapi di dalamnya terkandung kemampuan mengangkat kepala divisi X di atau kekuasaan atas pihak lain. Arti perusahaannya. Namun dapatkah seorang kekuasaan itu sendiri adalah kemampuan mentri dan atau seorang direktur satu pihak (subjek kekuasaan) untuk "mengangkat" seorang pemimpin ? mempengaruhi pihak lain (objek Apakah seorang pemimpin itu lahir karena kekuasaan), sehingga pihak lain bertindak bakat dan guratan nasibnya ataukah hasil sesuai dengan kehendak dan tujuan subjek "rekayasa" sebuah sistem ? kekuasaan (pemegang kekuasaan) M. Ryaas Rasyid (1996:1) secara (Soekanto,1988: 265) sederhana mendefinisikan pemimpin Pemegang kekuasaan bukan orang adalah seseorang yang terus menerus sembarangan, melainkan orang yang membuktikan bahwa ia mampu memiliki jabatan tertentu dalam mempengaruhi sikap dan tingkah-laku pemerintah atau kedudukan tinggi dalam orang lain, lebih dari kemampuan mereka struktrus masyarakat. Orang dimaksud (orang lain itu) mempengaruhi dirinya. biasanya disebut pemimpin. Hal itu berarti Kepemimpinan, dengan demikian, adalah budaya kekuasaan adalah tindakan sebuah konsep yang merangkum berbagai pemimpin yang dilakukan dalam segi dari interaksi pengaruh antara menjalankan kepemimpinannya. Dengan pemimpin dengan pengikut dalam kata lain, budaya kekuasaan mengacu pada mengejar tujuan bersama. Di sini sikap dan tindakan pemimpin atas dasar diasumsikan bahwa suasana kedudukannya. Dan hasilnya sangat kepemimpinan hanya mungkin terbentuk bergantung pada karakter atau sifat dalam suatu lingkungan yang secara pemimpinnya (karakternya). dinamis melibatkan hubungan diantara Kapankah pemimpin lahir ? sejumlah orang. Konkritnya, seseorang Sebuah peristiwa yang menggelitik hanya bisa mengaku dirinya sebagai nurani kita terjadi manakala perintah pemimpin atau dianggap oleh pihak lain seorang sesepuh kampung lebih didengar sebagai pemimpin, jika ia memiliki (baca: ditaati) ketimbang perintah seorang sejumlah pengikut. pejabat pemerintahan. Perintah "ustad Pemimpin merupakan sosok yang kampung" lebih didengar dari pada "unik", yang lahir membawa angin segar, perintah kepala kantornya sendiri. Lebih yang ditangannya tergenggam resep dan Jejak Kepemimpinan Orang Sunda (Agus Heryana) 165 obat bagi umatnya yang menderita. tuntunan. Ajaran atau tuntunan adalah Seorang pemimpin tidaklah akan berunjuk petunjuk agar orang memahami dan diri bahwa dirinya adalah pemimpin. mengerjakan dengan sebaik-baiknya. Tetapi gelar pemimpin diucapkan oleh Ajaran atau tuntunan di dalamnya mengan- para pendukungnya. Namun demikian, dung nilai-nilai luhur yang mengejawan- ajaran Islam mengisyaratkan bahwa setiap tahkan keyakinan terhadap Tuhan Yang orang itu adalam pemimpin. Artinya Maha Esa (Ensiklopedi, 2010:31). Dalam setiap insan harus bahasa Sunda arti ajaran mengacu pada mempertanggungjawabkan perbuatannya padanan kata ageman yang berarti kepada sesamanya semasa ia hidup di cecekelan nu hade (pedoman yang baik) dunia ini, dan kelak kepada Tuhan setelah (Danadibrata, 2006:7). Adiwimarta (1993: ia meninggal dunia. Jadi, dalam hal ini, 130) memberi batasan ajaran dalam arti setiap diri manusia memiliki fitrah untuk umum, yaitu segala sesuatu yang diajarkan menjadi seorang pemimpin. Minimalnya, dapat berupa nasihat, petuah, petunjuk, dalam lingkup kecil, ia menjadi pemimpin anjuran atau pun imbauan. keluarga. Ajaran yang berisi petuah atau Jauh sebelum para pemimpin bangsa nasihat dari leluhur suatu masyarakat itu lahir, para leluhur bangsa Indonesia telah tersebar dan tersimpan dalam tradisi tulis memberikan petuah dan rambu-rambu di nusantara yakni naskah-naskah kuna. dalam mempimpin bangsa. Berbagai Naskah sebagai tinggalan budaya tidaklah kerajaan timbul tenggelam mengikuti sekadar catatan tanpa makna. Tulisan kepemimpinan seorang raja. Sebuah dalam bentuk aksara-aksara tertentu di kerajaan mencapai kejayaan disebabkan dalamnya memiliki arti dan makna penting pemimpinnya (rajanya) memiliki bagi sosial kebudayaan sebuah masyarakat kemampuan untuk itu. Sebaliknya pada masanya. Salah satunya adalah ajaran keruntuhan sebuah kerajaan pun yang merupakan sebagian kandungan disebabkan oleh rajanya yang tidak mampu khasanah naskah nusantara. Ajaran dalam memimpin rakyatnya mencapai kejayaan. naskah berperan sebagai pedoman Diantara sekian amanat dan petuah para berperilaku, bertindak atau bersikap bagi leluhur yang ada di Indonesia, terekam suatu masyarakat tertentu. jejaknya dalam catatan-catatan naskah Adapun fungsinya adalah kuno salah satunya adalah orang Sunda. memberikan pendidikan (didaktik), Catatan-catatan naskah kuno orang menjaga terah/ kehormatan, dan Sunda tidaklah secara khusus mengurai membentuk manusia ideal menurut tentang kepemimpinan seorang raja. ajarannya. Dalam kalimat lain fungsi Uraian kepemimpinan tersebar pada naskah (ajaran) sebagaimana dikemukakan beberapa naskah dan dibungkus dalam Ikram (1997:171) adalah pertama, adalah bentuk ajaran. Ajaran akan berbuah manis motivasi untuk menghidupkan ingatan manakala dilaksanakan secara nyata oleh kepada keluarga dan kedudukannya dalam pengikutnya, tetapi ajaran pun akan berasa masyarakat, menekankan kehebatan dan pahit manakala ditinggalkan pengikutnya. jasa mereka. Kedua, adalah gambaran Kata ajaran berasal dari kata manusia dalam sosok yang ideal, termasuk “ajar”. Artinya petunjuk yang diberikan nilai moral dan perilakunya, yang kepada orang supaya diketahui (diturut). nampaknya berkaitan dengan agama atau Ajaran sebagai kata benda adalah (1) pandangan hidup tertentu. Misalnya, segala sesuatu yang diajarkan dapat berupa naskah-naskah Sunda yang berisi tentang nasihat, petuah maupun petunjuk; (2) sejarah daerah setempat yang umumnya paham, pandangan (KBBI, 2013). Penga- mengutamakan penyebutan nama penguasa nut kepercayaan terhadap Tuhan Yang daerah setempat beserta leluhur, keluarga, Maha Esa sering menyebut ajaran dengan dan keturunannya mempunyai fungsi 166 Patanjala Vol. 6 No. 2, Juni 2014: 163-178 sebagai pegangan kalangan menak Dam dan J. Noorduyn telah diterbitkan setempat, baik pegangan yang memberikan dengan terjemahan dan bahasan dalam keterangan tentang silsilah keluarga Bahasa Sunda (1968) dan dalam Bahasa pemegang naskah maupun pegangan Indonesia bersama Saleh Danasasmita tentang ajaran hidup yang dicontohkan dan (1981) (Atja, 1990: 8). Sehubungan diamanatkan oleh leluhurnya (Ekadjati, dengan tulisan ini, teks naskah CP yang 1982: 276-279). dijadikan objek kajian adalah teks naskah Beralih pada naskah-naskah Sunda CP yang telah diterjemahkan ke dalam periode masa kuna (Ekadjati,1988: 10) Bahasa Indonesia bersama Saleh diperoleh informasi bahwa orang Sunda di Danasasmita (1981). masa lampau sangat mengutamakan hal- Teks naskah CP berbentuk paparan hal yang berhubungan dengan kehidupan (deskriptif) tentang raja-raja Sunda pada keagamaan, kebudayaan, dan akhlak. masa itu. Bentuk data yang bersifat Hampir semua naskah menitikberatkan deskripsi tersebut sering dianalisis menurut uraiannya kepada segi kerohanian, bukan isinya dan karena itu analisis macam ini kepada hal-hal yang lebih bersifat jasadi disebut juga analisis isi (content analysis) (Ayatrohaedi,1995:33). (Supardi, tt: 87). Naskah Carita Parahyangan (CP) Selain itu, digunakan pula metode dalam Katalog Sunda termasuk periode intertekstual sebatas mengetengahkan masa kuna. Sesungguhnya CP bukanlah informasi yang dirujuk teks (CP). Dalam naskah ajaran, melainkan naskah pengertian informasi yang terdapat dalam kelompok sejarah yang menginformasikan teks CP dijelaskan oleh teks lain yang raja-raja yang pernah berkuasa di wilayah sezaman. Oleh karena itu, bukanlah Sunda. Namun demikian, dalam hal-hal kebetulan sebuah karya sastra baru tertentu tersembul peristiwa, atau dialog mendapatkan makna hakikinya bila yang mengandung ajaran-ajaran. Ajaran diajarkan atau dipertentangkan dengan atau peristiwa itu selalu berhubungan karya sebelumnya. Seringkali karya sastra dengan tindakan atau ucapan raja-raja itu tercipta karena menanggapi, menyerap, Sunda masa itu. dan mentransformasikan karya sastra sebelumnya. (Riffaterre, cf. Teeuw, B. METODE PENELITIAN 1983:65). Naskah CP ditulis dalam aksara Sunda dan bahasa Sunda Kuna. Berasal C. HASIL DAN BAHASAN dari daerah Galuh dan sekarang disimpan 1. Eksistensi Kerajaan Sunda pada di Perpustakaan Nasional, Jakarta pada Abad ke-8 s.d. Abad ke-16 Kropak 406. Banyaknya halaman dan Naskah Carita Parahiyangan (CP) nomor urut terbesar angka 47, tiap lembar pada dasarnya menunjuk pada wilayah berukuran 21 X 3 cm, terdiri atas 2 X 4 bagian barat Pulau Jawa, yang terdiri atas larik tulisan, kecuali lembar ke-29, ditulis kerajaan-kerajaan kecil; dua buah kerajaan hanya sebelah (recto). Nomor urut daripadanya muncul dan senantiasa dikerjakan oleh Cohen Stuart, namun bersaing sepanjang berdirinya, ialah Kera- tanpa memerhatikan jalan ceritanya (Atja, jaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Kadang- 1981: i, cf. Pleyte,1911: 196). kadang kedua kerajaan itu bermusuhan, Pengerjaan transkripsi telah tetapi acapkali juga dipersatukan di bawah dilakukan oleh para ahli di bidangnya seorang maharaja, kalau dalam keadaan yaitu; K.F. Holle, C.M. Pleyte, R.M.Ng. bersatu sebagai sebuah kerajaan biasanya Poerbatjaraka, H. Ten Dam dan J. dikenal sebagai Kerajaan Sunda, walaupun Noorduyn. Alih aksara secara keseluruhan maharajanya bersemayan di wilayah dari pekerjaan Poerbatjaraka, dengan Galuh, misalnya, ketika kerajaan itu di memerhatikan pendapat-pendapat H. Ten bawah Prabu Niskalawastu Kancana (1371-1475 M), dalam pada itu di Sunda Jejak Kepemimpinan Orang Sunda (Agus Heryana) 167 sebagai raja wilayah diperintah oleh Prabu orang tanpa perikemanu-siaan), hanteu Susuktunggal, sedangkan di Galuh hormat ka kolot (tidak menghormati orang berkuasa Prabu Dewaniskala, keduanya tua), ngahina pandita (menghina kaum putra Prabu Niskalawastu Kancana, tetapi agamawan). berlainan ibunya (Atja,1990: 8). Ti dinya Sang Manarah ngadeg ratu di Secara garis besar kandungan CP Jawa, mangrupa persembahan. Nurutkeun menyangkut keberadaan kerajaan-kera- carita Jawa, Rahiang Tamperan lilana jaan yaitu Sunda (Bogor), Pakuan ngadeg raja tujuh taun, lantaran polahna Pajajaran (Bogor), Galuh (Kawali), Saung- resep nga-rusak nu tapa, mana teu lana galah (Kuningan). Kerajaan-kerajaan ini nyekel kakawasaanana oge. Sang mengalami dinamisasi, jatuh-bangun, yang Manarah, lilana jadi ratu dalapanpuluh sama dalam masa pemerintahannya. taun, lantaran tabeatna hade. Sang Dalam arti keruntuhan dan kejayaan Manisri lilana jadi ratu geneppuluh taun, sebuah pemerintahan disebabkan pere- lantaran pengkuh ngagem Sanghiang Siksa butan kekuasaan atau pelanggaran (CP XV) terhadap pedoman hidup bernegara dan bermasyarakat. Di lain pihak penyatuan (Kemudian Sang Manarah menjadi raja di kerajaan yang terpisah bisa terjadi tanpa Jawa Pawatan (nama tem-patnya) menurut pertumpahan darah yakni melalui ucapan Jawa. Rahiyang Tanperan menjadi hubungan kekeluargaan dalam bentuk raja selama 7 tahun, karena kelakuannya perkawinan. Sebagai contoh, Sri Baduga senang membinasakan orang yang Maharaja atau Prabu Siliwangi. sedang bertapa. Oleh karena itu ia tidak Sri Baduga Maharaja yang lama menjadi raja. Sang Manarah menjadi semasa kecilnya bernama Jayadewata, raja selama 80 tahun, karena sempurna oleh ayahnya, Wastu Kancana, menunaikan kewajiban agama. Sang dinikahkan dengan putri Susuktunggal Manisri menjadi raja selama 60 tahun, yaitu Kentring Manik Mayang Sunda karena memerhatikan Sanghiyang Siksa) yang dalam lakon pantun kadang-kadang disebut Padmawati. Pernikahan ini Rahiang Banga lawasna ngadeg ratu tujuh merupakan "garis kebijakan" Wastu taun, lantaran polahna hanteu Kancana agar wilayah kerajaannya kelak didasarkeun kana adat kabiasaan anu tidak terpecah-pecah. (Danasasmita, bener. Rakean di Medang lilana ngadeg 1984:1-2). ratu tujuh taun. Rakeanta Diwus lilana jadi ratu opatlikur taun. Rakeanta Wuwus 2. Dinamisasi Kerajaan lilana jadi ratu tujuhpuluh dua taun. Nu Naskah CP secara sederhana hilang di Hujung Cariang lilana jadi ratu memberi keterangan akan penyebab taun, kaopatna teu cucud, lantaran salah penggantian seorang raja. Keterangannya lampah, daek ngala awewe ku awewe. ..... itu ditandai dengan frase: gering lampah Prebu Datia Maharaja lilana jadi ratu (salah peri-laku), lantaran polahna resep tujuh taun. Nu hilang di winduraja lilana ngarusak nu tapa (sebab kelakuannya jadi ratu tilulikur taun. Nu hilang di Kreta senang merusak kebaikan), lantaran salah lawasna jadi ratu salapanpuluhdua taun, lampah daek ngala awewe ku awewe lantaran ngukuhan kana lampah anu hade, (sebab buruk kelakuannya, senang ngadatangkeun gemah ripah. Diganti deui mengambil wanita dengan memperalat ku nu hilang di Winduraja, henteu lila wanita lain), lantaran ratu lampahna ngadegna ratu ngan dalapan welas taun. cilaka ku awewe (sebab raja celaka oleh (CP XVII) wanita), mindeng maehan jalma tanpa dosa (sering membunuh orang tanpa dosa), (Rahiyang Banga menjadi raja selama 7 ngarampas tanpa rasrasan (merampas hak tahun, karena perilakunya tidak mengikuti 168 Patanjala Vol. 6 No. 2, Juni 2014: 163-178 agama secara benar. Rakeyanta di Medang barang dahar, teu nurut-keun adat men-jadi raja selama 7 tahun. Rakeyanta kabiasaan, enggoning ngumbar Diwus menjadi raja selama 24 tahun. kasenangan borak borak da nganggap Rakeyanta Wuwus menjadi raja selama 72 saluyu jeung kabeungharanana. Lilana tahun. Sang Lumahing Hujung Cariang jadi ratu genep welas taun (CP XXIV). menjadi raja selama 3 tahun. Tahun keempat turun tahta buruk (Sang Nilakendra, kerjanya tiada lain kelakuannya, senang mengambil wanita kecuali bersenang-senang selamanya, de-ngan memperalat wanita lain. ..... akhirnya menyebar kemaksiatan. Sang Lumahing Kreta menjadi raja selama Mempunyai anak, perhatiannya 92 tahun, karena bepegang teguh kepada tertimbun dengan kenikmatan dunia. perbuatan utama, mengalami jaman Menurunkan pertapa, cucu saudara tirinya. keemasan. Digantikan lagi oleh Sang Air penyebab kemabukan dijadikan pelezat Lumahaing Winduraja. Tidak lama makan dan minum. Peladang rakus akan bertahta menjadi raja selama 18 tahun). makanan. Tidak senang bila bercocok tanam. Terlalu lama raja tergoda oleh Diganti ku Sang Ratusakti Sang makanan. Tidak ada ilmu yang Mangabatan di Tasik. Enya eta anu hilang disenanginya kecuali makanan yang serba ka Pengpelengan. Lilana jadi ratu dalapan lezat yang pantas untuk ukuran taun, lantaran ratu lampahna cilaka ku kekayaannya. menjadi raja selama 16 awewe. Larangan ti kaluaran jeung ku tahun indung tere. Mindeng maehan jalma tanpa Intisari amanat kutipan CP di atas dosa, ngarampas tanpa rasrasan, hanteu adalah keruntuhan sebuah kerajaan hormat ka kolot, ngahina pandita. Ulah disebabkan pemimpinnya sudah tidak lagi diturut ku nu pandeuri, lampah ratu kitu berorintasi pada kehidupan akhirat. mah. Tah kitu riwayat sang ratu teh. (CP Mereka lebih mementingkan kesenangan XXII) pribadi ketimbang kesejaheraan rakyatnya. Namun demikian, perhatian penuh pada (Diganti oleh Sang Ratusakti Sang kehidupan akhirat pun bukan hal yang Mangabatan di Tasik, yaitu yang baik. Pada awal keruntuhan kerajaan dipusarakan ke Pengpelengan. Menjadi Pajajaran yang dipimpin oleh Ratu raja selama 8 tahun, akibat perilakunya Dewata, Carita Parahiyangan kena bencana oleh wanita larangan dari memberikan catatan negatif atas luar dan oleh ibu tiri. Ia membunuh perilakunya yang berdiam diri atas orang-orang tak bersalah, me-rampas serangan pasukan yang tambuh sangkane hak orang tanpa pera-saan, tidak (tidak dikenal identitasnya). Dalam berbakti kepada orang tua, menghina keadaan negara diancam musuh ia para pen-deta. Jangan ditiru oleh (ketu- melakukan tapa brata dengan bertarak, runan) yang kemudian kelakuan raja ini. (berdiam diri, acuh) padahal tapa seorang Itulah riwayat nyata Sang Prabu Ratu. ) raja adalah: memerintah dengan baik. Tindakan Ratu Dewata lumaku Sang Nilakendra, dilantarankeun lila ngarajaresi (berlaku seperti petapa) tidak teuing dina kasenangan, ngumbar hawa pada tempatnya dalam keadaan negara napsu. Bogana anak, kana hatena geus menghadapi serangan musuh. Karena kaancikan ku rekadaya, nya nurunkeun itulah penulis CP menyindir, Nya pertapa, incu pateterean. Inuman keras iyatnayatna sang kawuri, haywa ta sira dianggapna saperti cai wujudna godaan kabalik pupuasaan (Ya berhati-hatilah napsu. Jelema nu ngahuma rewog orang-orang yang kemudian, janganlah baranghakan, teu gumbira lamun teu engkau kalah perang karena rajin puasa) pepela-kan. Lila ratu ngalajur napsu dina (Danasasmita,1983-1984 Jilid Keempat: Jejak Kepemimpinan Orang Sunda (Agus Heryana) 169 27-28). Demikian pula untuk raja-raja yang Sang berperilaku sewenang-wenang, penulis CP Wulan, Sang Tumanggal, memperingatkan kepada generasi penerus Sang Pandawa di Kuningan. dengan ucapan : Ulah diturut ku nu Maranehna meunang pandeuri, lampah ratu kitu mah (jangan kasaktian, ditiru oleh kita perilaku raja demikian). nu ngalantarankeun Sang Wulan, Sang Tumanggal, 3. Syarat Pemimpin Sang Pandawa di Kuningan 1) Memiliki kekuatan henteu kabawah ku dangiang Guru. Seorang pemimpin selalu Lamun kaelehkeun bener berhubungan dengan kekuasaan yang maneh sakti." diperolehnya melalui kekuatan atau Rahiang Sanjaya tuluy perang kemampuan dirinya. Dalam hal tertentu, ka Kuningan. Eleh Rahiang pemimpin harus tampil di garis depan Sanjaya diuberuber, nepi ka dengan disertai keberanian ”mengalirkan walungan Kuningan. Rahiang darah”. Artinya, kekerasan, atau ketegasan Sanjaya undur. bertindak diperlukan untuk mencapai (CP IX, Atja:1968) tujuan. Berikut adalah peristiwa Sanjaya ditantang untuk membuktikan (Kata Rahiyang Sanjaya:”Sang kesaktiannya dan kemampuan Patih, pergilah engkau ! mengalahkan kerajaan lain. Tanyakan kepada Batara Dangiyang Guru, siapa yang Carek Rahiang Sanjaya: akan memerintah di sini !” "Patih, indit sia, tanyakeun ka Setiba sang patih di Batara Dangiang Guru, saha Galunggung, kata Batara kituh anu pantes pikeun Dangiyang Guru: “Apa nyekel pamarentahan di kabarmu, Sang Patih ?” urang ayeuna." “Maaf, aku disuruh oleh Sadatangna patih ka Rahiyang Sanjaya meminta Galunggung, carek Batara calon pemegang Dangiang Guru: "Na aya pemerintahan, yaitu adik pibejaeun Rahiyang Purbasora.” naon, patih?" Tidak diberikan oleh "Pangampura, kami teh Batara Dangiyang Guru. diutus ku Rahiang Sanjaya, Kata Batara Dangiyang menta nu bakal marentah, adi Guru: “Rahiyang Sanjaya Rahiang purbasora." harus pergi menguji diri. Hanteu dibikeun ku Batara Kalahkan Guru Haji dangiang Guru. Pagerwesi, kalahkan Carek Batara Dangiang Guruhaji Mananggul, Guru: "Rahiang Sanjaya, kalahkan Guru Haji Tepus, indit beunangkeun ku kalahkan Guru Haji Balitar. sorangan. Pergilah Rahiyang Sanjaya, Elehkeun Guruhaji kalahkan Sang Wulan, Pagerwesi, elehkeun Wulan, Sang Tumanggal, Sang Sang Tumanggal, elehkeun Pandawa di Kuningan, Guruhaji tidak dikuasai Dangiyang Tepus jeung elehkeun Guru. Bila mampu Guruhaji Balitar. Jig indit Rahiyang Sanjaya; elehkeun 170 Patanjala Vol. 6 No. 2, Juni 2014: 163-178 mengalahkannya, karena hernia, lalu terbuktilah kesaktiannya. menjadi wikuraja. Rahiyang Sanjaya pergi ke Kuningan, lalu diperangi. 3) Pendidikan Kalah rahiyang Sanjaya. Keberhasilan seorang pemimpin erat Dikejar sampai di Sungai kaitannya dengan pendidikannya. Kuningan. Rahiyang Keberhasilan pendidikan sangat Sanjaya mundur). bergantung pula kepada kualitas guru yang bersangkutan. Seorang Wastukencana, 2) Pemimpin harus sehat jasmani tidaklah akan menjadi besar dan wangi rohani namanya manakala ia tidak didik oleh Sehat jasmani dalam pengertian seorang guru yang saleh, yaitu Sang tidak cacat badan dan sehat rohani berarti Bunisora. Ia ditinggal wafat ayahnya, bisa membedakan baik dan buruk, salah Prabu Linggabuana, pada usia 9 tahun. dan benar, merupakan syarat mutlak yang Ayahnya meninggal pada peristiwa Bubat harus dimiliki seorang pemimpin. Naskah tahun 1357 M. Usia yang masih muda tidak CP menginformasikan dua orang raja yang gagal naik tahta disebabkan cacat memungkinkan menjabat kedudukan tubuh, yaitu Rahiang Sempakwaja dan sebagai Raja Sunda. Oleh karena itu Rahiyang Kidul. Hal itu tergambarkan pemerintahan dipegang oleh pamannya, pada kalimat : Sang Bunisora. Sang Bunisora sebagai raja (Nelah) Rahiang Sunda ia bergelar Prabu Batara Guru Pangadiparamarta Janadewabrata. la Wereh, nu matak disebut juga Batara Guru di Jampang, disebut kitu, waktu ditilar, adi lanceuk bahkan ada pula yang menyebutnya Prabu masih laleutik Kuda Lalean. keneh.Teu tulus jadi Prabu Bunisora sangat tekun ratu, lantaran mendalami agama sehingga ia dipandang (huntuna) rohang, sebagai seorang raja-pendeta. Penulis Carita Parahiyangan menggelarinya mangkana katelah Rahiang Sempakwaja. satmata. Satmata adalah tahap kelima dari Rahiyang Kidul oge tujuh tingkatan batin yang merupakan hanteu bisa jadi ratu tingkat tertinggi bagi seseorang yang sabab burut, nya jadi masih ingin mencampuri urusan dunia. Di Wikuraja. (CP bawah asuhannya, Wastu Kancana menerima didikan yang lengkap. la XI,Atja:1968) mendapat bimbingan pengetahuan (Rahiyang Wereh kenegaraan dan keagamaan (Danasasmita, sebab dinamai 1983-1984. Jilid Ketiga: 37). demikian, sebab pada Menurut kropak 630 tingkat batin masa ditinggalkan manusia dalam pendalaman agama adalah: (oleh ayahnya) acara, adigama, gurugama, tuhagama, sebagai anak kakak- satmata, surakloka, nirawerah. Satmata beradik, tidak dapat adalah tingkat kelima dan tahap tertinggi menjadi raja karena bagi seseorang yang masih ingin ompong. Karena mencampuri urusan duniawi. Setelah itulah ia dinamai mencapai tingkat keenam (surakloka) orang sudah menertawakan dunia (sinis Sempakwaja. Rahiyang Kidul pun terhadap kehidupan umum), dan pada urung menjadi ratu tingkat ketujuh (nirawerah) akan padamlah Jejak Kepemimpinan Orang Sunda (Agus Heryana) 171 segala hasrat dan nafsu. Tingkat satmata Parahiyang seperti itu adalah Mandala itulah yang telah dicapai Batara Guru di Kanekes yang dihuni "orang Baduy" Jampang. sekarang (Danasasmita,1983-84. Jilid Keempat:39-41). 4) Musyawarah Dalam pada itu, terdapat nama Setelah lama berperang. Rahiang ajaran yang menjadi sumber pedoman Sanjaya sudah merasa lelah dan sudah dalam menjalankan pemerintahan atau saatnya untuk berdamai. Oleh karena pengabdian kepada manusia, yaitu Watang itulah, ia kemudian bermusyawarah untuk Ageung, Sanghyang Siksa, Ajaran Prabu- membagikan wilayah kekuasaannya. guru Darmasiksa, dan Ajaran Mahaprabu Carek Rahiang Sanjaya: "Na naon nu jadi Nila Wastukancana. karempan teh? Ayeuna aing hayang runtut raut. Aing jeung bapa, Rahiang Kuku, 1) Watang Ageung Sang Seuweukarma. Ayeuna aing moal Ngangaranan manéh Rahiyangta ngalawan. Ayeuna urang tetepkeun: tanah Déwaraja. Basa lumaku ngarajarési bagian Dangiang Guru di tengah, bagian ngangaranan manéh Rahiyangta ri Rangiang Isora ti Wetan; jauhna nepi ka Medangjati, inya Sang Layuwatang, nya kalereun Paraga jeung Cilotiran, ti Kulon nu nyieun Sanghiyang Watang Ageung (CP Tarum, ka Kulon bagian Tohaan di I, Atja:1968) Sunda." Sanggeus Rahiangtang Kuku mulang ka Arile, sadatangna ka Arile, (Sang Kandiawan kemudian menamakan putus hancana di dunya, hilang dina umur dirinya Rahiyangta Dewaraja. Ketika ia nu kacida kolotna. (CP XIV, Atja:1968). menjadi rajaresi, menamakan dirinya Rahiyangta di Medangjati, yaitu Sang (Ujar Rahiang Sanjaya,”Apa yang menjadi Layuwatang. Dialah yang menyusun halangan? Sekarang aku ingin berdamai. Sanghiyang Watang Ageung) Aku dan bapak Rahiang Kuku, Sang Kutipan bagian awal dari naskah CP Seuweukarma. Sekarang aku tidak akan menyebutkan adanya nama Sanghiyang melawan. Mari kita tetapkan tanah bagian Watang Ageung. Nama ini juga terdapat Dangiang Guru di tengah, bagian Rangiang pada naskah Para Putera Rama dan Isora dari Timur; luasnya hingga ke utara Rawana dan Bujangga Manik, tetapi Paraga dan Cilötiran, dari Barat Tarum, ke dengan kata lain yaitu apus ageung. Barat bagian Tohaan di Sunda." Setelah Watang (Ageung) adalah kitab agung atau Rahiang-tang Kuku kembali ke Arile, sejenis teks suci atau teks keagamaan yang setibanya ke Arile, ia wafat, meninggal dalam cerita Para Putera Rama dan dunia pada umur tua). Rawana menjelma menjadi anak bernama Puspalawa dengan kekuatan sihir Hayam 4. Ruh Kepemimpinan: agama atau Canggong (bait 422,455,503) (Noorduyn, ajaran 2009:545). Dalam naskah CP tercatat sekurang- 420 Tucap aki Hayam Canggong kurangnya empat orang raja yang Eukeur ngayun-ngayun boncah dikatakan berpegang kepada ajaran T(e)her maca Watang Ageung Sanghyang Siksa, yaitu: Rahyang Sanjaya, Ruana to(ng)goy /milangan/10/ Rahyang Manisri, Prabu Darmasiksa, dan Dingaranan Bujanggalawa Prabu Jayadewata. Carita Parahiyangan menunjukkan adanya para wiku "nu 500 Basa aing ngasuh boncah ngawakan Jati Sunda" yaitu para pendeta Horeng nuturkeun ka cai yang khusus mengamalkan "agama Sunda" Mantara aing milangan dan memelihara "kabuyutan parahiya- Na sanghiang Watang Ageung ngan". Sisa dari kabuyutan Jati Sunda atau Si utun hanteu disiar 172 Patanjala Vol. 6 No. 2, Juni 2014: 163-178 (Noorduyn,2009:222-223) sang wiku nu ngawakan jati sunda, miku- kuh sanghyang darma ngawakan sang- Tersebutlah kakek Hayam hyang siksa (...) 'Dari sang pendeta yang Canggong menjalankan ajaran Sunda asli, berpegang Sedang mengayun-ayun bayi teguh kepada Sanghyang Darma dan Kemudian membaca Watang menjalankan ajaran Sanghyang Siksa'. Ageung Akhimya, ketika memberitakan Tampak asyik membaca. Prabu Jayadewata yang berkuasa selama Yang namanya Bujanggalawa 39 tahun, CP mencatat, /19/ tan krêta ja laki-bi dina urang reya, ja loba di Ketika aku mengasuh anak itu sanghyang siksa 'Tidak sejahtera (bahagia) Ternyata mengikuti tuan ke sungai kehidupan keluarga orang banyak karena Lalu aku membaca mantera mereka banyak (yang) melanggar (ajaran) Dalam sanghiang Watang Ageung Sanghyang Siksa' (Ayatroehaedi 1995:70). Ananda tidak kucari Ajaran pertama yang disampaikan Uraian lebih lanjut mengenai naskah SSKK berkenaan dengan fungsi “kitab suci” Sanghiyang Watang Ageung dasaindria, yaitu sepuluh indra utama yang tidak diketahui, kecuali penulisnya yaitu dimiliki setiap orang. Menurut naskah itu, Sang Kandiawan atau Sang Layuwatang. /1/ ( ... ) ini byakta: beuli ulah barang Di samping itu, beberapa naskah pun denge mo ma nu sieup didenge kenana hanya mencantumkan namanya saja. dora bancana, sangkan ulah riemu mala na lunas papa naraka; hengan lamun 2) Sanghyang Siksa kapahayu ma sinengguh utama ti pan- greungeu. mata ulah barang deulo mo ma Dalam naskah CP itu tercatat nu sieup dideuleu kenana dora bancana, empat orang raja yang dikatakan sangkan ulah nemu mala na lunas papa berpegang kepada ajaran Sanghyang Siksa, naraka; hengan lamun kapahayu ma yaitu Rahyang Sanjaya, Rahyang Manisri, sinengguh utama ning deuleu ( ... ) 'Inilah Prabu Darmasiksa, dan Prabu Jayadewata. kenyataannya: Telinga jangan mendengar- Ketika membicarakan Rahyang kan (sesuatu) yang tidak layak didengar Sanjaya, naskah CP antara lain mencatat, karena menjadi pintu bencana, penyebab /13/ ( ... ) pun rahyang sanjaya, rhyang- kita mendapat celaka di dasar kenistaan tang kuku ti monang tapana, mikukuh neraka; namun kalau telinga terpelihara, sanghyang darma kalawan sanghyang kita akan mendapat keutamaan dalam siksa ( ... ) 'Rahyang Sanjaya, dan pendengaran. Mata jangan sembarang Rahyangtang Kuku berhasil dalam melihat (sesuatu) yang tidak layak dilihat tugasnya karena mereka menaati karena menjadi pintu bencana, penyebab Sanghyang Darma dan Sanghyang Siksa'. kita mendapat celaka di dasar kenistaan Salah seorang raja Sunda yang neraka, namun bila mata terpelihara, kita cukup lama memerintah adalah Sang akan mendapat keutamaan dalam Manisri, sebagaimana diberitakan, /15/ ( ... penglihatan. ) sang manistri lawas adêg ratu gênêp Setelah telinga dan mata, indra lain puluh tahun, kena isis di sanghyang siksa yang harus dipelihara dengan baik adalah (...) 'Sang Manisri menjadi raja selama 60 kulit 'kulit', letah 'lidah', irung 'hidung', tahun karena ia menguasai Sanghyang sungut 'mulut', leungeun 'lengan, tangan', Siksa'. suku 'kaki', payu 'lubang dubur', dan baga Berita berikutnya sehubungan purusa (baga 'kemaluan perempuan' dan dengan Prabu Darmasiksa yang purusa 'kemaluan laki-laki). Jika kesepu- memerintah justru sangat lama (150 tahun luh pintu nafsu itu sudah terpelihara, maka menurut CP, 122 tahun menurut Pustaka rampes twahna urang reya, maka nguni Rajyarajya i Bhumi Nusantara), /17/ (...) ti
Description: