Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 171 Introspeksi Masa Lalu Terfragmentasi dan Narasi Bermoda Percakapan dalam Yang Sudah Hilang oleh Pramoedya Ananta Toer Thafhan Muwaffaq1 1Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Al Azhar Indonesia, Jalan Sisingamangaraja, Kompleks Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110 Penulis untuk Korespondensi/E-mail: [email protected] Abstrak - Meskipun Pramoedya Ananta Toer telah dianggap penulis fiksi prominen di lingkup kesusastraan, ternyata salah satu karyanya yang berprestasi (Cerita dari Blora) belum mendapat sorotan telaah sastra. Makalah ini mengambil satu judul cerpen dari antologi itu secara spesifik yaitu Yang sudah Hilang. Pertanyaaan yang dilontarkan di sini adalah bagaimana pembahasaan teks cerpen tersebut membangun representasi adegan referen atau model situasi. Prosesi teks semiotika kognitif digunakan di sini, khususnya prinsip moda kesadaran Chafe, untuk menghasilkan interpretasi yang memperhitungkan objektivitas dalam proses inferensial berbasis pengalaman pemaknaan. Sehubungan dengan hal itu saya berargumen pembahasaan dalam teks menghasilkan model situasi simulasi pengenangan masa lalu terfragmentasi secara introspektif dalam moda percakapan. Masa lalu yang dikenang terfragmentasi dan menghasilkan ironi dramatik. Model situasi tersebut kelihatannya lebih menampilkan elegansi Pram sebagai penulis yang bermain bahasa dan makna, ketimbang fenomena kontekstual yang terlalu lekat dengan subjektivitas. Kata Kunci - Prosesi Teks Semiotika Kognitif, Model Situasi, Moda Kesadaran, Ironi Dramatic Abstract - Despite the popularity of Pramoedya Ananta Toer as a promninent and controversial Indonesian literary figure, his prestigious short story anthology entitled Cerita dari Blora seems rather poorly understudied. By far, the existing literary criticism on this work provides highly contextual and subjective interpretation. This paper then is aimed to reading closely Yang Sudah Hilang, one of short story from the anthology. Question raised here is how does language of the text build representation of referent scene or situation model. This study uses cognitive semiotics text processing, an approach that takes account objective evidence and experientially- based inference. Conscious mode principle, proposed by Chafe (1994), is employed as theoretical perspective in drawing interpretation. It is argued that language in the text built a situation model wherein protagonist is simultaneously memorizing her loss and telling to readers her fragmented past in conversational mode. Moreover, despite her introspection the protagonist does not seem aware what brings her to the present moment where she is already losing important people of her life. In general, the situation model argued may be offered as a standard interpretation of Yang sudah Hilang which is far from subjectivity and derived from meaning experience triggered by language. Keywords - Cognitive Semiotics Text Processing, Situation Model, Conscious Mode, Dramatic Irony 172 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 PENDAHULUAN audiens yang dapat dijangkaunya melalui penggunaan bahasanya. Selanjutnya ia S elama ini Pramoedya Ananta Toer (1925- mengatakan bahwa karya-karya Pram tersebut 2006), yang akrab dipanggil ‗Pram‘, telah mengandung kekuatan sejarah, yang lantas dianggap sebagai tokoh sastrawan menonjol membuat pembaca terpapar dengan kekuatan karena karya-karyanya yang memberikan itu. Selain tetralogi Buru, telaah karya sastra perspektif atas sejarah, budaya, dan hubungan yang ada umumnya mengkaji novel Pram sastra dengan politik kuasa di Indonesia. Citra seperti Mereka Yang Dilumpuhkan (Faruk, Pram dan karyanya juga dihubung-hubungkan 2008) dan Gadis Pantai (Supriyadi, 2005; dengan ‗-isme‘ tertentu. Yang barusan boleh Muzakka, 2017). jadi suatu bahan perbincangan yang lazim mengenai Pram dan karyanya. Namun sangat Makalah ini mengambil bahasa dan makna jarang yang mengupas bagaimana Pram pada karya karangan Pram sebagai isu sentral. mengolah elemen linguistik (ataupun non- Namun menyadari keberadaan sorotan kajian linguistik) dalam membangun naratif yang sastra yang cenderung jatuh pada tetralogi Buru didasari niat pembuatan-pemaknaan. atau novel-novelnya yang lain, makalah ini akan mengalamatkan isu tadi kepada Cerita Terdapat tulisan-tulisan tentang keterhubungan dari Blora. Antologi tersebut diakui sebagai Pram dengan politik Indonesia (GoGwilt, antologi cerpen terbaik nasional, versi Badan 2003). Suara pertentangan Pram telah ditelaah Musyawarah Kebudayaan Nasional setahun secara komparatif yang mengambil konteks setelah ia terbit, antologi ini minim perhatian otoriter dan liberal (GoGwilt, 2003). Dari sini penelaahan kritis. Adapun kajian yang bolehlah seseorang berpendapat bahwa karya menyinggung Cerita dari Blora baru sebatas Pram memberikan perspektif yang fleksibel memberikan interpretasi dari kaca mata feminis terhadap konteks yang berbeda. (Hayati, 2012). Dan, interpretasi tersebut nampaknya tidak begitu memberikan perhatian Di antara banyaknya karya Pram, Cerita dari khusus atas bahasa naratif tekstual Pram. Blora adalah salah satu antologi cerpen yang terbit pertama kali di tahun 1952. Setahun Perlu diperjelas, interpretasi feminisme atas kemudian Badan Musyawarah Kebudayaan Cerita dari Blora yang dilakukan Hayati Nasional menamakan Cerita dari Blora sebagai (2012) menjelaskan adanya representasi kumpulan cerpen terbaik. Ini merupakan marginalisasi, subordinasi, stereotip, dan prestasi yang mengesankan. Antologi Cerita kekerasan atas perempuan. Interpretasi itu maju dari Blora telah diterjemahkan ke dalam melalui proses epistemik yang cermat. Dalam sembilan bahasa asing. kata lain, bisa saja Cerita dari Blora merepresentasikan ketidakadilan gender. Tapi Meski demikian, kelihatannya Cerita dari tak bisa dipungkiri ada yang bercelah pada Blora kurang mendapat perhatian dari kritikus interpretasi itu. dan pengkaji sastra dibanding tetralogi Buru. Tipikal kajian terhadap karya Pram mengambil Interpretasi Hayati, sebagaimana yang tetralogi Buru (yaitu: Bumi Manusia, 1980; disebutkan tadi, belum menyentuh tataran ide Anak Semua Bangsa, 1981; Jejak Langkah, dan konsep makna dari ruang meta-narasi yang 1985; Rumah Kaca, 1988). Suatu hal lazim didatangkan oleh pengunaaan bahasa. pula kajian sastra atau budaya terhadap Pram Penggunaan bahasa juga tidak bisa lepas dari dan karya-karyanya dibenturkan dengan bagaimana pikiran kita mengoperasikan proses wacana poskolonialisme dan sejarah (Bahari, pemaknaan di dalam kepala. Sehubungan hal 2007; Niekerk, 2003; Roosa dan Ratih, 2001). itu aspek kognitif seharusnya diperhitungkan dalam menginterpretasi. Namun demikian, Kajian-kajian yang sudah ada, yang telah Interpretasi tawaran Hayati merujuk kepada menelaah tetralogi Buru, menyumbangkan deksripsi yang mengkontekstualisasikan gejala- perspektif dan penerangan terhadap karya gejala fenomena yang kemudian dipandang pram. Salah satu pandangan menarik atas melalui perspektif feminisme. Ini dilakukan tetralogi Buru adalah Foulcher (1981), yang tanpa mengambil catatan tentang hubungan mengevaluasi Bumi Manusia dan Anak Segala bahasa dan naratif, sebagaimana menimbang Bangsa. Ia menyatakan bahwa Pram memiliki pemaknaan yang dihasilkan oleh teks. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 173 Setidaknya celah itu tertutup dalam makalah Dengan asumsi dasarnya yang menganggap ini, yang menelaah salah satu cerpen Cerita penulis memainkan bahasa dengan intensi dari Blora, yaitu Yang Sudah Hilang. Tawaran pemaknaan, seseorang yang menggunakan interpretasi makalah ini akan melihat aspek pendekatan semiotika kognitif terhadap teks permukaan teks sampai ke tataran meta-narasi. akan mengacu kepada spesifikasi fitur-fitur Ini dilakukan dengan memperhitungkan linguistik. Dengan fitur-fitur tersebut hubungan bahasa dan aspek kognitif yang representasi suatu teks lengkap, koheren, dan bertanggung jawab atas pemaknaan. Dengan menyertai keterhubungan penulis atau narator demikian, makalah ini mempertanyakan dengan representasinya dapat diterangkan. bagaimana pembahasaan Pram dalam Yang Dalam hal ini setidaknya ada tiga isu yang Sudah Hilang membangun suatu pemaknaan diperhatikan oleh semiotika kognitif: (1) efek yang kemudian dialami pembaca. makna (disebut juga dengan efek semantik atau efek semiotika), (2) tiga tingkatan teks yaitu Tujuan makalah ini adalah menelaah hubungan struktur permukaan, dasar teks, dan model bahasa-makna, dengan memandang kognisi, situasi (van Dijk & Kintsch, 1983; Kintsch et yang membangun suatu representasi adegan al., 1990), dan (3) prinsip pemasangan bentuk- referen atas cerpen Pram di kepala pembaca. makna. Perlu dicatat bahwa pengurutan tiga isu Makalah ini memandang pembahasaan lekat- tersebut bukanlah hal yang perlu diperhatikan. lekat dalam menawarkan interpretasi yang menggunakan prosesi tekstual semiotika Di makalah ini saya akan menjelaskan model kognitif. Baik elemen linguistik ataupun non- situasi yang dibangun oleh pembahasaan Pram linguistik dapat dianggap sebagai substansi dalam cerpen Yang Sudah Hilang. Model yang dianalisis dan dasar interpretasi. Namun, situasi diperoleh melalui proses inferensial, analisis yang dilakukan di sini hanya pada atau proses penangkapan wawasan dari elemen linguistik. pembacaan teks (van Dijk & Kintch, 1983). Dalam eksperimen yang dilakukannya secara Pendekatan semiotika kognitif terhadap prosesi cermat, mereka menemukan pembaca dapat teks digunakan di sini untuk menelaah cerpen menggali wawasan dari makna pernyataan- Yang Sudah Hilang. Atas dasar itu penelaahan pernyataan yang tertera dalam tubuh teks teks di makalah ini berpandangan yang lepas secara eksplisit. Wawasan hasil proses dari ‗-isme‘ apapun. Dalam kata lain, makalah inferensial itu bisa dianggap sebagai makna ini mengesampingkan kesan-kesan yang sangat implisit yang keberadaannya ada di bawah kontekstual yang seolah dihadirkan teks. struktur permukaan teks. Dari sana mereka Dengan demikian bisa diafirmasi bahwa bias memproposisikan tiga tingkatan pemaknaan subjektivitas penelaah tidak campur tangan teks yaitu, struktur permukaan (yaitu: apa yang dalam proses interpretasi di sini. muncul pada teks), makna dasar teks (yaitu: wawasan eksplisit dari pernyataan eksplisit Pendekatan semiotika kognitif menganggap struktur permukaan), dan model situasi (yaitu: teks sebagai teks terserah sastra atau bukan. hasil inferensi atas teks). Secara sederhana Namun pengambilan teks sastra sebagai objek model situasi merupakan adegan referen yang telaah dalam pendekatan ini disebabkan oleh direpresentasikan teks. dugaan adanya pembentukan intensi pemaknaan penulis. Teks berita pastilah Model situasi, atau adegan referen yang cenderung berusaha seinformatif mungkin. direpresentasikan teks, adalah suatu hal yang Tapi, ada motivasi yang belum tentu bisa sifatnya meta-narasi atau melampaui apa yang diketahui dari penggunaan majas atau upaya ditampilkan teks itu sendiri. Di sini saya akan pembahasaan tak lazim yang dilakukan penulis menawarkan model situasi dengan cara sastra dalam genre fiksi (Friend, 2012). Tak menginferensi apa yang tertera pada teks Yang perlu disebutkan, pendekatan ini sama sekali Sudah Hilang. Model situasi ini akan saya tak bermaksud mengejar niat penulis. tawarkan sebagai rumusan interpretasi yang Pendekatan ini melihat pembentukan intensi berdiri di atas perhitungan penggunaan bahasa makna yang dilakukan melalui penggunaan sebagaimana tertera dalam teks. Dalam fitur-fitur linguistik maupun non-linguistik menyampaikan saya ke hasil inferensi, saya secara tekstual, yang pada dasarnya bisa akan menggunakan kerangka kerja teoretik dilacak. yang ada dalam ranah prosesi teks semiotika 174 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 kognitif yang berfokus kepada pembuatan dan hal ini dideterminasikan oleh bahasa yang makna. ada pada teks. Catatan penting lainnya mengenai kesadaran dan bahasa teks fiksional Dalam semiotika kognitif ada beberapa alat adalah kesadaran diri fiksional mewakili ide pembentuk makna yang bisa disinggung dalam yang direpresentasikan bahasa teks itu sendiri. prosesi informasi untuk penelaahan teks. Di antaranya struktur naratif atau koherensi Kekhususan logika menimbulkan perbedaan (Dirven dan Verspoor, 2004), perspektif dalam karakteristik antara penceritaan dalam konteks naratif (Gennette, 1980; Stenzel, 1981; percakapan dengan penceritaan teks fiksional. Herman, 2009; Talmy, 2000), skemata (Emmot Yang pertama umumnya menyituasikan dan Alexander, 2014) dan properti kesadaran pengingatan dilakukan oleh seorang pencerita, sebagai suatu moda narasi (Chafe, 1994). dan kesadaran mewakili berkoinsiden dengan Penelaahan dalam makalah ini akan kesadaran diwakili. Sementara yang kedua, menggunakan kerangka teori moda kesadaran dalam teks fiksional, meskipun berasal pada Chafe pada teks fiksi (sudut pandang) orang diri yang sama kesadaran diwakili dapat tampil pertama. dengan sifat yang berbeda dari kesadaran mewakili yang bercerita. Moda Perpindahan Imediasi dalam Tulisan Chafe menggunakan The Ox Bow Incident oleh Fiksi Orang Pertama: Kerangka Kerja Walter van Tilburg Clark (1940) untuk Teoretik Dalam buku Discourse Consciousness and mendemonstrasikan bahasa fiksi yang berbeda. Time (1994), Chafe menjelaskan Hal pertama yang diterangkannya adalah ketertarikannya atas aliran dan perpindahan adanya perbedaan secara bahasa pada teks pengalaman alam sadar yang berpengaruh fiksional meski penceritaannya bisa dianggap terhadap bentuk bahasa, penjelasan mengenai berangkat melalui gaya naratif di situasi fenomena bahasa, dan pemahaman aspek dasar percakapan. Perbedaannya adalah penggunaan di ranah kehidupan mental. Menurutnya ada ruang percakapan dalam teks fiksi yang tidak keuntungan dari mempelajari kesadaran dengan alami dibanding percakapan pada umumnya. merujuk kepada bahasa, khususnya dalam hal Penguasaan ruang percakapan dalam teks pembuktian. Bukti yang didatangkan dari fiksional dapat memanjang sampai ke halaman pembahasaan akan memperjelas keterkaitan yang banyak kuantitasnya, yang mana hal itu introspeksi yang terjadi dalam benak seseorang sendiri sangat sulit dijumpai dalam percakapan. dengan apa yang diucapkannya ketika bicara. Selain itu audiens pencerita tak terspesifikasi dalam teks fiksional, sehingga siapapun bahkan Model moda kesadaran Chafe dihasilkan bisa jadi audiens pencerita seketika ia membaca penelitian-penelitian analisis percakapan. teks tersebut. Sebagai perkembangan model kesadaran langsung dan perpindahan di situasi percakapan Perpindahan imediasi kesadaran, menurut (lihat Chafe, 1994), Chafe memproposisikan Chafe, adalah penggabungan antara kesadaran model kesadaran perpindahan imediasi sebagai mewakili introvert, yang proksimal atau dekat moda yang beroperasi dalam tulisan fiksi orang dengan audiens, dan kesadaran diwakili pertama. Gambar 1 mengilustrasikan moda ekstrovert distal, yang mengalami kejadian dan perpindahan imediasi dalam tulisan fiksi orang keadaan langsung. Dalam perpindahan imediasi pertama Chafe. terjadi pemisahan antara narator fiksional dengan kesadaran diwakili, meskipun keduanya Chafe menyatakan terdapat tuntutan status milik diri fiksional yang sama. Pemisahan ini spesial terhadap logika dalam tulisan fiksional. dibolehkan oleh bahasa tulisan yang Ia mengimplikasikan bahwa penulis belum menimbulkan desituasi, sehingga melemahkan tentu, kalau tidak, bukanlah diri yang bercerita kopresensi antara pemroduksi bahasa dengan sebagaimana memproduksi bahasa yang ide yang dituliskannya. berwujud teks. Dengan demikian, diri yang ada dalam teks adalah invensi penulis sebagaimana penceritaannya merupakan hasil kreasi pula. Diri fiksional ini bisa diakui ataupun tak diakui, Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 175 pengecualan atas dua hal tadi sebagaimana keduanya merupakan ciri yang tipikal. DISTAL PROKSIMAL Kualitas ekstroversi lainnya adalah detil yang Lingkungan bersyarat titik perhatian kesadaran langsung. Persepsi Dalam teks fiksional, sangat tipikal narator Tindakan Narator merincikan sesuatu dalam gilingan yang halus. Evaluasi Pretensi mengingat sebagai Hal semacam ini sulit dilakukan pada Protagonis tanpa batas Kesadaran pengingatan yang umum. Untuk sifat ini Chafe Introvert sebagai berspekulasi bahwa detil dalam gilingan halus (mewakili) Kesadaran dihasilkan pengingatan dan pengkhayalan. Ekstrovert (diwakili) Tulisan Imediasi deiksis adalah ciri kualitatif Bahasa ekstroversi. Hal ini dinyatakan oleh adverbial deiktik (misalnya: ‗now‘ atau ‗today’ dalam bahasa Inggris). Kedua adverbia tersebut Gambar 1. Penerapan Moda Perpindahan Mediasi Chafe atas Teks Yang Sudah Hilang berhubungan dengan pusat deiktik kesadaran diwakili terkait kejadian dan keadaan di Keunikan perpindahan imediasi dalam bahasa lingkungan langsung. Chafe berpendapat tulisan adalah kebisaannya merentang ke adverbia tersebut berkoinsidensi dengan kala seluruh cerita, sehingga menjadikannya lebih lampau yang melokasikan kejadian atau global. Selain itu moda ini lebih kompleks keadaan yang telah mendahului kesadaran dalam sifatnya yang tak memiliki batasan mewakili. Lebih lanjut, di dalam percakapan dalam penggunaan kala bahasa. Selanjutnya, penggunaan koinsidensi adverbia dan kala kesadaran distal dalam moda ini tak lampau menimbulkan ketidakcocokan. Akan terbelenggu. Inilah yang mencirikan keunikan tetapi, terpisahnya kesadaran mewakili dengan fiksi dengan penceritaan pada ranah kesadaran diwakili menghilangkan percakapan. Sering dijumpai dalam situasi ketidakcocokan tersebut. percakapan seseorang mengingat ketika menceritakan sesuatu. Tetapi dalam fiksi, Kala lampau dijadikan Chafe bukti terjadinya pengingatan untuk bercerita merupakan suatu perpindahan kesadaran dari situasi temporal hal yang khusus sehingga kesadaran distal sekarang ke masa yang telah dilampaui dapat mengakses lingkungan langsung (ataupun yang akan datang). Ini karena kala sebagaimana mengalami ulang kejadian dan lampau mereferensikan temporalitas antara keadaan yang telah lewat. Kekhususan itu kesadaran diwakili yang mendahului kesadaran disebut Chafe sebagai ‗pretensi mengingat mewakili, sebagaimana menyediakan pusat tanpa batas‘. deiktik bagi kala tersebut. Naratif dalam percakapan memberitakan kejadian dalam Pembuktian imediasi, atau kesadaran dalam ingatan atau khayalan, dan kala lampau moda langsung, dilakukan oleh Chafe dengan mengesankan kealamian properti percakapan mengacu pada kualitas ekstroversi yang muncul itu. dalam teks. Salah satu kualitas ekstroversi adalah kontinuitas yang merupakan aliran Lebih lanjut, Chafe sudut pandang orang rangkaian kejadian dan bingkai referen milik pertama menyatakan ekuivalensi diri kesadaran narator. Keduanya dapat direfleksikan kepada ekstrovert dengan kesadaran introvert. Artinya, keadaan alami di mana seseorang yang identitas kedua kesadaran tersebut sama dengan berinteraksi dengan lingkungan langsungnya diri yang memproduksi bahasa. Dengan mendapati kesadarannya mengalir mengikuti demikian diri tersebut adalah titik yang jadi apa yang aksesibel di sekitarnya. Sementara itu, sudut pandang. Penggunaan pronomina orang bingkai referen atau bingkai semantik, yang pertama adalah bukti bagi keberadaan sudut disinyalir oleh artikel definit (dalam bahasa pandang orang pertama. Selanjutnya, di dalam Inggris) menyatakan pengetahuan pembicara teks terdapat persepsi, evaluasi, tindakan, dan atas objek yang dimaksud. Terjadinya dua hal introspeksi diri yang jadi sudut pandang tersebut membuat situasi percakapan tidak tersebut. lazim. Tetapi dalam teks fiksional, terdapat 176 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 Meskipun seorang pembaca mengetahui pada ruang dan waktunya masing-masing. keberadaan narator sebagai instansi pencerita, Dalam hal ini, kemampuan pretensi itu namun menurut Chafe kesadaran narator memampukan narator bukan lagi sekadar seketika ia memproduksi bahasa ceritanya mengingat melainkan, mengalami ulang tidaklah relevan. Irelevansi itu meniadakan pengalaman masa lalunya. pengakuan terhadap narator selaku kesadaran mewakili. Kendati demikian, kesadaran Moda Imediasi mewakili bisa saja diakui melalui bahasa Keberadaan moda imediasi yang penceritaannya, sehingga menjentikkan dimanifestasikan oleh kontinuitas, detil, dan kongruensi singkat antara kesadaran diwakili deiksis imediasi. Tiga hal tersebut mencirikan dan kesadaran mewakili, menerangkan pula perbedaan kualitatif antara ekstroversi (yaitu keberadaan kesadaran mewakili secara terang- kesadaran langsung) dan introversi (yaitu terangan. kesadaran yang mengalami perpindahan) (Chafe, 1994). Ciri-ciri tersebut muncul dalam Dalam menjelaskan bagaimana model moda teks sebagaimana berikut ini. perpindahan imediasi beroperasi Chafe menggunakan bahasa Inggris. Terdapat Kontinuitas perbedaan sistematik antara bahasa tersebut Penggalan cerita (1) mengandung kontinuitas dengan bahasa teks yang akan ditelaah di sini. yang mengilustrasikan kesadaran dalam moda Ini merupakan tantangan tersendiri ketika langsung atau moda imediasi. seseorang menggunakan model tersebut sebagai perspektif teoretiknya ketika (1) Suatu kali, aku masih ingat waktu itu – aku bermimpi menemu uang satu sen. Dan waktu melakukan telaah tekstual. Namun demikian, aku membukakan mata, tanganku tergenggam kelihatannya ada kemungkinan ditemukannya rapat agar uang yang kutemu tidak hilang. keunikan-keunikan apabila seseorang Segera aku bangun dan mendapatkan bunda. menggunakan model tersebut dalam menelaah Berseru riang: ―Ibu, ibu, aku menemu uang sesen‖. teks berbahasa Indonesia sebagaimana yang terjadi di sini. Dan aku lihat juga bunda tersenyum turut bergembira hati. Memperlihatkan kegembiraannya, ia bertanya: ―Di mana engkau menemunya? Mana uangnya?‖ ANALISIS Kuacungkan genggaman tanganku padanya. Teriakku senang: ―Ini! ini!‖ Moda Perpindahan Imediasi Kemudian genggaman itu kuurai. Tapi Hal pertama yang perlu diutarakan adalah diri tangan itu kosong saja. Dan bunda berkesadaran dalam teks Yang Sudah Hilang menyusulkan suaranya yang manis itu: bukanlah milik Pram. Kesadaran yang ada di ―Mana?‖ sana milik diri yang sengaja dibuat oleh Pram. Aku tertegun oleh kaget dan kecewa Mode perpindahan imediasi dalam teks Yang karena uang yang kutemu dalam impian tak Sudah Hilang dapat diterapkan dalam skema ada dalam genggaman. Dan aku menangis yang telah diajukan Chafe (1994) sebagaimana oleh kekecewaan. Dan terdengar olehku dipampangkan oleh Gambar 1. bunda tertawa. Kemudian membujuk-bujuk: ―Engkau baru bangun tadi. Engkau bermimpi tadi. Jangan menangis.‖ Diri yang ada dalam teks adalah fiksional. Tapi kekecewaan itu masih juga Siapapun boleh saja menganggap itu Pram, menggulung-gulung dalam dadaku. Dan aku namun label fiksi semi-otobiografi pada meneruskan tangisku, bunda mengusap air antologi Cerita dari Blora sendiri sudah cukup mataku dengan ujung kebayanya. ―Diam. menepis anggapan itu. Diri fiksional dalam teks Diam,‖ katanya lagi. Yang Sudah Hilang berperan ganda, sebagai Dikeluarkannya uang setengah sen dari instansi penarasi (atau narator) dan protagonis. lipatan ambennya dan diulurkannya padaku. Dan aku diam sambil mempermainkan uang setengah sen dengan masih ada setengah dari Di sini ada perbedaan spasiotemporal antara kekecewaan itu di dalam dada. kedua peran tersebut. Tetapi, kemampuan diri fiksional sebagai narator dalam melakukan ―Sudah sore sekarang,‖ kata bunda, ―sana mandi. Minta mandi nyi Kin.‖ pretensi mengingat tanpa batas membuat perbedaan tadi tidak mengungkung kedua peran Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 177 Dan aku pun berdiri dari pangkuan ibu. (2) Dari depan rumah kami nampak pucuk Tapi aku tak juga pergi untuk dimandikan. rumpun-rumpun bambu yang hijau Aku lihat paras bunda jadi keruh. Kemudian hitam. Bila angin meniup mereka terdengar suaranya yang tak lunak lagi dan bersuling-suling meliuk-liuk yang selalu mengandung kepastian: ―Pergi.‖ menimbulkan perasaan takut dalam hatiku di waktu kecil. Segera aku lari ke Kepastiannya itu pula yang membuat pangkuan bunda dan menangis. Dan aku bangun dan berjelan lambat-lambat masih terdengar-dengar hingga kini mencari nyi Kin di dapur. Dari belakangku bunda bertanya: ―Mengapa menangis?‖ terdengar suara yang memperingatkan: ―Cepat! Sudah sore sekarang.‖ Lain daripada (1), (2) mulai secara medias res, tidak ada perkenalan tentang siapa yang Kepastiannya itu pula yang membuat aku tak berani menangis. Pelahan aku pergi dimaksud dengan ‗kami‘ yang mengimplikasi mendapatkan nyi Kin di dapur minta mandi narator sebagai tokoh pencerita. Meskipun (2) (hlm. 2-3) memaparkan lokasi rumpun-rumpun bambu Rangkaian kejadian yang disertai tindakan beserta warnanya, dan apa yang terjadi ketika protagonis dan tokoh Bunda mengalir tanpa angin meniup mereka, tetap ada yang tak interupsi dalam (1), dengan demikian membuat terjelaskan di sini yaitu kedekatan antara rumah rangkaian itu melaju secara berkelanjutan. dengan rumpun-rumpun bambu. Kata depan’ Kejadian dimulai setelah narator menyatakan ia dalam (2) memberi informasi tentang orientasi ingat tentang mimpinya di satu waktu pada rumah narator, namun kata itu kelihatannya masa kecilnya, lalu diikuti dengan rangkaian juga menyiratkan pengetahuan jarak antara kejadian sampai potongan itu selesai. Nampak rumah dengan rumpun bambu hanya dimiliki pula dalam (1) rangkaian kejadian yang narator. mengalir itu memiliki urutan linear ke depan secara temporal, sehingga mengikat Ciri seperti mirip dengan apa yang ditemukan serangkaian tersebut walaupun apabila dalam (1), sebagaimana telah dijelaskan disimulasikan dalam realitas rangkaian itu sebelumnya. Meski dalam (2) terdapat frasa relatif singkat. adverbial (yaitu: ‗di waktu kecil’) yang menerangkan konteks waktu masa lampau, apa Terdapat pula dalam (1) artikulasi definit yang dipaparkan dalam potongan teks tersebut terhadap nada suara Bunda, yakni ‘yang manis memberikan kesan pengalaman langsung yang itu’ dan yang ‘yang tak lunak lagi dan dialami alam sadar protagonist (yaitu: narator mengandung kepastian’. Selain itu ada juga di masa kecil) secara berkelanjutan dan tanpa penyebutan nama ‗Nyi Kin’ tanpa ada interupsi. pengenalan terhadap tokoh itu sebelumnya. Menariknya karakteristik nada bicara Bunda Detil tidak dijelaskan sebelumnya dalam teks. Detil dalam (3) tidak mengilustrasikan Pembaca tidak punya wawasan mengenai hal perincian yang halus. Tetapi itu tidak tersebut. Dari sini maka, adalah menghilangkan kualitasnya sebagai rincian atas narator/protagonist yang memiliki wawasan suatu objek atau hal, yang aksesibilitasnya terhadap ragam nada bicara Bunda, yang hanya kepada kesadaran ekstrovert. kemudian membisakannya mempersepsika dan (3) Aku lihat paras bunda jadi keruh. mencirikan nada bicara itu. Kemudian terdengar suaranya yang tak lunak lagi dan mengandung Dalam kata lain protagonis yang dikisahkan kepastian. (hlm. 3) narator dalam teks tidak bisa membagi (4) Kemudian bunda memyanyikan lagu pengetahuan tentang hal-hal tersebut kepada daerah. Dan suaranya yang lembut- siapapun. Namun, ia berpretensi bahwa ia lunak itu mendayu-dayu dan punya pengetahuan mengenai hal-hal tersebut. menidurkan ketakutanku. (hlm. 2) Ini meninggalkan pengacuan ragam nada suara (5) Di lubang atap yang berbentuk bunda dan nama-nama tadi kepada narator segitiga itu nampak olehku sebuah kepala besar menjenguk-jenguk. (hlm. fiksional sebagai wawasan yang dimiliki oleh 9) kesadaran diwakili. Detil yang ada pada (3), (4), dan (5) masih bisa Penemuan kontinuitas sebagai manifestasi diperhalus dalam arti, paras keruh Bunda dapat moda imediasi yang lain ditemukan dalam (2): diperjelas deskripsi persisnya. Begitu juga 178 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 dengan suara yang lembut-lunak itu mendayu- berkesadaran. Ini menyimulasikan narator dayu, dan penampilan kepala besar yang dilihat tengah mengisahkan memori atau ingatannya narator selaku protagonis masih bisa diperinci. kepada audiens takspesifik. Dalam hal ini Namun demikian, detil sendiri adalah ciri-ciri pembaca bisa dipertimbangkan sebagai audiens kualitatif kesadaran yang ada dalam moda takspesifik. lansung atau ekstroversi. Ini karena kesadaran memiliki titik perhatian atau atensi yang bisa Mengisahkan pembaca secara langsung kepada menggiling detil di lingkungan secara langsung pembaca selaku audiens takspesifik ketika dalam keadaan ekstrovert. Maka, memperjelas peran narator sebagai instansi contoh-contoh tersebut mengilustrasikan pencerita. Sebagai diri berkesadaran narator kesadaran diri protagonist dalam cerita sedang bersifat proksimal karena kedekatannya dengan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya pembaca. Dan, pengingatan kesadaran narator secara direk. jadi introvert, atau melihat ke dalam dirinya untuk mengakses memori masa lampau. Imediasi Deiksis Seketika narator mengilas balik kesadarannya Menariknya, dalam hal ini teks Yang Sudah di suatu keadaan atau kejadian masa lampau, Hilang karya Pramoedya tidak memiliki kata- kesadaran narator mengalami perpindahan. kata yang mengilustrasikan imediasi deiksis. Walaupun demikian keberadaan kontinuitas Sudut Pandang Orang Pertama dan detil sebagai ciri-ciri kesadaran dalam Penggunaan pronomina orang pertama ‘aku’ moda imediasi menyatakan keberadaan moda dalam teks bisa dilihat dari (1) sampai (8). imediasi di dalam teks. Bahkan pembaca bisa menemukannya di seluruh teks. Menariknya, seorang pembaca Moda Perpindahan tidak mengetahui identitas narator/protagonist Ditemukan dalam teks beberapa contoh yang mengutarakan dirinya sebagai ‘aku’. Ini perpindahan yang menunjukkan keberadaan sesederhana karena pembaca tidak disuguhkan moda perpindahan. dengan nama narator selaku protagonis dalam cara apapun. (6) Suatu kali, aku masih ingat waktu itu – …. (hlm. 2) Pronomina ‘aku’ digunakan untuk mengacu (7) Hingga kini aku masih bisa kepada dirinya sendiri sebagai narator di masa membayangkan nyi Kin. (hlm. 3) sekarang, dan dirinya sendiri sebagai (8) Masih terang dalam ingatanku hingga protagonis yang mengalami kejadian-kejadian kini betapa pada suatu hari aku langsung di masa lampau. Pronomina orang ketakutan mendekati bunda. (hlm. 15) pertama itu memberikan sudut pandang yang (9) Kalau waktu itu aku bisa mengatakan, membangun konteks waktu lampau dan pastilah kukatakan, bahwa sekarang. sesungguhnya bunda sedang kehilangan tempat berlindungnya yang kadang-kadang diharapkannya di kala Terbangunnya konteks itu tidak hanya ia membutuhkan tempat pelarian. menegaskan presensi dan peran kesadaran (hlm. 23) mewakili. Konteks itu juga menegaskan Persamaan antara (6) dan (9) adalah terdapat kesadaran diwakili. Dalam kata lain, konteks frasa adverbia waktu itu di keduanya. Frasa yang dibangun sudut pandang orang pertama tersebut mengacu kepada suatu masa spesifik di memberi perbedaan masa antara kesadaran masa lalu yang mendahului pernyataan itu ekstrovert dan kesadaran introvert. Di saat yang sendiri. Lalu, pada (6), (7), dan (8) terdapat sama sudut pandang pronominal ‘aku’ adverbia masih yang mendenotasi suatu menyatakan koinsidensi dua kesadaran dari keberlangsungan durasi yang berhubungan seorang diri. dengan kejadian, keadaan, dan agen yang spesifik. Properti konstan kesadaran diri (yaitu: tindakan, persepsi, dan evaluasi) yang Dengan frasa dan adverbia tersebut narator ditemukan dalam teks mendukung pernyataan menyituasikan kejadian di masa lampau. Acuan barusan. Pernyataan yang menerangkan terhadap keadaan, kejadian, dan agen spesifik persepsi dicontohkan oleh (10), (11), dan (12). itu datang dari memori narator selaku diri yang Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 179 (10) Dan aku lihat juga bunda tersenyum (17) Ada dua puluh lima kali cerita itu turut bergembira hati. (hlm. 2) diulang-ulangnya, dan aku mendengarkan dengan perhatian (11) Dan tangannya yang tak lembut lagi penuh. seperti semasa gadisnya mengusap- usap pipiku yang kurus. (hlm. 2) (18) Suara itu hanya terdengar beberapa detik saja dalam hidup. Getaran suara (12) …bunda masih terdengar mengaji yang sebentar saja berdengung, takkan (hlm. 13) terulang lagi. (19) Semua itu sudah hilang dari jangkauan Pernyataan dalam (10), (11), dan (12) mengacu pancaindera. ke pemaparan pengalaman sadar secara perseptual milik diri berkesadaran ‘aku’. Introspeksi mengacu kepada meta-kesadaran Masing-masing contoh pernyatan bersumber atas kegiatan yang dilakukan kesadaran. Di kepada salah satu panca indra. Pernyataan (10) sini, yang dinyatakan dalam (17) adalah misalnya, dengan jelas merujuk kepada indra kesadaran narator atas pengingatannya atas penglihatan, sementara (11) peraba dan (12) cerita Nyi Kin, jumlah repetisi dari penceritaan, pendengaran atas apa yang ada di lingkungan dan kesadaran atas pengalaman perseptual sekitarnya. beserta sikapnya seketika mengalami penceritaan itu. Selanjutnya (18) dan (19) Pengalaman sadar atas tindakan yang menerangkan kepekaan penuh narator selaku ditemukan dalam teks dicontohkan oleh (13) kesadaran proksimal mengenai apa yang tengah dan (14). dialami dan dilakukan alam sadarnya terkait kejadian dan keadaan di masa lampau. (13) Segera aku lari ke pangkuan bunda dan menangis. (hlm. 2) Ditemukan pula dalam teks Yang Sudah Hilang (14) Aku pandangi muka besar itu sudut pandang diri (yaitu narator) yang dengan diam-diam sambil dicerminkan deiksis spasial dengan cara yang menggerumiti kerak nasi goreng. (hlm. 9) harfiyah. (20) dan (21) merupakan ilustrasi dari deiksis spasial. Deiksis spasial yang Pernyataan (13) dan (14) mengacu kepada dicontohkan dua poin di bawah menjangkarkan tindakan berbeda yang dialami ‘aku’ secara titik fisikal kesadaran diwakili. sadar. Sementara (13) menerangkan kesadaran diri atas tindakan ‘lari’ dan ‘menangis’, (14) (20) Dari belakangku terdengar suara menerangkan ‘pandangi’ dan ‘menggerumiti’ yang memperingatkan: ―Cepat! Sudah sore sekarang.‖ (hlm. 3) secara diam-diam. Selanjutnya, ditemukan pula pengalaman sadar evaluasi milik diri yang (21) Diraihnya aku dan ditidurkan di sampingnya. (hlm. 15) dinyatakan oleh ‘aku’ di dalam teks. Deiksis spasial menjadi sudut pandang dan (15) Dan aku… masih ada setengah dari sumber acuan atas kejadian dan keadaan yang kekecewaan itu di dalam dada. (hlm. 3) dialami kesadaran diwakili selaku protagonis. (16) Dan semua itu pun telah habis terseret Titik fisikal penjangkar sudut pandang ini dan takkan mungkin datang kembali (hlm. 14) memberi tahu orientasi protagonis dan arah datangnya suara bunda, sebagaimana yang Evaluasi mengacu kepada pengalaman atas hal- dicontohkan (20). Sementara (21) menerangkan hal yang diproses dalam diri secara internal. orientasi dan letak diri protagonis dengan Contoh-contoh yang ditemukan dalam teks memandang keberadaan posisi Bunda. menerangkan perasaan dan opini narator. ‘Kekecewaan’ dalam (15) menerangkan Pengakuan Okasional atas Kesadaran Mewakili keadaan emosional protagonis seketika Narator diberi pengakuan dalam teks Yang mengalami kejadian langsung yang tak Sudah Hilang. (22), (23), dan (24) adalah dikehendakinya. Sementara (16) menjelaskan ungkapan-ungkapan yang memberi pengakuan pandangan konklusif soal segala sesuatu yang kepada kesadaran mewakili. pernah terjadi dalam hidupnya di masa lampau. (22) Dan masih terdengar-dengar hingga kini Selanjutnya, (17) adalah salah satu introspeksi bunda bertanya: ―mengapa menangis?‖ (hlm. 1) yang ditemukan dalam teks. 180 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI HUMANIORA, Vol. 4, No. 3, Maret 2018 (23) Aku masih ingat betul hingga kini, sebagaimana dialami kesadaran diwakili begitulah ceritanya. (hlm. 5) ekstrovert. Di kalimat berikutnya dalam (24) (24) Pengertian kanak-kanakku tak dapat narator memberikan pernyataan evaluatif atas menangkap apa yang dimaksudkannya. pemahamannya. Namun demikian situasi yang Tahunan kemudianlah aku baru diacu tetap di masa lampau, dan di saat yang mengerti apa yang dimaksudkannya. sama pernyataan itu mereferensikan waktu (hlm. 24) yang berbeda. Kesamaan tiga potongan di atas adalah bahwa masing-masing menyatakan sesuatu kejadian Lebih jelasnya, terdapat dua titik yakni ketika atau keadaan distal di masa lampau yang protagonis pertama kali mendengar dan tidak memiliki keterkaitan dengan kesadaran mengerti ucapan Bunda, dan ketika ia akhirnya mewakili proksimal sebagai instansi pencerita memahami ucapan itu. Maka ada pergerakan atau narator. Pernyataan yang dicontohkan temporal dalam pernyataan itu, yang meliputi ketiganya menerangkan bahwa pengalaman pengetahuan kualitas pemikiran protagonis langsung kesadaran ekstrovert (atau protagonis) mengenai dirinya sendiri sebagaimana adalah milik kesadaran introvert (atau narator). dimanifestasikan kesadaran diwakili. Di sini Dalam kata lain, pengakuan tersebut nampaknya (24) persis dengan (22) dan (23) menghasilkan kongruensi antara kesadaran dalam caranya mengimplikasi pengalaman mewakili dengan kesadaran diwakili. langsung kedaran diwakili aksesibel bagi kesadaran mewakili, sebagaimana hal itu milik Kongruensi antara dua kesadaran tersebut diri yang sama. menerangkan bahwa kedua kesadaran itu milik satu diri yang sama. Masing-masing pernyataan DISKUSI mengacu kepada pengalaman diri sebagai protagonis. Pengalaman itu tersimpan dalam Model Situasi Penceritaan Memori Masa memori, dan dikisahkan oleh diri pemilik Silam Terfragmentasi dan Ironi Dramatik pengalaman sebagaimana ia bertindak selaku Telah disebutkan sebelumnya bahwa dalam narator. Ingatan narator dalam (22) teks Yang Sudah Hilang Pram merekayasa satu menerangkan pengalamannya di keadaan diri fiksional dengan dua kesadaran yang langsung sewaktu mendengar pertanyaan beroperasi dalam perannya masing-masing, dan Bunda, dan ingatan tentang pengalaman memiliki keterikatan satu sama lain. Desituasi perseptual tersebut. Sementara (23) kedekatan bahasa secara fisik dan situasi sosial menerangkan pengetahuan protagonis atas membuat kopresensi antara pemroduksi bahasa suatu cerita yang menetap dan tidak berubah (Pram) dengan bahasa yang diproduksi (teks) dari masa kecilnya sampai ia menceritakannya jadi terikat secara lemah. Dalam hal ini diri di titik proksimal atau dekat dengan pembaca. fiksional melakukan pretensi mengingat tanpa batas, sebagaimana hal yang lazim dan suatu Lain dari (22) dan (23), kongruensi dari pengingatan khusus dalam fiksi, yang membuat pengakuan okasional terhadap kesadaran kesadaran diwakili mengalami ulang kejadian mewakili dalam (24) mengimplikasi kesadaran dan keadaan masa silam yang dikisahkan mewakili, atau narator, memiliki pengetahuan kesadaran mewakili. utuh atas kesadaran diwakili ekstrovert yang mengalami kejadian atau keadaan secara direk. Ditemukan pula di dalam teks ciri-ciri kualitatif Perlu diperjelas bahwa pengetahuan kesadaran ekstroversi, atau keadaan kesadaran dalam mewakili adalah pengalaman kesadaran moda langsung, setidaknya berupa kontinuitas diwakili. Pengetahuan itu aksesibel dan detil. Ketiadaan imediasi deiksis (atau sebagaimana dimiliki oleh diri yang sama, deiksis langsung) bisa dipertanyakan di sini, namun berkesadaran terpisah secara ketimbang dijadikan hal yang menyangsikan spasiotemporal. keberadaan moda langsung: sejauh mana ketiadaan deiksis langsung berpengaruh Lebih lanjut, (22) menyatakan evaluasi terhadap model situasi? kesadaran proksimal introvert, selaku narator, terhadap pemahamannya mengenai ucapan Ketiadaan deiksis langsung menyimulasikan Bunda. Pemahaman yang diacu dalam (23) penceritaan yang terjadi dalam teks mengambil situasi di masa lampau, sebagaimana suatu percakapan. Maksudnya,
Description: