321 Interaksi Simbolik Antaretnik di Yogyakarta Sigit Tripambudi Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Jl. Babarsari No. 2 Tambak Bayan Yogyakarta, Telp.0274485268 Hp : 081328404510, e-mail : [email protected] Abstract This research describes the symbolic interaction of interethnic in Yogyakarta. This re- search was based on symbolic interaction theory, identity theory, social identity theory and com- munication theory of Identity. The data was collected by sets of interview and observation on newcomers in Yogyakarta those are with the background of Batak, Sunda, NTT, Papua and China ethnics. The result described that identity based on tribal ethnic is the strongest identity compared to identity based on another ethnic. Ethnic identity is firmly formed in family environ- ment. The comers’ ethnical identity in Yogyakarta is felt stronger because they live in communi- ties with same ethnical background. However the prejudices and hatred within different ethnic are growing exactly in the ethnical communities through intensive interaction and communica- tion. The comers in Yogyakarta give the meaning to the ethnical difference dominantly, i.e. as nation uniqueness and heritage which is differentiate Indonesia from the other nations. On the other hand, this situation makes Indonesia troubled with inter-ethnical conflict. The comers in Yogyakarta which are came from various ethnic feel that they are treated discriminatively. They are the comers from ethnical background which is extremely different on physical, instance; skin color, hair type and posture. The comers assess that majority or dominant ethnic, namely Java, dominating the aspect of government and economy. Abstrak Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang interaksi simbolik antaretnik di Yogyakarta. Penelitian didasarkan pada teori Interaksi Simbolik, teori Identitas, teori Identitas Sosial dan teori Ko- munikasi tentang Identitas. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi yang me- libatkan pendatang dari etnik suku Batak, Sunda, NTT, Papua dan Cina. Hasil penelitian menunjukkan identitas yang berdasarkan etnik kesukuan merupakan identitas yang paling kuat dibandingkan dengan identitas berdasarkan etnik lainnya. Identitas etnik kesukuan paling kuat dibentuk dalam lingkungan keluarga. Identitas etnik suku pendatang di Yogyakarta terasa lebih kuat karena mereka hidup dalam paguyuban-paguyuban pendatang yang sama etnik. Dalam asrama paguyuban ini prasangka dan kebencian antaretnik berkembang melalui interaksi dan komunikasi yang intensif. Para pendatang di Yogyakarta memaknai perbedaan etnik secara dominan, yaitu sebagai keunikan dan kekayaan bangsa yang membedakan bangsa Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lainnya. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia rawan terhadap konflik antaretnis. Para pendatang di Yogyakarta yang berasal dari berbagai etnik suku masih ada yang merasa diperlakukan secara diskriminatif. Mereka adalah para pendatang yang berasal dari etnik yang secara ekstrim berbeda secara fisik. Pendatang di Yogyakarta menilai bahwa etnik suku yang mayoritas atau dominan adalah Jawa yang banyak mendominasi pada aspek pemerintahan dan ekonomi. Kata kunci : Interaksi Simbolik, Makna, Perbedaan Etnik 322 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 321-342 Pendahuluan atau luar negeri masuk ke Yogyakarta terutama untuk kepentingan belajar. Penelitian ini akan Negara Indonesia terdiri dari beragam melihat bagaimana individu dengan berbagai suku bangsa yang memiliki berbagai macam per- latar belakang etnik dan pengalaman interaksi bedaan budaya. Bangsa Indonesia sering disebut memberi makna pada perbedaan etnik. bangsa yang multietnis. Badan Pusat Statistik Pemaknaan terhadap perbedaan etnik (BPS) sampai dengan tahun 2011 mencatat Indo- tersebut penting untuk diketahui mengingat In- nesia memiliki 1.128 suku bangsa dengan lebih dari donesia adalah negara multietnis yang rawan 746 bahasa daerah yang tersebar dalam 13.000 dengan konflik. Semua tindakan manusia akan pulau dari Sabang hingga Merauke. berawal dari bagaimana manusia memaknai Seiring dengan kemajuan di bidang pen- lingkungannya; baik yang berupa objek material, didikan, ekonomi, transportasi, komunikasi dan peristiwa dan nilai-nilai. Hasil pemaknaan tersebut regulasi; interaksi antaretnis semakin tidak dapat akan menjadi sistem nilai yang menjadi legalitas dihindarkan lagi yang dalam konteks komunikasi kebenaran dalam setiap tindakan manusia. disebut dengan istilah komunikasi antarbudaya Tentunya kebenaran tersebut sifatnya subjektif dan atau komunikasi lintas budaya. Kemajuan tersebut relatif ketika dihadapkan dengan sistem nilai- telah memutus kendala-kendala georafis seperti sistem nilai lainnya yang melekat pada manu- jarak, ruang dan waktu. sia lainnya. Sentuhan antaretnis sangat rentan dengan Pemaknaan individu terhadap ling- konflik, baik secara terang-terangan maupun secara kungannya berlangsung dalam proses kurun waktu tersembunyi. Hal ini disebabkan pada umumnya yang panjang. Ia tidak berdiri sendiri, tetapi banyak orang akan melihat dan memaknai objek, peristiwa faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu dan nilai menurut kapasitas budaya yang dimiliki faktor adalah masalah interaksi dan komunikasi masing-masing. Maka tumbuhlah nilai etnosen- dengan lingkungannya sejak individu memiliki trisme, yaitu memahami hanya nilai-nilai (budaya) kesadaran kognisi, afeksi maupun konasi. Penga- yang dimilikilah yang memiliki kebaikan, kebenaran laman-pengalaman tersebut akan terakumulasi dan keunggulan. Bahkan akan berkembang paham yang membentuk pribadi tertentu yang bersifat steroetip, yaitu selalu memandang negatif terhadap unik dan spesifik (self). nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota etnik (budaya) Proses interaksi dan komunikasi selalu lain. mempertukarkan lambang-lambang simbolik yang Akibatnya tumbuh prasangka-prasangka syarat dengan muatan makna. Setiap individu etnik yang dalam bentuk ekstremnya adalah kon- akan mempengaruhi dan dipengaruhi individu flik antaretnis dalam bentuk pertikaian, bahkan pe- lainnya. Dengan demikian, tidak ada individu yang perangan. Keadaan tersebut sangat mengkuatirkan bebas nilai dari pengaruh individu lainnya, baik karana akan membawa dampak kerugian yang secara personal maupun secara berkelompok. Ja- besar semisal kasus di Ambon, Poso, Sampit dan di pemaknaan individu terhadap lingkungannya terakhir kasus konflik antara warga asli Lampung akan banyak bergantung pada interaksi dan ko- dan Pendatang dari Bali pada bulan Oktober 2012. munikasi individu tersebut dengan lingkungan- Lebih membahayakan lagi cerita-cerita, penga- nya yang beraneka ragam menurut intensitasnya laman-pengalaman dan mitologi dapat menjadi masing-masing. media komunikasi untuk menstrukturkan nilai-nilai Banyaknya pendatang yang masuk di prasangka antaretnis. Menurut Lull (1998), nilai- Yogyakarta menjadikan komunikasi antarbudaya nilai tersebut dapat menjadi “memetics” yang siap yang melibatkan banyak etnik tidak dapat die- dipindahkan atau menggandakan diri dalam benak- lakkan lagi. Penting untuk diketahui perbedaan benak manusia. Asumsi tersebut dapat digunakan etnik itu dimaknai, baik secara resisten, dominan untuk menjelaskan bagaimana individu memaknai maupun netral. Setiap kondisinya pasti memiliki perbedaan etnik. latar belakang komunikasi dan interaksi yang Yogyakarta sering disebut sebagai Indo- berbeda-beda. nesia mini. Berbagai pendatang baik dari dalam Tripambudi, Interaksi Simbolik Antaretnik di Yogyakarta 323 Perumusan Masalah individu tersebut dimodifikasi oleh proses berfi- kir oleh setiap individu. Interaksi simbolik meli- (a) Bagaimanakah pemaknaan terhadap hat proses berfikir tersebut inner conversation. perbedaan etnik di kalangan warga pendatang di Mead menyebutnya dengan istilah inner dialogue Yogyakarta?; (b) Bagaimanakah tipe pendatang minding. di Yogyakarta yang memiliki pemaknaan resis- Pada prinsipnya teori Interaksi Simbolik tensi atau dominan terhadap perbedaan etnik?; memiliki dua aliran, yakni aliran Chicago School (c) Mengapa terdapat tipe pendatang yang me- yang bersifat interpretif dan aliran Iowa School miliki pemaknaan resistens atau dominan terhadap yang bersifat kuantitatif. Menilik paparan latar perbedaan etnik?; (d) Apakah dampak yang terjadi belakang di atas, pendekatan yang digunakan atas pemaknaan dominan atau resisten terhadap dalam penelitian ini adalah pendekatan interpretif perbedaan etnik tersebut ? dengan demikian penelitian ini dilakukan dengan pendekatan aliran Chicago School. Ada tiga pre- Tinjauan Interaksi Simbolik mis penting yang dikemukakan Herbert Blumler tentang pemikiran Interaksi Simbolik ini. Pertama, Salah satu bahasan tentang makna berada individu bertindak berdasarkan makna terhadap dalam perspektif Sosiologis. Konsep makna dan objek sosial yang dihadapinya. Kedua, makna interpretasi dalam perspektif ini dikenal dengan dikelola, ditransofrmasikan dan dimodifikasi teori-teori interaksi simbolik. Di dalam teori ini melalui interaksi sosial. Ketiga, dalam melakukan makna diciptakan dan dijaga melalui interaksi tindakan terhadap makna tersebut, dilakukan sosial di dalam kelompok sosial. Konsep penting melalui interpretasi dan definisi. hal ini dapat dilihat dari premis yang dikemukakan Hal yang perlu mendapat perhatian adalah Barbara Ballis Bal dalam Littlejohn (1999:155- hubungan antara konsep diri (self), objek sosial 156) adalah; (a) Orang membuat keputusan dan dan penggunaan kata-kata. Ketika seorang dari bertindak sesuai dengan pemahaman subjektif dari Jawa melakukan interpretasi terhadap objek sosial situasi yang mereka hadapi; (b) Kehidupan sosial tertentu misalnya, figur orang Sunda atau Batak, terdiri dari proses-proses sosial; (c) Orang mema- untuk mendapatkan gambaran utuh tentang hami pengalamannya melalui makna (meaning) bagaimana individu tersebut melakukan interpretasi yang ditemukan dalam simbol-simbol group dan makna, seorang peneliti perlu melihat dari life primernya; (d) Dunia tersusun dari objek-objek of sphere individu tersebut. Setiap individu dapat social yang diberi nama dan secara sosial mak- memiliki interpretasi yang berbeda yang ditentukan nanya telah ditentukan; (e) Tindakan orang ber- oleh bagaimana individu tersebut mendefinisikan dasarkan pada interpretasi subjektif; (f) Konsep dirinya terhadap objek interpretasi. Seorang ma- diri seseorang adalah sebuah objek signifikan dan hasiswa mempunyai definisi dan lingkup inter- seperti objek sosial lainnya, didefnisikan melalui pretasi yang berbeda dengan interpretasi seorang interaksi sosial. pedagang, generasi muda mempunyai definisi Menurut Blumer dalam Griffin (2000:34- dan interpretasi yang berbeda dengan generasi 37), terdapat tiga prinsip dalam interaksi simbolik tua. yaitu yang berkaitan dengan meaning, language dan thought. Tindakan manusia terhadap orang Tinjaun tentang Etnik lain atau benda bergantung pada pemaknaan yang diberikan terhadap orang atau benda tersebut. Pada awalnya istilah etnik berasal dari Dalam konteks interaksi simbolik pemaknaan bahasa Yunani, yaitu “etnichos” yang berarti seke- tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun sebagai lompok penyembah berhala atau kafir. Dalam per- hasil dari interaksi sosial, dimana nilai-nilai dan kembangannya istilah tersebut digunakan untuk keyakinan-keyakina saling dipertukarkan. Makna menunjuk kelompok yang fanatik dengan ide- tidak inheren di dalam objek, tetapi makna dine- ologinya. Dalam konteks sekarang, kata etnik gosiasikan melalui penggunaan bahasa. Pada menunjuk pada penggolongan etnik berdasarkan akhirnya interpretasi simbol yang dilakukan oleh afiliasi tertentu. Menurut Barth (1988) dan Zastrow 324 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 321-342 (1999) dalam Liliweri (2003 : 335), etnik adalah mengajarkan kepada orang untuk berbuat dan himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, berpikir terhadap orang lain; (6) Pendekatan ob- asal-usul bangsa ataupun kombinasi dari ketiganya jek. Pendekatan terhadap kasus demi kasus yang yang terikat oleh sistem nilai dan budayanya. membangkitkan prasangka. Misalnya prasangka Liliweri (2003:337) menyebut dasar peng- antara warna kulit hitam versus warna kulit putih, golongan etnik dapat bersifat horisonal dan vertikal. prasangka antara agama Islam dan Nasrani san Secara horisontal penggolongan etnik didasarkan sebagainya. pada; ras, bahasa daerah, adat istiadat, agama, Masalah utama dari kemajemukan etnik dan budaya material. Sedangkan secara vertikal adalah munculnya prasangka antaretnis. Prasang- penggolongan etnik didasarkan pada; penghasil- ka tersebut disebabkan oleh; (1) Kecenderungan an, pendidikan, pemukiman, pekerjaan dan ke- berprasangka dengan orang yang bersaing dengan dudukan sosial politik. Menurut Martin dan Na- kita, apalagi ia berasal dari kelompok etnik lain; yakama (2008:92) identitas dapat berdasarkan (2) Sikap etnosentrisme, yaitu cenderung mem- gender, sex, usia, etnik dan ras, agama, klas sosial, pengaruhi pandangan bahwa orang luar kelompok dan sebagainya. etnik lebih buruk dari orang dalam kelompok etnik; Terdapat enam pendekatah terhadap ke- (3) Menilai orang yang tidak dikenal dengan stere- majemukan etnik (Liliweri, 2003:338-340), yaitu; otip, walaupun stereotip tersebut tidak sepenuhnya (1) Pendekatan historis. Pendekatn historis lebih benar, namun tetap menjadi dasar penilaian yang mengandalkan catatan sejarah warisan suatu mudah digunakan; (4) Cenderung menetapkan ja- kelompok etnik. Setiap etnik seolah bebas menaf- rak sosial dan diskriminasi antara orang dalam dan sirkan dirinya sebagai yang besar, terhormat dan luar etnik; (5) Menggeneralisasi kelompok lain ber- terhebat sehingga merasa superior. Mereka men- dasarkan pengalaman terhadap beberapa indivi- dominasi status dan peranan dalam bidang sosi- du; (6) Tuntutan kemajuan pembangunan; misal- al, politik dan ekonomi. Mereka juga menjadi- nya modernisasi, pendidikan, kesehatan, ilmu pe- kan etnik lain inferior dalam status dan peranan; ngetahuan dan teknologi yang menuntut kualifika- (2) Pendekatan sosial budaya. Konflik antarke- si SDM yang profesional sehingga menggeser lompok etnik merupakan akibat mobilitas bebas kelompok etnik tertentu (Liliweri, 2003:338). yang melanda masyarakat. Masyarakat yang se- Berbicara masalah etnik tidak dapat di- makin kompleks dengan segala macam perma- pisahkan dengan pembicaraan masalah identitas salahannya menjadikan semakin beragamnya (etnik). Identitas adalah konsep diri kita. Identitas pengelompokan-pengelompokan etnik. Kondisi tersebut dibentuk melalui proses komunikasi. Ia seperti ini biasanya ditemukan di kota-kota besar dikembangkan melalui proses yang tidak mudah, yang padat penduduknya; (3) Pendekatan situa- tetapi melalui proses yang rumit dalam kurun waktu sional. Etnisitas merupakan masalah situasional yang lama. Terkadang kita tidak sekedar memiliki karena terjadi pada waktu dan tempat tertentu. satu identitas, tetapi multi identitas yang dipengaruhi Hal ini berpengaruh terhadap sikap dan perilaku oleh masyarakat dan budaya secara dinamis (Mar- etnik tertentu. Sebagai contoh; segregasi pemu- tin dan Nakayama, 2008:87). Identitas etnik kiman, pembagian kerja, penguasaan wilayah, merefleksikan seperangkat ide-ide yang dimiliki pemisahan pemanfaatan sarana dan prasarana anggota dari sekelompok etnik. Ini mencakup sosial hingga tindakan diskriminasi berdasarkan beberapa dimensi; identifikasi diri, pengetahuan etnik terjadi karena keadaan yang memaksanya; tentang budaya etnik (tradisi, kebiasaan, perilaku, (4) Pendekatan psikodinamik. Etnisitas terjadi nilai), dan perasaan sebagai anggota etnik (Martin karena ada kelompok etnik yang frustasi sehingga dan Nayakama, 2008:97). mudah berprasangka terhadap etnik lain. Sikap Maknanya hadirnya identitas kita bu- prasangka selalu dimiliki oleh orang yang secara kanlah proses yang sederhana. Apakah orang lain psikologis sedang cemas, berkepribadian tertutup, memahami diri kita seperti yang kita pahami. tidak toleran terhadap perbedaan dan sebagainya; Identitas akan bergantung dengan siapa kita (5) Pendekatan fenomenologis. Etnisitas ditentu- berkomunikasi dan apa yang kita bicarakan (so- kan oleh akibat dari faktor individual tertentu yang cial conversation) (Martin dan Nayakama, 2008: Tripambudi, Interaksi Simbolik Antaretnik di Yogyakarta 325 87). Melalui social conversation yang dimulai sosial yang muncul sesuai dengan harapan dan tun- sa-at individu mulai mengalami kesadaran ruang tutan lainnya berdasarkan situasi (Banton, 1965: dan waktu, pada saat itulah kesadaran identitas L. Hecht et. al., 2005:260) . mulai dibangun. Tentunya dimulai dari kesadaran Teori identitas melihat self sebagai sesuatu sebagai bagian dari sebuah keluarga hingga bagian yang dikomunikasikan, tetapi bukan sebagai ko- dari sebuah etnik peradaban (kesatuan budaya munikasi. Dengan kata lain teori identitas meli- dalam lingkup yang luas. hat komunikasi sebagai sesuatu yang memainkan Identitas etnik memiliki peran penting peran dalam perkembangan identitas dan sebagai dalam percaturan antaretnis. Konflik (prasang- ekspresi identitas, tetapi bukan sebagai identitas. ka) dapat muncul ketika terdapat perbedaan Perilaku sosial akan mempengaruhi identitas. yang tajam antara apa yang kita pikirkan tentang (Banton, 1965: L Hecht et.al., 2005:260) diri kita dan yang orang lain pikirkan tentang diri Teori ketiga adalah teori Komunikasi ten- kita (Martin dam Nayakama, 2008 :92). Kesen- tang Identitas (Communication Theory of Iden- jangan tersebut kalau menyangkut masalah tity atau CTI). Identits dipelajari dalam berbagai distribusi fasilitas sosial dan kesempatan berpo- bidang seperti Psikologogi, Sosiologi dan An- litik dapat menjadi bara dalam sekam yang se- tropologi. Fokusnya pada aspek individu, peranan, waktu-waktu dapat menjadi konflik yang besar peran, sosial dan umum dari identitas. Communi- dan meluas. cation Theory of Identity CTI memperluas studi Ada beberapa teori yang dapat menje- tersebut dengan mengintegrasikan komunikasi. laskan masalah identitas. Pertama adalah Teori Teori ini melihat identitas bersifat komunikatif. Identitas Sosial (Social Identity Theory atau SIT). Identitas dibentuk, dipelihara dan dimodifikasi Teori ini fokus pada formasi sosial sebagai pro- dalam proses yang bersifat komunikatif sehingga duk dari kategori sosial (Hogg, 1993; Hogg dan merefleksikan komunikasi. Identitas pada gili- Abrams, 1998; Turner, 1991) dalam L Hecht et.al. rannya diperankan dan dipertukarkan dalam ko- (2005:257). Kategori sosial, seperti; etnik, gen- munikasi (L Hecht et.al., 2005: 262). der, dan afiliasi sosial adalah bagian dari strkuktur Hecht et.al. (1993); L Hecht et.al. (2005: sosial. Individu-individu terlibat dalam berbagai ka- 262) menyebut dua cara bagaimana komunikasi tegori sosial dan membentuk identitas-identitas diinternalisasikan sebagai identitas. Pertama, berdasarkan keanggotaan dalam kategori sosial. makna-makna simbolik dari fenomena sosial di- Melalui proses tersebut masyarakat diinternali- bentuk dan dipertukarkan melalui interaksi sosial. sasikan oleh individu-individu dalam bentuk Identitas dibentuk ketika makna-makna simbolik identitas sosial sebagai dasar dari kategori sosial. yang relevan dipekerjakan dan diorganisasikan Identitas sosial akan menghubungkan individu dalam sebuah individu dalam berbagai variasi kepada masyarakat melalui keanggotaan kelom- situasi melalui interaksi sosial (diadopsi dari teori pok yang mempengaruhi kepercayaan, sikap dan identitas). Interaksi sosial diinternalisasikan seba- perilaku individu dalam hubungannya dengan gai identitas ketika seseorang membentuk makna anggota kelompok sosial lain. Social Identity simbolik dan mengasosiasikan makna tersebut Theory menekankan aspek sosial dari pada aspek dengan dirinya. Kedua, ketika seseorang menem- individual, sedangkan teori identitas menekankan patkan dirinya pada kategori sosial yang dapat aspek individual dalam hubungannya antara in- dikenal, mereka menvalidasi atau mengkonfir- dividu dan masyarakat. masikan melalui interaksi sosial (relevan atau ti- Teori kedua adalah Teori Identitas (Iden- dak). Jadi identitas dibentuk dan dirubah melalui tity Theory atau IT). Sebagai produk dari interaksi kategorisasi dalam interaksi sosial. Identitas me- simbolik, teori identitas menjelaskan hubungan rupakan manifestasi dari interaksi sosial melalui antara masyarakat dan individu berdasarkan pe- harapan-harapan dan motivasi-motivasi. Identitas ranan (role), yang menunjuk pada peran individu yang spesifik akan membawa harapan yang spe- ketika menduduki posisi tertentu dalam konteks sifik, dan harapan tersebut akan mempengaruhi sosial tertentu (Schlenker, 1985:18; L Hech et.al., komunikasi. 2005:260). Peran individu adalah pola perilaku 326 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 321-342 Tinjauan Tentang Komunikasi Antarbudaya sekali tanpa pengalaman. Stereotip adalah me- mandang identitas budaya lain berdasarkan Komunikasi antarbudaya (intercultural asumsi-asumsi yang berkembang di masyarakat communication) sering dipertukarkan dengan yang belum tentu benar keberadaannya (Martin istilah komunikasi lintas budaya (cross cultural dan Nayakama, 2004:167-169). communication), komunikasi antaretnik (inte- Stereotip tidak selalu bersifat negatif, rethnic communication), komunikasi antarras tetapi juga dapat bersifat positif. Stereotip negatif (interracial communication) dan komunikasi pasti berdampak negatif karena mengasumsikan internasional (international communication). entitas budaya lain dengan pandangan yang negatif. Komunikasi antarbudaya terjadi antar orang-orang Stereotip positif juga dapat mengakibatkan yang berbeda bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat dampak yang negatif karena dapat menghasilkan pendidikan, status sosial atau bahkan jenis kelamin harapan yang berlebihan terhadap suatu entitas (Deddy Mulyana, 2001:v). Komunikasi antarbu- budaya, berkeyakinan bahwa sekelompok entitas daya mengasumsikan bahwa komunikator dan tertentu mampu melaksanakan atau memenuhi komunikan memiliki latar belakang kebudayaan harapan tertentu. yang berbeda, sehingga diasumsikan antara ko- Saling prasangka antaridentitas budaya munikator dan komunikasi memiliki perbedaan dapat menghasilkan saling pandang berdasarkan persepsi terhadap pesan-pesan komunikasi yang stereotip negatif. Prasangka yang terakumulasi disampaikan. dalam jangka panjang dan berada pada titik eks- Perbedaan persepsi tersebut dapat me- trim dapat mengarah pada konflik dan pertikaian. nyebabkan kesalahpahaman (misscommunica- Samuel P Huntington et.al. (1997:3) menyebutkan tion) dalam proses komunikasi. Komunikasi yang bahwa pertikaian yang terjadi di dunia saat ini seharusnya menghasilkan pemahaman bersama bukan lagi disebabkan oleh masalah-masalah (mutual understanding) antara komunikator dan ideologi atau ekonomi. Pembagian yang sangat komunikan, justru sebaliknya menghasilkan ke- besar diantara umat manusia dan penyebab utama salahpahaman, prasangka, konflik dan bahkan dari pertikaian di dunia saat ini adalah justru ke- pertikaian. budayaan. Negara kebangsaan akan tetap menjadi Kesalahpahaman yang paling mendasar aktor yang paling kuat dalam persoalan dunia, dan paling sering terjadi adalah perbedaan per- tetapi pertikaian dasar pada masalah politik dunia sepsi bahasa. Menurut Martin dan Nayakama akan terjadi antara bangsa-bangsa dan kelompok- (2004:197) perbedaan pemahaman bahasa kelompok yang berasal dari peradaban yang tersebut dapat terjadi secara semantik, sintatik, berbeda. Huntington et.al. (1997:8) membagi pragmatik dan phonetik. Semantik mencakup peradapan dunia menjadi delapan, yaitu; Barat, makna kata-kata dalam komunikasi. Misalnya Konfusian, Jepang, Islam, Hindu, Slavia ortodoks, kata-kata dalam bahasa Jawa,Sunda dan Bali Amerika Latin da Afrika. sering kebalik-balik antara makna kata yang baik dan buruk. Sintatik mencakup makna kata-kata Metode Penelitian dalam struktur kalimat (tata bahasa). Pragmatik mencakup bagaimana pengganaan kata dalam Penelitian ini adalah penelitian kualitatif keseharian yang didasarkan pada konteks. Pho- yang sering diistilahkan dengan penelitian na- netik mencakup masalah bunyi bahasa atau pene- turalistik dalam bidang Sosiologi, penelitian et- kanan bunyi bahasa dalam penggunaan bahasa nografi dalam bidang Antropologi dan penelitian yang dapat membedakan arti bahasa. studi kasus dalam bidang Psikologi (Sutopo, 2001: Faktor prasangka pada umumnya selalu 5-6). Neuman (2000 : 65) menyebutkan adanya melekat dengan identitas dan stereotip dalam tiga perspektif dalam Ilmu Sosial yang akan mem- percaturan komunikasi antarbudaya. Prasangka bedakan dalam teknik penelitian, yaitu; Positi- adalah perilaku negatif terhadap sekelompok vist, interpretive dan critical. Pendekatan kuan- identitas budaya berdasarkan sedikit atau sama titatif berada di bawah perspektif positivist, se- Tripambudi, Interaksi Simbolik Antaretnik di Yogyakarta 327 dangkan pendekatan kualitatif berada di bawah yaitu identitas yang dimiliki sekelompok indivi- perspektif interpretive atau constructivis dan du yang memiliki ciri-ciri yang sama. Ciri-ciri critical (Neuman, 2000 :65) tersebut dapat berupa bahasa, warna kulit, suku, Secara umum perspektif konstruktivis adat, pekerjaan, status sosial, agama dan seba- mengasumsikan bahwa; (1) Tujuan penelitian gainya. Identitas etnik dipahami sebagai ciri-ciri adalah memahami dan mendiskripsikan makna untuk mengidentifikasi individu yang didasarkan tindakan sosial; (2) Realitas sosial bersifat tidak pada aspek kebudayaan dan segala bentuknya; tetap yang dibuat oleh interaksi manusia; (3) Ma- misalnya bahasa, adat, wilayah dan ciri-ciri fisik nusia bersifat sosial yang membuat makna dan lainnya. Ciri-ciri fisik tersebut dapat berupa warna secara tetap memaknai dunianya; (4) Common kulit, bentuk rambut, postur tubuh dan sebagainya. sense sebagai teori yang kuat dalam kehidupan Identitas etnik bersifat unik karena dapat sehari yang digunakan orang biasa; (5) Teori adalah menumbuhkan ikatan emosional sesama anggo- deskripasi tentang bagaimana kelompok sistem ta etnik. Ikatan emosional tersebut dapat menya- makna dibangkitkan dan dikembangkan; (6) Pen- tukan kelompok etnik dengan ikatan kekeluarga- jelasan tentang benar melekat pada apa yang se- an yang sangat kuat. Ikatan identitas etnik terse- dang dipelajari; (7) Bukti yang baik melekat pada but dapat membahayakan jika muncul sikap pri- konteks interaksi sosial yang tidak tetap; dan modialisme dan superioritas di kalangan anggota (8) Nilai terletak pada bagian integral kehidupan kelompok etnik tersebut. Sikap tersebut meman- sosial, tidak ada nilai yang salah, yang ada hanya dang bahwa kelompok etnik tersebut adalah ke- perbedaan nilai (Neuman, 2000: 85). lompok yang paling unggul dan sempurna diban- Sumber data dalam penelitian ini adalah dingkan dengan kelompok etnik lain. Segala se- informan, dokumen dan peristiwa. Informannya suatu yang dilakukan adalah untuk mengutamakan meliputi Pendatang dari etnik Batak, Pendatang atau mementingkan kelompok etnik tersebut. dari etnik Sunda, Pendatang dari Etnik Papua, Sikap seperti itu sangat rentan terhadap Pendatang dari Etnik Cina, Penduduk asli Jawa munculnya konflik antaretnis. Sikap saling merasa (Yogyakarta),Pengamat Sosial, Pendatang dari superioritas dan merendahkan diantara etnik-etnik NTT. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan yang ada merupakan cikal bakal perpecahan suatu analisa isi (content analysis) atau analisa do- bangsa. Bentuk kecilnya adalah sikap saling kumen, wawancara mendalam dan observasi. berprasangka dan diskriminasi, sedangkan bentuk Teknik analaisis yang akan digunakan ekstrimnya adalah pertikaian fisik. Oleh karena itu adalah analisis antar kasus (cross-site analysis). perlu untuk diketahui sejauhmana identitas etnik Pada tiap kasusnya akan dilakukan dengan meng- terinternalisasi oleh anggota etnik serta faktor- gunakan model analisis interaktif. Dalam model faktor yang mempengaruhinya. analisis ini, tiga komponen analisisnya yaitu; reduk- Dian Kasihiuw seorang mahasiswa dari si data, sajian data dan penarikan kesimpulan atas Merauke menyatakan bahwa sebagai anak Papua verifikasinya, dilakukan dalam bentuk interaktif kususnya dari Merauke, Dian sangat bangga, apa- dengan proses pengumpulan data sebagai suatu lagi Dia adalah anak dari keluarga suku Marin. proses siklus (Sutopo, 2002) Suku Marin merupakan suku yang paling besar dan paling tua di Merauke. Secara kelas sosial Hasil Penelitian pun suku Marin merupakan suku yang mempunyai “kasta” yang tinggi karena suku ini dipandang Identitas Etnik dan Prasangka Etnik Warga sebagai “Tuan Tanya”nya Merauke. Walaupun Pendatang di Yogyakarta. Identitas adalah tanda- pada hakikatnya di Merauke tidak mempunyai tanda yang dapat digunakan untuk mengenali atau pengkastaan seperti di Bali, namun seacara kultural mengidentifikasi suatu entitas atau organisme orang tetap memandang anggota suku Marin lebih tertentu. Identitas pada individu (manusia) dapat tinggi dari suku yang lain. menunjuk pada nama, jenis kelamin, usia, pe- Jika orang yang tidak asing dengan Me- kerjaan, alamat dan sebagainya. Identitas etnik rauke ketika ada yang memperkenalkan diri se- menunjuk pada sesuatu yang lebih spesifik lagi, bagai orang Merauke, pasti yang ditanyakan iden- 328 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 321-342 titasnya adalah dari suku Marin atau bukan. Jika Yogyakarta. Memang ada yang berbuat masalah, dari suku Marin maka ia pasti akan mendapat per- tetapi tidak bisa disamaratakan semua. Kalau lakuan yang lebih dibandingkan dengan anak dari melihat itu berarti tak ada manusia yang baik dan suku yang lain. Baginya ini merupakan sebuah kita akan hidup terus dalam lingkaran hidup yang kebanggaan. penuh dengan was-was atau pelabelan negatif Namun demikian kebanggaan sebagai (stereotipe) pada kelompok atau suku tertentu, suku Marin yang dialami Dian Kasihiuw tidak serta karena di Indonesia sendiri semua anggota suku merta menjadikan lantas merendahkan suku lain. mempunyai masalah tanpa terkecuali. Baginya menilai suku lain tergantung bagaimana Berbicara mengenai identitas suku dalam suku itu mempresentasikan diri mereka. Jika kita membentuk individu, di Papua dan kususnya di mempunyai pengalaman yang kurang menyenang- suku Marin, mereka dididik dan dibentuk dengan kan (negatif) otomatis kita akan berpendapat suku ideologi bahwa kita yang paling hebat,suku paling itu jelek. Sejauh ini Ia percaya jika saya membe- besar, paling kuat, tidak mau kalah dan kalau ada rikan sesuatu yang baik, maka saya pula akan masalah tidak melihat kita salah atau tidak yang mendapatkan yang baik darinya. penting kita harus menang. Hal ini jelas harus Sebagai anak suku Marin, Dian Kasihiuw dipertahankan, karena status suku yang terbesar. sangat bangga apalagi dengan sesama orang Pa- Sejalan dengan ini maka yang paling berpengaruh pua. Akan tetapi berbicara superior itu hanya ke- dalam membentuk identitas kesukuan adalah ge- tika dengan orang Papua. Jika harus dihadapkan nerasi yang di atas orang tua atau sesepuh, karena dengan orang Jawa tentu pasti berbeda. Jika dipan- meraka yang masih sangat mempertahankan hal- dang dari segi jumlah saja nyali akan hilang. “Kalau hal seperti ini (mempertahankan adat istiadat di kandang sendiri tidak apa-apa, tetapi kalau di dan pemahaman-pemahaman yang dari zaman- tanah orang mikir-mikir dulu”. nya), sedangkan orang muda perlahan sudah hi- Sebagai anak Merauke dan Papua secara dup berbeda dan tidak lagi melihat hal-hal seper- keseluruhan Dian Kasihiwuw bangga sekaligus ti itu. tidak. Kenapa? Karena terkadang dan kebanya- Informan dari Indonesia Timur lainnya yai- kan orang Jawa takut berhadapan dengan orang tu Eltris yang berasal dari Nusa Tenggara Timur kulit hitam kususnya Papua, digertak langsung (NTT). Ia memandang dirinya sebagai orang Sum- menghilang. Namun disisi lain itu adalah sebuah ba dan orang Indonesia. Ia melihat suku atau kebu- kekurangan, karena orang Jawa sudah mengang- dayaan sebagai sebuah pemersatu, hal inilah yang gap orang Papua sebagai pembuat onar, mulai dari menjadikannya tidak merasa lebih dari suku lain, kasar, pembuat masalah atau kerusuhan dan juga karena kita Indonesia dan kita semua sama dalam dikatakan primitif. Hal ini Dian Kasihiuw kritisi keberagaman. Perlakuan etnik lain terhadap suku karena terkadang orang Jawa menilai orang Papua Sumba atau NTT secara global di Yogyakarta primitif. Media yang selalu hanya mengekspos mungkin kurang diterima, namun jika dapat bera- Papua yang tradisional saja mengakibatkan yang daptasi maka ia akan diterima di wilayah tersebut. diketahui khalayak pun seperti yang diberitakkan Secara global mahasiswa NTT atau pen- media. datang dari NTT kurang diterima di Yogyakarta. Akibat dari pandangan ini, orang Papua Karakter orang NTT yang keras dan mungkin pun didiskriminasikan di Yogyakarta. Contohnya kasar menurut orang Yogya, maka menjadikan ketika mencari kos, sebelumnya kami sudah tahu mahasiswa NTT seperti batu sandungan dalam bahwa di rumah kos itu banyak kamar yang kosong kehidupan masyarakat Yogya. Contoh kongkritnya ketika kami bertanya dan siap membayar se- adalah ketika temen-temennya mencari kos disalah muanya lancar. Ketika tahu dari Papua maka de- satu wilayah di Yogyakarta sering ditolak karena ngan seketika itu juga perjanjian tadi dibatalkan dimata orang Yogya orang NTT itu nakal,keras dan mengatakan lupa, kalau kamar itu sudah di- dan tidak bisa diatur. Sebenarnya kehadiran pen- pesan oleh orang lain. datang dari NTT yang banyak di Yogya jadi cukup Sebenarnya disini terlihat bagaimana menguntungkan bagi masyarakat Yogya di bidang sebuah penolakan terhadap etnik Papua itu ada di makanan dan kos. Tripambudi, Interaksi Simbolik Antaretnik di Yogyakarta 329 Menurutnya yang paling berpengaruh mana tidak selamanya harus gesit, suatu ketika dalam membentuk identitas etnik atau suku adalah harus pula mengulur waktu untuk memaksimal- orang tua dan lingkungan. Hal-hal yang paling kan apa yang kita kerjakan. Awalnya Ia mengge- ditanamkan dalam keluarga adalah sebagai anak rutu mengatakan “uh lambatnya,,”, akan tetapi sulung Ia mempunyai tanggung jawab terhadap seka-rang sudah bisa memaklumi atau memaaf- adik-adik dan keberlangsungan hidup keluarga- kan. nya. Lingkunan pasti membentuk sebuah kebu- Orang Batak kadang didiskriminasi oleh dayaan, itu sangat wajar namun setiap individu masyarakat Jawa karena pola pikir masyarakat hendaknya mempunya pendirian sehingga tidak Jawa yang sudah tertanam sejak lama, yakni orang mudah digoyang oleh lingkungan sekitarnya. Batak itu kasar-kasar, itu yang sangat mengganggu. Sementara itu seorang pendatang dari Sebenarnya orang Batak seperti itu bukan berarti Batak, Jeni, mengatakan mengenai identitasnya jahat, melainkan pembawaannya yang sudah bahwa sebagai bagian dari suku Batak Ia melihat demikian. Secara individu Jeni juga merasa di- dirinya “benar orang Batak”. Satu yang sangat diskriminasikan, mungkin karena kebiasaan membentuk identitas suku Batak dalam diri Jeni masyarakat menggunakan bahasa Jawa sehingga adalah wajahhya. Menurutnya wajahnya Batak dalam percakapan sehari-hari walaupun mereka sekali, karena orang batak tipe wajahnya itu kotak, mengetahui bahwa ada orang lain yang tidak me- tegas dan itu kekal dalam diri orang Batak. Orang ngerti bahasa tersebut di hadapan mereka. Selain yang berpengaruh dalam membentuk identitas itu nada orang Batak kebanyakan yang menye- etnik suku adalah orang tua karena sampai saat ini babkan banyak orang menjauh, contohnya saudara mereka masih menggunakan bahasa daerah dan dari Jeni juga turut merasakannya, karena logatnya mengajarkan kepada kami. yang masih sangat kental Batak, akhirnya Ia di- Ideologi orang Batak adalah gemar me- kucilkan dari lingkungan kelas (dalam kampus) rantau dengan motto “saya harus hidup lebih baik akhirnya Ia pun malas dan berkeinginan balik dan dari keluarga saya”. Hal ini menjadikan orang Ba- tidak melanjutkan studinya di Yogya. tak suka merantau dan memiliki jiwa kerja keras Menurut seorang pendatang dari Sunda, yang tinggi. Hal inilah yang menjadikan Jeni orang yang paling berpengaruh dalam membentuk merantau ke Yogya pula. Hebatnya orang Batak identitas etnik suku adalah keluarga kususnya walaupun tidak kenal, mereka bisa cepat bersatu, orang tua. Contohnya yakni mengajarkan bahasa ini dilihat dari marganya. Kebiasaan mengenal lokal, nilai dan norma. Hal ini dilakukan secara orang bukan dari nama individunya melainkan dari turun temurun seperti tongkat estafet yang terus nama marganya. Sehingga ketika berkenalan yang digilir. Faktor lingkungan juga membentuk identitas ditanya marga terlebih dahulu. Jeni melihat suku etnik suku dan pada akhirnya membentuk individu. lain sama seperti sukunya sehingga Ia sangat Bayak hal yang diajarkan yang berkaitan dengan menghargai perbedaan, mungkin karena dari kecil identitas kesukuan, contohnya wanita Sunda, khu- Jeni dididik dengan kebergaman budaya dimana susnya yang masih perawan, tidak boleh mandi lingkungan tempat tinggalnya merupakan ma- diatas jam lima sore, makan tidak boleh mengo- syarakat homogen (banyak suku-suku yang berbe- yangkan kaki karena katanya dapat membuat da). Ia senang bergaul dengan individu yang be- orang tua meninggal. Tidak boleh duduk di depan rasal dari suku lain karena kita bisa berbagi, dan pintu karena bisa menyebabkan jodoh jauh atau Ia tidak pernah mendiskrimanasikan individu dan tidak akan dapat jodoh. Selain itu seperti keba- suku lain. nyakan dari suku lain yakni tidak boleh bermain Mengenai perasaan superior dengan suku sampai malam nanti dimakan oleh Sangkakala lain itu ada. Pada awal datang di Yogya, Jeni selalu (Leaknya Sunda ). mengatakan sukunya yang lebih baik dari orang Sebagai orang yang terlahir sebagai suku Jawa karena menurut Jeni orang Jawa itu lambat Sunda, menurut saya orang sunda itu ramah dan dan tidak gesit, berbeda dengan dirinya yang harus mudah bergaul atau membaur, namun terkadang cepat dan gesit. Akan tetapi, lama kelamaan Jeni “kekeh” dengan sukunya (fanatisme itu tetep ada), pun mulai sadar ketika mengenal orang Jawa di- sehingga masih melihat “dia” itu siapa? Saya sela- 330 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 10, Nomor 3, Agustus 2012, halaman 321-342 lu memandang etnik lain sama walaupun awalnya Memiliki perasaan superior dibanding saya kaget dimana saya dibilang cerewet. Ini me- suku atau etnik lain adalah sebuah naluri manusia rupakan pengalaman hidup. Awal datang di Yog- yang tidak dapat terlewatkan dari segala hal yang yakarta, menurut orang Yogyakarta yang berasal ingin dicapainya dan yang sekarang dimiliki. Bu- dari suku Jawa mengatakan kalau saya itu terlalu daya, suku dan etnik juga begitu; Ia akan memiliki cerewet walaupun sebenarnya saya hanya ber- perasaan yang lebih dibanding suku lain karena bicara sedikit, atau menurut mereka saya sering yang Ia miliki yaitu suku Jawa. Walaupun seperti membentak sebenarnya itulah karakter dan logat itu suku–suku lain menilai dan memperlakukan saya memang demikian. Sedangkan dalam ko- suku kami dengan baik, dengan beberapa bukti munikasi dengan orang-orang Sumatra Ia melihat bahwa pusat perekonomian di Indonesia juga ada mereka itu juga keras seperti orang Lampung, di wilayah Jawa. Pemimpin-pemimpin bangsa Palembang dan Bangka. Mereka berbicara seper- juga banyak yang berasal dari tanah Jawa, maka ti membentak, namun perlahan-lahan Ia pun me- tidak dapat dipungkuri bahwa suku Jawa memi- ngerti ternyata itulah mereka. liki nilai-nilai positif dan lebih di mata suku yang Berbicara mengenai superioritas terkadang lain. Dengan demikian, Ia merasa sebagai suku saya juga berfikir bahwa suku saya lebih dari suku Jawa tidak ada yang mendiskriminasikan sedi- lain karena bayak pemimpin yang lahir dari suku kit pun kami sebagai orang Jawa. Sunda dan Jawa. Hal ini juga didukung dengan Sementara itu seorang informan yang pulau Jawa sebagai sentral. Sedangkan berbicara berketurunan etnik Cina yang bernama Anton me- mengenai perlakuan dari angota suku, lain pernah nyebutkan bahwa menjadi orang Cina atau bagian Ia dapatkan ketika Ia melakukan sesuatu dan ti- dari suku Cina merupakan kebanggaan tersendiri dak disukai oleh orang Jawa maka Ia pun dicuekin. bagi Anton. Hal ini dikarenakan orang Cina itu Ternyata orang Jawa tidak bisa berterus terang pandai dagang. Inilah yang menjadikan sebuah dengan apa yang sedang mereka rasakan. Berbeda motifasi yang kuat di dalam diri Anton, yang ke- dengan orang Sunda yang akan menyampaikan apa mudian juga memjadikannya semakin percaya diri. yang mereka rasakan. Selain itu Ia juga merasa Namun dengan image ini tidak menjadikan Anton didiskriminasikan karena penggunaan nama se- berlebihan, karena menurutnya semua etnik suku tiap memberikan pendapat, menurut teman-teman itu sama dan juga mempunyai kelebihan-kelebihan. yang bersuku Jawa hal tersebut dikatakan berle- Penerapannya pun dalam kehidupan sehari – hari bihan atau manja yang tidak pada tempatnya. sama, yakni memandang dan memperlakukan Selain itu Ia sering ditertawain jika sulit atau tidak semua anggota suku yang berbeda dengan sama. bisa menggunakan huruf “V” dan “P”. Selain itu Perlakuan etnik lain baik itu etnik Jawa atau ada juga paham bahwa orang bersuku Jawa tidak yang kainnya terhadap etnik Cina di Yogya sangat boleh menikah dengan orang yang berasal dari suku bagus karena menurutnya, selama ini Ia tidak Sunda. Selain itu menurut orang Jawa juga wanita merasa didiskriminasi atau diperlakukan secara Sunda adalah wanita yang matrealistis. tidak manusiawi di kota yang terkenal dengan Sementara itu, seorang yang asli Yogya, makanan Gudeg ini. Menurutnya Yogya dapat Joko Warsito, di tengah-tengah banyaknya pen- menerima setiap perbedaan yang ada dan siapa datang yang masuk Yogya menyatakan kalau Ia saja atau etnik apa saja dapat tumbuh dan ber- memandang dirinya sendiri sebagai orang asli Ja- kembang di Yogya. wa itu baik karena pada dasarnya semua budaya, suku, dan etnik itu baik. Masing-masing menjun- Pemaknaan terhadap Perbedaan Etnik Warga jung nilai-nilai kepribadaian bangsa dan makna Pendatang di Yogyakarta sebuah kehidupan dengan alam dan Sang Pencip- tanya. Maka apabila Ia memandang suku Jawa Setiap individu pasti memiliki cara untuk seperti itu tentunya suku-suku yang lain pun juga memandang setiap realitas (world view) yang tidak beda jauh dengan, hanya pengemasan dan berbeda, baik terhadap benda-benda fisik, pemi- pe-nampilannya saja yang berbeda. kiran-pemikiran maupun nilai-nilai. Cara pandang
Description: