IMPLIKASI AJARAN PESTALOZZI DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI MI/SD PENYELENGGARA INKLUSI Sigit Prasetyo Mahasiswa Program Doktor Universitas Negeri Yogyakarta e-mail: [email protected] ABSTRACT The obstacle often faced by MI/Primary School teachers in the learning activity for inclusive students is science learning. Clearly, it is not in line with the nature of science learning which emphasizes the participants to be active, have mobility competence, are able to explore surrounding and further development in the daily life implementation. The problem in learning science on inclusive students should be solved. If it is ignored, their comptence in science learning is more left behind by students in general. Pestalozzi’s tenet is something that should be given to students of MI/Primary School at schools of inclusive executors because it has moral education which can shape students’ characters. Therefore, they become good humans, society and citizen and live in harmony with other normal children. Inclusive education is the development of present education service from education model for children who require special treatment, in which the basic principle of inclusive, as long as possible, is that all children or students obviously study together without seeing difficulties or differences they possess. The role of science teachers and learning planner in developing science learning strategy on MI/Primary School Students at the inclussive executor school should give more opportunities to students to get moral role, in family, school, friends, and society environment by giving a good example through imitation process, in which all should be started from the teachers. Keywords: Science learning, inclusive school, Pestalozzi *** Kendala yang sering dihadapi guru MI/SD dalam kegiatan pembelajaran untuk siswa inklusi adalah pembelajaran sains. Jelaslah hal ini tidak sejalan dengan hakikat pembelajaran sains yang menekankan pelakunya untuk berperan aktif, memiliki kemampuan mobilitas, mampu mengeksplorasi alam sekitar, dan pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya dikehidupan sehari-hari. Permasalahan dalam AL-BIDAYAH: Jurnal Pendidikan Dasar Islam Volume 8, Nomor 1, Juni 2016; ISSN : 2085-0034 Sigit Prasetyo mempelajari sains pada siswa inklusi harus segera dicarikan jalan keluarnya. Jika tetap dibiarkan maka kemampuan siswa inklusi dalam pembelajaran sains akan semakin tertinggal dengan siswa pada umumnya. Ajaran Pestalozzi merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada siswa MI/SD di sekolah penyelenggara inklusi, karena ajaran Pestalozzi mengandung muatan pendidikan moral yang dapat membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik dan hidup setara dengan anak-anak normal lainnya. Pendidikan inklusi merupakan perkembangan pelayanan pendidikan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, dimana prinsip mendasar dari pendidikan inklusi, selama memungkinkan, semua anak atau siswa seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Peranan guru sains dan perancang pembelajaran dalam mengembangkan strategi pembelajaran sains pada siswa MI/ SD di sekolah penyelenggara inklusi mestinya harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil peran moral, baik di dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan teman sebaya dan lingkungan masyarakarat yang lebih luas dengan memberikan keteladanan melalui proses peniruan, dimana semuanya harus dimulai dari pendidik itu sendiri. Kata kunci: pembelajaran sains, sekolah inklusi, Pestalozzi PENDAHULUAN bersaing dengan bangsa-bangsa lain.2 Dengan Indonesia merupakan salah satu negara demikian, pendidikan nasional harus diberikan dengan upaya pemerataan pendidikan dalam kepada setiap warga tanpa memandang per- rangka menuntaskan wajib belajar pendidikan bedaan etnik atau suku, kondisi sosial, dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi kemampuan ekonomi, politik, keluarga, semua anak di Indonesia mempunyai arti yang bahasa, geografis (keterpencilan) tempat sangat strategis untuk mencerdaskan bangsa tinggal, jenis kelamin, agama, dan perbedaan dan selaras dengan pesan education for all.1 kondisi fisik atau mental. Pendidikan yang merata dan berkualitas Berdasarkan Undang-undang Republik merupakan harapan setiap bangsa, untuk itu Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang berbagai upaya perbaikan terus dilakukan Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pen- baik kuantitas maupun kualitas sesuai dengan didikan nasional adalah usaha sadar dan kemampuan bangsanya masing-masing, agar terencana untuk mewujudkan suasana belajar warga negaranya memiliki kemampuan dan proses pembelajaran agar peserta didik 2 Gallan Berkah Mahesa, Damri, dan Yosfan Azwandi. (2013). Perencanaan Pembelajaran Oleh Guru Di SMP Negeri 23 Padang Dalam 1 Maulana Suhadi. (2012). Mengembangkan Model Setting Inklusi. Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus Pembelajaran Multiple Inteligent Pada Siswa (E-JUPEKhu). Volume 2, Nomor 3, September Inklusi Untuk Pembelajaran Fisika Tingkat SMP. 2013. Diambil pada tanggal 27 September 2015, Jakarta: Proceding Seminar Nasional. dari http://ejournal.unp.ac.id/indek.php/jupekhu 90 AL-BIDAYAH, Volume 8, Nomor 1, Juni 2016 Implikasi Ajaran Pestalozzi dalam Pembelajaran Sains di MI/SD secara aktif mengembangkan potensi dirinya pelajar dan mahasiswa, tetapi tak pelak hal untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, itu telah mencoreng kredibilitas dunia pen- pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, didikan saat ini. Potret buram pendidikan itu akhlak mulia, serta keterampilan yang akhirnya makin menurunkan kepercayaan diper lukan dirinya, masyarakat, bangsa dan masyarakat terhadap dunia pendidikan. Jika negara. Lebih lanjut, prinsip penyelenggaran keadaan demikian dibiarkan berlarut-larut pendidikan yang tercantum pada pasal 4 tanpa mencari solusinya maka sulit mencari ayat 1 menyatakan bahwa pendidikan dise- alternatif yang paling efektif untuk membina lenggarakan secara demokratis dan berkeadilan moralitas masyarakat pada umumnya dan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung moralitas pelajar pada khususnya. tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, Demikian juga halnya sekolah Inklusi yang nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.3 terdiri dari guru-guru, para siswa, karyawan dan Kemerosotan moral sudah sangat meng- komponen manusia lainnya yang membentuk khawatirkan akhir-akhir ini. Nilai- nilai masyarakat kecil yang juga membutuhkan dan keadilan, kejujuran, kebenaran, tolong- tak terlepas dari yang namanya aturan-aturan menolong, dan kasih sayang seolah sudah yang membentuk masyarakat itu sendiri, menjadi barang mahal. Sebaliknya, yang sehingga mereka dapat berinteraksi dengan mucul adalah tindakan penyelewengan, baik, maka disinilah dibutuhkan aturan-aturan penipuan, penindasan, saling menjegal, saling berupa norma hukum, adat, dengan nilai-nilai merugikan, adu domba, fitnah, mengambil yang terkandung di dalamnya. hak-hak orang lain, dan perbuatan-perbuatan Meski undang-undang telah secara tegas maksiat lainnya. mengatur pemerataan hak dan kewajiban Fenomena di atas juga mewarnai dunia bagi setiap warga negara untuk mengakses pendidikan kita. Sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan, kasus diskriminasi dalam bidang pendidikan menunjukkan sikap yang tidak pendidikan masih kerap terjadi khususnya terpuji. Banyak pelajar dan mahasiswa yang terhadap anak berkebutuhan khusus.4 Padahal terlibat tawuran, tindak kriminal, pencurian, pendidikan adalah hak asasi yang paling penodongan, penyimpangan seksual, terlibat mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali narkoba, dan tindak kriminal lainnya. bagi anak berkebutuhan khusus.5 Pengakuan Bahkan di kalangan pelajar pun, peristiwa atas hak pendidikan bagi setiap warga tawuran kerap terjadi. Aksi demonstrasi yang negara diperkuat dalam berbagai deklarasi memprotes kebijakan tidak cuma terjadi internasional. di kampus-kampus, tetapi juga terjadi di lingkungan pelajar tingkat atas bahkan pelajar tingkat sekolah dasar yang kadangkala diakhiri 4 Safrida Elisa. (2013). Sikap Guru Terhadap dengan tindakan kekerasan. Perbuatan tidak Pendidikan Inklusi Ditinjau Dari Faktor terpuji tersebut telah meresahkan masyarakat. Pembentuk Sikap. Jurnal Psikologi Perkembangan dan Pendidikan. Volume 2, Nomor 01, Februari Meskipun tingkah laku tidak terpuji 2013. tersebut hanya dilakukan oleh sebagian 5 Istiningsih. (2005). Manajemen Pendidikan Inklusi Di Sekolah Dasar Negeri Klego 1 Kabupaten 3 Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, Boyolali. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Muhammadiyah Surakarta. Volume 8 Nomor 1, Juni 2016, AL-BIDAYAH 91 Sigit Prasetyo Pada tahun 1948, Deklarasi Universal dari hak atas pendidikan ini adalah bahwa Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa semua anak memiliki hak untuk menerima pendidikan adalah hak asasi manusia yang pendidikan yang tidak diskriminatif atas paling mendasar.6 Selanjutnya deklarasi dasar hambatan fisik, etnisitas, agama, bahasa, yang diselenggarakan PBB tentang hak gender, dan kecakapan. anak tahun 1989, lebih jauh menyatakan Seiring dengan berjalannya waktu, pen- bahwa pendidikan dasar seyogyanya wajib didikan bagi anak berkebutuhan khusus dari dan bebas biaya bagi semua.7 Deklarasi waktu ke waktu terus mengalami evolusi. tersebut diperkuat lagi dalam The World Perubahan tersebut terjadi dengan terus Convention on Education for All di Jamtien berkembangnya pendidikan dan meningkatnya Thailand tahun 1990, yang kemudian dikenal kesadaran masyarakat akan pendidikan. Seperti dengan The Jamtio Declaration, antara lain yang dikemukakan oleh Skjorten bahwa terjadi juga ditegaskan perlunya memperluas akses gradasi pemikiran yang berhubungan dengan pendidikan kepada semua anak, remaja, dan perkembangan pendidikan kebutuhan khusus. dewasa, juga memberikan kesempatan yang Adapun gradasi perkembangan pemikiran sama kepada anak-anak perempuan.8 terhadap pendidikan kebutuhan khusus adalah: Lebih tegas lagi dalam deklarasi pemikiran segregratif, pemikiran integratif, Salamanca tahun 1994, menuntut agar pen- dan pemikiran inklusi.11 didikan bagi anak berkebutuhan khusus Konsep dari pemikiran segregratif ditandai bersifat inklusi, sehingga pendidikan yang dengan pemisahan layanan pendidikan anak memisahkan individu dan komunitasnya berkebutuhan khusus dengan anak pada merupakan pelanggaran hak asasi manusia.9 umumnya. Pada konsep pemikiran integratif, Deklarasi ini merupakan tahapan awal dalam terjadi perkembangan pemikiran bahwa anak kesadaran manusia akan hak pendidikan bagi berkebutuhan khusus dapat belajar bersama semua tanpa diskriminasi.10 Konsekuensi logis anak pada umumnya dengan suatu penekanan bahwa anak berkebutuhan khusus tersebut telah dipersiapkan terlebih dahulu dalam 6 United Nations. (1948). Universal Declaration of Human Rights. New York: United Nations. sekolah khusus dan ditempatkan sesuai dengan Diambil pada tanggal 27 September 2015, dari pengetahuannya bukan pada usianya. Pada http://www.un.org/en/documents/udhr konsep pemikiran inklusi, menunjukkan bahwa 7 United Nations. (1989). Convention on The Rights semua siswa dengan kebutuhan khusus dapat of The Child. New York: United Nations. Diambil pada tanggal 28 September 2015, dari http://www. diterima di sekolah reguler yang berlokasi di un.org/millennium/law/iv-10.htm daerah tempat tinggalnya dan mendapatkan 8 UNESCO. 1990. Education for all I, II, and III. berbagai pelayanan pendukung pendidikan Jomtien: Thailand World Conference on Education sesuai dengan kebutuhannya.12 for all. Diambil pada tanggal 28 September 2015 dari http://www.unesco.org 9 UNESCO. (1994). The Salamanca Statement and Frame work for Action on Special Needs 11 Skjorten, Miriam D. (2001). Toward Inclusion Education. Paris: UNESCO. and Enrichment. Article in Johnsen, Berit H. & 10 Mamah Siti Rohmah. (2010). Pendidikan Agama Skjorten, Miriam D. (ed). Educational – Special Islam Dalam Setting Pendidikan Inklusi. Tesis. Needs Education: An Introduction. Oslo, Unipub. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah 12 Skjorten, Miriam D. (2001). Toward Inclusion Jakarta and Enrichment. Article in Johnsen, Berit H. & 92 AL-BIDAYAH, Volume 8, Nomor 1, Juni 2016 Implikasi Ajaran Pestalozzi dalam Pembelajaran Sains di MI/SD Berdasarkan Permendiknas nomor 70 tahun dianggap sebagai bentuk inovasi pendidikan 2009 ayat 1, yang dimaksud dengan pendidikan yang humanistik dengan berasaskan pada inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan untuk semua. Program pendidikan pendidikan yang memberikan kesempatan inklusi belum berjalan dengan baik antara lain kepada semua peserta didik yang memiliki disebabkan oleh: kelainan dan memiliki potensi kecerdasan 1. Belum adanya persepsi yang sama di dan atau bakat istimewa untuk mengikuti kalangan birokrat, praktisi pendidikan pendidikan atau pembelajaran dalam satu sehingga pendidikan inklusi belum lingkungan pendidikan secara bersama-sama dianggap sebagai program nasional. dengan peserta didik pada umumnya. Lebih 2. Kesiapan lembaga pendidikan reguler lanjut dalam ayat 2, disebutkan bahwa tujuan baik dalam infrastruktur, sarana serta dari pendidikan inklusi adalah memberikan kemampuan pendidik belum tersedia. kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua 3. Ada kekhawatiran sementara orang peserta didik yang memiliki kelainan fisik, dengan hadirnya pendidikan inklusi akan emosional, mental, dan sosial atau memiliki mematikan perkembangan SLB. potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa 4. Belum adanya anggaran yang jelas untuk memperoleh pendidikan yang bermutu terhadap penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, inklusi. serta mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak Kepala Dinas Kota Yogyakarta menetapkan diskriminatif bagi semua peserta didik.13 Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi (SPPI) Kota Yogyakarta tahun 2014 sebagai Implementasi pendidikan inklusi pada berikut: PAUD sejumlah 5, TK sejumlah 3, SD jenjang pendidikan yang lebih rendah lebih sejumlah 27, SMP sejumlah 8, SMK sejumlah sulit jika dibanding pada jenjang lebih tinggi. 5, dan SMA sejumlah 10. Adapun tugas Artinya implementasi pendidikan inklusi pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusi perguruan tinggi lebih mudah diterapkan. Hal Kota Yogyakarta adalah menyelenggarakan ini disebabkan peserta didik telah memiliki pendidikan inklusi di sekolah masing-masing, kemandirian yang matang serta budaya menyelenggarakan pembelajaran yang ramah perguruan tinggi lebih rasional. dan terbuka terhadap anak berkebutuhan Program pendidikan inklusi sejak digulir- khusus, melaksanakan kerjasama dengan sta- kan hingga sekarang belum dapat berjalan keholder pendidikan inklusi untuk meningkat- dengan baik. Para pakar dan praktisi pendidikan kan pelayanan pada anak berkebutuhan khusus menyambut baik program ini, karena di sekolahnya, melakukan rujukan ke instansi yang kompeten bila terjadi kesulitan dalam Skjorten, Miriam D. (ed). Educational – Special Needs Education: An Introduction. Oslo, Unipub. proses pemberian layanan pembelajaran mau- 13 Permendiknas. (2009). Tentang Pendidikan Inklusi pun layanan perilaku bagi anak berkebutuhan Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan khusus di sekolahnya.14 Memiliki Potensi Kecerdasan dan atau Bakat Istimewa. Diambil pada tanggal 29 September 2015, dari http://www.kopertis12.or.id/wp- content/uploads/2013/07/Permen-No.-70-2009- 14 Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota tentang-pendidiian-inklusi-memiliki-kelainan- Yogyakarta nomor 188/661 tahun 2014 tentang kecerdasan.pdf sekolah penyelenggara inklusi. Volume 8 Nomor 1, Juni 2016, AL-BIDAYAH 93 Sigit Prasetyo Terkait dengan proses pembelajaran sains, dalam pembelajaran sains akan semakin guru belum sepenuhnya mengakomodasi tertinggal dengan siswa pada umumnya. kebutuhan siswa untuk belajar di dalam Oleh sebab itu, penulis merasa tertarik kelas. Kurikulum yang digunakan masih sama untuk menelaah tentang “Implikasi Ajaran dengan siswa yang reguler. Pendekatan yang Pestalozzi dalam Pembelajaran Sains di MI/ dipergunakan guru dalam pembelajaran masih SD Penyelenggara Inklusi”. bersifat klasikal dan belum inovatif sesuai PEMBAHASAN kebutuhan anak yang berkebutuhan khusus. Siswa masih dianggap sebagai objek belajar, A. Pembelajaran Sains MI/SD bukan subjek belajar. Menurut Sanjaya bahwa kata pembelajaran Kendala yang sering dihadapi guru dalam adalah terjemahan dari instruction, yang pembelajaran untuk siswa inklusi adalah banyak dipakai dalam dunia pendidikan pembelajaran sains. Hal ini dikarenakan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak di- sebagian besar siswa inklusi di MI/SD adalah pengaruhi oleh aliran psikologi kognitif tuna netra. Permasalahan pada siswa yang holistik, yang menempatkan siswa sebagai tuna netra dalam mempelajari sains ini lebih sumber kegiatan.15 Selain itu, istilah ini juga disebabkan oleh: dipengaruhi oleh perkembangan teknologi 1. Masih banyaknya materi sains yang yang diasumsikan dapat mempermudah siswa ber sifat abstrak yang belum mampu mempelajari segala sesuatu lewat berbagai disampaikan guru secara optimal. macam media, seperti bahan-bahan cetak, program telivisi, gambar, audio, dan lain 2. Kurang dalam memberikan kesempatan sebagainya, sehingga semua itu mendorong pada siswa untuk mengeksplorasi penge- terjadinya perubahan peranan guru dalam tahuannya, siswa lebih banyak duduk, mengelola proses belajar mengajar, dari guru diam, mendegarkan, dan mencatat. sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai 3. Alat peraga yang digunakan guru untuk fasilitator dalam belajar mengajar. Hal ini memahami materi sains belum sesuai seperti yang diungkapkan Gagne dan Briggs dengan kebutuhan siswa itu sendiri. bahwa: 4. Model pembelajaran yang diterapkan Instruction is a set of event that effect masih mengutamakan penghapalan konsep learners in such a way that learning is dari pada pemaknaan konsep. facilitated.16 Dari beberapa kendala yang dihadapi oleh Oleh karena itu, mengajar atau teaching siswa, jelaslah hal ini tidak sejalan dengan merupakan bagian dari pembelajaran hakikat pembelajaran sains yang menekankan (instruction), di mana peran guru lebih pelakunya untuk berperan aktif, memiliki ditekankan kepada bagaimana merancang kemampuan mobilitas, mampu mengeksplorasi alam sekitar, dan pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya dikehidupan sehari- 15 Sanjaya, W. (2006). Strategi pembelajaran hari. Dengan demikian, permasalahan dalam berorientasi standar proses pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. mempelajari sains pada siswa inklusi harus segera dicarikan jalan keluarnya. Jika tetap 16 Gagne, R.M., & Briggs, L.J. (1992). Principles of instructional design. New York: Holt Rinehart & dibiarkan maka kemampuan siswa inklusi Winston. 94 AL-BIDAYAH, Volume 8, Nomor 1, Juni 2016 Implikasi Ajaran Pestalozzi dalam Pembelajaran Sains di MI/SD atau mengaransemen berbagai sumber dan Kata sains berasal dari bahasa latin scientia fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau yang berarti pengetahuan. Artinya, dengan dimanfaatkan siswa dalam mempelajari memiliki pengetahuan seseorang terhindar sesuatu. Lebih lengkap Gagne dan Briggs dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan. mengungkapkan bahwa: Seperti yang diungkapkan Martin, et al.: Why do we speak of instruction rather than The word science originates from the latin teaching? It is because we wish to describe word scientia, meaning ”knowledge”, all of the events that may have a direct effect as in possessing knowledge instead of on the learning of a human being, not just misunderstanding or being ignorant.18 those set in motion by individual who is Lebih lanjut, sains merupakan organized a teacher. Instruction may include events body of knowledge yang meliputi langkah- that are generated by a page of print, by langkah metode ilmiah, antara lain: (1) a picture, by a television program, or by identifikasi masalah, (2) pengujian data, (3) combination of physical objects, among menyusun sebuah hipotesis, (4) eksperimen, other things. Of course, a teacher may play dan (5) membuat sebuah kesimpulan. Lebih an essential role in the arrangement of any lengkap dikemukakan bahwa: of these events. Scince as an “organized body of knowledge”. Istilah pengajaran merupakan suatu proses Following that were the steps of the scientific mengajar atau mengajarkan. Dapat pula method, also to be memorized: (1) identify berarti segala sesuatu mengenai mengajar. Jadi the problem, (2) examine the data, (3) form pengajaran berfokus pada pelaku mengajar a hypothesis, (4) experiment, and (5) make atau teaching, yaitu pengajar, sedangkan a conclusion. pembelajaran berfokus pada kegiatan belajar Sains diperlukan dalam kehidupan sehari- atau learning. Pembelajaran merupakan proses hari untuk memenuhi kebutuhan manusia interaksi yang dilakukan guru dengan siswa, melalui pemecahan masalah-masalah yang baik di dalam maupun di luar kelas dengan dapat diidentifikasikan. Penerapan sains perlu menggunakan berbagai sumber belajar sebagai dilakukan secara bijaksana agar tidak ber- bahan kajian. Pembelajaran juga merupakan dampak buruk pada lingkungan. Di tingkat MI/ preskripsi yang menguraikan bagaimana SD, diharapkan ada penekanan pembelajaran sesuatu hendaknya diajarkan sehingga mudah salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan dijangkau dan bermanfaat bagi siswa. Di dalam masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang belajar untuk merancang dan membuat suatu Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa karya melalui penerapan konsep sains dan pembelajaran adalah proses interaksi peserta kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.17 Dengan demikian, Mata pelajaran sains diajarkan sesuai istilah pembelajaran sudah mencakup istilah dengan taraf perkembangan siswa, yakni mengajar dan belajar. mulai dari kajian secara sederhana diteruskan 18 Martin, R., Sexton, C., Franklin, T., et al. (2005). Teaching science fol all children: Inquiry methods 17 Depdiknas. (2003). Undang-Undang RI Nomor 20, for constructing understanding (3rd ed.). Boston: Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pearson Education, Inc. Volume 8 Nomor 1, Juni 2016, AL-BIDAYAH 95 Sigit Prasetyo ke kajian yang lebih kompleks. Mata pe- yang dapat membantu anak mengembangkan lajaran sains menekankan pada penguasaan segala potensinya secara optimal. konsep dan penerapannya untuk diterapkan Pembelajaran sains merupakan pendekatan pada pemecahan masalah ketika bekerja yang mencoba menggabungkan antara berbagai ilmiah. Konsep-konsep sains terbentuk dari bidang kajian sains, yaitu fisika, kimia, dan keingintahuan mengenai sesuatu yang belum biologi, maka dalam pelaksanaannya tidak diketahui orang, keingintahuan itu menuntun lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu ke arah mencari prinsip atau teori yang kesatuan. Hal ini memberikan implikasi dapat diperoleh dari hasil pengkajian, yaitu terhadap guru yang mengajar di kelas. Secara melalui percobaan. Pengkajian ini merupakan umum, guru-guru MI/SD yang tersedia terdiri pengkajian yang tidak bermaksud untuk atas guru-guru yang mempunyai disiplin ilmu mencari kondisi atau proses optimal yang di- yang bermacam-macam, guru-guru yang harapkan, melainkan hanya untuk memenuhi mengajar sains pada umumnya adalah guru penjelasan dari objek (benda atau energi) dan kelas. Menurut Davies bahwa: peristiwa alam.19 Teachers are not universally multi-skilled Proses pembelajaran sains di MI/SD hen- in all areas of the subject and are most daknya didasarkan atas landasan konseptual confident supporting work with which they psikologis dan pedagogis.20 Kedua gagasan are most familiar through their personal filosofis tersebut, dapat dijadikan kerangka expertise. They know that it is important rujukan bagi guru dalam mengembangkan to keep their knowledge and skills updated pembelajaran yang memungkinkan anak and relevant to students needs and interests and are frustrated because of the difficulty didik mencari dan mengkontruksi sendiri in doing this.21 berbagai pengetahuan dan pengalaman melalui pembelajaran di MI/SD. Kerangka berpikir Maksudnya, para guru tidak semua tersebut sekaligus menjadi arah pedagogis memiliki banyak keahlian dalam semua guru dalam membelajarkan, mendidik, dan cakupan subjek dan lebih termotivasi kerjanya menumbuhkembangkan seluruh potensi dengan keahlian perseorangannya. Mereka anak. Oleh karena itu dalam banyak hal, tahu pentingnya menjaga pengetahuan landasan pedagogis sangat dipengaruhi oleh mereka dengan mengasah kemampuan mereka kerangka filosofis yang menjadi rujukannya. sehingga benar-benar siswa perlukan, menarik, Bagian pedagogis yang dapat dijadikan dan ketika siswa frustasi karena kesulitan rujukan, di antaranya, adalah konsep ilmu yang mereka hadapi. Pembelajaran sains juga pendidikan yang menelaah tentang cara-cara meningkatkan keharusan bagi guru untuk penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran memperluas wawasan pengetahuannya. Dalam membina kemampuan pada siswa 19 Depdiknas. (2007). Keterampilan dan teknik MI/SD sudah barang tentu guru harus memiliki berpikir sederhana untuk pembelajaran IPA SD. Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan 21 Davies, T. (2000). Confidence! Its role in the Ilmu Pengetahuan Alam (Science Education creative teaching and learning of design and Development Centre). technology. Journal of Technology Education. 20 Sri Sulistyorini. (2007). Pembelajaran Sains Volume 12, Number 1, Fall 2000. Diambil pada sekolah dasar. Semarang: Universitas Negeri tanggal 15 Januari 2009, dari http://scholar.lib. Semarang. vt.edu/ejournals/JTE/v12n1/davies.html 96 AL-BIDAYAH, Volume 8, Nomor 1, Juni 2016 Implikasi Ajaran Pestalozzi dalam Pembelajaran Sains di MI/SD kemampuan tersendiri. Adapun kemampuan centered in the students, (5) Principle takes yang harus dimiliki guru meliputi kemampuan a different turn. It discussed the types of mengawasi, membina, dan mengembangkan support needed for professional teachers of kemampuan siswa, baik personal, profesional, science because indeed for science teachers to develop type of professionalism that maupun sosial. Berdasarkan Undang-undang equates with excellence in the classroom, RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, many support systems need to be in place.23 bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, Maksudnya, pentingnya guru sains dalam membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, membantu menumbuhkan belajar peserta dan mengevaluasi peserta didik pada pen- didik, guru harus bertanggung jawab terhadap didikan anak usia dini jalur pendidikan perkembangan profesionalitasnya dalam formal, pendidikan dasar, dan pendidikan mengajar sains, adanya komunikasi yang baik menengah.22 Menurut Jones ada lima prinsip dengan guru sains lainnya demi keberhasilan profesionalisme guru sains dalam mengajar pembelajaran sains, pentingnya menguatkan sains adalah: diri dan etika profesionalitas karena mengajar berkaitan erat dengan pembelajaran dan (1)Deals with the importance of helping all students grow and learn. Specifically keberhasilan mengajar terletak pada peserta as science teacher is make sure that didiknya, perlunya dukungan sistem yang every student has the opportunity and kuat untuk perkembangan profesionalitas guru encouragement to learn, (2) States that sains. teachers will take “personal responsibility Hasil belajar merupakan kapabilitas for their professional growth”. This atau kemampuan yang diperoleh dari proses means that teachers will actively seek out belajar. Gagne membagi hasil belajar dalam opportunities to learn more about science lima macam kategori, yaitu: (a) informasi content and the pedagogy of teaching verbal (verbal information), (b) keterampilan science such as following wonderful intelektual (intellectual skills), (c) strategi conferences and workshops that are offered kognitif (cognitive strategies), (d) sikap to science teachers, (3) The importance of (attitude), dan (e) keterampilan motorik being leaders in the profession as science teacher for reached goal learning. Science (motor skills). Kelima macam hasil belajar teachers become much more effective when dimaksud diuraikan sebagai berikut: (1) they collaborate with each other, sharing informasi verbal yaitu kemampuan seseorang successes and problem and seeking solutions untuk menuangkan pikirannya dalam bentuk together, (4) Principle is not unique to bahasa, baik lisan maupun tertulis, (2) science teachers but rather speaks to the keterampilan intelektual yaitu kemampuan entire profession of teaching. Importance yang dimiliki seseorang untuk membedakan, of upholding personal and professional mengabstraksikan suatu objek, menghubung- ethics. It is vital that all teachers remember hubungkan konsep dan dapat menghasilkan that teaching is about the learning and the physical and the psychological health of 23 Jones, J. (2008). Professionalism-for science their students. The goals for teaching are teachers. Teachers Network, 285 West Brodway NY, NY 10013, p 212, 1-4. Diambil pada tanggal 22 Depdiknas. (2005). Undang-Undang RI Nomor 14, 10 Januari 2009, dari http://www. nsta.org/about/ Tahun 2005, tentang Sistem Pendidikan Nasional positions.aspx#list Volume 8 Nomor 1, Juni 2016, AL-BIDAYAH 97 Sigit Prasetyo suatu pengertian, memecahkan persoalan yang Kedua teori mengenai hasil belajar yang dihadapinya, (3) strategi kognitif adalah ke- diuraikan di atas, menjadi acuan untuk mengkaji mampuan seseorang untuk mengatur dan hakekat hasil belajar sebagai konsekuensi logis mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri kegiatan pembelajaran. Sebagai implikasi dalam memecahkan persoalan yang di- terhadap pengelolaan pembelajaran maka hadapinya, (4) sikap adalah kemampuan yang pengajar dapat melakukan kegiatan antara dimiliki seseorang berupa kecenderungan lain: (1) untuk mengidentifikasi jenis perilaku dengan menerima dan menolak suatu objek disarankan untuk menggunakan klasifikasi berdasarkan penilaian atas objek itu, dan (5) yang dikembangkan oleh Bloom yaitu: ranah keterampilan motorik adalah kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor, (2) untuk seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran, sistematika yang gerakan jasmani dari anggota badan secara dikembangkan oleh Gagne sangat membantu, terpadu dan terkoordinasi.24 karena sistematika ini menunjukkan kegiatan- Berkaitan dengan kemampuan yang kegiatan yang perlu dilakukan oleh pengajar diperoleh sebagai hasil belajar. Bloom dan dalam proses pembelajaran, dan (3) untuk rekan-rekannya membagi hasil belajar dalam dapat mengembangkan komponen-komponen tiga ranah yaitu: (a) ranah kognitif (cognitive dari kemampuan yang dimiliki peserta didik domain), (b) ranah afektif (affective domain), secara berdaya guna, maka dimungkinkan dan (c) Ranah psikomotor (psychomotor untuk menggunakan klasifikasi Bloom dan domain). Ketiga ranah atau kawasan ini sistematika Gagne dalam bentuk kombinasi. atau kawasan itu dirinci menjadi menjadi Dengan cara ini kegiatan pembelajaran dapat aspek-aspek sebagai berikut: ranah kognitif dicapai sasarannya, baik dari segi pencapaian meliputi: pengetahuan (knowledge), pe- substansi (isi ajaran), pelaksanaan dan langkah- mah aman (comprehension), penerapan langkah pembelajaran yang sistematis maupun (applic ation), analisis (analysis), sintesis terwujudnya jenis perilaku yang diharapkan. (synthesis), dan evaluasi (evaluation); ranah Pembelajaran sains di MI/SD sebaiknya afektif mencakup penerimaan (receiving), dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific menanggapi (responding), penanaman nilai inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan (valuing), pengorganisasian (organization), berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta dan karakterisasi (characterization); serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting ranah psikomotor terdiri dari: (1) persepsi kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran (perception), (2) kesiapan (set), (3) respon sains di MI/SD menekankan pada pemberian terpimpin (guided respon), (4) mekanisme pengalaman belajar secara langsung melalui (mechanism), (5) respon yang kompleks, (6) penggunaan dan pengembangan keterampilan penyesuaian, (8) penciptaan.25 proses dan sikap ilmiah. B. Sekolah Penyelengara Inklusi Sejauh ini masih banyak anggota masya- rakat yang masih belum mengetahui bahwa 24 Tengku, Z.D. (2001). Strategi pembelajaran terhadap hasil belajar. Padang: Universitas selain sekolah segregasi atau sekolah khusus Negeri Padang. bagi anak berkebutuhan khusus juga ada sekolah 25 Mulyasa. (2006). Kurikulum tingkat satuan inklusi bagi mereka. Selain itu masyarakat pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 98 AL-BIDAYAH, Volume 8, Nomor 1, Juni 2016
Description: