ebook img

identitas kultur dalam relasi etnik komin-amber di papua ethnic identity of culture in relation komin PDF

16 Pages·2017·0.74 MB·English
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview identitas kultur dalam relasi etnik komin-amber di papua ethnic identity of culture in relation komin

Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 20 No. 1, Juli 2017: 31-46 ISSN: 1410-8291 | e-ISSN: 2460-0172 | http://bppkibandung.id/index.php/jpk IDENTITAS KULTUR DALAM RELASI ETNIK KOMIN-AMBER DI PAPUA 1Syarifuddin, 2Sarwititi Sarwoprasodjo, 3Musa Hubeis, 4Ninuk Purnaningsih 1Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor 2,3,4Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Jl. Kamper, Babakan, Dramaga, Bogor, Jawa Barat 16680 No.Telp./HP: 1081248004319, 208129547486, 30811119424, 4081317095618 E-Mail: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] Naskah diterima tanggal 11 April 2017, direvisi tanggal 1 Juni 2017, disetujui tanggal 2 Juni 2017 ETHNIC IDENTITY OF CULTURE IN RELATION KOMIN-AMBER IN PAPUA Abstract. Identity is not just a question of the name, but what is the meaning behind the name. At least the name is an identification and identity that can show the characteristics and character. If the characteristic is inherent in an ethnic, then it becomes a marker of ethnic identity on them. The purpose of this study is to analyze and describe culture of the ethnic komin identity as indigenous peoples and ethnic amber as settler communities in the perspective of intercultural communication. The research method is designed in a mixed method that combines qualitative and quantitative methods with sequential exploratory strategies. The research was conducted in Jayapura Papua Province by using a combination of research methods (mix method), with a sample of 200 respondents and 8 Participants. The results of this study indicate Cultural identity of ethnic Komin and Amber differs significantly in terms of 1) The context of communication (high vs. low context communication context), 2) cultural orientation (individualist versus collectivist cultures). 3) Self-construal (independent vs. interdependent). Keywords: communication style, cultural orientation, self construal. Abstrak. Identitas bukan sekedar persoalan nama, tetapi apa makna di balik nama tersebut. Setidaknya nama merupakan tanda pengenal dan identitas yang dapat menunjukkan ciri-ciri serta karakternya. Jika ciri khas itu melekat pada suatu etnik, maka hal itu menjadi penanda jati diri pada etnik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan identitas kultur etnik Komin sebagai masyarakat pribumi dan etnik Amber sebagai masyarakat pendatang dalam perspektif komunikasi antarbudaya. Metode penelitian dirancang dalam skema penelitian kombinasi (mixed method) yang menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif dengan strategi eksploratoris sekuensial. Penelitian dilaksanakan di Kota Jayapura Provinsi Papua dengan sampel 200 responden dan 8 (delapan) partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identititas kultur pada etnik Komin dan Amber berbeda nyata dalam hal: 1) Konteks komunikasi (high context vs low context communication), 2) Orientasi budaya (individualist vs collectivist), dan 3) Self construal (Independent vs Interdependent). Kata kunci: gaya komunikasi, orientasi budaya, makna diri. DOI: 10.20422/jpk.v20i1.182 31 Identitas Kultur dalam Relasi Etnik Komin-Amber Di Papua Syarifuddin, Sarwititi Sarwoprasodjo, Musa Hubeis, Ninuk Purnaningsih PENDAHULUAN asal bisa dipakai untuk "menunjuk" (labelling) kelompok atau golongan Papua sebuah provinsi di ujung tertentu. Secara sederhana identitas Timur Indonesia dengan ciri dipahami sebagai konsep diri untuk masyarakatnya yang multikultural dan memahami siapa diri kita sebenarnya multietnik. Keragaman suku, ras, budaya, (Martin, J. N. dan Nakayama, 2010). bahasa, dan agama menjadikan Papua Identitas pada dasarnya merujuk pada sebagai potret miniatur Indonesia pandangan reflektif mengenai diri kita sesungguhnya. sendiri ataupun persepsi orang lain Sayangnya, keberagaman ini mengenai diri kita (Ting-Toomey, 1999). seringkali menimbulkan benturan di Identitas kultur dapat dipahami dari masyarakat khususnya dalam relasi sosial gaya komunikasi, orientasi budaya, dan antaretnik. Relasi etnik di Papua khususnya makna diri yang dipraktikkan oleh suatu etnik pribumi (Komin) dan etnik pendatang etnik dalam relasi sosial di masyarakat. (Amber) mengalami pasang surut. Dalam Pertama, gaya komunikasi adalah perilaku situasi tertentu relasi kedua etnik berjalan komunikasi dalam menyampaikan pesan harmonis, namun seketika dapat berubah baik verbal maupun non verbal. Kedua, menjadi benturan yang menimbulkan Orientasi budaya dalam pandang Hofstede kerusuhan di masyarakat. Benturan (Samovar, L. A., Porter, R. E. dan keberagaman di Papua bukan hanya terjadi McDaniel, 2014) dibagi dalam dua dimensi dalam relasi pribumi dan pendatang, tapi yaitu budaya individualis dan budaya juga terjadi dalam skala in-group baik etnik kolektivis. Ketiga, makna diri (self Komin maupun Amber. Benturan yang construal) adalah cara memandang diri terjadi dalam komunitas in-group, efeknya mereka dalam relasi dengan orang lain. tidak terlalu berdampak bila dibandingkan Seseorang dapat memandang diri mereka benturan yang melibatkan antara etnik terpisah (otonom) dari orang lain atau Komin dan Amber. terkoneksi dengan orang. Self construal Salah satu pemicunya adalah (SC) terdiri dari independen dan minimnya pemahaman kedua etnik dalam interdependen. Independen SC adalah menyikapi atau merespon persoalan yang pemaknaan diri sebagai kesatuan yang muncul dalam setiap interaksi mereka terpisah dari konteks sosial. Seseorang sehari-hari. Perbedaan sikap dan cara dengan tipe independen SC selalu pandang kedua etnik terlihat sangat memandang diri mereka sebagai pribadi dipengaruhi oleh rasa keidentitasan unik dan berbeda dari orang lain, dominan mereka. Persoalan yang sifatnya pribadi menyatakan dirinya sebagai individu yang bisa merembet ke persoalan etnik. berdiri sendiri dengan cara Kesenjangan ekonomi, pemahaman mengekspresikan atribusi internalnya ideologi, dan kehidupan sosial budaya pun seperti kemampuan dan kecerdasannya selalu dikaitkan dengan identitas etnik kepada publik. Sementara interdependen mereka masing-masing. SC adalah pemaknaan diri yang tidak Makna identitas dalam masyarakat terpisah dari konteks sosial (Markus, H. multikultural dan multietnik menjadi dan Kitayama, 1991). penting karena selain menjadi pembeda, Berdasarkan uraian latar belakang identitas juga merupakan harga diri dan tersebut, maka penelitian ini bertujuan menjadi cerminan bagi setiap etnik dalam untuk menganalisis dan mendeskripsikan membangun relasi dengan etnik lainnya. identitas etnik Komin dan Amber di Papua Identitas yang dimaknai luas sebagai dalam praktik komunikasi antarbudaya etnisitas merupakan hasil konstruksi dalam hal: (1) Gaya komunikasi; (proses) sosial yang lazim disebut askripsi Komunikasi konteks rendah vs Komunikasi (ascription) yang berarti apa pun tandanya konteks tinggi; (2) Orientasi budaya; 32 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 20 No.1, Juli 2017: 31-46 budaya kolektivis vs budaya individualis; mengintegrasikan, bantuan pihak ketiga, (3) Konstrual diri: Independen vs dan menghindari gaya dari Amerika. Interdependen. Melalui penelitian ini Keduanya tidak berbeda dalam preferensi diharapkan menjadi pengetahuan bagi mereka tentang gaya manajemen konflik. pemerintah maupun masyarakat di Papua Dalam hal hubungan antara identitas etnik, dalam membangun relasi antaretnik self construal, dan gaya konflik, sedikit sehingga tercipta harmonisasi dan kondusif perbedaan yang ditemukan antara kedua melalui pemahaman gaya komunikasi, kelompok budaya. Satu-satunya gaya orientasi budaya, dan konstrual diri yang konflik yang diperkirakan berbeda antara melekat dalam diri setiap etnik di Papua. peserta Arab dan Amerika adalah gaya Penelitian ini menganalisis relasi ekspresi emosional (Khakimova, L,.Zhang, etnik dalam hubungan antaretnik asli Papua Y.B. dan Hall, 2012). yang terwakili oleh etnik pantai dan Rahardjo (2005), melakukan pegunungan sementara etnik Amber penelitian tentang: Mindfulnes dalam terwakili oleh etnik Bugis dan etnik Jawa. Komunikasi Antaretnis (Studi tentang Karenanya penelitian ini memiliki Komunikasi antar etnis Cina dengan etnis keterbatasan di mana tidak semua etnik Jawa: Kasus Sudiroprajan, Solo). yang ada di Papua dapat terwakili dalam Landasan teoretik dari studi ini adalah penelitian ini, mengingat keterbatasan genre interpretif, yaitu pemikiran yang waktu, tenaga, dan biaya. Demikian halnya berusaha menemukan makna dari suatu dengan ruang lingkup penelitian dibatasi tindakan dan teks. Studi ini juga merujuk hanya pada identitas kultur, kekerasan pada gagasan fenomenologi sebagai basis simbolik, in group dan outgroup, dan berpikir. Fenomenologi merupakan studi mindfull komunikasi. Penelitian ini tentang pengetahuan yang berasal dari memiliki implikasi pada pentingnya kesadaran. Penelitian ini menerapkan memahami relasi antaretnik di Papua dalam prinsip triangulasi dengan pelaksanaan proses pembangunan di Papua. mengombinasikan metode kuantitatif (survei) dengan metode kualitatif (fenomenologi). Dalam pelaksanaannya, LANDASAN KONSEP studi ini menerapkan model triangulasi, desain menggunakan paradigma dominan (interpretif) dan dilengkapi dengan satu Penelitian Terdahulu komponen kecil dari paradigma alternatif Leysan Khakimova, Yan Bing Zhang (positivisme). Hasil studi ini dan Jeffrey A. Hall (2012) melakukan memperlihatkan bahwa warga kedua penelitian tentang: Gaya Manajemen kelompok etnis di wilayah penelitian Konflik: Peran identitas etnik dan self mampu menciptakan situasi komunikasi construal antara Pemuda Pria Arab dan yang mindful, karena mereka memiliki Amerika. Penelitian antarbudaya ini kompetensi komunikasi antarbudaya yang membandingkan persepsi identitas etnik, memadai, yaitu kemampuan self construal, dan gaya manajemen konflik mengintegrasikan motivasi, pengetahuan, laki-laki pemuda Arab dan pemuda laki- dan kecakapan untuk bisa berkomunikasi laki Amerika. Temuan menunjukkan secara layak, efektif, dan memuaskan. bahwa orang Arab memiliki identitas etnik lebih kuat dari Amerika. Kedua, Arab lebih mandiri dan saling membutuhkan Gaya Komunikasi (High vs Low Context) dibandingkan partisipan Amerika. Konteks komunikasi menurut E.T. Perbandingan gaya konflik menunjukkan Hall (Samovar, L. A., Porter, R. E. dan bahwa orang Amerika menunjukkan McDaniel, 2014) adalah informasi suatu ekspresi emosional, mendominasi, dan kejadian yang tidak dapat dihindarkan mengabaikan, sedangkan Arab memilih berhubungan dengan arti kejadian. 33 Identitas Kultur dalam Relasi Etnik Komin-Amber Di Papua Syarifuddin, Sarwititi Sarwoprasodjo, Musa Hubeis, Ninuk Purnaningsih Konteks merupakan lingkungan yang diawali dengan basa-basi dan teramat mengelilingi sesuatu dan membantu sering menggunakan kata-kata kiasan tanpa memberikan makna pada sesuatu. Dalam menyebut inti pesan. Sementara berkomunikasi konteks mengelilingi pesan komunikasi konteks rendah adalah dan memberikan makna pada pesan. komunikasi bersifat langsung Banyak atau sedikitnya konteks yang (direct communication), lugas, apa adanya, mengelilingi pesan menyebabkan tidak berbelit-belit dan tidak ambigu. perbedaan gaya komunikasi. Gaya Pokok pembicaraan yang ingin komunikasi yang relatif memiliki banyak disampaikan sangat mudah diterima oleh konteks yang mengelilingi pesan dimaknai lawan bicaranya, tanpa harus melakukan sebagai komunikasi konteks tinggi penafsiran. sedangkan gaya komunikasi yang relatif Ciri lain dari komunikasi konteks- memiliki sedikit konteks yang mengelilingi rendah menurut E.T. Hall (Ting-Toomey, pesan adalah komunikasi konteks rendah. 1999) ditujukan pada pola komunikasi Gaya komunikasi (communication mode lisan langsung (direct verbal mode), styles) adalah perilaku komunikasi dalam kesiapan non verbal (nonverbal menyampaikan pesan baik verbal maupun immediacy) dan pengirim berorientasi nilai non verbal. Edward T Hall (Mulyana, (sender-oriented values). Pengirim 2006) membagi gaya komunikasi ke dalam bertanggungjawab untuk menyampaikan dua konteks, yaitu gaya komunikasi pesan secara jelas. Sedangkan dalam konteks tinggi dan gaya komunikasi komunikasi konteks rendah, pembicara konteks rendah. Komunikasi konteks- diharapkan untuk lebih bertanggungjawab tinggi adalah komunikasi yang bersifat untuk membangun sebuah kejelasan, pesan implisit dan ambigu, tidak jelas dan yang meyakinkan sehingga pendengar berputar-putar, sehingga menuntut dapat membaca sandi (decode) dengan penerima pesan untuk menafsirkannya mudah. sendiri. Penyampaian pesan cenderung Tabel 1 Karakteristik Komunikasi Konteks Rendah dan Tinggi Konteks Rendah Konteks Tinggi Interaksi verbal langsung dan kurang mampu Interaksi verbal tidak langsung dan lebih mampu membaca ungkapan non verbal; fokus pada kata-kata. membaca ungkapan non verbal; fokus pada perilaku. Speaker-oriented style (banyak bicara). Listener-oriented style (banyak mendengar) Mengatakan "tidak" benar-benar dapat diterima dan Tidak sopan untuk mengatakan "tidak" pada dihargai. permintaan. Mengandalkan fakta, statistik, dan detail pendukung Seringkali mengandalkan intuisi atau kepercayaan yang tepat. ketimbang fakta. Sumber: Edward T. Hall (Baker dan Campbell, 2013). Tabel 2 Karakteristik individualisme dan kolektivisme Individualisme Kolektivisme Otonomi individual Kesatuan kelompok dan harmoni Orientasi pada diri sendiri Orientasi pada kelompok Mengutamakan kepentingan individu Mengutamakan kepentingan kelompok Unik dan bebas Peduli terhadap ketergantungan sesama Mengutamakan kehormatan individu Pemilikan kelompok Keluarga inti Keluarga luas Pemberian ganjaran kepada individu berdasarkan Distribusi ganjaran mengutamakan keseimbangan kesamaan hak (equility) Persaingan Kerjasama Sumber: Hofstede (Liliweri, 2003). 34 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 20 No.1, Juli 2017: 31-46 Orientasi Budaya (Individu vs Kolektif) Konstrual Diri (Independen vs Interdependen) Individualisme vs kolektivisme atau sering juga diartikan sebagai orientasi Self Construal (SC) dikembangkan pribadi vs orientasi kelompok menjadi oleh Markus dan Kitayama yang digunakan salah satu variabel pola dasar yang untuk menjelaskan perbedaan persepsi atau menentukan tindakan manusia. pemahaman individu dalam memaknai diri. Individualime atau kolektivisme Persepsi atau pemahaman individu ini merupakan variabel kebudayaan yang dilihat dari hubungan yang terjalin antara digunakan untuk menjelaskan perbedaan individu dengan orang lain dan lingkungan. dan persamaan dalam komunikasi Persepsi atau pemahaman individu tentang antarbudaya (Gudykunst, 2003). makna diri dapat berfungsi sebagai Orientasi budaya dalam pandang kerangka berpikir, yang akan memengaruhi kognisi, motivasi, pola sosialisasi, Hofstede (Samovar, L. A., Porter, R. E. dan McDaniel, 2014) dibagi dalam dua dimensi interaksi, dan cara individu menempatkan yaitu budaya individualis dan budaya diri di lingkungan. Persepsi atau kolektivis. Budaya kolektivis menurut pemahaman individu tentang makna diri ini Mills dan Clark (Triandis, 2001) adalah juga akan menggambarkan tipe dan ketergantungan individu dalam kelompok karakter individu, serta menjadi pedoman (keluarga, suku, bangsa, dan lain-lain), dalam berperilaku. dengan tujuan mengutamakan kepentingan SC dapat dipahami sebagai cara orang kelompok, membentuk perilaku mereka memandang diri mereka dalam relasi terutama atas norma-norma dasar dalam dengan orang lain. Seseorang dapat kelompok, dan berperilaku dengan cara memandang diri mereka terpisah (otonom) komunal. Budaya kolektivis lebih memilih dari orang lain atau terkoneksi dengan metode penyelesaian konflik yang tidak orang lain (Markus, H. dan Kitayama, merusak hubungan, misalnya melakukan 1991). SC menurut Markus dan Kitayama mediasi. Sementara budaya individu adalah dibagi menjadi dua tipe, yaitu independent bersifat otonom dan independen, prioritas SC dan interdependent SC. untuk tujuan pribadi daripada tujuan Independent SC adalah pemaknaan kelompok, berperilaku atas dasar sikap diri sebagai kesatuan yang terpisah dari mereka daripada norma-norma dalam konteks sosial, orang dengan independent kelompok. SC memandang diri mereka sebagai pribadi Pola individualisme (identitas ke- unik dan berbeda dari orang lain dengan akuan) memrioritaskan kebutuhan atau kata lain bersifat stabil dan otonom dari nilai pribadi di atas kebutuhan atau nilai konteks sosial. Individu dengan kelompok sedangkan kolektivisme independent SC dominan akan menyatakan (identitas ke-kitaan) memrioritaskan dirinya sebagai individu yang berdiri sendiri dengan cara mengekspresikan kebutuhan atau nilai kelompok di atas kebutuhan atau nilai individu (West, R. dan atribusi internalnya seperti kemampuan, Turner, 2007). Andersen, dan kawan- kecerdasan, dan lain-lain kepada publik. kawan mengatakan sifat budaya Independent SC biasanya berkembang di kolektivitas menekankan komunitas, negara yang berorientasi pada budaya kolaborasi, minat, harmoni, tradisi, fasilitas individualisme sangat mengutamakan umum, dan memertahankan harga diri, keunikan dan memandang diri sebagai sedangkan budaya indvidualistis bagian yang terpisah dari orang lain, serta menekankan hak dan kewajiban pribadi, menyatakan dirinya sebagai individu yang privasi, menyatakan pendapat pribadi, berdiri sendiri, dengan cara kebebasan, inovasi, dan ekspresi diri mengekspresikan atribusi internalnya (Samovar, L. A., Porter, R. E. dan seperti kemampuan, kecerdasan, dan lain- McDaniel, 2014). lain kepada publik 35 Identitas Kultur dalam Relasi Etnik Komin-Amber Di Papua Syarifuddin, Sarwititi Sarwoprasodjo, Musa Hubeis, Ninuk Purnaningsih Tabel 3 Karakteristik SC Independen dan SC Interdependen Komponen SC Independen SC Interdependen Definisi Terpisah dari konteks sosial Terhubung dengan konteks sosial Struktur Membatasi, independen, stabil Fleksibel, berubah-ubah Ciri- ciri penting Internal, pribadi (kemampuan pemikiran, Eksternal, publik (status, peran, perasaan) hubungan) Tugas Menjadi unik Terlibat, menjadi sesuai Mengekspresikan diri Menempati tempat yang tepat Merealisasikan sifat internal Menggunakan aksi yang tepat Mempertimbangkan tujuan sendiri Mempertimbangkan tujuan orang lain Terus terang, “mengatakan apa apa yang Tidak terus terang, “membaca yang dipikirkan orang dipikirkan Peran orang lain Evaluasi diri: orang lain penting untuk Pendefinisian diri: berhubungan perbandingan sosial, merendahkan dengan orang lain dalam konteks penilaian khusus Penentu harga diri Kemampuan untuk mengekspresikan diri, Kemampuan untuk menyesuaikan diri, membenarkan atibusi diri menahan diri, menjaga harmoni dengan sosial. Sumber: Markus, H. dan Kitayama, 1991. METODE PENELITIAN pada tahap selanjutnya. Karena data kuantifikasi dalam penelitian ini hanya Penelitian ini dirancang mengunakan berfungsi sebagai data pendukung, maka paradigma positivistik dalam melakukan analisisnya tidak bermaksud untuk analisis hasil penelitian yang dirancang melakukan uji statistik secara dalam skema penelitian kombinasi (mix komprehensif sebagaimana prosedur method) yaitu penggabungan metode penelitian kuantitaif pada umumnya. kualitatif dan kuantitatif. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Pengabungan pendekatan dilakukan Jayapura, di mana Kota Jayapura sebagai untuk kepentingan sifat data baik secara Ibukota Provinsi Papua dengan populasi kualitatif maupun dengan kuantitatif. penduduk antaretnik Komin dan Amber Metode kombinasi (Creswell, 2009) relatif berimbang. digunakan untuk menetralisir atau Teknik sampling menggunakan menghilangkan bias-bias dalam satu quota sampling dengan jumlah sampel 200 metode. responden yang diambil dari masing- Metode kombinasi Creswell yang masing etnik 100 responden. Sedangkan digunakan adalah strategi eksploratoris data kualitatif dilakukan wawancara sekuensial yakni eksplorasi data lebih mendalam kepada 8 (delapan) partisipan condong pada data dan analisis kualitatif. yang masing-masing etnik diwakili oleh 4 Strategi ini diterapkan dengan (empat) orang. pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada tahap pertama kemudian data dieksplorasi melalui analisis data kualitatif 36 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 20 No.1, Juli 2017: 31-46 HASIL PENELITIAN DAN mempraktikkan gaya komunikasi konteks PEMBAHASAN tinggi. Gaya komunikasi konteks rendah yang dipraktikkan etnik Komin tercermin Gaya Komunikasi dari gaya komunikasi cenderung kasar, Gaya komunikasi antaretnik di Papua emosional, terbuka, lansung, mendesak, dari hasil penelitian di lapangan spontan, dan ngotot. Sebaliknya etnik menunjukkan bahwa kedua etnik sama- Amber memiliki gaya komunikasi konteks sama mempraktikkan gaya komunikasi tinggi yaitu nada suara pelan, tenang, konteks tinggi dan rendah namun dalam mengalah, basa-basi, sungkan, menghargai proporsi yang berbeda. Etnik Komin orang lain, dan lainnya. Deskripsi gaya cenderung mempraktikkan gaya komunikasi kedua etnik dapat dilihat pada komunikasi konteks rendah dibandingkan Gambar 1. dengan etnik Amber yang cenderung 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Komin (%) Amber (%) Total (%) Sig (Uji t) K omunikasi Konteks Rendah 89 52 70.5 0.01 Komunikasi Konteks Tinggi 11 48 29.5 0 Ket, n Komin = 100, n Amber = 100 Total = 200 * nyata pada p < 0,05 dan ** sangat nyata pada p < 0,01 Sumber : data primer (2015) Gambar 1. Deskripsi dan Uji beda Responden berdasarkan Gaya Komunikasi Tabel 4 Indikator Gaya Komunikasi Etnik Komin-Amber di Papua Indikator gaya komunikasi Komin Amber r (%) t (%) r (%) t (%) - Suara keras 79 43 - Suara pelan 21 57 - Ucapan Kasar 51 36 - Ucapan Halus 49 62 - Emosional 53 18 - Tenang 47 82 - Terbuka 69 54 - Tertutup 31 46 - Seadanya/langsung 90 47 - Puitis/basa-basi 10 53 - Mendesak/represif 70 23 - Menahan/persuasif 30 77 - Spontan 90 58 - Sungkan/segan 10 42 - Ngotot 90 55 - Mengalah 10 45 - Sejujurnya 90 55 - Menghindari Kata tidak 10 45 Ket : r = rendah, t = tinggi Sumber : data primer (2015) 37 Identitas Kultur dalam Relasi Etnik Komin-Amber Di Papua Syarifuddin, Sarwititi Sarwoprasodjo, Musa Hubeis, Ninuk Purnaningsih Praktik komunikasi antara etnik bicara mereka (orang Papua) ceplas-ceplos, Komin dan Amber pada konteks emosi, dan meledak-ledak. Suara keras komunikasi berbeda nyata (0.01) dengan bahkan kedengarannya kasar beda dengan signifikansi <0,01. Kondisi ini menjelaskan pendatang cenderung pelan dengan intonasi bahwa, kedua etnik memiliki perbedaan rendah atau sedang. Sebagian besar orang dalam gaya komunikasi. Hal ini disebabkan Papua kalau bicara memang seperti itu. oleh latar belakang budaya, norma atau Awalnya kaget-kaget, saya kira mereka nilai, situasi, dan kondisi lingkungan dalam marah padahal tidak. Lama-lama saya relasi sosial masyarakat. Etnik Komin terbiasa dengan gaya komunikasi mereka,” cenderung pada konteks rendah dibanding (Jayapura, September 2015). etnik Amber sebaliknya komunikasi Pengalaman lainnya dituturkan oleh konteks tinggi cenderung dipraktikkan partispan AS, yang melihat etnik Papua dari etnik Amber dibanding etnik Komin. pegunungan dan pantai sedikit berbeda Uraian gaya komunikasi kedua etnik dapat dalam praktik komunikasinya. tercermin dalam indikator Tabel 4. Menurutnya, etnik pegunungan kecenderungannya pendiam (tidak banyak Deskripsi Struktural dan Struktural bicara) dan lebih mengutamakan Hasil konstruksi penelitian di simbolisasi bahasa tubuh dalam lapangan menjelasan bahwa etnik Amber mengungkapkan ekpresinya, sedangkan dalam suasana dialog yang tenang, santai etnik pantai lebih terbuka dalam penuh canda, berada pada komunikasi menyampaikan pesannya secara oral. konteks rendah, namun seketika dapat Berikut penuturan AS (65 tahun), yang berubah pada konteks tinggi dalam situasi beretnik Jawa. dialog yang berpotensi munculnya “Orang gunung dan pantai itu beda. ketegangan dan menimbulkan perdebatan. Orang gunung cenderung tertutup dan tidak Komunikasi konteks tinggi umumnya banyak bicara. Mereka lebih banyak diam dipraktikkan jika berinteraksi dengan etnik dan lebih mengandalkan gerak-gerik, Komin, sebaliknya jika berada dalam semacam kode-kode begitulah. Berbeda kelompoknya yang dianggap sudah dengan orang pantai yang lebih terbuka dan familier maka dia cenderung masuk dalam bicaranya panjang lebar. Walaupun cara praktik konteks rendah. menyampaikan beda, tapi keduanya Hasil wawancara (data kualitatif) terbuka dan gampang dipahami maksudnya dengan narasumber dapat digambarkan karena meraka apa adanya kalau bicara,” bahwa partisipan dari etnik Amber (Jayapura, September 2015). menceritakan pengalaman mereka Pada umumnya, gaya komunikasi bagaimana gaya komunikasi yang yang dipraktikkan MA ada AS, juga dipraktikkan ketika berinteraksi dengan dialami dan dipraktikkan oleh partisipan etnik Komin. Gaya komunikasi yang etnik Amber lainnya. Praktik komunikasi dipraktikkan seperti partispan MA konteks tinggi terpaksa dilakukan oleh cenderung berada pada konteks tinggi etnik Amber bukan semata-mata untuk apabila berhadapan dengan etnik Komin, menghormati tetapi lebih dikarenakan walaupun sebenarnya MA mengakui menghindari risiko konflik dengan etnik bahwa pada dasarnya gaya komunikasi Papua. Tutur kata yang lembut, intonasi mereka hampir mirip dengan cara-cara suara yang sengaja dipelankan dan diatur yang dilakukan oleh etnik Komin yang sedemikian rupa, semuanya itu lebih dari cenderung apa adanya. Berikut penuturan sekedar kesadaran mereka sebagai etnik partisipan MA (67 tahun), yang beretnik pendatang. Bugis/Makassar. Gaya komunikasi etnik Komin sangat “Setiap hari saya bertemu dan berbeda dengan etnik Amber. Etnik Komin berkomunikasi dengan orang Papua. Cara cenderung masuk dalam praktik 38 Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 20 No.1, Juli 2017: 31-46 komunikasi konteks rendah, baik secara kalau sesama pendatang juga sering ribut. pribadi maupun ketika berinteraksi dengan Mungkin dorang pendatang tidak mau ribut etnik Amber. dengan orang Papua, jadi mereka seperti itu Hal ini tergambar dari praktik sudah” (Jayapura, Agustus 2015). komunikasi yang dilakukan oleh partisipan Hasil konstruksi dari pengalaman seperti suara yang keras, tidak bertele-tele, etnik Komin-Amber di atas memberikan lantang, dan berkata apa adanya. Etnik pemahaman bahwa kedua etnik dalam Komin memunyai pemahaman gaya membangun relasi dengan out-group komunikasi tentang dirinya sendiri dalam mereka sangat berbeda dalam hal gaya berinteraksi dengan kelompoknya (in- komunikasi. group) maupun dengan etnik Amber (out- Etnik Komin cenderung group). Partisipan ON (42 tahun) mempraktikkan gaya komunikasi konteks menjelaskan tentang gambaran dirinya rendah yang menampilkan gaya ketika berinteraksi dengan sesama mereka komunikasi apa adanya, terbuka dan pesan maupun dengan etnik lainnya yang disampaikan mudah dipahami, “Orang Papua itu kalau bicara tidak sedangkan etnik Amber cenderung dibuat-buat. Kalau tidak akan bilang tidak mempraktikkan gaya komunikasi konteks suka demikian juga kalau suka akan bilang rendah yang menampilkan gaya suka. Memangnya kenapakah kalau kita komunikasi yang basa-basi, tidak lepas, dan terus terang, kan lebih bagus toh, daripada maksud pesan yang disampaikan secara kita sembunyi-sembunyi. Orang tidak tahu tersirat. kita pu mau macam dorang pendatang suka basa-basi. Mau bilang tra sopankah, Orientasi Budaya (Individualis vs terserah dorang toh, dia pu urusan yang Kolektivis) penting kita su kasi tau” (Jayapura, Orientasi budaya, budaya kolektivis Agustus 2015). cenderung dilakukan oleh etnik Komin, Etnik Komin menceritakan pula sedangkan orientasi budaya individual bagaimana pengalaman mereka ketika cenderung dilakukan oleh etnik Amber. berinteraksi dengan Amber. Sebagian besar Hasil penelitian menjelaskan bahwa, partisipan etnik Komin setuju dan orientasi budaya kolektivis yang beranggapan bahwa gaya komunikasi etnik dipraktikkan etnik Komin tercermin dari Amber cenderung menggunakan praktik budaya yang masih dipertahankan hingga komunikasi konteks tinggi. Praktik saat ini, seperti sikap hormat kepada komunikasi konteks tinggi yang dimaksud pemimpin atau kepala suku, norma atau etnik Komin dicirikan dengan praktik nilai, aturan hukum adat, solidaritas komunikasi etnik Amber yang berbelit- kesukuan, jaringan kekerabatan di antara belit, basa-basi, kaku, suara yang sesama angota masyarakat adat. Budaya dilemahkan, dan terkesan mencari aman. Papua yang kolektif menjadi salah satu Praktik komunikasi yang berbeda ini, faktor mengapa orang Papua sulit untuk terkadang mengalami sedikit kendala menerapkan hidup secara individual. sehingga mengakibatkan suasana Sedangkan orientasi budaya etnik Amber keakraban terlihat kaku, namun perbedaan yang individual disebabkan oleh situasi dan ini pula memunyai sisi positif dalam kondisi lingkungan di mana sebagai meminimalisir konflik. pendatang mereka harus mampu bertahan “Orang pendatang kalau bicara dalam relasi soial masyarkat. Hal ini dengan torang memang kelihatan sopan dan tercermin dari praktik budaya yang ramah-ramah. Mereka tidak banyak bicara, menonjolkan kepentingan pribadi, dorang tenang, lebih banyak diam dan menonjolkan atribusi diri, dan tidak mendengar. Saya tau dorang pendatang bergantung dengan orang lain atau sebenarnya tidak seperti itu, karena mereka kelompoknya. 39 Identitas Kultur dalam Relasi Etnik Komin-Amber Di Papua Syarifuddin, Sarwititi Sarwoprasodjo, Musa Hubeis, Ninuk Purnaningsih Tabel 5 Indikator Orientasi Budaya Etnik Komin dan Amber di Papua Komin Amber Indikator i (%) k (%) i (%) i (%) Patuh pada diri sendiri 9 47 Patuh pada pimpinan 91 53 Mengedepankan logika 48 44 Mengedepankan Perasaan 52 56 Frontal 74 19 Kompromi 26 81 Keyakinan pribadi 6 28 Keyakinan kelompok 94 72 Kepentingan pribadi 43 52 Kepentingan bersama 57 48 Suara terbanyak 23 42 Musyawarah dan Mufakat 77 58 Saling percaya (Menjaga keharmonisan) 76 51 Curiga (kewaspadaan) 24 49 Pamrih (kepentingan) 16 33 Toleransi (solidaritas) 84 67 Tanggung jawab individu 31 62 Senasib sepenanggungan 69 38 Pantang menyerah 74 43 Menghindari konflik 26 57 Sejajar 24 41 Sapaan menentukan status 76 59 Ket : I = Individu, K = Kolektif Sumber: data primer (2015) 80 60 40 20 0 Komin (%) Amber (%) Total (%) Sig (Uji t) Orientasi budaya Individu 29 47 38 0.001 Orientasi budaya Kolektif 71 53 62 0 Ket, n Komin = 100, n Amber = 100 Total = 200 * nyata pada p < 0,05 dan ** sangat nyata pada p < 0,01 Sumber : data primer (2015) Gambar 2. Deskripsi dan hasil uji beda Etnik Komin-Amber berdasarkan Orientasi Budaya Orientasi budaya antara etnik Komin Deskripsi Tekstural dan Struktural dan Amber berbeda nyata (0,01) pada Etnik Komin maupun etnik Amber siginifikansi < 0,01. Dalam tidak lepas dari dua nilai budaya individu pelaksanaannya, orientasi budaya kedua dan kolektif. Kedua etnik sama-sama etnik cenderung kolektif, namun secara menerapkan sifat individualnya dan keseluruhan partisipan etnik Komin kolektifnya. Orientasi budaya individu dan cenderung berorientasi budaya kolektif (71 kolektif selalu berada di antara keduanya, persen) dibanding partisipan etnik Amber terkadang sisi individualnya yang dominan (53 persen). terkadang pula sisi kolektifnya yang tinggi Untuk lebih jelasnya, perbedaan dalam menyikapi setiap persoalan pada orientasi budaya kedua etnik dapat dilihat situasi yang berbeda. Secara umum dalam tabel 5. orientasi budaya pada etnik Komin dan 40

Description:
results of this study indicate Cultural identity of ethnic Komin and Amber differs menunjukkan bahwa identititas kultur pada etnik Komin dan Amber
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.