ebook img

i ABSTRAK Kekerasan dengan mengatasnamakan agama beberapa dekade tarakhir ini terus ... PDF

152 Pages·2010·0.77 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview i ABSTRAK Kekerasan dengan mengatasnamakan agama beberapa dekade tarakhir ini terus ...

ABSTRAK Kekerasan dengan mengatasnamakan agama beberapa dekade tarakhir ini terus meningkat. Bukan hanya konflik yang melibatkan antar pemeluk agama saja, tapi juga terjadi pada internal umat beragama yang ada di Indonesia. Pengakuan akan kebenaran mutlak (truth claim) dalam mendakwahkan agama, atau klaim sepihak terhadap pendapatnya yang paling benar, dengan menganggap yang lain salah, dalam menafsirkan teks suci agama merupakan benih-benih yang setiap saat bisa menjadi pemicu meletusnya konflik. Kesadaran akan kebangsaan, termasuk adanya realitas pluralitas, yang dibingkai NKRI berdasar Pancasila terus mengalami degradasi ditengah-tengah masyarakat sehingga tidak mampu lagi menjadi pilar pemersatu. Kondisi yang ada tersebut seharusnya menjadi perhatian serius oleh semua pihak dalam rangka mengurangi benturan-benturan yang terjadi ditengah masyarakat karena adanya perbedaan nilai atau norma yang ada. Sedikit orang yang memperhatikan masalah ini adalah salah satunya, K.H. Abdurrahman Wahid. Sebagai mantan ketua PBNU dan mantan Presiden, Gusdur dikenal sebagai pelindung kaum minoritas, sebagai bagian implementasinya dalam menjaga nilai pluralisme. Pada saat yang sama Gusdur menolak bentuk dakwah yang menggunakan kekarasan atas nama agama. Maka menarik untuk mengetahui apa pendapat Gusdur tentang dakwah dan pluralisme. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun metode dalam menganalisis data dengan analisis deskriptif, yaitu suatu metode yang membahas permasalahan dengan memaparkan temuan data dari subjek penelitian untuk mendapatkan kesimpulan dengan berdasarkan kajian teori yang telah dilakukan sebelumnya. Tehnik pengumpulan datanya adalah dengan penelitian kepustakaan, yaitu dengan mencari bahan-bahan dalam bentuk buku, artikel lepas atau pencarian data dengan menggunakan media internet. Bagi Gusdur dakwah yang paling baik adalah dengan pendekatan budaya atau dakwah kultural. Seorang yang berdakwah tidak harus dilakukan secara formal, yaitu seorang da’i tidak harus menyelipkan ayat al-Quran atau Hadist Nabi. Dan yang paling penting bagi seorang da’i adalah meminimalisir penengakan amr ma’ruh nahi munkar dengan cara paksaan atau kekerasan. Pada sisi lain upaya untuk menjaga pluralisme bagi Gusdur adalah suatu kewajiban konstitusi dalam melindungi setiap hak-hak warga negara. Bagi Gusdur Perjuangan menyebarkan nilai-nilai pluralisme merupakan perintah agama, sebagai suatu realitas Ilahi dalam menciptakan mahluknya yang berbeda-beda. Dakwah adalah upaya seorang da’i untuk mengajak dan menawarkan manusia ke jalan kebaikan sesuai prinsip-prinsip Islam. Bagi praktisi dakwah hal yang paling mendasar bagaimana cara mengemas atau metode yang digunakan untuk berdakwah. Dalam hal ini Gusdur lebih mengedepankan dakwah kultural, yaitu suatu metode dakwah dengan menggunakan pendekatan kebudayaan- kebudayaan lokal, sekaligus menolak bentuk dakwah dengan tindakan kekerasan. Dengan demikian pemeliharaan terhadap nilai pluralisme sebagai bagian dari warisan budaya tetap terjaga. i KATA PENGANTAR Bisimillahirrahmaanirrahiim Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya. Akhirnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Dakwah dan Pluralisme: Studi Pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid” dengan baik. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan serta tauladan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya. Selanjutnya, dalam menyelesaikan skripsi ini tidak sedikit halangan dan rintangan yang penulis hadapi. Dan tidak sedikit pula peran serta dari berbagai pihak dalam membantu penyelesaian skripsi ini. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak. Drs. Wahidin Saputra, M.Ag, pembimbing skripsi sekaligus ketua jurusan dan Ibu Umi Musyarofah, MA, sebagai Sekertaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Segenap dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan bekal ilmu kepada penulis. 4. Segenap staf Perpustakaan FDK, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam hal administrasi, peminjaman buku-buku/referensi, sehingga penulisan skripsi ini selesai. ii 5. Bapak H. Sunardi dan Hj. Surni, orang tua penulis yang telah memberikan segalanya sehingga penulis berhasil menyelesaikan studi ini. 6. Kakak-kakak dan adikku yang telah memberikan banyak dukungannya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. 7. Teman-teman “éRSOUS” (Lembaga Kajian Agama dan Sosial), yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, terimakasih banyak selalu memberikan motivasi dan mendoakan saya. 8. Teman-teman IRMUSKU (Ikatan Remaja Muslim Kumelun), terimakasih atas dukungannya dalam memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. 9. Teman-teman yang tergabung dalam ALASKA (Alumni al-Muayyad Surakarta), Alip, syaiful, Imam, Iqoh dan lainnya yang tidak henti- hentinya mengejek, menekan secara psikis kepada penulis dengan satu tujuan yang mulia, supaya penulis terus semangat dalam menyusun skripsi. 10. Teman-temanku “KPI 2002” terutama kelas D, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, banyak suka duka telah kita lalui bersama, semoga apa yang telah kita lakukan dalam menempuh studi tercatat sebagai amal ibadah. Akhirnya penulis ucapkan terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan, semoga amal ibadah mereka diterima oleh Allah SWT. Amiin. Jakarta, 18 Juni 2009 Penulis iii DAFTAR ISI ABSTRAK...................................................................................................... i KATA PENGANTAR.................................................................................... ii DAFTAR ISI.................................................................................................. iv BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1 B. Perumusan Masalah................................................................... 10 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................... 10 D. Metodologi Penelitian................................................................ 11 E. Tinjauan Pustaka........................................................................ 12 F. Sistematika Penulisan................................................................. 13 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pemikiran.................................................................................. 15 B. Dakwah.................................................................................... 20 1. Pengertian............................................................................. 20 2. Unsur-Unsur Dakwah........................................................... 26 3. Media Dakwah...................................................................... 42 4. Tujuan Dakwah..................................................................... 44 5. Strategi Dakwah Merespon Problematika Ummat................. 45 6. Dakwah Kultural Walisanga.................................................. 51 7. Fenomena Dakwah Kontemporer.......................................... 57 iv B. Pluralisme................................................................................ 60 1. Pengertian............................................................................. 60 2. Pluralisme dalam al-Quran.................................................... 67 3. Praktik Pluralisme pada Masa Nabi....................................... 75 4. Konsep Kebangsaan.............................................................. 79 5. Indonesia, diantara Pluralisme dan Fundamentalisme............ 84 BAB III BIOGRAFI K.H. ABDURRAHMAN WAHID A. Latar Belakang Keluarga............................................................ 89 B. Pendidikan................................................................................. 92 C. Perjalan Karir............................................................................. 99 D. Gusdur, Presiden Pasca Reformasi............................................. 102 E. Pelindung Kaum Minoritas......................................................... 105 BAB IV PLURALISME dan DAKWAH MENURUT K.H. ABDURRAHMAN WAHID A. Dakwah Menurut K.H. Abdurrahman Wahid............................. 110 B.Pluralisme Menurut K.H. Abdurrahman Wahid........................... 119 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan................................................................................ 137 B. Saran.......................................................................................... 139 v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi kekerasan atas nama agama beberapa tahun terakhir sering terjadi di Indonesia. Negara yang di dalamnya terdiri dari berbagai pemeluk agama yang berbeda, suku-suku dengan ribuan bahasa daerahnya dan bentangan pulau dari Sabang sampai Merauke membuat Indonesia tersusun dari sebuah realitas yang sejatinya adalah masyarakat plural1. Namun sayangnya negeri yang dulu tersohor masyarakatnya santun terhadap siapapun dan terbuka sekaligus toleran terhadap setiap perbedaan, dalam sekejap seakan musnah begitu saja. Rentetan kerusuhan masal tak terhitung jumlahnya. Kalau kita klasifikasikan ada tiga periode yang semuanya berkesinambungan. Pertama, periode pra reformasi. Pada periode ini terjadi aksi kerusuhan yang melibatkan kaum pribumi dan non pribumi dalam hal ini etnis China. Kalau mau merunut di mulai dari peristiwa pembakaran puluhan gereja dan sekolah-sekolah Kristen di Situbondo pada 10 Oktober 1996. Kemudian masih pada tahun yang sama, pada tanggal 26 Desember terjadi kasus Tasikmalaya. Kali ini vihara, klenteng, 1 Yudi latif menyebut bahwa masyarakat plural Indonesia adalah sebuah masyarakat plural par execeleency. Bukan hanya plural dalam arti kelompok-kelompok tapi juga plural dalam tradisi-tradisi agama besar.(The Wahid Institut) Sedangkan Reza A.A Wattimena menyebut bisa disebut masyarakat plural atau majemuk jika memenuhi satu dari dua definisi. Pertama,masyarakat yang terdiri dari komunitas etnis yang berbeda-beda, komunitas tersebut hidup terpisah dan masing-masing memiliki moralitasnya sendiri. Kedua,masyarakat yang hidup dalam komunitas yang sama namun dipisahkan satu sama lain oleh pasar. (www.averroes.or.id) vi sejumlah gereja serta beberapa faisilitas umum di rusak massa. Hal yang sama juga terjadi pada 23 mei 1997 kali ini Rengas Dengklok menjadi lahan pembakaran tempat- tempat ibadah. Dari ke tiga kerusuhan tersebut beberapa pengamat melihat adanya faktor kesenjangan sosial antara pribumi dan non pribumi dalam hal ini etnis China. Sementara Gusdur dalam komentarnya menyatakan bahwa kerusuhan yang terjadi pada waktu itu bukanlah berdasar motif agama, melainkan soal ekonomi politik.2 Lebih lanjut Gusdur menduga bahwa ada semacam ketidak-puasan yang dirasakan masyarakat kecil karena melihat kesenjangan sosial di sertai marginalisasi ekonomi dan politik. Situasi semacam ini kemudian di manfaatkan kalangan elit politik di Jakarta sebagai suatu alat untuk memuluskan jalan menuju kedudukan tertentu. Meski demikian kerusuhan-kerusuhan tersebut membenturkan pemeluk agama Islam sebagai mayoritas dan Kristen serta Tionghoa pada kelompok minoritas. Periode selanjutnya pada saat terjadinya gerakan reformasi pada Mei 1998. Gerakan yang di pelopori mahasiswa ini menuntut Soeharto turun dari kekuasan tertinggi di negeri ini. Celaknya gerakan yang sejatinya adalah gerakan politik itu jauh dari yang apa yang di perkirakan sebelumnya. Sebelum Soeharto turun terjadi huru-hara yang sangat hebat di Jakarta dan beberapa daerah lain. Di Jakarta perusakan dan penjarahan terhadap super market, gedung perkantoran dan toko- toko yang di identifikasi milik kaum bermata sipit begitu menakutkan. Pemerkosaan dan pembantaian juga lebih banyak terjadi kepada keturunan 2 Abd. Moqsith Ghazali, Prakarsa perdamaian, Tashwirul Afkar, Jakarta, 2007 . hal.3 vii Tionghoa yang menjadi korbannya. Akan sangat lazim kita jumpai pada waktu itu di depan toko-toko dan rumah warga memasang tulisan ‘Pro reformasi atau pribumi’ sebagai antisipasi terhadap tindakan penyerangan.3 Priode pasca reformasi menjadi priode panjang dari daftar kekerasan yang terjadi di negeri ini. Pada priode ini terdapat aksi kekerasan serta kerusuhan masal dengan motif yang berbeda serta melibatkan isu yang lebih komplek. Pertentangan antara Muslim dan Kristen seperti penutupan 23 gereja di Bandung, Cimahi dan Garut yang berlangsung sejak akhir 2002 sampai kasus terakhir penutupan Gereja Kristen Pasundan Dayeuhkolot di bandung pada 22 Agustus 2005 lalu.4 kerusuhan yang bersifat etnisitas juga memperburuk priode ini. Pada tahun 1999 terjadi kasus pertikaian antara Madura, melayu, Bugis dan Dayak di Sambas Kalimantan Barat. Kemudian, pada tahun 2001 letupan kembali muncul yang melibatkan suku Dayak dan Madura kali ini di daerah Sampit Kalimantan Tengah. Berdasarkan catatan KOMNAS HAM korban jatuh mencapai sekitar 400 jiwa dan ratusan rumah di bakar dan di rusak.5 Terakhir kekerasan dengan mengatasnamakan agama Islam yang di identifikasi sebagai kelompok fundamentalisme Islam atau Islam garis keras.6 Tindak kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ini variatif, dari aksi bom bunuh 3 Kerusuhan Mei 1998 ( Di akses dari Wikipedia Indonesia pada 31 juli 2008) 4Penutupan tersebut dilakukan oleh kelompok yang mengaku sebagai Barisan Anti Pemurtadan (BAP) dan Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) yang terdiri dari berbagai elemen organisasi masyarakat yang berlabel agama diantaranya adalah Front Pembela Islam (FPI) selengkapnya lihat di www.tempointeraktif.com diakses pada kamis 31 juli 2008 5 www.liputan6.com /2001/03 di akses pada 24 Juli 2008 6 Terminologi Fundamentalisme sesungguhnya lahir dari tradisi barat menunjuk pada gerakan protestan Amerika pada abad kembilan belas masehi. Gerakan ini memiliki prototipe penafsiran Injil dan seluruh teks agama secara literal dan menolak cara penakwilan atas teks, demikian pendapat Agung primamorista. Namun perkembangan selanjutnya setelah peristiwa 11 september 2001 kata ini lebih sering ditunjukan kepada kelompok Islam berhalauan keras. Lihat Fundamentalisme pada www.mediaisnet.com viii diri, penutupan tempat ibadah non muslim. Selain itu ciri dari kelompok ini juga terkesan keras dengan orang-orang sesama muslim yang berbeda pendapat dalam menafsirkan sebuah teks suci. Aksi pengeboman Bali I 12 Oktober 2002 menjadi semacam di mulainya oprasi para teroris di Indonesia dalam melakukan aksinya. Setelah itu di susul berbagai aksi bom bunuh diri yang terjadi di JW Marriot, kedutaan Australia, bom Bali II dan lain sebagainya. Aksi teroris yang terjadi di Indonesia tidak bisa di pisahkan dari peledakan menara kembar WTC dan Pentagon. Simbol kekuatan ekonomi kapitalis Amerika sekaligus simbol pertahanan negara super power hancur dalam sebuah serangan bunuh diri oleh para teroris dengan menabrakan pesawat non komersil. Kecenderungan yang paing mutakhir justru lebih menghawatirkan karena pertentangan bukan hanya antara pemeluk agama tapi sudah menyentuh sesama muslim. Pertentangan biasanya dipicu atas tafsir teks suci serta perbedaan cara pandang dalam menyelesaikan masalah. Menganggap pendapatnya yang paling benar dan yang lain salah dengan di tambah unsur pemaksaan kehendak dengan cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Kelompok dengan karakter demikian dapat kita jumpai seperti HTI ( Hizbut Tahrir Indonesia), MMI (Majelis Mujahidin Indonesia) dan FPI (Front Pembela Islam). Adapun kelompok yang disebut terakhir akan sangat mudah kita ingat karena aksi-aksi kebrutalannya yang tidak mempedulikan hukum yang berlaku. Setidaknya setiap memasuki bulan suci Ramadhan semacam ritual tahunan yang wajib hukumya. FPI melakukan sweping ke tempat hiburan malam serta memaksa tutup pedagang makanan yang berjualan pada siang hari karena dianggap tidak menghormati orang yang sedang berpuasa. ix Kemudian kasus penyerangan FPI terhadap massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang sedang memperingati hari lahir pancasila tanggal satu Juli baru-baru ini semakin mempertegas watak fundamentalis yang tidak kenal kata kompromi. Peristiwa Monas di picu silang pendapat mengenai keberadaan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia berubah menjadi penyerangan secara brutal tepat di tengah jantung simbol kebanggaan Jakarta. Tragedi itu sendiri mengakibatkan 74 orang luka-luka dan beberapa diantaranya mendapat perawatan cukup serius di rumah sakit. 7 Peristiwa yang mendapat liputan luas dari media massa dan perhatian masyarakat karena diantara korban berjatuhan kebetulan terdapat tokoh terkenal seperti Prof. Syafi’I Anwar. Fakta-fakta di atas merupakan tragedi kemanusian yang sangat memilukan di negeri ini. Negeri yang di bangun atas dasar pluralitas ini mengalami gangguan yang membahayakan. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yang menjadi landasan kita untuk hidup berdampingan seakan tidak mampu membendung arus perpecahan dalam masyarakat. Pada sisi lain keadaan demikian justru menjadi paradoks. Pertama Indonesia yang di huni mayoritas beragama muslim akan dianggap sebagai golongan penindas terhadap kaum minoritas agama lain. Padahal Islam sebagai agama sangat menghargai adanya perbedaan. Bahkan dalam Al Quran, Allah telah menjelaskan mengenai kondisi dunia yang di tinggali manusia. 7 Diakses pada 27 Juli 2008 dari www.kompas.com/2008/06 x

Description:
Pengakuan akan kebenaran mutlak (truth claim) dalam mendakwahkan agama, atau klaim al-Muayyad. Surakarta), Alip, syaiful, Imam, Iqoh dan lainnya yang tidak henti- Rosulullah yang di pimpin Habib Mundzir Al-Musawwa atau Nurul Mustofa yang . dari memahami kesempurnaan Tuhan.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.