HAND BOOK SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOGI PEMBANGUNAN OLEH : DRA. LELI YULIFAR, M.Pd. I. Pengantar Kehidupan manusia dapat dikaji baik melalui Sosiologi maupun Antropologi. Hal ini menjadikan kedua disiplin ilmu tersebut susah untuk dipisahkan. Banyak para ahli Sosiologi merangkap menjadi antropolog, dan sebaliknya. Kendati demikian, kajian Antropologi yang berhubungan langsung dengan Sosiologi, hanya yang berkenaan dengan Antropologi budaya saja. Dalam hal ini, khusus kajian yang berkenaan dengan aspek manusia sebagai mahluk sosial budaya, yang diidentifikasi bahwa manusia memiliki perilaku sosial yang melembaga. Antropologi Budaya berobjekan manusia sebagai mahluk sosial, yang hidup dalam kelompok masyarakat pendukung dan pengembang kebudayaan di dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pembangunan sebagai konsep politik, ekonomi dan sosial di dalam mengarahkan proses perubahan yang diinginkan suatu bangsa akan melibatkan semua pemikiran, ilmu pengetahuan dan teknologi. Abad ke-21 ditandai dengan pesatnya perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sebagai akibat perkembangan Teknologi Informasi. Implikasinya, di dalam upaya perubahan yang direncanakan, yang dikenal dengan istilah Pembangunan, masalah-masalah sosial budaya, sosial ekonomi dan sosial politik tersebut akan melebur dalam satu telaah yang berada dalam ranah Sosiologi dan Antropologi. Masalah pembangunan tidak hanya merujuk kepada aspek kwalitas, tetapi juga kwantitas. Isu-isu tentang pemerataan, perubahan sosial, potensi konflik, disintegrasi, pembangunan fisik dan spiritual dalam kerangka multikultural dalam ruang global tampak menjadi semakin krusial untuk dijadikan bahan diskusi.Untuk memperkuat pemikiran para mahasiswa dalam menganalisis implikasi pembangunan sebuah Negara, termasuk Indonesia, perkuliahan dimulai dengan membahas berbagai teori pembangunan, yang akan digunakan dalam membedah permasalahan kasus-kasus pembangunan sebagai implikasi dari perubahan yang terencana tersebut. 1 Tulisan ini berisikan beberapa telaah terhadap teori-teori pembangunan dan implikasinya, yang juga merupakan pengembangan dari silabus dan hand out perkuliahan Sosiologi dan Antropologi Pembangunan. Tujuan penulisan dimaksudkan untuk membantu para mahasiswa, terutama dalam mengikuti perkuliahan tatap muka di kelas, melalui gambaran mengenai content perkuliahan, sehingga melalui tulisan ini diharapkan dapat memotivasi mereka untuk mencari dan mengembangkan pokok-pokok pikiran ini lebih mendalam dan lebih luas lagi. Lebih lanjut lagi, upaya pengayaan yang dilakukan mereka tersebut diharapkan dapat dengan aktif berperan serta dalam melakukan analisis dan sintesis terhadap materi-materi diskusi yang berkenaan dengan implikasi pembangunan sebagai sebuah upaya terencana tersebut. Materi yang didiskusikan tersebut dilakukan pada paruh semester terakhir perkuliahan ini. II. Definisi Pembangunan dan Tiga Golongan Kebutuhan Dasar Pertumbuhan dan perkembangan umat manusia mendorong Sosiologi dan Antropologi melakukan pengkajian dan analisis setiap fenomena yang terdapat di dalamnya yang akhirnya membentuk tema-tema tersendiri sebagai spesialisasi dari ilmu- ilmu yang bersangkutan. Sosiologi dan Antropologi (budaya) mempelajari manusia yang berkenaan dengan individu, masyarakat, ataupun pranata sosial seperti keluarga, agama dan politik (Gurniwan, 1999 : 33). Kedua disiplin ilmu ini, beserta ilmu-ilmu sosial lainnya berupaya untuk mencoba menjawab setiap masalah yang berhubungan dengan kehidupan manusia, termasuk bagaimana mereka melakukan suatu perubahan, khususnya yang dilakukan dengan sengaja dan terencana. Setiap upaya perubahan yang direncanakan, disebut pembangunan (Kartasasmita, 1996). Di sisi lain, pembangunan tersebut akan menimbulkan perubahan. Karena itu, antara pembangunan dan perubahan akan merupakan dua unsur yang saling berkaitan erat. Sementara itu, berbicara tentang tujuan pembangunan, Otto Soemarwoto (2001), mengatakan bahwa pembangunan bertujuan untuk menaikan tingkat hidup dan kesejahteraan rakyat, yang di dalamnya mengandung makna untuk meningkatkan mutu hidup rakyat. Karena mutu hidup dapat diartikan sebagai derajat dipenuhinya kebutuhan dasar. Pembangunan menurut Sumarwoto dapat diartikan sebagai usaha untuk 2 memenuhi kebutuhan dasar rakyat dengan lebih baik. Selanjutnya dijelaskan bahwa kebutuhan dasar merupakan kebutuhan yang esensial, yang terdiri dari tiga bagian. Pertama, kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup hayati. Kedua, kehidupan dasar untuk untuk kelangsungan kehidupan yang manusiawi dan yang ketiga adalah kebutuhan akan derajat kebebasan untuk memilih. Parsudi Suparlan dalam tulisannnya tentang Antropologi Pembangunan, sebagai penghormatan kepada Koentjaraningrat (1997) mendefinisikan pembangunan sebagai serangkaian upaya yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah, badan-badan atau lembaga-lembaga internasional, nasional atau lokal yang terwujud dalam bentuk- bentuk kebijaksanaan, program, atau proyek, yang secara terencana mengubah cara- cara hidup atau kebudayaan dari sesuatu masyarakat sehingga warga masyarakat tersebut dapat hidup lebih baik atau lebih sejahtera daripada sebelum adanya pembangunan tersebut. Program-program tersebut di antaranya meliputi program- program pembangunan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi , yang mencakup program-program peningkatan kesejahteraan hidup atau mutu, senada dengan Sumarwoto di atas, tentang basic need yang pada gilirannya akan menjadi basic drive setiap individu. Menurut Sumarwoto (2001), pembagian kebutuhan dasar di atas dibagi secara khierarkis berturut-turut dari atas ke bawah, sehingga menjadi tiga golongan. Kelangsungan hidup yang manusiawi dan derajat kebebasan memilih hanyalah mungkin apabila kelangsungan kehidupan hayati telah terpenuhi dan terjamin. Oleh karena itu, kelangsungan kehidupan hayati adalah hal yang paling pokok dan mempunyai bobot yang paling tinggi di antara ketiga golongan kebutuhan dasar. Pada saat kebutuhan dasar yang pertama ini telah terpenuhi, orang sering tidak merasakan adanya kebutuhan dasar pada tahap ini. Akan tetapi, jika karena suatu hal, kebutuhan dasar yang pertama ini tidak terpenuhi, orang akan berusaha mendapatkannya, sampai-sampai bersedia untuk mengorbankan kebutuhan dasar yang lainnya. Misalnya, seseorang tersesat di di padang alang-alang yang luas dan kehabisan air, akan bersedia untuk memberikan pakaiannya, rumahnya dan apa saja kepada orang yang dapat memberikan air kepada dirinya. Batas antara kebutuhan dasar golongan pertama dan kedua tidaklah jelas, melainkan merupakan sebuah daerah peralihan. Dalam daerah peralihan ini kebutuhan dasar 3 dapatlah dikategorikan sebagai kebutuhan dasar untuk kelangsungan kehidupan hayati, maupun sebagai kebutuhan dasar untuk kelangsungan hidup yang manusiawi. A. Kebutuhan Dasar Untuk Kelangsungan Hidup Hayati Mahluk hidup selalu berusaha untuk selalu menjaga kelangsungan hidupnya, tidak saja secara individu tetapi juga sebagai jenis. Kelangsungan hidup sebagai jenis bahkan memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan kehidupan individual. Sehingga kita akan Menjumpai kelakuan altruism, yaitu pengorbanan diri untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenis. Pada manusia, altruism ini dapat terlihat antara lain dalam peperangan. Misalnya para pejuang kita dalam berperang melawan Belanda telah membentuk pasukan berani mati. Mereka bersedia mengorbankan diri demi menyelamatkan pasukan lain atau demi rakyat. Para penerbang Jepang kamikaze telah mengorbankan jiwanya untuk keselamatan Negara dan kaisarnya. Banyak Negara memiliki tradisi untuk menawarkan kepada anggota tentaranya untuk secara sukarela mengerjakan suatu pekerjaan perang yang sangat berbahaya yang mungkin sekali akan menyebabkan kematian. Untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup secara hayati, manusia haruslah mendapatkan air, udara dan pangan dalam kwantitas dan kwalitas tertentu. Kebutuhan dasar ini bersifat mutlak. Kemudian, ia harus terhindar dari serangan organism berbahaya, pathogen, parasit, dan vector penyakit. Di samping itu, manusia harus dapat mempunyai keturunan untuk menjaga kelangsungan hidup jenisnya. B. Kebutuhan Dasar untuk Kelangsungan Hidup yang Manusiawi Berbeda dengan mahluk hidup yang lain, manusia tidak cukup sekedar hidup secara hayati, melainkan karena kebudayaannya ia harus ia harus hidup secara manusiawi. Misalnya, pangan tidak hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, melainkan harus disajikan dalam rasa, warna dan bentuk yang menarik. Sebenarnya manusia dapat hidup dengan tumbuhan dan daging yang mentah, tetapi itu tidaklah manusiawi. Di dalam kondisi iklim di Indonesia, manusia juga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya tanpa pakaian dan rumah, tetapi itupun tidak manusiawi. Jadi jelaslah bahwa sifat manusiawi itu merupakan juga unsure penting dalam mutu lingkungan. 4 Kebutuhan dasar untuk hidup yang manusiawi sebagian bersifat materil dan sebagian lagi non-materiil. Bentuk Non-materil berkembang sangat kuat dan menonjol berkembang pada manusia sehingga berbeda dari hewan. Pada awal perkembangan budayanya, manusia mengembangkan pranata yang mengatur kehidupan sosial kelompok manusia. Pada hewan, sebenarnya ada semacam pranata, tetapi pengaturan pada manusia lebih maju dan lebih tinggi, karena masyarakat manusia lebih kompleks daripada ‘masyarakat’ hewan serta memiliki kemampuan otak yang lebih besar dari pada hewan. Pada masyarakat manusia berikutnya berkembang ranah hukum, sebagai cermin dari hakekat dan martabat tentang dirinya sebagai pribadi dalam berhubungan dengan manusia lain, juga bagaimana dalam hubungannya dengan alam, dan tuhan yang tercermin di dalam kehidupan beragama. Kehidupan dasar yang manusiawi tercermin juga dari kebutuhan manusia akan seni, berbudaya, berfilsafat, pendidikan, pakaian, rumah dan energi (misalnya api). C. Kebutuhan Dasar untuk Memilih Kemampuan memilih merupakan sifat hakiki mahluk untuk dpat mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik pada tumbuhan, hewan dan manusia. Akar tumbuhan dapat memilih unsur mana yang diserap banyak dan mana yang diserap sedikit. Kemampuan memilih ini memungkinkan kita untuk menggunakan tumbuhan sebagai indikator adanya zat tertentu di dalam tanah. Hewan juga memilih apa yang dimakannya. Kambing memiliki pilihan yang lebih luas disbanding hama wereng yang hanya menyukai padi. Pada manusia kemampuan memilih berkembang melampaui tujuan mempertahankan hidup hayatinya, yakni melalui ekspresi hasil budi dan dayanya yang dikenal dengan istilah kebudayaan. Mulai dari jenis makanan yang beraneka ragam, pakaian yang bermode, arsitektur rumah/bangunan, aneka seni dan sebagainya. Keanekaragaman ini mengindikasikan bahwa manusia memiliki kesempatan yang banyak untuk memilih. Memilih merupakan hal yang essensial dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, menjadi bagian dari kebutuhan dasar, terutama untuk memenuhi kelangsungan hidupnya yang manusiawi. Keanekaragaman pilihan ini harus dipelihara, karena akan menjamin atau paling tidak mengurangi kemungkinan tertutupnya pilihan kita di masa 5 yang akan datang. Kesempatan memilih itu meliputi keputusan menentukan nasib dirinya, keluarganya, dan masyarakatnya. Mereka dapat memilih bidang-bidang pekerjaan atau predikatnya sesuai dengan bakat dan minat serta kondisi-kondisi lainnya. Misalnya, pilihan-pilihan untuk menjadi seorang pendidik, insinyur sipil, dokter, paramedis, akuntan, dll. III. Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable development) Konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) merupakan konsep yang dideklarasikan pada penyelenggaraan Earth summit 1992 di Rio De Janeiro. Penggagas konsep ini berasal dari World Commission on Environment and development (Asosiasi SYLFF, 2006). Selain semakin disadarinya bahwa keterkaitan lingkungan hidup dengan permasalahan ekonomi dan sosial, juga kesadaran bahwa analisis dan pemecahan permasalahan serta implementasi pembangunan merupakan upaya yang tidak terputus. Oleh karena itu, berbagai disiplin ilmu semakin berkembang dan digunakan sebagai pendekatan multi dan interdisipliner. Dalam kerangka ‘sustsainable development’, Ginanjar Kartasasmita (1996) mengatakan bahwa suatu pembangunan dapat berkesinambungan apabila ekonomi rakyat berkembang. Posisi penting pengembangan ekonomi rakyat bagi pembangunan yang berkelanjutan menunjukkan adanya keterpaduan antara pemerataan dan pertumbuhan. Pendapat ini merujuk pada konsep pembangunan yang dititikberatkan pada bidang ekonomi. Padahal, aspek politik dan sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perubahan perekonomian. Sehingga, setiap perubahan yang direncanakan, yang disebut pembangunan pada dasarnya merupakan unsur yang tidak terpisahkan antara ketiga aspek tersebut. Di sinilah kajian Sosiologi dan Antropologi akan berperan, sehingga pembangunan akan dirasakan sebagai konsep yang tidak melulu menekankan pada pembangunan ekonomi, baik dalam telaah maupun implikasinya. Aspek lingkungan Sosial-budaya dan ekonomi memang sangatlah penting untuk kesinambungan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan dilakukan oleh dan untuk manusia yang hidup di dalam kondisi sosial budaya dan kondisi ekonomi tertentu. Faktor ekonomi perlu mendapat perhatian, karena pembangunan tidak akan dapat 6 berkelanjutan apabila ekonomi tidak mendukungnya. Kendati demikian, kerap kali faktor sosial budaya diabaikan. Begitu pentingnya faktor sosial budaya untuk diperhatikan, berikut ini terdapat beberapa kasus yang dicatat sejarah, yang memperlihatkan kedua faktor tersebut berkonstelasi dengan kondisi pembangunan. Di antaranya disebabkan karena faktor sosial budaya yang tidak mendukung atau kontra produktif terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Contohnya, pembangunan yang dilakukan di bawah kepemimpinan Syah Iran tidak berkelanjutan karena tidak didukung oleh kondisi sosial budaya, yang membawa kemaharajaan ini kepada situasi hancur dan ambruk. Atau, Ketidakserasian suku Tamil dan Singalese membuat pembangunan di Srilangka yang tadinya berkecenderungan positif, terancam ambruk karena faktor sosial/politik tersebut. Oleh karena itu, sangatlah jelas pentingnya faktor sosial budaya dijadikan fokus perhatian, sama pentingnya dengan bidang ekonomi. IV. Teori-Teori yang Digunakan Dalam Menganalisis Pembangunan Untuk memahami manusia beserta seluruh fenomena di dalam kehidupannya dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis bagaimana sekelompok manusia berupaya membangun bangsanya, melalui penggunaan teori-teori. Di dalam menganalisis fenomena sosial tersebut tidak cukup dengan hanya menggunakan satu teori, tetapi bisa bersifat multi atau interdisipliner. Pemilihan teori didasarkan pada pertimbangan kesesuaian dengan kebutuhan (need. Contohnya, untuk mengetahui kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, maka teori-teori ilmu sosial yang dipilih. Teori ilmu sosial didefinisikan sebagai seperangkat andaian mengenai masyarakat, fenomena sosial dan tingkah laku manusia (Gurniwan, 1999). Sedangkan fungsi Teori menurut Zamroni dalam Gurniwan (1999) ialah untuk : 1. Sistemisasi pengetahuan 2. Eksplanasi, prediksi, kontrol sosial dan 3. Mengembangkan hipotesis. Sehubungan dengan penjelasan tentang arti dan peran teori tersebut di atas, berikut ini akan dipilihkan 3 teori yang cukup populer digunakan dalam menganalisis 7 pembangunan. Teori tersebut terdiri dari Teori modernisasi, Teori Dependensi (Ketergantungan) dan Teori Sistem Dunia. Berikut ini disajikan uraian ketiga teori pembangunan tersebut sebagai hasil kajian Alvin Y. So dan Suwarsono dalam Bukunya tentang Perubahan Sosial dan Pembangunan (2006, ed. Revisi). A. Teori Modernisasi Klasik Modernisasi sebagai proses transformasi yang sistemik , dilakukan secara immanent (terus-menerus) dan cenderung menekankan pada faktor yang berasal dari dalam (internal resources). Untuk mencapai kondisi modern, teori modernisasi klasik mensyaratkan bahwa seluruh nila-nilai tradisional harus diganti oleh seperangkat struktur yang modern. Karena itu, Huntington (1976) menganggap bahwa antara nilai- nilai tradisional dan modern adalah hal yang saling bertentangan. Dalam arti, jika modernisasi ingin dicapai, maka nilai-nilai tradsional harus dirombak total alias dilenyapkan! Modernisasi melibatkan perubahan pada hampir seluruh aspek perilaku sosial, termasuk industrialisasi, urbanisasi, diferensiasi, sekularisasi dan sentralisasi pada satu tempat yang mengakibatkan terjadinya pengelompokan, sehingga modernisasi bercirikan keteraturan dan tidak dalam kondisi yang terpisah-pisah. Awal modernisasi dicatat oleh peristiwa sejarah yang monumental, yakni beberapa temuan teknologi yang melandasi industrialisasi pada berbagai bidang kehidupan masyarakat Eropa yang kemudian dikenal dengan peristiwa Revolusi Industri. Kemudian disusul dengan munculnya Revolusi Perancis yang mengusung nilai-nilai demokratis sebagai bentuk perlawanan terhadap hak-hak istimewa yang dimiliki kelompok feodal. Perkembangan selanjutnya, modernisasi melanda juga segmen kehidupan yang lain, seperti munculnya kemajuan berbagai ilmu pengetahuan yang diikuti perkembangan teknologi. Perobahan ini harus diimbangi oleh sikap mental dan proses adaptasi, sehingga tidak dianggap sebagai orang yang ketinggalan jaman atau ‘mabuk’ modernisasi. Menurut Alvin Y. So dan Suwarsono (2001) yang mengutif pendapat para tokoh Amerika Serikat, Teori Modernisasi lahir sebagai produk 3 peristiwa penting, yakni : 8 1. Munculnya AS sebagai kekuatan dominan sejak pelaksanaan Marshal Plan untuk membangun kembali Eropa Barat sebagai akibat kekalahan dalam PD II. Sementara, Negara-negara Eropa lainnya, seprti Inggris, Perancis, dan Jerman justru semakin melemah. 2. Pada saat hampir bersamaan, terjadi perluasan gerakan komunis sedunia. Uni Soviet berhasil memperluas pengaruhnya keropa Timur, bahkan ke Asia (Cina dan Korea di antaranya. Secara tidak langsung kondisi ini membuat AS ingin membendung pengaruh Komunis, dengan cara berusaha memperluas pengaruh politkinya pada belahan dunia yang lain. 3. Lahirnya Negara-negara merdeka baru di Asia, Afrika dan Amerika Latin, yang sebelumnya merupakan daerah jajahan Eropa . Negara-negara ini secara serempak mencari model-model pembangunan ekonominya dalam usaha mempercepat pencapaian kemerdekaan politiknya. Oleh karena itu, pasca Perang Dunia ke-2 ditandai dengan besarnya perhatian para ilmuwan AS kepada Negara-negara Dunia ketiga yang mendapat dukungan dari pemerintah AS, dan organisasi swasta . Satu generasi baru ilmuwan, ilmuwan politik, ekonomi dan para ahli Sosiologi, Psikologi, Antropologi serta ahli kependudukan menghasilkan karya-karya disertasi dan monografi tentang Dunia ketiga. Satu aliran pemikiran antar disiplin yang tergabung dalam ajaran modernisasi terbentuk dalam tahun 1950-an. Sehingga, karya kajian modernisasi merupakan ‘industri yang tumbuh segar ‘ sampai pertengahan tahun 1960-an. Karya kajian modernisasi dikategorikan sebagai suatu aliran pemikiran atau a school of thouhht. Teori modernisasi memiliki paling tidak dua warisan pemikiran, yakni pewarisan pemikiran struktur fungsionalisme dan pola pikir teori evolusi. Menurut Teori evolusi, perubahan sosial pada dasarnya merupakan gerakan yang linear, searah, progresif dan perlahan-lahan yang akan membawa masyarakat primitif kepada tahapan yang lebih maju, dan membuat ‘wajah’ masyarakat yang beragam menjadi memiliki bentuk dan struktur yang seragam. 9 Salah seorang penganut teori modernisasi, Levy mempercayai bahwa seiring dengan perkembangan waktu, di antara kita akan saling mirip satu sama lain, karena teori modernisasi mengatakan bahwa semakin modern tahapan yang dilalui, maka akan semakin serupa bentuk dan karakter masyarakat yang terlibat dalam perubahan ini. Berdasar pada premis itu, maka teori Rostow memiliki gerakan seperti yang digambarkan teori evolusi : Bergerak dari tatanan masyarakat primitif/sederhana ke masyarakat yang lebih maju atau kompleks. Teori fungsionalisme merupakan pemikiran Talcott Parsons, yang memandang manusia ibarat organ tubuh manusia, sehingga masyarakat manusia pun bisa dipelajari sebagaimana sebuah organ. Tidak mengherankan jika Parson memiliki pandangan ini mengingat latar belakangnya sebagai ilmuwan Biologi. Parsons memandang bahwa sebagaimana halnya tubuh manusia, masyarakat memiliki unsur-unsur yang saling berhubungan satu sama lainnya dalam kaitan yang sistemik, memiliki fungsi pokok dan keseimbangan dinamis-statsioner (homeostatic equilibrium). Parson, dengan menganalogkan tubuh manusia, menggunakan konsep sistem untuk menggambarkan koordinasi harmonis antar kelembagaan yang ada pada masyarakat. Fungsi pokok (fungsional imperative) diimaksudkan untuk menggambarkan 4 macam tugas utama yang harus dilakukan agar masyarakat tidak mati. Keempat hal tersebut dikenal dalam istilah AGIL (Adaptation to the environment, goal attainment, integration, and latency). Lembaga ekonomi sebagai pelaksana adaptasi lingkungan, pemerintah berfungsi untuk pencapaian tujuan umum, lembaga hukum dan agama menjalankan fungsi integrasi, dan keluarga serta lembaga pendidikan berfungsi untuk usaha pemeliharaan. Masyarakat selalu mengalami perubahan yang teratur. Perubahan sosial pada sebuah lembaga akan mengakibatkan perubahan pada lembaga yang lain untuk mencapai keseimbangan baru. Di sinilah peran-peran homeostatic equilibrium dibutuhkan. Dalam menjelaskan perbedaan masyarakat tradisional dan modern, Talcott Parsons merumuskan konsep faktor kebakukan dan pengukur (pattern variables), yang menjadi alat utama untuk memahami hubungan sosial yang langgeng, berulang dan mewujud dalam sistem kebudayaan. Masyarakat tradisional cenderung memilliki 10
Description: