FILOSOFI, ASAS, AJARAN, TEORI HUKUM PERTANAHAN, DAN AGRARIA FILOSOFI, ASAS, AJARAN, TEORI HUKUM PERTANAHAN, DAN AGRARIA Jilid I Herman Soesangobeng Kata Pengantar Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. Editor: Dr. Tjahjo Arianto, S.H., M.Hum. STPN Press, 2012 © Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria Herman Soesangobeng Diterbitkan pertama kali dalam bahasa Indonesia oleh STPN Press, Desember 2012 Jl. Tata Bumi No. 5 Banyuraden, Gamping, Sleman Yogyakarta, 55293, Tlp. (0274) 587239 Faxs: (0274) 587138 E-mail. [email protected] Website.www.stpn.ac.id Penulis: Herman Soesanggobeng Editor: Tjahjo Arianto Layout: Deeje Cover: Laiq El Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum Pertanahan, dan Agraria Yogyakarta: STPN Press 2012 xxvi +342 hlm.: 15 x 23 cm ISBN: KATA PENGANTAR KETUA SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, M.A. ‘Baru saya mengerti pentingnya pengetahuan sebagai penjelmaan dorongan batin. Kalau dulu pengetahuan itu saya isap, saya kumpulkan, sekarang saya mulai melihat pengetahuan sebagai pengluasan dari dalam, pengluasan dari pertumbuhan akal dan jiwa manusia’ (Soedjatmoko, 1984). Pengetahuan itu adalah semua pengaruh yang diterima diri kita dalam penjelajahan-apakah itu Barat, Timur, Islam – akhirnya menjadi batu-batu penyusun bangunan dirinya, tetapi bangunan itu sendiri lain dari batu-batu itu. Segala bacaan kita itu seolah- olah terbalik. Kita mulai melihatnya dari dalam, bukan dari luar. Hilanglah intimidasi yang timbul dari kemampuan dan reputasi pemikir-pemikir termasyhur. Kita terus menerus mencari diri sendiri dan menghadapi pemikir-pemikir utama dunia sebagai salah satu cetusan, sebagai rekan pencari kebenaran. Sesudah itu kita bebas dari cengkeraman dan dominasi pengetahuan. Pengetahuan kemudian menjadi alat pembuka pengertian, yang tidak ada artinya tanpa keikhlasan dan keinginan untuk tahu, untuk mengerti dan untuk pada akhirnya cinta kepada manusia. Demikian tutur lain dari tokoh besar (alm) Soedjatmoko l (1984) yang saya kutip dan kontekstualisasikan untuk diri kita masing- masing baik selaku birokrat, pegiat, usahawan, maupun scholar, intelektual pejuang pencinta manusia dan kemanusiaan. Membaca Filosofi, Asas, dan Ajaran Teori Hukum Pertanahan dan Agraria yang ditulis rekan senior Dr. Heman Soesangobeng, maka jelaslah ia sedang menarik suatu pengetahuan dari pengalaman, sejarah, dan dari pengembaraan pembacaan yang vi Herman Soesangobeng komprehensif atas dinamika problematika pertanahan dan keagrariaan di bumi pertiwi Indonesia, yang akhirnya bermuara pada penyikapanya atas dasar kearifan dan kecintaannya yang mendalam atas manusia petani, penduduk pedesaan, anggota masyarakat, anak bangsa, dan warga Negara Republik Indonesia yang kesemuanya itu sungguh beruntung karena telah memiliki modal konstitusi yang tak ternilai berupa Undang-undang Dasar 1945, Falsafah Pancasila, Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 1960, dan Tap MPR no IX/2001. Hukum Pertanahan yang penulis ajukan, sesuai dengan amanat yang termaktub dalam UUPA haruslah berjangkar pada hukum adat pertanahan itu sendiri yang hidup dalam kelompok- kelompok masyarakat yang bersangkutan. Tentu saja kita tak perlu menghindari atau bahkan mengabaikan atau mengingkari amanat UUPA dengan ini dalih ‘tradisi adalah perumusan sisa, setelah segala yang baik dirumuskan sebagai modern’. Pandangan polaritas masyarakat tradisional dan modern ini harus ditinjau ulang secara kritis, apalagi kesadaran tentang ‘kearifan lokal’ sebagai contoh, maka sesungguhnya ia telah merebak relatif lama terkait isu tentang keterbatasan dayadukung lingkungan untuk mewadahi perkembangan yang timbul. Artinya perlu digagas semacam modus Vivendi dengan tradisi hukum pertanahan dengan perspektif baru dengan rasa hormat yang baru, sehingga tradisi tidak harus menjadi sandera, tetapi ia bisa berdampingan dengan modernitas. Dan sebaliknya, modernisasi juga dapat memperkuat tradisi. Jangan lupa. Apa yang disebut modern pun dalam kenyataannya adalah percampuran atau akulturasi antara tradisonal dan modern. Tibalah saatnya untuk mari bersama-sama kita buka dengan mata hati diri masing-masing dengan sejujurnya atas substansi dan pesan-pesan moral dari buku yang telah diselesaikan wujudnya oleh sang penulis , yang nota bene telah makan asam garam dengan pengetahuan, pengalaman, dan kiprah perjuangannya untuk kemajuan pertanahan dan keagrariaan; sehingga dengan begitu berharap kita akan termasuk golongan yang menjadikan pengetahuan sebagai pembuka pengertian dan sekaligus titik vii Filosofi, Asas, Ajaran, Teori Hukum .... balik pembebasan intelektual. Dengan begitu pula tak ada lagi yang perlu kita pertentangkan kalau di antara para pemangku kepentingan pertanahan dan keagrariaan sepenuhnya hanya mempertautkan keprihatinan dirinya pada soal martabat manusia dan kemanusiaan semata. Semoga. Selamat kepada penulis, dan selamat membaca serta menggumulinya kepada para peminat dan berharap dengan sungguh agar lewat buku ini terbangkitkan ilham yang tak pernah surut untuk kemajuan insan-insan pertanahan dan keagrariaan: petani, penduduk pedesaan, anggota masyarakat, anak-anak bangsa, serta warga negara Republik Indonesia. Yogyakarta, Desember 2012 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KETUA SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONAL ~ v UCAPAN TERIMA KASIH ~ xi PENGANTAR ~ xvii BAB I PENDAHULUAN ~ 1 BAB II PERTUMBUHAN FILOSOFI HUKUM PERTANAHAN DAN KEAGRARIAAN ROMAWI ~ 11 BAB III JENIS KELEMBAGAAN SERTA NORMA HUKUM PERTANAHAN DAN KEAGRARIAAN BELANDA YANG DIPERKENALKAN DI INDONESIA ~ 37 BAB IV PELAKSANAAN PENEGAKKAN HUKUM PERTANAHAN DAN KEAGRARIAAN HINDIA BELANDA DI INDONESIA ~ 67 BAB V FILOSOFI, ASAS-ASAS, AJARAN, DAN TEORI HUKUM PERTANAHAN DAN KEAGRARIAAN ADAT INDONESIA ~ 165 BAB VI PENERJEMAHAN KEMBALI DENGAN PENAFSIRAN BARU ATAS HUKUM PERTANAHAN ADAT SECARA KONTEMPORER ~ 197 BAB VII TEORI KEPEMILIKAN TANAH ‘DE FACTO-DE JURE’ ~ 229
Description: