SANKSI BUGHAH (Studi Komparatif antara Fikih Syafi’iyyah dan Akta 574 Tahun 2002 Tentang Kanun Keseksaan) SKRIPSI Diajukan Oleh : MU’AZ SUFFIAN BIN AHMAD SALLEH Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Prodi Perbandingan Mazhab Nim : 131 209 710 FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM-BANDA ACEH 2018 M / 1439 H ABSTRAK Nama : Mu’az Suffian Bin Ahmad Salleh Nim : 131209710 Fakultas/Prodi : Syariah dan Hukum/Perbandingan Mazhab Judul Skripsi : Sanksi Bughah “Studi Komparatif antara Fikih Syafi’iyyah dan Akta 574 Tahun 2002 Tentang Kanun Keseksaan” Tanggal Munaqasyah : 06 Februari 2018 Tebal skripsi : 64 Halaman Pembimbing I : Prof. Dr. H. Rusjdi Ali Muhammad, S.H. Pembimbing II : Mutiara Fahmi, Lc, MA. Kata Kunci : Bughah, Syafi’iyyah, Akta 574 Bughah atau pemberontak adalah salah satu kejahatan yang masuk dalam satu bentuk tindak pidana. Islam melarang Bughah karena menentang pemerintahan yang sah. Dalam hal ini, Undang-Undang Malaysia juga mengatur masalah hukum Bughah. Di sini, akan dianalisa bagaimana studi analisis komparatif sanksi Bughah antara fikih Syafi’iyyah dan Akta 574 Tahun 2002 tentang Kanun Keseksaan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi pustaka (library research). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sanksi Bughah menurut pandangan fikih Syafi’iyyah dan Akta 574 Kanun Keseksaan persamaanya adalah sisi cara penyelesaian kejahatan Bughah, yaitu sama-sama ada keharusan dalam melakukan langkah damai agar pelaku Bughah sadar dan menghentikan gerakan perlawanannya serta pelaksanaan sanksi Bughah adalah bertujuan untuk menjaga masyarakat daripada berbuat jenayah. Adapun perbedaan ada tiga, Pertama, mengenai jenis sanksi bagi pelaku. Dalam fikih Syafi’iyyah, sanksi hukum bagi pelaku Bughah adalah boleh diperangi, qishash atau diyat atau kafarah. Dalam Akta 574, sanksi hukum Bughah ada tiga, yaitu hukuman mati, atau pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara minimal lima tahun. Bagi tawanan Bughah, boleh dihukum mati. Kedua, mengenai syarat seseorang atau kelompok orang dinyatakan sebagai Bughah. Dalam fikih Syafi’iyyah, ada empat syarat, yaitu pemberontak haruslah seorang yang muslim yang menyalahi Imam, mempunyai kekuatan, adanya ta’wil yang keliru, dan ada individu yang ditokohkan sebagai pemimpin yang ditaati. Dalam Akta 574 Kanun Keseksaan, syaratnya adalah adanya kegiatan-kegiatan yang menjerumus kepada perbuatan pemberontakan terhadap penguasa yang sah maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya, baik dalam hal melindungi, mendanai maupun memberikan fasilitas. Ketiga, mengenai dalilnya, dalam fikih Syafi’iyyah surat al-Hujarat ayat 9 dan hadis riwayat Bukhari dari Abu Bakar bin Nafi’, sedangan di Malaysia dalilnya adalah Undang-Undang Malaysia Kanun Keseksaan (Akta 574) Seksyen 121 Tahun 2002. Kemudian diharapkan penelitian yang dihasilkan dapat menjadi bahan rujukan untuk menghasilkan penelitian selanjutnya. iv KATA PENGANTAR ميحرلا نحمرلا للها مسب Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadrat Allah S.W.T., sang pemilik dan penguasa sekalian alam yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan karuniaNya dengan memberi petunjuk Islam dan iman sebagai pedoman kehidupan dalam menggapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Shalawat dan salam tidak lupa penulis sanjungkan kepangkuan junjungan alam Nabi Muhammad S.A.W beserta keluarga dan sahabat-sahabat baginda yang telah membawa dunia ini kepada kedamaian, memperjuangkan nasib manusia dari kebiadaban menuju kemuliaan, dari kebodohan menuju keilmuan, dari masa jahiliah menuju era islamiyah yang penuh peradaban yang sesuai dengan tuntutan Al-Qur’an dan Sunnah. Berkat rahmat dari Allah S.W.T serta bantuan dari semua yang terlibat penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Sanksi Bughah (Studi Komperatif antara Fikih Syafi’iyyah dan Akta 574 Tahun 2002 Tentang Kanun Keseksaan)”. Karya yang sangat sederhana dalam rangka untuk melengkapi dan memenuhi sebagian syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) dalam bidang Syari’ah Hukum Keluarga Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mengalami berbagai hambatan dan kesulitan, namun segala persoalan tersebut dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Dr. Khairuddin, M.Ag, v ketua prodi Perbandingan Mazhab Dr. Ali Abu Bakar, M.Ag, penasihat akademik Dr. H. Abdul Ghani Isa, SH, M.Ag, serta seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberi masukan dan bantuan yang sangat berharga bagi penulis. Kemudian kata penghargaan yang tidak terhingga penulis ucapkan buat pembimbing I Prof. Dr. H. Rusjdi Ali Muhammad, S.H. dan pembimbing II bapak Mutiara Fahmi, Lc, MA. yang telah memotivasi penulis serta meluangkan waktu dan memberi buah pikir untuk membimbing penulis dari awal hingga selesai penelitian ilmiah ini. Kemudian ucapan syukur dan terima kasih kepada yang selayaknya penulis paparkan kepada ibunda tercinta Che Bashah Binti Awang beserta seluruh ahli keluarga yang disayangi atas dukungan dari segi moral dan material buat penulis dalam mengecapi kejayaan. Juga ucapan terima kasih disampaikan buat seluruh rekan-rekan khususnya mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum beserta Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia Cabang Aceh (PKPMI-CA) yang telah memberikan dorongan semangat baik berupa doa dan sebagainya sehingga penulis mampu menyelesaikan studi S1. Akhirnya hanya kepada Allah S.W.T. kita memohon semoga jasa baik yang disumbangkan oleh semua pihak akan dibalas olehNya. Darussalam, 02 Januari 2017 Penulis, Mu’az Suffian Bin Ahmad Salleh vi DAFTAR ISI LEMBARAN JUDUL ....................................................................................... PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................................... PENGESAHAN SIDANG ................................................................................ ABSTRAK .........................................................................................................iv KATA PENGANTAR .......................................................................................v TRANSLITERASI ............................................................................................vii DAFTAR ISI ......................................................................................................x BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................1 1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................1 1.2. Rumusan Masalah .....................................................................8 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................8 1.4. Kajian Pustaka ...........................................................................8 1.5. Penjelasan Istilah .......................................................................10 1.6. Metode Penelitian......................................................................12 1.7. Sistematika pembahasan ...........................................................15 BAB II : KONSEP UMUM TENTANG BUGHAH ....................................18 2.1. Definisi Bughah ........................................................................18 2.2. Dasar Hukum Bughah ...............................................................21 2.3. Sanksi Bagi Bughah ..................................................................26 2.4. Syarat Penerapan Hukuman Bughah .........................................32 BAB III : ANALISIS PERBANDINGAN SANKSI BUGHAH MENURUT FIKIH SYAFI’IYYAH DAN AKTA 574 TENTANG KANUN KESEKSAAN TAHUN 2002 ....................36 3.1. Sanksi Bughah Menurut Fikih Syafi’iyyah ...............................36 3.2. Sanksi Bughah Menurut Akta 574 Tentang Kanun Keseksaan Tahun 2002................................................................................44 3.3. Perbandingan Konsep Bughah Menurut Fikih Syafi’iyyah dan Akta 574 Tentang Kanun Keseksaan Tahun 2002 .............56 3.4. Analisis Penulis .........................................................................60 BAB IV : PENUTUP .........................................................................................64 4.1. Kesimpulan ..............................................................................64 4.2. Saran .........................................................................................65 DAFTAR KEPUSTAKAAN ............................................................................67 LAMPIRAN ....................................................................................................... RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bughah1 secara harfiah berarti menanggalkan atau melanggar. Dalam istilah hukum Islam yang dimaksud dengan Bughah adalah suatu usaha atau gerakan yang dilakukan oleh suatu kelompok dengan tujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.2 Dalam referensi lain disebutkan Bughah adalah orang-orang yang keluar dari ketaatan kepada imam (penguasa), diiringi dengan sikap perlawanan dengan kekuatan, berdasarkan atas suatu ta‟wil (alasan) yang dibolehkan, atau alasan yang mengandung nilai muhtamal (kebenaran). Menurut hukum Islam, kelompok ini boleh diperangi jika melakukan tindakan kesewenang-wenangan, tidak mau berdamai atau kembali ke jalan Allah S.W.T..3 Akan tetapi, sebelum kelompok Bughah (pemberontak) diperangi, pemerintah haruslah melakukan perundingan terlebih dahulu dengan kelompok tersebut. Dari itu, dapat kita fahami bahwa Bughah (pemberontak) merupakan orang yang berusaha mengadakan perubahan terhadap sistem pemerintahan atau 1 Bughah, adalah pemberontak atau keluar dari mentaati Imam yang adil tanpa alasan tertentu. Lihat; Eldin H. Zainal, Fiqih Jina‟iy al Islamiy,1990, hlm. 48. 2 Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 73 3 Mutiara Fahmi Razali, Pergolakan Aceh dalam,Perspektif Syariat (Banda Aceh; Penerbit Pena, 2014), hlm. 177. 1 2 menggantikan penguasa-penguasa negara dengan jalan kekerasan, atau mengatakan tidak mau tunduk dengan mendasarkan pada kekuatan (senjata). Menurut pemahaman Islam, sistem sosial menjadi dasar kehidupan masyarakat Islam dalam agama Islam.4 Dari itu, jika yang menjadi objek adalah perubahan sistem sosial (dasar kehidupan masyarakat), maka tidak lagi disebut pemberontakan, melainkan membuat keonaran. Terwujudnya suatu negara yang baik, aman, tenteram dan mendapat keampunan dari Allah S.W.T., tidak terlepas dari adanya pemerintahan yang sah yang diberi wewenang untuk dapat mengendalikan roda pemerintahan. Hal itu juga tidak telepas dari adanya kesetiaan atau kepatuhan seluruh warga Negara (rakyat) terhadap pemerintah. Firman Allah S.W.T. di dalam Al-Qur‟an surah Al-A‟raf (7) ayat 33, yang berbunyi : ىَأوَ قِّ حَ لۡٱ رِ يۡغَ ِب يَ غۡ َبلۡٱوَ نَ ثۡلِۡ ۡٱوَ يَ َطَب اهَ وَ اَهٌۡهِ رَ َهَظ اهَ شَ حِ ىََٰ َفلۡٱ يَ ِّبرَ مَ رَّ حَ اوَ ًَِّإ لۡ ُق ىَ ىوُ َلعَۡت لََ اهَ ِللََّّ ٱ ىَلعَ اْ ىُلىُقَت ىَأوَ اٌَٗطَٰ لۡسُ ۦهِ ِب لۡ زِّ ٌَُي نَۡل اهَ ِللََّّ ٱِب اْ ىكُ رِ شۡ ُت Artinya: “Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”. 4 A. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 189.
Description: