DIVERSIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU PILAR KETAHANAN PANGAN Diversification as One of the Food Security Pillars Sumaryanto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT Global financial crisis and climate changes have affected food security in a more vulnerable situation. Food security pillars, in this respect should be strengthened. The food security pillar should not rely only on quantitative approaches, but also on other pillars in a wider food spectrum. One of the feasible ways to enhance food security is to develop food diversification based on local food commodities. This paper is aimed to assess some vulnerable points of national food security, the significant of the diversification to enhance food availability and its prospect as one of the pillars to develop steady food security in Indonesia. Key words: food security, diversification, local food commodity ABSTRAK Krisis finansial global dan perubahan iklim mengakibatkan ketahanan pangan menjadi lebih rawan. Oleh karena itu pilar-pilar ketahanan pangan perlu diperkuat. Pendekatan yang perlu ditempuh adalah mengupayakan agar pilar ketahanan pangan tidak hanya bersandar pada dimensi kuantitatif dalam penyediaan, distribusi, dan daya beli tetapi perlu dilengkapi dengan perluasan spektrum pangan. Salah satu cara yang layak ditempuh adalah dengan mengembangkan diversifikasi berbasis bahan pangan lokal. Tulisan ini membahas titik-titik rawan ketahanan pangan nasional, menelaah arti penting diversifikasi berbasis bahan pangan lokal, dan prospek diversifikasi sebagai salah satu pilar ketahanan pangan Indonesia. Kata kunci: ketahanan pangan, diversifikasi, bahan pangan lokal maka pertumbuhan ekonomi melemah, PENDAHULUAN pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat turun sehingga akses penduduk Semua negara berkepentingan untuk terhadap pangan menurun. Kedua, tantangan mencapai ketahanan pangan yang mantap. yang sifatnya jangka menengah – panjang Dalam konteks itu ketahanan pangan pada terkait dengan perubahan iklim. Perubahan negara berkembang menjadi sangat strategis iklim merupakan ancaman sangat potensial karena terkait pula dengan pencapaian sa- terhadap ketahanan pangan karena pertanian saran Millenium Development Goals (MDGs). sangat rentan terhadap perubahan iklim Ini dapat disimak dari konvergensi antara (McCarl et al., 2001). Dalam konteks ini, tujuan ketahanan pangan dengan urutan kelompok paling rentan adalah penduduk teratas sasaran MDGs (ada 8 sasaran) yang negara-negara berkembang berpendapatan menyebutkan bahwa pada tahun 2015 rendah karena kapasitas adaptasinya terhadap diharapkan angka kemiskinan dan kelaparan perubahan iklim pada umumnya rendah tinggal separuh dari kondisi tahun 1990. (IPCC, 2001); sementara itu sebagian besar dari kelompok ini menggantungkan nafkahnya Tantangan yang dihadapi sebagian dari sektor pertanian. besar negara berkembang dalam ketahanan pangan terkait dengan dua faktor penting Ketahanan pangan mencakup empat berikut. Pertama, tantangan yang sifatnya dimensi (FAO, 2003) yaitu: (i) ketersediaan jangka pendek terkait dengan dampak negatif pangan, (ii) jangkauan/akses penduduk ter- krisis finansial global. Akibat krisis finansial hadap pangan, (iii) stabilitas pasokan dan DIVERSIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU PILAR KETAHANAN PANGAN Sumaryanto 93 cadangan pangan, dan (iv) pemanfaatan Seperti negara berkembang lainnya, pangan (lazimnya berkaitan dengan budaya Indonesia juga menghadapi tantangan yang pemanfaatan bahan pangan). Mengacu pada semakin berat. Pada dimensi ketersediaan, situasi dan kondisi internal (kekuatan dan tantangannya adalah mewujudkan tingkat kelemahan) maupun tantangan yang dihadapi cadangan pangan yang memenuhi kriteria terkait dengan dinamika faktor eksternal mantap. Ketahanan pangan berada pada (peluang dan ancaman potensial) maka upaya status mantap adalah jika rata-rata rasio pemantapan ketahanan pangan mensyaratkan cadangan terhadap tingkat penggunaan men- dua kondisi berikut secara simultan. Pertama, capai 20 persen ke atas, sedangkan saat ini pendekatannya haruslah holistik agar keempat baru sekitar 4,38 persen. Pada dimensi akses dimensi yang tercakup dalam sistem keta- penduduk terhadap pangan, tantangannya hanan pangan tertangani secara simultan. terkait dengan daya beli penduduk miskin. Kedua, adanya penguatan pilar ketahanan Pada tahun 2008 yang lalu, jumlah penduduk pangan berbasis sumberdaya lokal agar tidak yang masih termasuk kategori sangat rawan rentan terhadap pengaruh faktor eksternal pangan masih sekitar 25,1 juta orang (11,1%). yang mengancam stabilitas ketersediaan Selain kedua hal tersebut di atas, tantangan pangan maupun akses penduduk terhadap lain yang tak kalah penting adalah mengubah pangan. pola konsumsi pangan yang bukan hanya kondusif untuk mewujudkan sistem ketahanan Ketahanan pangan akan terwujud de- pangan yang stabil tetapi juga lentur (resilient) ngan cepat jika secara simultan tiga kondisi terhadap guncangan faktor eksternal yang berikut terpenuhi. Pertama, pertumbuhan eko- terkait dengan ketersediaan pangan pokok. nomi yang tinggi. Kedua, dalam pertumbuhan Konkritnya adalah mengurangi ketergantungan ekonomi yang tinggi tersebut sektor pertanian yang berlebihan pada komoditas beras melalui tumbuh lebih cepat dari sektor lainnya. Ketiga, diversifikasi pangan berbasis bahan pangan pertumbuhan penduduk dapat ditekan. Ke- lokal. empat, akselerasi pembangunan sumberdaya manusia mencapai sasaran. Dalam "The State Bagi Indonesia diversifikasi produksi of Food Insecurity in the World 2003", FAO dan konsumsi berbasis pangan lokal sangat menyatakan bahwa 'In general the countries mendesak. Diversifikasi produksi pangan ada- that succeeded in reducing hunger were lah salah satu cara adaptasi yang efektif untuk characterised by more rapid economic growth mengurangi risiko produksi akibat perubahan and specifically more rapid growth in their iklim dan kondusif untuk mendukung perkem- agricultural sectors. They also exhibited slower bangan industri pengolahan berbasis sumber- population growth, lower levels of HIV and daya lokal. Pada sisi konsumsi, diversifikasi higher rangking in the Human Development memperluas spektrum pilihan dan kondusif Index". untuk mendukung terwujudnya pola pangan harapan. Pendek kata, diversifikasi pangan Pewujudan ketahanan pangan sangat berbasis bahan pangan lokal kondusif untuk ditentukan peran strategis sektor pertanian mendukung stabilitas ketahanan pangan dan dalam arti luas. Selain menghasilkan pangan, meningkatkan kelenturan sistem tersebut sektor ini juga berkontribusi besar dalam sehingga dapat dipandang sebagai salah satu peningkatan daya beli masyarakat melalui pilar pemantapan ketahanan pangan. Oleh peranannya dalam penyerapan tenaga kerja. karena itu akselerasi diversifikasi pangan Secara global sekitar 36 persen penduduk sebagaimana diamanatkan dalam Perpres No. dunia menggantungkan nafkahnya dari per- 22 Tahun 2009 harus dapat diwujudkan. tanian. Bahkan untuk negara berkembang angkanya lebih tinggi lagi, berkisar antara 40 – Tulisan ini ditujukan untuk membahas 50 persen (ILO, 2007). Di Indonesia, pada saat simpul-simpul rawan ketahanan pangan ini (Feb 2009 – BPS) dari total 104,49 juta Indonesia dan menelaah arti penting diversi- penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja, fikasi dalam pemantapan ketahanan pangan. sekitar 43,03 juta (41,2%) bekerja di sektor Diharapkan pula tulisan ini ikut berkontribusi pertanian, kehutanan, perburuan dan per- dalam penyebar luasan semangat dan pema- ikanan. haman mengenai arti penting akselerasi diversifikasi pangan berbasis bahan pangan FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 27 No. 2, Desember 2009 : 93 - 108 94 lokal sebagai salah satu pilar pemantapan Seiring dengan peningkatan penda- ketahanan pangan nasional. patan, pangsa pengeluaran rumah tangga untuk pangan menurun. Pada tahun 1999, rata-rata pangsa pengeluaran untuk pangan KECENDERUNGAN KONSUMSI DAN adalah sekitar 62,9 persen. Pada tahun 2004 PASOKAN PANGAN turun menjadi 54,6 persen, dan pada tahun 2008 turun lagi menjadi 50,2 persen. Konsep ketahanan pangan (food Perhitungan berdasarkan pendekatan security) berkembang dari waktu ke waktu neraca bahan makanan agregat (apparent sampai memperoleh bentuknya sekarang ini. consumption) menunjukkan bahwa kebutuhan Pertama kali muncul adalah pada World Food beras per kapita adalah sekitar 139,15 Conference (1974), perluasan makna dan kg/kapita/th. Dengan pendekatan ini, maka revisi oleh FAO (1983) dan kontribusi World perkiraan kebutuhan beras pada tahun 2010, Bank tahun (1986) dalam hal ini karya Amartya 2015, dan 2020 masing-masing adalah sekitar Sen (1981) tentang Poverty and Famines: An 32,49, 34,45, dan 36,32 juta ton. Angka-angka Essay on Entitlement and Deprivation ikut ini setara dengan sekitar 51,98, 55,12, dan mewarnai definisi ketahanan pangan, dan 58,11 juta ton gabah kering giling. yang sekarang ini secara luas diadopsi adalah Konsumsi pangan sumber karbohidrat sebagaimana yang dinyatakan dalam World yang lain yang penting disimak adalah jagung, Food Summit 1996 (FAO, 1996): “Food kedelai, dan gula. Peningkatan kebutuhan security exists when all people, at all times, jagung dan kedelai tidak bersifat langsung. have physical and economic access to Jagung adalah bahan baku utama industri sufficient, safe and nutritious food that meets pakan sehingga kebutuhan jagung akan terus their dietary needs and food preferences for an meningkat seiring dengan meningkatnya kebu- active and healthy life”. Jadi ketahanan tuhan daging, telur, dan susu yang kesemua- pangan mencakup empat dimensi yaitu: (i) nya itu merupakan bahan pangan utama untuk ketersediaan (food availability), (ii) jangkauan/ memenuhi kebutuhan protein hewani. Kedelai akses (access to sufficient food), (iii) stabilitas adalah bahan baku utama dalam industri tahu (stability of food stock), dan (iv) pemanfaatan dan tempe. Kedua jenis pangan ini adalah (utilization of food, which is related to cultural sumber protein (nabati) andalan kelompok practices). pendapatan menengah kebawah; dan terkait dengan kualitas gizinya semakin populer pula Konsumsi: Kondisi Sekarang dan pada kelompok pendapatan menengah keatas. Kecenderungannya Gula juga bagian dari menu harian dan bahan pembantu utama dalam berbagai jenis industri Dengan asumsi konsumsi per tahun makanan yang sampai saat ini peranannya tak dapat diestimasi dari konsumsi seminggu mudah disubstitusi bahan pemanis lain. terakhir data SUSENAS 2008 menunjukkan Kebutuhan jagung, kedelai, dan gula masih bahwa rata-rata konsumsi beras penduduk akan terus meningkat dengan pertumbuhan Indonesia Tahun 2008 adalah sekitar 107,8 sekitar 3 – 5 persen/tahun. kg/kapita/tahun. Dari jumlah itu yang langsung dari beras konsumsi rumah tangga (beras dari Selain yang disebutkan di atas, kera- padi cere untuk dimasak) adalah sekitar 88 gaan konsumsi terigu cukup menonjol dan persen. Sisanya adalah beras dalam bentuk seringkali mengundang kontroversi. Konsumsi tepung, makanan olahan, beras ketan, dan per kapita terigu menunjukkan trend pening- sebagainya. Kebutuhan beras masih akan katan yang perlu diwaspadai karena semua terus meningkat setidaknya sama dengan bahan bakunya harus diimpor. Dalam lima pertumbuhan penduduk karena meskipun tahun terakhir, tepung terigu telah menjadi untuk golongan menengah ke atas pening- sumber karbohidrat kedua terbesar setelah katan pendapatan berkorelasi negatif dengan beras. Saat ini kontribusinya sebagai sumber konsumsi beras per kapita, tetapi untuk karbohidrat sekitar 14,2 persen. Berarti men- golongan menengah ke bawah masih ber- duduki peringkat kedua setelah beras yang korelasi positif. kontribusinya adalah sekitar 79,6 persen. Tan- DIVERSIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU PILAR KETAHANAN PANGAN Sumaryanto 95 pa ada upaya serius untuk mensubstitusinya Menyimak perkembangan konsumsi dengan bahan pangan lokal, diperkirakan rata- seperti dikemukakan di atas dapat ditarik rata pertumbuhan kebutuhan terigu lebih dari 5 beberapa butir kesimpulan berikut. Pertama, persen per tahun. Tahun terakhir ini impor kebutuhan pangan pokok masih akan terus gandum (bahan baku terigu) sekitar 6 juta ton. meningkat dengan laju pertumbuhan setidak- Meningkatnya impor gandum tidak hanya nya sama dengan laju pertumbuhan pen- membebani devisa tetapi juga tidak kondusif duduk. Kedua, pola konsumsi pangan pokok untuk perkembangan produksi pangan lokal masih terdominasi beras dan perkembangan beserta industri pengolahannya. menuju PPH relatif lambat. Ketiga, upaya perbaikan keamanan pangan masih perlu Bagaimanakah dimensi kualitatif kon- terus dipacu. sumsi pangan kita? Ada dua aspek yang perlu kita bahas dalam konteks ini: (1) komposisi pangan yang dikonsumsi (pola konsumsi Pasokan: Kondisi Sekarang dan aktual versus normatif), dan (2) keamanan Kecenderungannya pangan (food safety). Pangan merupakan kebutuhan dasar Mengamati perkembangan pola kon- manusia. Oleh karena itu harus tersedia dalam sumsi aktual dan komparasinya dengan pola jumlah yang cukup pada setiap waktu dan normatif yakni Pola Pangan Harapan (PPH) tempat serta dapat diakses (harganya ter- dapat disimpulkan bahwa perkembangan ke jangkau). Secara normatif sumber utama arah PPH menunjukkan trend positif namun pasokan pangan harus dapat diproduksi relatif lambat. Untuk konsumsi energi skor sendiri. Menggantungkan pemenuhan pasokan PPH yang dicapai penduduk perkotaan lebih pangan dari pasar internasional adalah riskan tinggi daripada penduduk pedesaan namun karena pasar beras internasional pada dasar- laju perkembangannya relatif sama (Ariani, nya merupakan residual dan terkait dengan 2006). perubahan iklim stabilitas pasokannya sangat Pada tahun 1999 rata-rata tingkat rawan. Dengan kata lain, untuk negara ber- konsumsi aktual adalah sekitar 1850 kal/ penduduk besar maka swasembada pangan kapita/hari dengan skor PPH sekitar 66,3. Dari bukan hanya relevan dan logis tetapi wajib. tahun-ketahun terus meningkat sehingga pada Bahkan Amerika Serikat yang merupakan tahun 2007 mencapai 2015. Angka ini lebih eksportir pangan dunia, menduduki peringkat I besar dari Angka Kecukupan Energi (AKE) cadangan pangan dunia (18,2%), dan pendu- normatif yakni 2000 (sebelumnya 2200), tetapi kung utama liberalisasi perdagangan interna- karena komposisinya terdominasi bahan sional juga berpendapat (setidaknya sebagian pangan padi-padian dan minyak+lemak maka dari mantan pemimpinnya): Food is not a skor PPH-nya hanya mencapai 83,1 (skor commodity like others. We should go back to a ideal adalah 100). policy of maximum food self-sufficiency. It is crazy for us to think we can develop countries Gambaran tentang kecenderungan around the world without increasing their ability tingkat keamanan pangan (food safety) dapat to feed themselves (Former US President Bill dilihat antara lain dari insiden keracunan Clinton, Speech at United Nations World Food makanan beserta kejadian rentetannya. Data Day, October 16, 2008). Demikianpun halnya BPOM Tahun 2008 menunjukkan bahwa rata- dengan Indonesia sehingga impor beras rata case fatality rate (CFR) yakni persentase diposisikan sebagai instrumen stabilisasi harga jumlah orang yang meninggal terhadap jumlah beras domestik (Sawit dan Lokollo, 2007). yang sakit akibat mengkonsumsi pangan tak memang kurang dari satu persen, namun Menyimak perkembangan yang terjadi kecenderungannya masih meningkat. Pada selama ini 30 tahun terakhir dapat disimpulkan tahun 2007 yang lalu tercatat ada 179 Keja- bahwa kita belum mencapai status swasemba- dian Luar Biasa (KLB) kasus keracunan da yang mantap. Status swasembada pertama pangan dengan jumlah terpapar hampir 20 ribu kali adalah tahun 1984. Namun prestasi ter- orang. Dari jumlah itu korban yang sakit sebut tidak bertahan lama. Derajad swasem- adalah sekitar 7400 orang dan yang meninggal bada beras menurun menjadi swasembada 54 orang. "on trend" pada periode 1987 – 1993; dan FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 27 No. 2, Desember 2009 : 93 - 108 96 kemudian menjadi defisit mutlak berkelanjutan dan kesuburan fisik dan kimia lahan pertanian. sejak tahun 1994 - 1999. Sejak pertengahan Kedua, pertumbuhan produktivitas sangat dasawarsa 90-an Indonesia telah kembali lambat. Penyebabnya diduga kuat terkait menduduki posisinya sebagai salah satu dengan: (i) over intensifikasi pertanian yang raksasa importir beras dunia (Simatupang, kurang memperhatikan prinsip-prinsip perta- 2000). Dalam delapan tahun terakhir (2000 – nian berkelanjutan (intensitas tanam tinggi, 2007), data dari Bulog menunjukkan bahwa monokultur, dosis pupuk an organik berlebih, rata-rata impor beras mencapai 1,55 juta ton sangat kurang/tanpa menggunakan pupuk per tahun (terendah tahun 2005 yaitu 0,45 juta organik), (ii) seretnya inovasi dan adopsi ton, tertinggi tahun 2002 yakni 3,74 juta ton). teknologi dalam pengembangan komoditas Beruntung bahwa pada tahun 2008 yang lalu pangan berdaya hasil tinggi akibat dari sangat kenaikan produksi beras sangat significant terbatasnya anggaran dan infrastruktur sehingga Indonesia "berswasembada" dan pendukung. terkait dengan itu ketika harga beras dunia pada paruh pertama tahun 2008 sangat SIMPUL-SIMPUL KERAWANAN bergejolak harga beras domestik relatif stabil. Untuk mendukung peningkatan produksi, subsidi pupuk ditingkatkan dari Rp 5,26 triliun Simpul-simpul kerawanan terdapat pada pada tahun 2007 menjadi dan Rp 15,18 triliun semua dimensi dan sifatnya saling berkaitan. pada tahun 2008. Oleh karena itu cara mengatasinya harus Perkembangan produksi beberapa ko- holistik, simultan, menggunakan pendekatan moditas pangan utama adalah sebagai berikut. lintas disiplin, koordinasi lintas sektor, dan Rata-rata peningkatan padi adalah sekitar 2,83 implementasinya harus dilakukan secara sis- persen/tahun dan relatif stabil (koefisien variasi tematis dan konsisten. pertumbuhan sekitar 82,2%). Produksi yang Selama ini sebagian besar upaya peme- dicapai pada tahun 2008 adalah sekitar 59,9 cahan simpul-simpul kerawanan tersebut telah juta ton. tercakup dalam program pembangunan nasio- Komoditas pangan yang perkemba- nal. Meskipun demikian, diperlukan adanya ngannya sangat menggembirakan adalah terobosan yang terfokus pada pemantapan jagung, dan hal sebaliknya terjadi pada kedelai ketahanan pangan (Rusastra et al, 2005) yang dan kacang. Jagung meningkat rata-rata 6,73 intinya pada: (i) pengentasan kemiskinan, (ii) persen/tahun sehingga pada tahun 2008 pemerataan pendapatan, (iii) peningkatan ka- mencapai sekitar 14,8 juta ton. Kedelai, mes- pasitas produksi pangan, dan (iv) diversifikasi kipun ada trend positif namun sangat tidak pangan. Butir (i) – (iii) sudah banyak dibahas stabil; sedangkan kacang tanah mengalami dalam berbagai forum. Oleh karena itu stagnasi bahkan pertumbuhannya negatif. bahasan berikut ini akan difokuskan butir (iv). Persentase pertumbuhan produksi gula dan beberapa pangan sumber protein hewani Kerawanan Pada Dimensi Ketersediaan utama seperti daging, telur, dan susu juga Bahan makanan pokok penduduk menunjukkan angka yang tinggi. Namun total Indonesia adalah beras. Oleh sebab itu, modal produksi yang dicapai belum cukup untuk dasar ketahanan pangan adalah swasembada memenuhi kebutuhan domestik. Oleh karena beras. Untuk mencapai status ketahanan itu akselerasi pertumbuhan produksi masih pangan yang mantap, modal dasar tersebut harus terus dilakukan, utamanya untuk komo- perlu dikembangkan. Tantangan yang dihadapi ditas daging sapi dan susu. terkait dengan sejumlah faktor penting berikut: Kendala terbesar peningkatan produksi (1) Kapasitas lahan sangat terbatas. Luas pangan adalah sebagai berikut. Pertama, lahan pertanian pangan (beras) perkapita pertumbuhan luas panen sangat terbatas. hanya sekitar 646 M2/kapita. Ini lebih kecil Penyebabnya: (i) laju perluasan lahan per- dari Vietnam (986 M2/kapita), China (1120 tanian baru sangat rendah, (ii) konversi lahan M2/kapita), India (1590 M2/kapita), ataupun pertanian ke non pertanian sulit dikendalikan, Thailand (5230 M2/kapita) (Pasaribu, (iii) degradasi sumberdaya air, kinerja irigasi, 2009). DIVERSIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU PILAR KETAHANAN PANGAN Sumaryanto 97 (2) Keterbatasan modal usahatani. Meskipun (8) Keterbatasan infrastruktur pertanian/per- keterampilan teknis dalam usahatani padi desaan, terutama di Luar Pulau Jawa. termasuk kategori cukup tinggi Kondisi tersebut menyebabkan biaya (Sumaryanto, 2003), keterbatasan modal distribusi barang dan jasa (termasuk input tersebut menjadi kendala untuk mengem- maupun output pertanian) menjadi mahal. bangkan inovasi. Kondisi ini ikut berkontribusi pada terben- tuknya pasar input pertanian yang oligo- (3) Tingkat keandalan (reliabilitas) pasokan air polistik dan pasar hasil pertanian yang irigasi akibat kerusakan jaringan irigasi oligopsonistik. Keduanya tidak mengun- relatif rendah. Sekitar 15–25 persen jari- tungkan petani karena di satu sisi harga ngan irigasi kita pada saat ini dalam kon- beli input menjadi relatif lebih mahal dan di disi rusak dan ini mengakibatkan turunnya sisi lain harga jual output pertanian intensitas tanam padi yang aman. menjadi lebih rendah. (4) Degradasi sumberdaya lahan dan air (9) Makin memudarnya motivasi petani untuk akibat kerusakan Daerah Aliran Sungai mengusahakan sumber-sumber pangan (DAS). Jumlah DAS kritis meningkat terus alternatif beras. Secara berangsur berba- dari tahun ke tahun. Sebagai gambaran, gai jenis umbi-umbian (uwi, suweg, jumlah DAS kritis pada tahun 1990 adalah gadung, dan lain-lain), rimpang (ganyong, 35 DAS. Pada tahun 1995 meningkat garut dan lain-lain), keladi, sorghum, dan menjadi 60 DAS dan pada tahun 2005 beberapa jenis kacang-kacangan lokal meningkat lagi sehingga menjadi 76 DAS. (koro benguk, koro pedang, dan seba- (5) Penyusutan lahan sawah akibat konversi gainya) semakin hilang dari lahan-lahan ke penggunaan lain. Mengingat bahwa pertanian; padahal sekitar 30 tahun yang konversi lahan sawah cenderung progresif lalu masih banyak ditemukan terutama di (Simatupang dan Irawan, 2002) dan wilayah lahan kering di Jawa Tengah dan bersifat irreversible (Sumaryanto dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sudaryanto, 2005) maka terobosan yang efektif untuk meminimalkan konversi lahan sawah harus dilakukan. Ini membutuhkan Kerawanan Pada Dimensi Akses Terhadap perubahan paradigma. Winoto (2005) Pangan menyatakan bahwa jika paradigma dalam Pada dimensi ini simpul utama kera- kebijakan tata ruang tidak diubah wanan terletak pada rendahnya daya beli diperkirakan pada Tahun 2025 mendatang sebagian besar masyarakat karena jumlah sekitar 42 persen lahan sawah akan penduduk miskin masih sangat banyak. De- terkonversi ke penggunaan non pertanian. ngan kata lain, gambaran umum tentang akses (6) Perluasan lahan pertanian sangat terbatas rumah tangga terhadap pangan dapat dilihat karena keterbatasan anggaran dan biaya dari peta kemiskinan. Data menunjukkan investasinya semakin mahal. Hal ini angka kemiskinan semakin berkurang namun merupakan implikasi dari kondisi berikut: masih cukup tinggi. Hasil survey BPS (Maret dari 16 juta hektar lahan yang secara 2008) menunjukkan bahwa angka kemiskinan teknis (agroklimat) potensial untuk dijadi- pada tahun 2007 adalah sekitar 37,17 juta dan kan sawah, ternyata sebagian besar turun menjadi 34,96 juta orang (15% dari total terletak di Papua dan Maluku, Sumatera, penduduk Indonesia) pada tahun 2008. Untuk Kalimantan, dan Sulawesi (Mulyani dan tahun 2009, angka sementara adalah sekitar Agus, 2006). 14,2 persen, dan jika tak ada terobosan khusus yang difokuskan pada pengentasan (7) Perubahan iklim. Pertanian merupakan kemiskinan diperkirakan angka kemiskinan sektor paling rawan terhadap dampak pada tahun 2015 (sasaran MDGs) masih akan negatif perubahan iklim (McCarl, Adams, mencapai sekitar 10,6 persen atau 26,3 juta and Hurd, 2001; Yohe and Tol, 2002; orang dimana 18,1 juta diantaranya adalah Stern, 2006). Risiko turunnya produksi dan penduduk pedesaan (Sudaryanto, 2009). gagal panen meningkat karena peluang kejadian dan intensitas banjir, kekeringan, Selama periode 2002 – 2007 jumlah dan eksplosi serangan hama meningkat. penduduk yang termasuk kategori sangat ra- FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 27 No. 2, Desember 2009 : 93 - 108 98 wan pangan (Angka Kecukupan Energi – AKE Kerawanan Pada Dimensi Pemanfaatan di bawah 70 persen dari norma) masih terus Substansi pokok dalam dimensi peman- bertambah. Pembandingan yang lebih relevan faatan pangan adalah keamanan pangan (food adalah periode 2005 – 2008. Ini terkait dengan safety) yang bermuara pada konteks kese- perubahan dalam penetapan standar kecu- hatan. Pemanfaatan pangan terkait dengan kupan energi (AKE) sebagaimana yang diama- kebiasaan makan yang dalam praktek kehi- natkan dalam Widyakarya Nasional Pangan dupan sehari-hari berkenaan dengan menu dan Gizi (WNPG) 2004 yakni dari semula 2100 makanan, penyiapan makanan (memasak), menjadi 2000 kkal/kap/hari. Pada tahun 2002, waktu dan tempat makan, kualitas makanan, 2005, dan 2007 masing-masing adalah 26,5 dan sebagainya. Oleh karena itu determinan juta orang (13,1%), 28,7 juta orang (13,2%), pemanfaatan pangan berasal dari faktor-faktor dan 29,2 juta orang (13,0%). Barulah pada ekonomi maupun sosial budaya. tahun 2008 terjadi penurunan yang cukup Evaluasi terhadap status pemanfaatan tajam yakni menjadi sekitar 25,1 juta orang pangan biasanya mengadu pada sejumlah (11,1%). indikator yang berkenaan dengan masalah keracunan makanan dan malnutrisi (khusus- Kerawanan Pada Dimensi Stabilitas nya untuk kelompok masyarakat berpenda- patan rendah), serta gejala obesitas. Sebagian Salah satu simpul kerawanan pada besar simpul kerawanan dalam dimensi dimensi stabilitas ketahanan pangan di pemanfaatan pangan di Indonesia terkait Indonesia terkait dengan dampak negatif yang dengan derivasi permasalahan yang timbul ditimbulkan oleh dua faktor yang saling ber- akibat kemiskinan, lemahnya penegakan hak- kaitan yaitu: (i) ketergantungan yang terlam- hak konsumen, rendahnya tingkat kesadaran pau tinggi pada satu jenis komoditas pangan akan arti penting pola makan sehat dan pokok yaitu beras, dan (ii) rendahnya kinerja kombinasi dari ketiga hal tersebut. manajemen risiko pada aspek produksi dan sistem distribusi (sisi produksi). Kaitan antara faktor (i) dan (ii) bersifat timbali balik. Faktor (i) PERAN STRATEGIS DIVERSIFIKASI mengakibatkan terjadinya faktor (ii), dan BERBASIS PANGAN LOKAL sebaliknya oleh karena faktor (ii) maka faktor (i) sulit diatasi. Secara implisit maupun eksplisit, diver- Ketergantungan yang terlampau tinggi sifikasi adalah salah satu komponen strategis pada komoditas beras tidak dapat dipisahkan pemantapan ketahanan pangan. Dalam "twin- dengan politik pangan yang sangat bias ke track approach" FAO (2006) secara eksplisit beras yang selama ini diterapkan. Pengem- disebutkan bahwa diversifying agriculture and bangan teknologi, infrastruktur, kelembagaan, employment adalah salah satu opsi terpenting kebijakan harga input dan output, serta pada dimensi stabilitas ketahanan pangan. kelembagaan pendukung sistem produksi dan pemasaran komoditas pangan terfokus pada Diversifikasi berbasis pangan lokal juga beras. Terkait dengan terbatasnya anggaran merupakan alternatif paling layak untuk yang tersedia dan adanya kecenderungan meningkatkan kemantapan ketahanan pangan. untuk memperoleh hasil secepat mungkin Sebagaimana diketahui salah satu ukuran (orientasi jangka pendek), hakekat keseim- kuantitatif yang menunjukkan tingkat keman- bangan terlupakan. Komoditas pangan selain tapan ketahanan pangan adalah Food Security beras termarginalkan dan akses negatifnya Ratio (FSR) yakni perbandingan antara adalah kinerja manajeman risiko produksi dan cadangan pangan domestik (total cadangan di distribusi pangan dalam konteks yang lebih tangan pemerintah dan masyarakat) terhadap luas menurun. Bersamaan dengan berkem- tingkat penggunaan domestik. Menurut bangnya pola tanam yang mengarah ke ASEAN Food Security Information-and monokultur dalam lingkungan agroekosistem Training Center (2009), FSR minimal yang yang "favourable", kiat-kiat manajemen risiko diperlukan untuk mencapai status mantap dalam kelembagaan lokal pengelolaan usaha- adalah 20 persen (setara kebutuhan pangan tani mengalami degradasi. 10 minggu). Jika definisi operasional tentang pangan terfokus pada beras semata maka DIVERSIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU PILAR KETAHANAN PANGAN Sumaryanto 99 FSR Indonesia saat ini baru mencapai 4,38 produktif padi akan lebih tinggi jika ditanam di persen (Hanani, 2009). Berpijak pada situasi lahan tergenang (De Datta, 1981; Bhuiyan et dan kondisi empiris, upaya untuk menuju FSR al., 1998). 20 persen akan lebih realistis didukung oleh Jika konsumsi pangan lebih terdiversi- diversifikasi berbasis pangan lokal. fikasi ke jenis-jenis makanan berbahan baku Bagi Indonesia, diversifikasi pangan pangan lokal seperti jagung, sorghum, umbi- sangat diperlukan sebagai salah satu pilar umbian, kacang-kacangan, rumput laut, dan untuk pemantapan ketahanan pangan. Diver- sebagainya ada dua hal mendasar yang sifikasi pangan dapat berkontribusi dalam terselesaikan. Pertama, ketergantungan terha- peningkatan kapasitas produksi pangan, per- dap beras berkurang. Kedua, terkait dengan baikan pendapatan petani, serta adaptasi dan itu maka luas baku lahan untuk pangan mitigasi perubahan iklim. meningkat karena lahan untuk pangan tidak hanya terfokus pada lahan sawah. Peningkatan Kapasitas Produksi Pangan Perbaikan Distribusi Spatial Lahan Pada ketersediaan pangan, kontrisbusi Penghasil Pangan diversifikasi dalam peningkatan kapasitas produksi terjadi melalui: (l) peningkatan luas Pada saat ini sebagian besar lahan baku lahan dan sumberdaya pesisir untuk sawah terletak di wilayah yang berpenduduk memproduksi pangan, (2) perbaikan distribusi padat. Lebih dari 40 persen lahan sawah spasial sumberdaya lahan dan air untuk terletak di Pulau Jawa dengan unit-unit memproduksi pangan, (3) peningkatan produk- usahataninya skala kecil (luas garapan kurang tivitas air untuk pangan, (4) peningkatan unit- dari 0,5 hektar). unit usahatani yang memproduksi pangan, dan Seiring dengan diversifikasi pangan (5) revitalisasi sebagian kelembagaan lokal maka terjadi perluasan sentra-sentra produksi yang kondusif untuk keberlanjutan sistem pangan ke lahan kering. Lahan kering yang produksi pangan. Secara ringkas dapat dijelas- potensial untuk memproduksi pangan non kan sebagai berikut. beras masih cukup banyak tersedia. Biaya per hektar yang dibutuhkan untuk membangunnya sebagai kawasan pertanian produktif juga jauh Peningkatan Luas Baku Lahan untuk lebih rendah daripada lahan sawah karena Memproduksi Pangan tidak memerlukan adanya waduk atau ben- Luas lahan di Indonesia yang telah dungan skala besar maupun jaringan irigasi digunakan (BPS, 2004) adalah sekitar 73,4 yang secanggih sistem irigasi teknis. Jika juta hektar. Dari jumlah itu, luas lahan sawah ditunjang pula dengan pengembangan infra- adalah sekitar 7,7 juta hektar (10,5%), struktur transportasi, pasar, listrik, industri sedangkan lahan kering (tegalan, ladang pengolahan hasil pertanian, permodalan, dan huma, dan sebagainya) adalah sekitar 14,9 sumberdaya manusia maka kawasan lahan juta hektar (20,3%). Pada tahun 2006 luas kering yang subur di berbagai wilayah di lahan sawah di Indonesia meningkat menjadi Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan sekitar 7,89 juta hektar. Secara spatial yang Papua mempunyai prospek sebagai sentra- terletak di Pulau Jawa adalah 3,24 juta hektar sentra produksi pangan baru. Dengan demi- (41,1%), sedangkan di Luar Pulau Jawa kian sentra-sentra produksi pangan menjadi sekitar 4,56 juta hektar dimana 2,34 juta hektar lebih tersebar ke berbagai pelosok tanah air (50,3%) diantaranya terletak di Pulau dan potensial sebagai landasan terbentuknya Sumatera. pusat-pusat pertumbuhan baru dalam pemba- Selama pangan hanya terfokus pada ngunan ekonomi secara umum. beras maka kapasitas lahan untuk pangan sangat tergantung pada luas lahan sawah Meningkatnya Produktivitas Sumberdaya saja. Argumennya adalah sebagai berikut. Air Pertama, sampai saat ini produktivitas varietas padi lahan kering masih terpaut jauh dari Diversifikasi pangan ke komoditas non varietas padi sawah. Kedua, secara teknis beras dapat berkontribusi nyata untuk mening- FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 27 No. 2, Desember 2009 : 93 - 108 100 katkan produktivitas air untuk pertanian karena hasil pangan akan lebih dari 16 juta. Diharap- per kilogram hasil panen sebagian besar kan perubahan pemaknaan kondusif untuk komoditas pangan non beras membutuhkan penyempurnaan skala prioritas program air yang lebih sedikit. Sebagai contoh, hasil pengembangan produksi pangan. penelitian menyebutkan bahwa untuk meng- Disadari bahwa meningkatnya jumlah hasilkan 1 kg beras membutuhkan air 1900 – unit usahatani tidak selalu berdampak positif 5000 liter, sedangkan untuk kentang dan terhadap peningkatan produksi pertanian dan gandum masing-masing hanya membutuhkan pendapatan per kapita. Oleh karena itu di- 500 – 1500 liter, dan 900 – 2000 liter (Pimental perlukan adanya upaya-upaya terobosan agar et al., 1997; Tuong and Bhuiyan, 1994). peningkatan jumlah unit-unit usahatani tana- Urgensi peningkatan produktivitas air man pangan konvergen pula dengan pening- untuk pertanian merupakan implikasi logis dari katan pendapatan. Untuk itu perlu dikondisikan meningkatnya kelangkaan air. Diprediksikan agar konsolidasi pengelolaan usahatani yang bahwa di sebagian besar negara berkembang di beberapa daerah telah muncul dapat lebih turunnya ketersediaan air tersebut menye- berkembang (bottom up approach). babkan turunnya pertumbuhan produksi pangan (World Bank, 1993; Rosegrant et al., Revitalisasi Kelembagaan Lokal 2002). Mengantisipasi hal itu, berbagai teknik telah dikembangkan dan prospek aplikasinya Kapasitas produksi pertanian tidak cukup baik (Barker and Kijne, 2001). Untuk hanya ditentukan oleh ketersediaan sumber- memasyarakatkannya, International Water daya lahan, air, dan tenaga kerja tetapi juga Management Institute (IWMI) mencanangkan kelembagaan lokal yang terkait dengan gerakan "more crop per drop" (IWMI, 2000). pemanfaatan sumberdaya untuk pertanian yang eksistensinya berakar pada indigeneous Berbagai upaya untuk meningkatkan knowledge komunitas lokal dalam beradaptasi efisiensi irigasi sesungguhnya sudah cukup dengan lingkungan alam sekitarnya. Berbagai lama dilakukan di Indonesia namun belum norma yang dianut masyarakat tradisional mencapai sasaran. Hal ini merupakan impli- dalam pemanfaatan air, lahan, dan hasil-hasil kasi dari akar permasalahannya yang ternyata hutan pada beberapa suku pada dasarnya sangat terkait dengan aspek sosial kelemba- merupakan bentuk primordial prosedur operasi gaan, sedangkan yang ditempuh seringkali dalam manajemen sumberdaya yang sesuai terfokus ke aspek teknis. Pasandaran (2005) dengan kepercayaan yang mereka yakini. menyatakan bahwa untuk memperbaiki kondisi saat ini maupun untuk menjawab tantangan di Sejauhmana revitalisasi kelembagaan masa yang akan datang, diperlukan adanya lokal relevan dan dapat berkontribusi terhadap perubahan pendekatan dan terkait dengan itu kesejahteraan masyarakat jaman sekarang diperlukan adanya reformasi irigasi. tentu saja bersifat situasional dan kondisional. Setidaknya, pada kelembagaan lokal terdapat sejumlah nilai yang sangat mungkin dapat Meningkatnya Unit-unit Usahatani yang dimanfaatkan untuk mendukung gerakan back Menghasilkan Pangan to nature yang kini disadari oleh banyak Hasil pendataan oleh Badan Pusat kalangan merupakan resep untuk mengurangi Statistik (BPS) tahun ini menunjukkan bahwa dampak negatif perilaku masyarakat modern jumlah rumah tangga yang mengusahakan yang cenderung eksploitatif. tanaman padi, jagung, kedelai, dan tebu masing-masing adalah sekitar 14,99 juta, 6,71 Perbaikan Pendapatan Petani juta, 1,16 juta, dan 195.469 rumah tangga. Secara keseluruhan adalah 17,99 juta rumah Cukup banyak hasil penelitian yang tangga karena sebagian dari rumah tangga itu menyebutkan bahwa diversifikasi kondusif mengusahakan satu atau lebih dari komoditas untuk meningkatkan pendapatan. Pada agro- tersebut (BPS, 2009). ekosistem sawah, komoditas non padi yang populer adalah palawija dan atau hortikultura Jika makna operasional pangan diper- dataran rendah (melon, bawang merah, cabai, luas (akibat diversifikasi), maka jumlah unit dan sebagainya). Pada umumnya diusahakan usahatani yang terkategorikan sebagai peng- DIVERSIFIKASI SEBAGAI SALAH SATU PILAR KETAHANAN PANGAN Sumaryanto 101 pada Musim Tanam (MT) II dan atau MT III. sedangkan dalam jangka panjang terkait Pendapatan usahatani diversifikasi lebih stabil dengan perubahan temperatur dan pola curah dan untuk yang mengusahakan komoditas hujan (FAO), 2008). Berbagai prediksi maupun hortikultur peningkatannya cukup besar hasil penelitian empiris menunjukkan bahwa (Saliem dan Supriyati, 2006). dampak negatif yang menimpa penduduk di negara-negara berkembang pada umumnya Meskipun pengusahaan komoditas per- lebih besar (Rosenzweig and Liverman, 1992; tanian bernilai ekonomi tinggi dapat mening- IPPC, 2001; Stern et al., 2006) karena: (a) katkan pendapatan yang cukup besar namun ketersediaan infrastruktur kurang memadai, tingkat partisipasi petani untuk menerapkan- dan (b) iklim ekstrim di sekitar khatulistiwa nya masih relatif rendah. Dalam hal ini hasil akan lebih sering terjadi, sedangkan sebagian penelitian (Sumaryanto, 2006) menunjukkan besar negara-negara berkembang terletak di bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif wilayah ini. terhadap probabilitas petani untuk berdiversi- fikasi adalah jumlah anggota rumah tangga Sampai saat ini tumpuan utama pa- yang bekerja di usahatani, kemampuan per- sokan pangan dunia masih tetap pada sistem modalan, peranan usahatani dalam ekonomi pertanian konvensional. Sistem pertanian non rumah tangga, tingkat kelangkaan air irigasi, konvensional seperti hydroponics ataupun dan kepemilikan pompa irigasi. Faktor yang aeroponics biayanya sangat mahal sehingga tidak kondusif adalah fragmentasi lahan secara finansial hanya layak untuk diapli- garapan. kasikan secara terbatas pada komoditas hortikultura bernilai ekonomi tinggi atau Usahatani termasuk aktivitas ekonomi komoditas eksotik. Dalam sistem pertanian dengan risiko dan ketidak pastian tinggi (fluk- konvensional, peranan iklim sangat menentu- tuasi pendapatan antar siklus produksi atau- kan karena berpengaruh terhadap keputusan pun antar tahun cukup tinggi). Oleh karena itu petani tentang komoditas apa yang akan motif petani untuk berdiversifikasi seringkali diproduksi, berapa banyak, kapan, dimana, lebih beriorientasi pada stabilisasi pendapatan serta teknik budidaya yang diterapkannya. daripada maksimisasi pendapatan. Strategi Oleh karena iklim tidak dapat dikendalikan untuk meminimalkan risiko dapat dipilah maka strategi yang dapat ditempuh adalah menjadi 5 macam yaitu: (i) strategi produksi, adaptasi dan mitigasi. (ii) strategi pemasaran, (iii) strategi finansial, (iv) pemanfaatan kredit informal, dan (v) men- Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim jadi peserta asuransi pertanian. Di Indonesia membutuhkan pendekatan global, holistik, strategi yang paling banyak diterapkan adalah sistematis, dan koordinasi yang baik. Sudah strategi produksi (Hadi et al., 2000; Susilowati barang tentu pada tingkat regional, nasional, et al., 2002). Penerapan teknik budidaya yang maupun lokal masalah dan tantangan yang sesuai untuk diversifikasi usahatani dapat dihadapi bervariasi; namun secara umum diartikan sebagai upaya untuk mengurangi kendala yang dihadapi negara-negara ber- risiko produksi (Petit and Barghouti, 1992; kembang lebih ketat karena kemampuan Schnep et al., 2001). anggarannya sangat terbatas. Hal ini berimpli- kasi pada penentuan skala priotitas. Tanpa pretensi mengabaikan aksi mitigasi adalah Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim logis jika adaptasi lebih diutamakan. Terdapat Pengaruh perubahan iklim terhadap sejumlah argumen dibalik pilihan ini, antara ketahanan pangan meliputi semua dimensi lain adalah sebagai berikut. Pertama, adaptasi yang tercakup di dalamnya (food availability, berkenaan langsung dengan persoalan kese- food accessibility, food utilization and food harian individu atau komunitas dalam systems stability). Perubahan iklim berdampak mempertahankan eksistensinya. Kedua, dari negatif pada berbagai aspek kehidupan adaptasi terdapat pembelajaran yang dapat manusia: kesehatan, aset, produksi dan dimanfaatkan sebagai modal dasar untuk saluran distribusi pangan, serta daya beli dan menyusun strategi mitigasi tahap berikutnya aliran arus pemasaran. Dalam jangka pendek, (Pielke, 1998; Kane and Shogren, 2000). dampak tersebut terkait dengan meningkatnya Burton (1996) dan Parry et al. (1998) frekuensi dan intensitas kejadian iklim ekstrim, menyebutkan bahwa keberhasilan strategi FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI. Volume 27 No. 2, Desember 2009 : 93 - 108 102
Description: