ebook img

BULUKUMBA DI TENGAH PERGOLAKAN DI/TII 1952-1965 Widia Astuti Ansar, Ahmadin, Rasyid PDF

20 Pages·2017·0.26 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BULUKUMBA DI TENGAH PERGOLAKAN DI/TII 1952-1965 Widia Astuti Ansar, Ahmadin, Rasyid

BULUKUMBA DI TENGAH PERGOLAKAN DI/TII 1952-1965 Widia Astuti Ansar, Ahmadin, Rasyid Ridha Pendidikan Sejarah 2014 [email protected] ABSTRACT This paper discusses the background of the DI/TII in Bulukumba, the activity of the DI/TII, as well as the impact of the existence of the DI/TII to the community Bulukumba for a period of 1952-1965. The results showed the existence of the DI/TII in Bulukumba be supported by the state of the geographical area Bulukumba the part of the hills and forests so thick. The demographic with the majority of the Islamic and are strong among the public and DI/TII the factors the existence of the DI/TII in the region. In this study were presented also factor in the Bulukumba in motion DI/TII the leadership of the Kahar Muzakkar. During its existence, a variety of activities be done, among others, kidnapping, robbery on the ground and at sea, the burning of the people's houses, facilities and infrastructure of government, as well as acts of sabotage in the form of the destruction of the bridge, felling trees, digging the road to hamper the mobility which is “enemy” of DI/TII. The impact of the DI/TII in Bulukumba to its velocity of the economy because the closing of the access between “town and village”, education did not good well because most of the teachers and school students were abducted by a gang of DI/TII, the removal of the social strata and activities that deviate from the teachings of Islam. The method used in this study the method of historical research with through four stages, namely : heuristics, the criticism, an interpretation, and historiography. Heuristik is an activity of collecting the history associated with the topic of discussion through research library and an interview. Criticism of the form of criticism external and criticism of internal matters in order to get an authentic. Then the interpretation or the provision of the meaning of the data obtained as to be compiled into the historical facts, which was written into works of history are arranged in chronological order. Keywords : DI/TII, Bulukumba, Turbulence ABSTRAK Tulisan ini mengkaji tentang latar belakang keberadaan gerakan DI/TII di Bulukumba, aktivitas gerakan DI/TII, serta dampak keberadaan gerakan DI/TII terhadap masyarakat Bulukumba selama kurun waktu 1952-1965. Hasil penelitian menunjukkan keberadaan gerakan DI/TII di Bulukumba didukung oleh keadaan geografis daerah Bulukumba yang sebagian besar wilayah perbukitan dan hutan-hutan yang lebat. Kondisi demografis dengan penduduk mayoritas Islam serta adanya kekerabatan yang kuat antara masyarakat dan DI/TII yang menjadi faktor keberadaan gerakan DI/TII di wilayah tersebut. Dalam penelitian ini turut disajikan pula faktor bergabungnya masyarakat Bulukumba dalam gerakan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar. Selama keberadaannya, berbagai aktivitas dilakukan antara lain penculikan, perampokan di darat dan di laut, pembakaran rumah-rumah penduduk, sarana dan prasarana pemerintahan, serta aksi sabotase berupa perusakan jembatan, penebangan pohon-pohon, penggalian jalanan untuk menghambat mobilitas TNI yang merupakan “musuh” dari DI/TII. Dampak keberadaan gerakan DI/TII di Bulukumba menimbulkan lumpuhnya perputaran ekonomi karena tertutupnya akses antara “kota dan desa”, pendidikan tidak berjalan baik karena sebagain besar guru-guru dan murid-murid sekolah diculik oleh gerombolan DI/TII, adanya penghapusan strata sosial dan kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni metode penelitian sejarah dengan melalui 4 tahapan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Heuristik merupakan kegiatan pengumpulan sumber sejarah yang berkaitan dengan topik yang dibahas melalui penelitian pustaka dan wawancara. Kritik sumber berupa kritik ekstern dan kritik intern guna mendapatkan data yang otentik. Kemudian tahap interpretasi atau pemberian makna terhadap data yang diperoleh hingga dapat disusun menjadi fakta-fakta sejarah yang kemudian ditulis menjadi karya sejarah yang disusun secara kronologis. Kata kunci : DI/TII, Bulukumba, Pergolakan PENDAHULUAN dikuasai oleh gerombolan DI/TII karena gerakan mereka bersifat Berdirinya gerakan DI/TII di mobilisasi. Mayoritas penduduk Sulawesi Selatan di bawah pimpinan Bulukumba yang menganut agama Kahar Muzakkar khususnya di Islam memudahkan Kahar Muzakkar daerah Bulukumba berawal dari dalam memperoleh pengikut. GPII persilangan persepsi antara yang merupakan salah satu pemerintah dan para gerilyawan organisasi pemuda Islam yang ada di (KGSS) mengenai rasionalisasi Bulukumba turut mendukung ketentaraan pasca Konferensi Meja keberadaan DI/TII dengan adanya Bundar (KMB). Perbedaan pendapat anggota pengurus GPII yang ini tidak dapat terselesaikan setelah berperan dalam penyebaran pamflet KGSS mengorganisasikan diri DI/TII di Bulukumba. Pendudukan kedalam CTN, kemudian menjelma DI/TII di Bulukumba tidak terlepas menjadi TKR, dan kemudian hari pula dari faktor ekonomi. Hasil – melebur diri dalam suatu kesatuan hasil komoditi Bulukumba seperti yang dikenal dengan Darul kopra, kayu, hasil-hasil pertanian Islam/Tentara Islam Indonesia. jangka pendek seperti padi, jagung, Puncak pertentangan ini kacang-kacangan yang dimanfaatkan terjadi pada tanggal 1 Juli 1950 di gerombolan DI/TII untuk kebutuhan dalam sebuah rapat saat Panglima hidup dan selebihnya ada yang TT. VII/Wirabuana, A.E Kawilarang jadikan barang dagangan selundupan. menolak usulan Kahar Muzakkar Reaksi masyarakat adat atas nama kaum gerilyawan yang Bulukumba yakni Kajang turut ingin diintegrasikan ke dalam TNI mewarnai perjalanan DI/TII di dengan nama Resimen Hasanuddin. Bulukumba, adanya penolakan keras (Barbara Sillars Harvey, 1989) yang dilakukan oleh masyarakat Untuk menjawab kekecewaan Kajang Dalam (Ammatoa) dengan tersebut, Kahar Muzakkar beserta mengusung gerakan Dompea sebagai pasukannya melalukan bentuk perlawanan terhadap gerakan pemberontakan terhadap pemerintah DI/TII yang berusaha untuk yang sah dengan melakukan perang mengubah tatanan adat dan gerilya, hal ini disesuaikan dengan menegakkan syariat Islam pada kondisi geografis Sulawesi Selatan masyarakat Kajang Ammatoa. yang mempunyai medan yang Wilayah Bulukumba yang tidak berbukit-bukit, dan hutan-hutan hanya terdiri dari bukit dan hutan yang lebat. Dalam hal ini wilayah yang lebat tetapi juga memiliki Bulukumba mempunyai kriteria wilayah pantai yang cukup luas yang yang dimaksud dalam melakukan menjadikan gerilya DI/TII tidak perang gerilya. hanya berlangsung di daratan tetapi Daerah Kindang merupakan juga melalukan gerilya di lautan. wilayah pertama yang diduduki oleh Kajian tentang DI/TII telah gerombolan diawal keberadaannya. banyak ditulis oleh berbagai pihak Dalam perkembangannya, hampir dengan ragam perspektif, Penelitian keseluruhan wilayah Bulukumba tentang DI/TII di Bulukumba sebelumnya telah ditulis oleh Abd. lima tahapan penelitian sejarah yaitu, Karim berupa skripsi yang berjudul pemilihan topik, pengumpulan “Gerakan Dompea Pengaruhnya sumber, verifikasi (kritik sejarah, Terhadap Aktivitas DI/TII di keabsahan sumber), interpretasi: Kecamatan Kajang Kabupaten analisis dan sintesis, dan penulisan. Bulukumba Tahun 1955-1957” dan (Kuntowijoyo, 2005) tesis karya Amirullah yang berjudul “Gerakan Darul Islam/Tentara Islam 1. Heuristik Indonesia (DI/TII) di Kajang Tahap ini merupakan tahap Bulukumba Tahun 1955-1957”. mengumpulkan sumber-sumber Kedua tulisan tersebut secara khusus sejarah yang relevan dengan topik mengkaji tentang perlawanan penelitian. Kegiatan ini diarahkan masyarakat adat Kajang (Gerakan pada pencarian dan pengumpulan Dompea) terhadap gerombolan sumber yang berkaitan dengan DI/TII yang berusaha untuk masalah atau objek yang dikaji, yaitu menghapus nilai dan norma “DI/TII di Bulukumba 1952-1965”. tradisional masyarakat Kajang yang Dalam melakukan pengumpulan menjunjung tinggi ajaran Patuntung sumber ditempuh melalui dua cara dan berpegang teguh pada Pasanga yaitu penelitian pustaka dan yang dianggap oleh DI/TII sebagai penelitian lapangan. suatu hal yang bertentangan dengan islam. Dalam kajian tersebut belum a. Penelitian Pustaka utuh mengkaji keadaan Bulukumba Pada tahap ini penulis pada masa DI/TII karena fokus berusaha mengumpulkan sumber- kajiannya berada pada satu wilayah sumber pustaka yang erat kaitannya kecamatan sehingga tulisan ini dengan judul yang dikaji. Adapun dibuat untuk melengkapi kajian bahan-bahan pustaka yang digunakan tersebut dengan memberikan antara lain: buku-buku, laporan gambaran objektif keadaan penelitian, dokumen, arsip berupa Bulukumba di tengah pergolakan Inventaris Arsip Bulukumba 1930- DI/TII. 1960 No. Reg 80 yang berisi laporan Assisten Wedana Wedana Andi METODE PENELITIAN Syamsuddin mengenai masalah penangkapan dan pemeriksaan lima Penelitian ini diarahkan untuk orang yang dicurigai sebagai mengungkap kembali peristiwa unik gerombolan di Kajang Bulukumba, dan berpengaruh yang terjadi di masa tanggal 4 Juli 1952, No. Reg 82 lampau sehingga metode penelitian Laporan dari Kepala Distrik yang digunakan ialah metode Gantarang kepada KPN Bulukumba penelitian yang sifatnya kualitatif mengenai adanya sepuluh orang (Sugeng Priyadi, 2012). Dengan gerombolan yang memakai pakaian adanya metode sejarah, maka preman dan membawa senjata api di penelitian yang dilakukan akan lebih Kampung Borongloe Dauleng mudah dipahami oleh peneliti itu Gantarang tangal 6 November 1952, sendiri. Sebagaimana yang No Reg 85 yang berisi Surat KPN diungkapkan Kuntowijoyo terdapat Bulukumba kepada para Kepala Wanua se Daerah Bulukumba dan karya Abd. Karim dengan judul Kepala Polisi Bulukumba mengenai Gerakan Dompea Pengaruhnya gerak gerik gerombolan Kahar Terhadap Aktivitas DI/TII di Muzakkar, No Reg 88 Surat Kepala Kecamatan Kajang Kabupaten Distrik / Pimpinan Umum OPR Bulukumba Tahun 1955-1957; (2) Bulukumba kepada KPN Bulukumba Perpustakaan Umum Universitas mengenai terjadinya pertempuran Negeri Makassar, sumber yang antara OPR dengan gerombolan diperoleh berupa laporan penelitian DI/TII di Bulukumba, No Reg 89 dengan judul Gerakan Darul Surat KPN Bulukumba kepada Islam/Tentara Islam Indonesia Kepala Daerah Bonthain dengan (DI/TII) di Kajang Bulukumba lampiran nama – nama anggota (1955-1957) karya Amirullah; (3) DI/TII di Distrik Gantarang yang Perpustakaan Wilayah Provinsi melapor di Ponre tahun 1959, Sulawesi Selatan, sumber yang Inventaris Arsip Propinsi Sulawesi penulis peroleh berupa buku dengan 1950-1960 dengan No. Reg 323 yang judul Misteri Kahar Muzakkar Masih berisi Dasar Pemerintahan Hidup, Kisah Tertembaknya Kahar Organisasi Militer Kahar Muzakkar Muzakkar karya A. Wanua Tangke; 1952-1953, No. Reg 327 yang berisi (4) Perpustakaan Universitas Piagam Makalua, Ikrar Gerombolan Hasanuddin, yakni berupa laporan DI/TII 1957, No. Reg 331 – 333 hasil penelitian dengan judul yang berisi berkas mengenai Sulawesi Selatan: Integrasi Gerilya gerombolan DI/TII di daerah ke dalam Tentara Republik karya Sulawesi Selatan tahun 1953-1959, Abd. Latif; (5) Badan Perpustakaan Inventaris Arsip Propinsi Sulawesi dan Arsip Daerah Sulawesi Selatan Rahasia 1946-1960 No Reg 531 yang yang penulis peroleh berupa (a) berisi Kepala Daerah Bulukumba: Arsip yang terdiri dari Arsip Pribadi Surat-surat tahun 1952-1953 tentang Muhammad Saleh Lahade 1937- masalah yang berhubungan dengan 1973, Arsip Daerah Bulukumba aksi gerombolan DI/TII di 1930-1960, Arsip Propinsi Sulawesi Bulukumba, Inventaris Koleksi 1950-1960, Arsip Propinsi Sulawesi Pribadi Muhammad Saleh Lahade (Rahasia) 1946-1960; (b) Buku-buku 1937-1973 No. Reg 191 yang berisi yang penulis peroleh yakni Naskah Berkas mengenai kegiatan Sejarah “Corps Hasanuddin” gerombolan DI/TII Kahar Muzakkar “Prajurit Tempur dan Pembangunan” di Sulawesi Selatan dan Tenggara. karya Radjik Djarwadi, Sekretaris Bahan-bahan pustaka tersebut Jenderal Corhas, buku Republik penulis peroleh dari sejumlah Indonesia Propinsi Sulawesi dari perpustakaan, yakni (1) Perpustakaan Kementerian Penerangan (6) Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Perpustakaan dan Kearsipan Ilmu Sosial Universitas Negeri Kabupaten Bulukumba yang penulis Makassar yang penulis dapatkan peroleh yakni buku karya A. Wanua berupa (a) buku dengan judul Tangke dengan judul Jejak-jejak Mengapa Mereka Memberontak ? radikal Kahar Muzakkar. Selain Dedengkot Negara Islam karya sumber pustaka yang penulis peroleh Ruslan, dkk; (b) laporan penelitian dari perpustakaan, dalam menyusun karya ini penulis juga menggunakan otensitas (keaslian sumber) dan beberapa buku koleksi pribadi yakni kredibilitas (tingkat kebenaran antara lain buku yang berjudul Abdul informasi) sumber sejarah. Kritik Qahhar Mudzakkar dari Patriot terhadap sumber bertujuan untuk Hingga Pemberontak karya Anhar memperoleh fakta-fakta yang Gonggong, buku yang berjudul seobyektif mungkin, sehingga karya Pemberontakan Kahar Muzakkar dari sejarah yang dihasilkan merupakan Tradisi ke DI/TII karya Barbara produk dari proses ilmiah yang dapat Sillars Harvey, dan lain-lain. dipertanggungjawabkan. b. Penelitian Lapangan 3. Interpretasi Kegiatan yang dilakukan Tahapan ini merupakan dalam penelitian lapangan ini adalah langkah setelah kritik sumber. dengan jalan mengumpulkan sumber Sumber-sumber sejarah yang telah secara langsung melalui wawancara didapatkan sifatnya masih bisu. Oleh di lapangan terkait judul tersebut. karena itu, perlu ditafsirkan oleh Adapun pihak yang peneliti peneliti. Interpretasi dapat dilakukan wawancarai yakni pihak-pihak yang dengan cara membandingkan data memiliki kapasitas pengetahuan yang yang telah diperoleh dengan data banyak terkait DI/TII di Bulukumba. yang telah ada sebelumnya sehinga Sumber lisan melalui teknik seorang peneliti mampu menyusun wawancara merupakan langkah yang fakta-fakta sejarah yang dapat tepat karena dengan demikian dibuktikan kebenarannya. Dalam hal peneliti secara langsung tahu dan ini tentunya peneliti harus melihat aktif dalam penelusuran kondisi konteks lapangan dengan pengumpulan data. Narasumber berbagai sudut pandang untuk peneliti terbagi menjadi dua kategori: menghasilkan pemahaman yang (1) informan kunci yakni informan mendetail. Cara memandang sebuah yang memiliki kapasitas pengetahuan peristiwa kita diharuskan tidak yang lebih banyak tentang DI/TII di terbuai dengan cerita sejarah yang Bulukumba, dan (2) informan dipaparkan agar unsur subjektifitas pangkal yakni informan yang bisa dihindari. sifatnya sebagai pelengkap dari informan kunci. Adapun informan 4. Historiografi tersebut yakni Kamaluddin Jaya, Pada tahap ini fakta sejarah Zainuddin Fatma, Darwis Rohe, yang telah diinterpretasikan itu Kebbong, Jalamuddin Beto, Jupri, selanjutnya dirangkai menjadi Muh. Arbi, Jarre, Jabi, Saripuddin. sebuah karya sejarah yang memenuhi kaidah-kaidah tertentu, berupa 2. Kritik sebuah kisah sejarah yang dapat Setelah memperoleh sumber- dipertanggungjawabkan oleh penulis sumber yang memadai, tahap itu sendiri. selanjutnya yakni kritik (penyaringan) terhadap sumber tersebut guna mendapatkan data yang otentik. Dua aspek yang dikritik ialah PEMBAHASAN Kahar Muzakkar mengutus Saleh Syahban pada bulan Februari 1. Latar Belakang Keberadaan 1949 ke Sulawesi Selatan untuk Gerakan DI/TII di Bulukumba mengadakan kontak dengan para 1952-1965 pejuang gerilya yang pro kepada republik, dalam pertemuan tersebut Reorganisasi Angkatan Darat Saleh Syahban mengumpulkan awalnya dicetuskan oleh Moh. Hatta semua gerilyawan untuk dihimpun sebagai bentuk penataan personil dalam satu wadah yang kemudian (pertahanan) militer dalam negeri dikenal dengan nama Kesatuan untuk mempersatukan semua satuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). bersenjata non reguler yang banyak Dalam konferensi yang dilakukan terdapat di berbagai wilayah oleh KGSS pada bulan Desember Indonesia ke dalam formasi Tentara 1949 di Maros, ditetapkan status Nasional Indonesia yang dikenal kelaskaran menjadi batalion yang sebagai Brigade XVI. komandan kemudian terhimpun dalam 10 pasukan gabungan Brigade XVI batalion. Dalam konferensi tersebut adalah Letnan Kolonel Lembong dan pula, para gerilyawan mengajukan wakilnya Letkol J.F Warouw yang usul kepada pemerintah agar mereka pengangkatannya menjadi polemik di segera diresmikan menjadi tentara kalangan pasukan Bugis-Makassar APRIS dan dibentuk dalam suatu yang berasal dari Sulawesi Selatan divisi yakni divisi Hasanuddin yang yang mengharapkan dipimpin oleh personilnya diambil dari seluruh Letkol Kahar Muzakkar. Adanya gerilyawan tanpa melalui seleksi dan ketidakpercayaan dan ketidakpuasan mereka mengajukan Kolonel Kahar dari para anggotanya menjadikan Muzakkar sebagai komandannya. Kolonel Lembong menjabat cukup (Anhar Gonggong, 1992) Keinginan singkat, dan kemudian diangkat dari para gerilyawan tersebut Letnan Kolonel J.F Warouw sebagai kemudian disampaikan kepada ketua dan Letnan Kolonel Kahar Kolonel Kawilarang sebagai Muzakkar sebagai wakilnya. Panglima TT/VII Wirabuana. Upaya (Barbara Sillars Harvey, 1989) negoisasi Kahar Muzakkar mewakili Tanggal 17 Oktober 1949, Kahar kaum gerilyawan tidak menuai Mudzakkar diberi mandat oleh kesepakatan dengan pemerintah Kolonel Bambang Supeno untuk karena perbedaan persepsi. Para membentuk Komando Group gerilyawan menghendaki agar Seberang (KGS) yang mempunyai mereka diintegrasikan ke dalam tugas utama untuk mengorganisir APRIS secara keseluruhan tanpa pasukan yang berasal dari melalui seleksi. Namun berdasarkan Kalimantan dan wilayah Timur ketentuan pemerintah, bahwa untuk Indonesia lainnya termasuk Sulawesi menjadi tentara republik harus untuk kemudian dikirim kembali ke memenuhi beberapa persyaratan dan daerahnya untuk mempersiapkan diseleksi berdasarkan standar kekuatan teritorialnya. (Barbara kesehatan, pendidikan, kemampuan Sillars Harvey, 1989) membaca/menulis, dan menghendaki penerimaan anggota KGSS per batalion. Penolakan usulan Kahar perekrutan yang menurut Harvey Muzakkar oleh Panglima TT/VII direncanakan sekitar 30.000 bekas Wirabuana merupakan cambukan gerilyawan di seluruh negara akan keras bagi Kahar Muzakkar, yang dimasukkan kedalam CTN. Di menganggap bahwa keadaan tersebut Sulawesi Selatan, CTN merupakan sebagai bentuk diskriminasi terhadap suatu organisasi peralihan, kaum gerilyawan yang berjuang di gerilyawan akan diterima ke dalam Sulawesi Selatan, setelah perang satuan-satuan yang telah ada tanpa kemerdekaan usai kurang lebih melalui proses penyaringan. Sebagai 15.000 orang tidak mempunyai status anggota CTN, mereka yang ingin yang jelas atas jasa-jasa yang mereka didemobilisasikan akan dibantu lakukan selama revolusi. mencari pekerjaan atau masuk (Kementerian Penerangan, 1953) sekolah. Sebagai langkah lanjutan Tuntutan dari para gerilyawan untuk dalam penyelesaian masalah KGSS, dibentuk dalam suatu Divisi tanggal 24 Maret 1951 para Hasanuddin didasarkan pada gerilyawan kemudian dilantik kesatuan-kesatuan di daerah Jawa menjadi Corps Tjadangan Nasional dan Sumatera yang telah dibentuk. (CTN) dan terbentuk lima formatur Menyikapi penolakan tersebut, Kahar batalion beserta rayon Muzakkar meletakkan jabatannya penempatannya. Tanggal 14 Agustus dan menanggalkan tanda pangkatnya 1951, 3 hari sebelum pelantikan di hadapan Kolonel Kawilarang. anggota CTN Kahar Muzakkar Atas sikap Kahar Muzakkar tersebut, berhasil mempengaruhi sejumlah Panglima TT/VII Wirabuana oang untuk meninggalkan rayon mengeluarkan dekrit bahwa KGSS CTN dan mengadakan penyerangan dan organisasi gerilya diluar APRIS terhadap truk-truk yang akan dianggap telah bubar dan segala menjemput para anggota CTN yang upaya untuk menghidupkan berada di rayon-rayon dan merampas organisasi tersebut dilarang. Akibat perlengkapan senjata. Di hari dari penolakan tersebut membuat pelantikan tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakkar bersama Kahar Muzakkar beserta anggota- pasukannya membangkang dan anggotanya tidak memenuhi janjinya melarikan diri masuk ke hutan untuk hadir yang dianggap sebagai belantara untuk mengadakan perang suatu penghinaan atas kehormatan saudara. nasional. Perdana Menteri Sukiman Menyikapi permasalahan memberikan amnesti 5x24 jam bagi “status gerilya” pemerintah gerilyawan untuk segera melaporkan kemudian melakukan berbagai cara diri namun instruksi tersebut tidak untuk mengajak gerilyawan untuk diindahkan sehingga terjadi kontak kembali ke pangkuan Negara senjata antara kedua belah pihak. Kesatuan Republik Indonesia dengan (Barbara Sillars Harvey, 1989) membentuk Corps Tjadangan Dalam perkembangan Nasional (CTN) persiapan selanjutnya, CTN dijelmakan TNI/Brigade Hasanuddin pada akhir menjadi Tentara Kemerdekaan tahun 1950. Langkah pertama yang Rakyat (TKR) pada tanggal 24 Maret ditempuh yaitu melakukan 1952. Bentuk pemerintahannya adalah militer dengan sistem Distrik untuk mengurus segala kepentingan Militer atau Wherkraise yang dari TKR termasuk pula diberlakukan pada tanggal 5 Juli administrasinya. (Inventaris Arsip 1952. Dalam penetapan tersebut Khasanah Bulukumba No Reg. 82, dijelaskan bahwa untuk 1930-1960) memudahkan jalannya administrasi Kahar Muzakkar dikemudian dan teknik organisasi TKR, maka hari menyatakan gerakannya sebagai daerah Sulawesi (sebagai daerah bagian dari DI/TII dan NII pimpinan basis TKR) dibagi menjadi dua Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1953. daerah militer yakni, territorium de Kahar Mudzakkar menyatakan facto militer dan territorium luar de daerah Sulawesi dan daerah facto militer. Territorium de facto sekitarnya (meliputi Indonesia militer meliputi daerah-daerah yang bagian Timur termasuk Irian, telah dapat distabilisasi dan dibentuk menjadi bagian dari NII, di mana pemerintahan militer. Daerah Kahar Mudzakkar sendiri menjabat tersebut diatur dengan sistem sebagai Panglima Teritorium IV wherkraise. Territorium luar de Tentara Islam Indonesia (Panglima facto militer terdiri dari daerah- TT. IV. T.I.I.). (Arsip Pribadi daerah yang belum dapat distabilisasi Muhammad Saleh Lahade No. Reg dan dibentuk pemerintahan militer. 191, 1937-1973). Dengan adanya Daerah itu diatur dengan jalan peleburan tersebut, maka TKR yang mengadakan Komando Pos ada di Bulukumba kemudian (Commandoposten) yang dijelmakan menjadi DI/TII, yang berkedudukan sebagai badan semula susunan pemerintahan militer perwakilan dari Komando Pasukan dan organisasi TKR berdasarkan Hasanuddin. (Arsip Pribadi pertahanan rakyat total diganti Muhammad Saleh Lahade No. Reg menjadi rencana mobilisasi umum. 191, 1937-1973) (Inventaris Arsip Propinsi Sulawesi Pusat TKR di Bulukumba No. Reg 331, 1950-1960) berada di Daerah Kindang, tepatnya di kampung Senggang dengan A. Posisi Bulukumba dalam markasnya sebuah rumah kosong di Struktur DI/TII sebelah sungai Bialo. Mereka menamakan dirinya TKR SS BCO : Sebagai tindak lanjut dari CP/3, pemimpin dari TKR tersebut pernyataan penggabungan dengan adalah Palar Jusuf dan terdiri dari DI/TII dan NII pimpinan satu kompi, yang anggotanya semua Kartosuwiyo, melalui surat yang berasal dari Palopo. Persenjataannya dikeluarkan oleh Kahar Muzakkar terdiri atas 1 senjata bren, 1 senjata No. 5/IV/HS/A/54 tanggal 15 Januari longser, 1 senjata tomson dan yang 1954 atau 10 Jumadil Awal 1373, lainnya memiliki pistol. Diketahui Kahar Muzakkar memutuskan bahwa TKR ini memperoleh membentuk pemerintah sipil Negara dukungan dari Karaeng Kindang Indonesia Islam, dalam garis dengan adanya bantuan dari Karaeng besarnya Provinsi Sulawesi dibagi Kindang dengan mempekerjakan atas 4 keresidenan yakni (1) seorang guru bantu di kantornya Keresidenan Sulawesi Timur, meliputi daerah Bone, Luwu, Buton Muhammad Saleh Lahade No. Reg dengan acting residennya Syamsul 191, 1937-1973) Bahri; (2) Keresidenan Sulawesi Dalam perkembangan Utara, meliputi daerah Minahasa, selanjutnya, Kahar Muzakkar Poso, Donggala dengan acting membentuk dan melantik empat residennya Andi Tenriadjeng; (3) divisi di Indonesia Bagian Timur. Keresidenan Sulawesi Selatan, Untuk wilayah Sulawesi Selatan meliputi daerah Makassar, Bantaeng, dibentuk Divisi II 40.000 yang dengan acting residennya Bahar dipimpin oleh Bahar Mattaliu. Mattaliu; (4) Keresidenan Sulawesi Panglima Divisi II 40.000 Bahar Barat, meliputi daerah Pare–Pare, Mattaliu membawahi empat resimen Majene, Toraja, dengan acting tentara dan 16 batalion/Komando residennya Sanusi Daris. Keempat Daerah Bawahan (KDB). Bulukumba keresidenan tersebut dibawahi oleh berada di bawah Resimen IV Ali A.T Gubernur B.S Baranti. Dengan batalionnya terdiri atas Batalion 13 perincian commandoposten dengan DI/TII dengan Komandan M. daerah aksinya, yakni (1) C.P I, Marzuki Rijal, Batalion 14 DI/TII daerah aksinya Sulawesi Tengah dengan Komandan Amir Rauf, (Poso); (2) C.P II, daerah aksinya Batalion 15 DI/TII dengan Mandar; (3) C.P III, daerah aksinya Komandan Jusuf Palar, Batalion 16 Bonthain; (4) C.P IV, daerah aksinya DI/TII dengan Komandan Abd. Azis Sulawesi Tenggara. Wilayah B.R. Bulukumba merupakan bagian dari Daerah Kindang merupakan Kabupaten Bonthain (Bantaeng). wilayah pertama yang diduduki oleh (Arsip Pribadi Muhammad Saleh gerombolan diawal keberadaannya di Lahade No. Reg 191, 1937-1973) Bulukumba. Hal ini didukung Bulukumba sebagai dengan keadaan geografisnya yang aanvalbasis yang didefinisikan berbukit-bukit, dan hutannya yang sebagai daerah pengaruh musuh lebat menjadi tempat yang cocok dijadikan sebagai pangkalan untuk aksi gerilya yang mereka pertempuran daerah komando DI/TII lakukan. Daerah yang luas dengan dengan satuan C.P III jalan-jalan yang terbatas memberikan (Commandoposten III) memiliki suatu medan gerilya yang sangat tugas untuk mempengaruhi menguntungkan. Dalam masyarakat guna menstabilisasi perkembangannya, hampir pemerintah bayangan, dan aktif keseluruhan wilayah Bulukumba dalam usaha-usahanya untuk dikuasai oleh gerombolan DI/TII menginfiltrasi pihak Angkatan karena gerakan mereka bersifat Perang dan Kepolisian. Jumlah mobilisasi. Taktik gerombolan untuk pasukan CP III di Bulukumba mendapat dukungan masyarakat sebanyak ± 60 orang dengan Bulukumba yaitu menggunakan persenjataan sebanyak 30 pucuk pendekatan kekeluargaan dan emosi senjata beragam jenis, dan 1 bren. keagamaan di bawah panji-panji Pemimpin CP III di Bulukumba Islam. Mayoritas penduduk yakni Mahmud Basri. (Arsip Pribadi Bulukumba menganut agama Islam sehingga memudahkan Kahar

Description:
BULUKUMBA DI TENGAH PERGOLAKAN DI/TII 1952-1965. Widia Astuti Ansar, Ahmadin, Rasyid Ridha. Pendidikan Sejarah 2014.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.