ebook img

BAHRUL HAQ AL-AMIN-FUF PDF

124 Pages·2009·0.62 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAHRUL HAQ AL-AMIN-FUF

KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF M. DAWAM RAHARDJO Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun Oleh: BAHRUL HAQ AL-AMIN NIM: 103033227813 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM JURUSAN AQIDAH-FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H. / 2009 M. KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF M. DAWAM RAHARDJO SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Disusun Oleh: BAHRUL HAQ AL-AMIN NIM: 103033227813 Dibawah Bimbingan Pembimbing A. Bakir Ihsan, M.Si. NIP: 150326915 PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H. / 2009 M. PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul KEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF M. DAWAM RAHARDJO telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 6 Maret 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Pemikiran Politik Islam. Jakarta, 6 Maret 2009 Sidang Munaqasyah Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota Dr. S. Bustamin, S.E. Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag. NIP: 150 289 320 NIP: 150 270 808 Anggota, Dr. Nawiruddin, M.A. Dr. Syamsuri, M.A. NIP: 150 317 965 NIP: 150 240 089 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjna strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 18 Februari 2009 Bahrul Haq Al-Amin ABSTRAK Bahrul Haq Al-Amin Kebebasan Beragama di Indonesia dalam Perspektif M. Dawam Rahardjo Kebebasan beragama berarti kebebasan setiap warga negara untuk memilih agama atau menentukan agama yang dipeluk atas pilihan sendiri, dan kebebasan – baik sendiri maupun bersama-sama, baik di tempat umum ataupun tertutup – untuk menjalankan agama atau kepercayaannya, yang mana kebebasan tersebut harus dijamin dan dilindungi oleh negara. Kebebasan ini merupakan hak asasi manusia yang paling mendasar. Hal ini terlihat dalam jaminan hak asasi manusia internasional seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1949 dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik tahun 1966 PBB. Di Indonesia, kebebasan beragama dijamin secara konstitusional oleh negara, seperti tercantum dalam pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 dan pasal 29 UUD 1945, juga dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan atas Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik PBB. Meskipun demikian, jaminan atas kebebasan beragama tersebut belum cukup untuk mencegah berbagai pelanggaran keebbasan beragama. Berbagai pelanggaran tersebut muncul dalam berbagai bentuk, antara lain berupa pembatasan negara atas pengakuan status agama resmi, diskriminasi pelayanan catatan sipil terhadap agama minoritas, pembatasan pendirian rumah ibadah, penyerangan bangunan dan fasilitas agama, serta kekerasan terhadap aliran-aliran agama minoritas yang menyimpang. Penelitian ini ingin mengetahui bagaimanakah konsep kebebasan beragama di Indonesia dalam perspektif M. Dawam Rahardjo. Melalui penelitian kepustakaan, diketahui bahwa pemikiran M. Dawam Rahardjo cukup relevan dalam membahas problem kebebasan beragama di Indonesia. M. Dawam Rahardjo mengembalikan permasalahan tersebut ke dalam ranah falsafah negara Indonesia, yaitu pancasila. Dalam pandangannya, pancasila nyata-nyata disemangati oleh trilogi sekularisme, liberalisme, dan pluralisme. Sehingga, menurutnya pancasila pada hakikatnya juga menjamin kebebasan beragama, sebagaimana dicerminkan dalam trilogi tersebut. Sebagai jalan keluar dari problem inkonsistensi penegakan jaminan negara atas kebebasan beragama, maka M. Dawam Rahardjo mengusulkan agar disusun sebuah undang-undang kebebasan beragama. Undang-undang ini dimaksudkan sebagai penegasan atas kebebasan beragama sebagai bagian integral dari hak sipil setiap warga negara, dan juga penyadaran terhadap setiap warga negara akan hak- hak asasinya dalam berpendapat, berkeyakinan dan beragama. Kebebasan beragama bukannya tanpa batasan. Justru, kebebasan beragama harus dibatasi, sepanjang melanggar hukum, mengganggu ketertiban umum, membohongi publik, atau melakukan ritual asusila. Namun, hingga saat ini pemahaman atas definisi kebebasan beragama yang jelas seperti ini belum kunjung dipahami dengan benar, akibatnya banyak pelanggaran masih terjadi. KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan Penguasa Kerajaan Alam Semesta. Tuhan Maha Esa yang darinya bertebaran segala kejadian agar mereka semua berserah diri kepada-Nya. Salam semoga selalu tercurah untuk utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW. Penerus khazanah agama dari Adam hingga manusia modern. Peletak nilai-nilai universal kebajikan bagi segala umat dan masa. Wacana kebebasan beragama akhir-akhir ini menjadi pembicaraan penting di Indonesia, terutama pasca reformasi 1998. Tergulingnya kekuasaan Orde Baru menyebabkan banyak pihak berlomba-lomba menuntut hak masing-masing. Kali ini, agama kembali mendapat tantangan agar tidak hanya memunculkan potensi konfliknya, tetapi juga potensi perdamaiannya. Serangkaian kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama disikapi secara beragam oleh berbagai pihak. Sangat penting kiraya bila dilakukan usaha penjernihan atas masalah ini. Demi melengkapi diskursus kebebasan beragama di Indonesia, maka penulis memilih menghadirkan sosok dan pemikiran tokoh intelektual muslim Indonesia, yakni M. Dawam Rahardjo. Tentu saja, proses pengkajian terhadap pemikiran M. Dawam Rahardjo bukanlah hal yang mudah. Karenanya, penulis merasa harus mengucapkan banyak terima kasih kepada banyak pihak. Pertama-tama, saya mengucapkan terima kasih kepada Dr. M. Amin Nurdin, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk Drs. Agus Darmaji, M.Fils., selaku Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam, dan Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Pemikiran Politik Islam. Ucapan terima kasih berikutnya penulis haturkan kepada Bapak A. Bakir Ihsan, M.Si., selaku pembimbing yang telah banyak memberikan arahan yang sangat berarti terhadap terselesaikannya skripsi ini. Dan tanpa menyebut nama satu per satu, penulis juga menghaturkan terima kasih yang sangat dalam terhadap seluruh dosen dan jajaran pegawai di lingkungan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ucapan terima kasih juga saya persembahkan bagi kedua orang tua penulis, ibunda Nani Nuryani, S.Ag, dan ayahanda Dudi Ahadiat, S.Ag. Beliau telah rela sabar menunggu selesainya tugas akhir penulis di bangku kuliah ini. Terima kasih dan hormat saya haturkan pula kepada keluarga besar Bapak Rumsi Yahya dan Ibu Siti Zubaidah, S.pd. Selama tahun-tahun terakhir ini, mereka saya anggap sebagai keluarga kedua penulis selama di perantauan. Penulis juga menghaturkan persembahan kepada adinda tersayang, Rahmiana “Shelly” Agustini, A.Md. Semoga mimpi-mimpi kita dapat segera tercapai bersama. Kesabaran dan keceriaannya selalu menjadi pendorong semangat penulis. Salam sayang penulis sampaikan untuk adik-adikku yang tercinta; Ismail Muhammad Syahid, bersabarlah dalam menuntut ilmu; Farid Waliyuddin Rusydi, semoga prestasimu terus berlanjut; Neng Siti Fatimah Fadlullah, tetaplah tegar menghadapi segala masalah di rumah; Hasna Lathifah, jangan bosan-bosan sekolah; dan Miftah Muslihuddin, adik bungsu yang paling tercinta, semoga kamu segera sembuh dan cepat bersekolah kembali. Kepada keluarga besar Hj. Siti Julaeha (alm.), nenek tercinta, beserta seluruh uwa, mamang, aa, teteh, ade sekalian, juga kepada keluarga besar Pak Aki dan Emak Kidul, kakek-nenek tersayang, beserta seluruh uwa, mamang, bibi, aa, ade sekalian, kepada mereka penulis sampaikan terima kasih banyak atas dukungannya, terutama terhadap keluarga penulis di rumah. Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. M. Dawam Rahardjo, SE., yang bersedia secara langsung memberikan izin penulis untuk mengkaji satu sudut pemikiran beliau. Terima kasih juga saya haturkan kepada Lembaga Studi Agama dan Filsafat, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan meminjam beberapa bahan untuk skripsi ini. Penulis juga sampaikan terima kasih banyak untuk rekan-rekan sesama aktifis dan intelektual muda di HMI MPO, LPI UIN Jakarta, KM-AI, dan JarIK. Untuk sahabat-sahabatku, Ruli Nurdin, Hilmi Mubarok, Dadan, Asep Kamaluddin, Indah Mulyawati, Nanih, Linda (serta semua alumni MI Banjar 2 angkatan 97), Andi Tanjana, Yani Nur’aini, Nafishoh, Evi, Neni Nurlina (serta semua alumni MTsN Banjar angkatan 2000), Bayu Haryadi, Irvan Sutadi, Muhammad Irfan, Riany Dwi Setyaningrum, Siti Nurhayati (serta semua alumni SMUN 1 Banjar angkatan 03), terima kasih banyak atas pertemanan kalian yang sangat berharga. Jakarta, 18 Februari 2009 Penulis BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pada bulan Oktober 2004, sebuah sekolah Katolik di Ciledug dibarikade oleh sekelompok orang Islam dengan alasan bahwa sekolah itu telah difungsikan secara ilegal menjadi tempat ibadah. Dengan alasan yang sama pula, pada September 2005, 23 buah gereja telah ditutup oleh sekelompok kaum Muslim di Jawa Barat. Belum lama ini, pusat Ahmadiyah diserang oleh sekelompok kaum Muslim, dan para penghuninya dipaksa meninggalkan tempat itu. Berangkat dari catatan buruk kebebasan beragama di Indonesia di atas, dan ketidakpastian dasar negara antara sekular dan agama, maka Mujiburrahman mempertanyakan bagaimanakah kiranya bangsa Indonesia dapat merumuskan kebebasan beragama berdasarkan kesepakatan bersama yang samar-samar mengenai hakikat negara Indonesia yang bukan negara agama dan bukan pula negara sekular?1 Pertanyaan ini menjadi penting karena hakikat negara Indonesia memang mengalami semacam ambiguitas, atau “bukan-bukan” (bukan sekular dan bukan agama). Persoalan ambiguitas ini semakin merepotkan manakala dibenturkan dengan realitas keragaman (pluralitas) masyarakat, terutama keragaman agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia. Selain enam agama (Islam, Katolik, Protestan, Budha, Hindu dan Konghucu) yang diakui secara resmi oleh negara, Indonesia kaya akan agama atau kepercayaan lokal (indigenous religion) – seperti 1 Mujiburrahman, “Kebebasan Beragama di Indonesia,” dalam Abdul Hakim dan Yudi Latif, ed., Bayang-bayang Fanatisisme; Esai-esai untuk Mengenang Nurcholish Madjid, (Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2007), h. 290. komunitas Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Komunitas Tolotang di Sulawesi Selatan, komunitas Kaharingan di Kalimantan dan lain sebagainya – serta aliran-aliran yang ada dalam agama resmi tersebut. Menurut Amin Abdullah, realitas pluralitas agama yang belum berlanjut pada pluralisme agama disebabkan oleh hegemoni kepentingan kelompok tertentu. Kepentingan itu juga sering dijustifikasi dengan landasan teks keagamaan.2 Bangsa Indonesia perlu beragama secara damai dalam fakta keragaman, karena itu diperlukan sistem untuk memecahkan masalah tanpa kekerasan. Bangsa Indonesia juga memerlukan sikap yang positif terhadap perbedaan agama (sikap yang terbuka, toleran, siap berdialog dengan kelompok yang berbeda). Sebaliknya, bangsa ini juga sebaiknya menghindarkan diri dari pemikiran dan usaha-usaha menghilangkan keragaman agama. Termasuk di dalamnya tidak mengakui adanya keragaman, menginginkan keseragaman, memaksakan nilai agama satu kelompok atas kelompok yang lain, memakai kekuasaan untuk menindas agama yang berbeda, dan memberikan cap yang buruk pada agama dan pemeluknya yang dianggap berbeda. Bila sistem ini tidak tercapai, maka dapat dipastikan berpotensi menimbulkan benturan (clash) antar budaya dan agama.3 2 Dikutip dari Ahmad Fuad Fanani, Islam Mazhab Kritis; Menggagas Keberagamaan Liberatif (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), h. 6. 3 Samuel P. Huntington berhipotesis bahwa sumber fundamental dari konflik dalam dunia baru tidak lagi ideologi atau ekonomi, melainkan budaya. Tentang hipotesis samuel P. Huntington ini, lihat samuel P. Huntington, “Benturan Antar Peradaban; Masa Depan Politik Dunia,” dalam M. Nasir Tamara dan Elza Peldi Taher, Agama dan Dialog Antar Peradaban (Jakarta: Penerbit Paramadina, 1996), h. 3-35.

Description:
aktifis dan intelektual muda di HMI MPO, LPI UIN Jakarta, KM-AI, dan JarIK. Untuk sahabat-sahabatku, Ruli Nurdin, Hilmi komunitas Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan, Komunitas Tolotang di. Sulawesi Selatan, komunitas
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.