BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas dan menghubungkan antara kajian pustaka dengan temuan yang ada di lapangan. Terkadang apa yang ada di dalam kajian pustaka dengan kenyataan yang ada di lapangan tidak sama dengan kenyataan atau sebaliknya. Keadaan inilah yang perlu dibahas lagi, sehingga perlu penjelasan lebih lanjut antara kajian pustaka yang ada dengan dibuktikan dengan kenyataan yang ada. Berkaitan dengan judul skripsi ini akan menjawab fokus penelitian, maka dalam bab ini akan membahas satu persatu fokus penelitian yang ada. A. Metode Pembelajaran Tahfidzul Qur’an dengan Metode Wahdah untuk Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Siswa di SMP Alam AL Ghifari Kota Blitar Sebelum membahas mengenai metode wahdah yang diterapkan di SMP Alam Al Ghifari Kota Blitar dalam pembelajaran tahfidz alqur’an untuk meningkatkan kecerdasan spiritual siswa, perlu diketahui bahwasannya menghafal alqur’an itu tidak semudah apa yang kita bayangkan saat ini, berbeda dengan kita menghafal rumus-rumus ilmiah. Dalam menghafal pelajaran, seseorang menghadapi materi yang biasanya disajikan dalam bentuk verbal (bahasa), entah materi itu dibaca sendiri atau diperdengarkan. Dalam menghafal alqur’an, seseorang juga menghadapi materi hafalan dalam bentuk verbal baik dibaca sendiri atau 96 97 diperdengarkan. Dalam menghafal alqur’an seseorang mengulang-ulang ayat yang dihafalkan kemudian disimpan dalam ingatan (fase retensi). Teknik mengingat yang banyak dilakukan ornag adalah dengan mengulang informasi yang informasi yang masuk. Pengulangan informasi akan tersimpan lebih lama dan lebih mudah untuk diingat kembali. Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi, metode wahdah yaitumetode menghafal ayat per ayat yang dimana setiap ayat dibaca sepuluh kali atau lebih (mengulang-ulang), sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangan dalam benak santri/ murid. Setelah santri/ murid benar-benar hafal barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama, demikian seterusnya dan jika telah mencapai satu halaman Al Qur’an atau satu ruku’ maka dihafal ulang berkali-kali hingga lancar.159 Dari pemaparan pemahaman diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari metode wahdah pada pembelajaran tahfidz alqur’an adalah diharapkan siswa dapat menghafal alqur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah bacaan alqur’an, sehingga tujuan pembelajaran bisa tercapai dengan efektif. Dalam proses pembelajaran, tidak akan efektif jika tidak menerapkan metode pembelajaran yang digunakan pada saat pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, penerapan atau pelaksanaan metode pembelajaran harus digunakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal. 159Ahsin W Al- Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al Qur’an (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), hal. 12 98 Penerapan metode wahdah ini yaitu murid membaca setiap ayat alqur’an yang akan dihafalkan sepuluh kali atau lebih (diulang-ulang), sehingga murid benar-benar hafal. Jika mereka sudah benar-benar menghafal, barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang sama pula, dan seterusnya sampai mencapai satu halaman Al Qur’an, dan kemudian dihafalkan ulang berkali–kali hingga lancar dan benar-benar hafal. Hal ini sesuai dengan pemahaman dari Ahsin W., dalam bukunya yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat dibaca sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.160 Dalam penerapan metode wahdah ini murid mengaplikasikan metode tersebut dengan cara mereka menghafalkan al quran secara per ayat, yaitu menyebutkan nomor ayat terlebih dahulu kemudian melantunkan ayatnya. Misalnya Q.S Al Baqarah ayat 1, “Alif Laam Miim, ayat kedua Dzaalikal Kitaabulaa Roibafiihi Hudan LilMuttaqiin” setelah itu diulang sepuluh kali atau beberapa kali sampai mereka benar-benar hafal dan lancar. Dalam kaitannya dengan upaya menghafal alqur’an tampakadanya tanda-tanda pentingnya pembagian waktu,tidak sedikit pelajar yang bertanya-tanya tentang waktu-waktu yang efektif untuk menghafal dan membaca buku. Para ulama telah membahas masalah ini. Mereka 160 Ahsin W Al- Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al Qur’an,... hal 63 99 menganjurkan agar mempergunakan waktu pagi disetiap waktu dimana pikiran masih segar dan kondisi badan masih kuat. Tidak diragukan lagi bahwa waktu pagi adalah wktu paling baik untuk menuntut ilmu, ia adalah waktu yang baik jika memang tidak terlambat terlalu malam. Diriwayatkan dari ali r.a. dia berkata: rasulullah bersabda: اهارِوْكُُب فِِْ تِِْ مَُّا لِِْ كْرِبَا مَّهَُّللا Ya Allah berkahilah umatku diwaktu-waktu pagi mereka. 161 Diantara waktu yang baik untuk belajar adalah waktu sahur (menjelang subuh), karena waktu itu adalah saat-sat dikabulkannya segala permohonan hamba dan turunnya rahmat. Sedangkan mencari ilmu adalah ibadah yang mulia, ia adalah perbuatan paling baik yang dilakukan oleh seorang muslim pada waktu akhir malam. Dari ismail bin abu uwais, dia berkata: apabila kamu ingin menghafal sesuatu, maka tidurlah diawal waktu lalu bangunlah diwaktu menjelang subuh! Nyalakanlah lampu dan bacalah lalu hafalkan, niscaya setelah itu kamu tidak akan lupa, insyaaAllah. 162 Khatib baghdadi berkata: ketahuilah, bahwa untuk menghafal itu mempunyai waktu-waktu khusus yang harus diperhatikan oleh setiap orang yang ingin mneghafal, begitu pula untuk menghafal mempunyai tempat- 161Kamal Yusuf al Hut,Sunan Tirmidzi, ( Beirut: Darul Kutubil Ilmiyah, 1408 H) 162Mahmud Thahhan, Al Jami’u li Akhlaqir Rawi wa Adabus Sami’, Maktabul Ma’arif Riyadh, 1403 h 100 tempat khusus. Waktu paling baik adalah menjelang subuh, kemudian pagi hingga tengah hari dan setelah makan siang. Menghafal di malam hari lebih baik daripada di siang hari.163 Maksudnya ialah setiap pelajar hendaknya memilih waktu-waktu efektif dan segarnya pikiran serta menjauhi waktu- waktu ketika dia sedang terguncang, lelah atau sibuk dengan berbagai urusan, jika tidak, belajarnya akan menjadi sia-sia tidak banyak menghasilkan. 164 Dan untuk menghafal Al-Quran sebaiknya kita memilih waktu yang paling tepat. Di antaranya penghafal Alqur’an ada yang menghafal Alqur’an secara khusus, yakni tidak ada kesibukan lain kecuali menghafal Alquran saja. Bagi mereka yang tidak mempunyai kesibukan lain dapat mengoptimalkan seluruh waktu dan memaksimalkan seluruh kapasitas waktu menghafal dan akan lebih cepat selesai. Sebaliknya bagi mereka yang mempunyai kesibukan lain harus pandai-pandai memanfaatkan waktu. Waktu yang digunakan dalam pembelajaran tahfidz alqur’an di SMP Alam Al Ghifari ini yaitu dilaksanakan setiap hari senin sampai hari kamis pada pukul 08.00 WIB – 09-00 WIB pagi, sebelum pembelajaran formal dimulai. Hal ini bertujuan agar daya ingat siswa semakin kuat dan untuk melatih siswa untuk berinteraksi dengan alqur’an. Hal ini sesuai dengan pemahaman, diantara waktu yang paling tepat untuk belajar dan menghafal, yaitu: 163Syeikh Ismail al Anshari, Al Faqih wal Wutafaqqih, Daru Ihyais Sunnah Nabawiyah, 1395 h 164Abu Nabil, Etika Islam dalam Menuntut Ilmu, (jakarta: khilma pustaka, 2005)hal. 138-140 101 a) Waktu sebelum terbit fajar b) Setelah fajar hingga terbit matahari c) Setelah bangun tidur dari siang d) Setelah shalat fardhu e) Waktu diantara magrib dan isya’165 Dengan demikian waktu pelaksanaan pembelajaran tahfidz alqur’an di SMP Alam Al Ghifari ini menggunakan waktu yang tepat yaitu pada pukul 08.00-09.00 dimana waktu itu adalah waktu setelah fajar hingga terbit matahari yang efektif untuk proses menghafal. Dan dalam meningkatkan kecerdasan spiritual siswa melalui metode pembelajaran tahfidzul qur’an dengan metode wahdah ini adalah mereka memiliki kecerdasan intelektual, yaitu mereka mampu untuk bisa menghafal alqur’an dengan baik, lancar yang sesuai dengan kaidah tajwidnya benar. Hal ini sesuai dengan tujuan instruksional khusus pembelajaran alqur’an yang dijabarkan sebagai berikut: 1. Santri mampu mengenal huruf, menghafalkan suara huruf, membaca kata dan kalimat berbahasa arab, membaca ayat-ayat alqur’an dengan baik dan benar. 2. Santri mampu mempraktekkan membaca ayat-ayat alqur’an (pendek maupun panjang) dengan bacaan bertajwid dan artikulasi yang shahih (benar) dan jahr (keras). 165Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al-Quran, (Jakarta: Bumi Aksara 1994),hal. 56. 102 3. Santri mengetahui dan memahami teori-teori dalam ilmu tajwid walaupun secara global, singkat dan sederhana terutama hukum dasar ilmu tajwid seperti hukum lam sukun, nun sukun, dan tanwin, mad dan lainnya. 4. Santri mampu menguasai sifat-sifat huruf hijaiyah baik lazim maupun yang ‘aridh.. 5. Santri mampu menghafalkan alqur’an dengan kaidah yang berlaku.166 Selain memiliki kecerdasan intelektual, dengan metode ini siswa juga memiliki kecerdasan emosional atau emosional qoutient, jadi siswa memiliki kesadaran bahwa kemampuan yang mereka miliki untuk bisa menghafalkan Al Qur’an adalah karunia yang diberikan kepadanya dari Allah, kesadaran yang dimaksud disini adalah kesadaran spiritual. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dodik Merdiawan,beliau mengatakan bahwa kesadaran spiritual itu adalah tingkat kesadaran yang paling tinggi, kecerdasan ini dicirikan telah menyatunya atau meleburnya diri terhadap segala kesadaran menjadi meng Esakan Allah semata. Dialah pemilik segala apa yang ada di langit dan bumi. Dengan demikian, kesadaran spiritual ini melahirkan kepasrahan yang tinggi kepada Allah swt., mengakui dengan kesadaran yang tinggi bahwa semua berasal dariNya serta kan kembali padaNya. Pada fitrahnya, derajat manusia adalah sangat tinggi dibanding makhluk ciptaan Allah 166Amanah, Pengantar Ilmu Alqur’an dan Tafsir (Semarang: As-Syifa, 1991), hal. 104 103 lainnya. Yang menjadikan kita menjadi rendah, dikarenakantidak pernah untuk melakukan refleksi tentang diri sendiri. Sehingga perilaku menjurus pada akhlak yang rendah, akibatnya akan menjadi hina di hadapanNya. Dengan kesadaran yang tinggi, menyebabkan kualitas jiwa yang tinggi pula. Inilah yang dikatakan manusia spiritual, manusia yang selalu kembali pada fitrahNya yang agung, dan yang suci. 167 Seperti pada firman Allah dalam QS. Al A’raf: 179 اابِِ ناوْرُصِ بُْ ي َّلا يٌُُعْاأ مُْلَاوا اابِِ ناوْهُقافْا ي َّلا بٌ وُْلُ ق مُْلَا ۖ سِ ْنلِْْاوا نِ ِلِْ ا نام ِ ارً يِْثكا ماَّنهاالِِ نَاْأرااذ دْقاالوا ١٧٩ ناوُْلفِاغْلا مُهُ كا ِئالوُْأ ۖ ل ضا اأ مْهُ لْاب مِعا ْنالْْ ا كا كا ِئالوُْأ ۖ اابِِ ناوُْعماسْ اي َّلا نٌااذاا ء مُْلَاوا “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat) Allah dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”168 Selain dari kecerdasan yang telah disebut diatas, mereka juga memiliki kecerdasan spiritual yaitu dengan mereka terbiasa berinteraksi dengan Al Qur’an maka mereka akan menyadari bahwa Al Qur’an itu adalah pedoman baginya dan umat muslim. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Ari Ginanjar Agustian, beliau mengatakan bahwa prinsip kecerdasan spiritual berdasarkan rukun iman salah satunya yaitu prinsip 167Dodik Merdiawan, Qur’anic Spiritual Quotient Decode Tetes Renungan, Sarat dengan Ajakan, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2007). hal. 34-36 168Kementerian Agama Republik Indonesia, Alqur’an dan Terjemahnya,(Klaten: CV. Sahabat), hal. 179 104 pembelajaran berdasarkan iman kepada kitab. Suka membaca dan belajar untuk menambah pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berfikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan AlQur’an sebagai pedoman dalam bertindak.169Pemahaman ini sesuai dengan firman Allah QS. A’raf : 3 ٣ ناوْرُكَّذاات امَّ ًلايِْلاق ۖ ا ءآيِلوْاأ ىِنِِوْدُ نْ مِ اوُْعِ بَّت ات الاوا مْكُ ِبرَّ نْ م ِ مْكُ يْالِإ لازِْنُأ آمااوُْعِبَّتا “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”170 Serta mereka mampu mengajak siapapun untuk ber fastabiqul khoirot atau berlomba-lomba dalam kebaikan dan ber amar ma’ruf nahi mungkar. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S al baqarah 148 ىالعا االله نَِّإ ۖ اعً يْجَِا ُالله مُكُ ِب تِ ْيَااو ُْ نوْكُ ات اما ناْياأ ۖ تِرا يْالْْ ا قُِباتسْ ااف ۖ االَ ِوامُ واهُ ٌةهاجْوِ ل ٍّكُ ِ لوا ١٤٨ رٌ ْيدِاق ئٍّيْشا ل ِكُ “Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Dimana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”171 Isi kandungan ayat diatas yaitusetiap umat mempunyai kiblat. Umat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menghadap ke ka’bah, Bani Israil dan orang- orang Yahudi menghadap ke Baitul Maqdis, dan Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ka’bah dalam shalat. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin bersatu, bekerja dengan giat, beramal, bertobat 169 Ari Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ. Cet. 33, (Jakarta: Arga 2007), hal. 98 170Kementerian Agama Republik Indonesia, Alqur’an dan Terjemahnya,...hal. 151 171Ibid,... hal, 23 105 dan berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan tidak menjadi fitnah atau cemooh dari orang-orang yang ingkar sebagai penghambat.. Allah akan menghimpun seluruh manusia untuk dihitung dan diberi balasan atas segala amal perbuatannya. Allah maha kuasa atas segala sesuatu dan tidak ada yang dapat melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan. Kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Sebagaimana yang kita ketahui di kalangan orang iman itu ada tiga golongan, golongan yang pertama adalah golongan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khoirot), golongan yang kedua adalah golongan orang-orang yang muqtasidun (sedang), golongan yang ketiga adalah golongan orang-orang yang dholimu linafsih (menganiaya diri sendiri).Idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan termasuk dalam hal berbuat baik. Memahami Ilmu Kebaikan Bagi seorang muslim tiap amal yang dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yang
Description: