BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil-hasil Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil-hasil dan temuan-temuan penelitian berdasarkan analisis data pertanyaan sosiometri, angket, wawancara, observasi, dan yang didasarkan pada analisis data menggunakan teknik-teknik statistik. 1. Pola-pola Sosiometri Untuk mengetahui interaksi sosial siswa dalam pergaulan di kelas dipergunakan teknik sosiometri. Teknik sosiometri memudahkan untuk menilai penyesuain diri seseorang dalam kelompok dan menemukan pola-pola sosiometri yang mencerminkan kecenderungan-kecenderungan anggota kelompok untuk mengadakan interaksi terhadap anggota lainnya. Pertanyaan sosiometri dalam penelitian ini, meminta siswa memilih sahabatnya sekelas sebagai teman yang disukai sekelompok belajar, cocok sebagai teman belajar di sekolah dan sebagai teman belajar bersama untuk mengeijakan pekeijaan rumah yang diberikan guru atau kalau ada tugas lain dari guru, serta sebagai teman yang disukai dalam bermain pada waktu jam istirahat atau setelah jam pelajaran sekolah. Berdasarkan jawaban dari pertanyaan tersebut dapat dibuat sosiogram sebagaimana dikemukakan dalam Gambar 4.1 berikut ini. 160 Gambar 4.1 Pola-pola Sosiometri Siswa Kelas II A SLTP KORPRI UNIT UPI '162 Keterangan: a. Siswa laki-laki ditandai dengan lambang segi tiga, sedangkan perempuan ditandai dengan lambang lingkaran. b. Angka di dalam lambang segi tiga dan lingkaran menunjukkan kode nama siswa. a. Garis panah dipakai untuk menunjukkan arah pilihan. Gambar 4.1 menunjukkan bahwa dari 48 siswa yang ada di dalam kelas II A dapat dikemukakan beberapa pola sosiometri yang diistilahkan sebagai berikut: a. Pilihan cross-sex (dengan nomor kode 40 — 39, 38 — 40, 48 — 27). Pada dasarnya pilihan yang dilakukan siswa ada juga kepada lawan jenisnya, misalnya laki-laki memilih perempuan dan perempuan memilih laki-laki, yang diistilahkan dengan pilihan cross-sex. b. Chain atau rantai (dengan nomor kode 31 — 33 — 32) menggambarkan siswa pertama memilih siswa kedua dan siswa kedua memilih siswa ketiga, kemudian siswa ketiga memilih siswa pertama. Tampak di sini, siswa pertama intim (suka) dengan siswa kedua dan siswa kedua intim dengan siswa ketiga, kemudian siswa ketiga intim dengan siswa pertama. c. Triangle (dengan nomor kode 43 — 44 — 45) menggambarkan segi tiga. Mereka bertiga saling berpilihan dan merupakan satu kelompok tersendiri. d. Star atau bintang (dengan nomor kode 1) yang menggambarkan seorang siswa yang mendapat pilihan terbanyak dalam teknik sosiometri. Berdasarkan wawancara dengan siswa yang lain, siswa yang termasuk kategori '163 bintang di samping memiliki hasil belajar yang relatif tinggi juga memiliki sifat-sifat yang positif, seperti mengetahui caranya membuat siswa lain merasa senang: jujur, sabar, ramah, mudah bergaul dan akrab dengan siswa yang lain, solidaritas terhadap siswa lain tinggi, dan suka berkomunikasi untuk menceritakan sesuatu, suka memberi bantuan belajar. e. Neglekti (neglegtee), (dengan nomor kode 29) yang menggambarkan seorang siswa yang menerima pilihan paling sedikit dalam teknik sosiometri. Siswa ini mempunyai interaksi yang minimal dengan siswa lainnya dalam kelas tersebut. Berdasarkan wawancara dengan siswa yang lain, penyebabnya karena kurang motivasi belajar, sering absen di kelas dan pendiam. Menurut siswa pada umumnya siswa yang kurang diterima dalam pergaulan adalah yang punya kepribadian angkuh, kasar, tamak, tidak terbuka, mementingkan diri sendiri, suka berbicara keras, minder dalam pergaulan, tidak percaya diri, pembohong, pengganggu, pemarah, pura-pura sakit, tidak ramah. f. Pair atau pasangan (dengan nomor kode 30-32, 31 - 33, 34 - 35, 36 - 37, 46 - 47, 38 - 39, 40 - 41, 41 - 42), menggambarkan dua siswa saling tertarik (memilih) melakukan interaksi yang akrab. g. Kelompok yang memilki interaksi berbentuk jala, menggambarkan kelompok saling memilih memiliki intensitas keintiman yang kuat. Terdapat tujuh kelompok siswa yang terdiri dari 4 orang yang saling memilih. Kelompok yang terdiri dari empat orang saling memilih sebagai teman saling menyukai untuk bekeijasama dalam kelompok masing-masing mempunyai jenis '164 kelamin yang sama. Kelompok yang memiliki interaksi berbentuk jala ini ternyata terdiri dari jenis kelamin yang sama. Siswa laki-laki memilih siswa laki-laki dalam satu kelompok, siswa perempuan memilih temannya yang perempuan pula. Berdasarkan data sosiogram tersebut di atas, diketahui bahwa dari 48 siswa yang ada dalam kelas II A diperoleh tujuh kelompok siswa yang saling memilih yang terdiiri dari empat orang. Dari tujuh kelompok yang saling memilih terdapat tiga kelompok laki-laki, dan empat kelompok perempuan. Adapun ketujuh kelompok siswa yang saling memilih yaitu: Pertama, kelompok satu yaitu dengan kode nomor responden 1, 2, 3, dan 4. Kedua, kelompok dua yaitu dengan kode nomor responden 5, 6, 7, dan 8. Ketiga, kelompok tiga yaitu dengan kode nomor responden 9, 10, 11, 12. Keempat, kelompok empat yaitu dengan kode nomor responden 13, 14, 15 dan 16. Kelima, kelompok lima yaitu dengan kode nomor responden 17, 18, 19 dan 20. Keenam, kelompok enam yaitu dengan kode nomor responden 21, 22,23, dan 24. Ketujuh, kelompok tujuh yaitu dengan kode nomor responden 25, 26, 27 dan 28. Dalam proses belajar mengajar siswa yang lain dikelompokkan pula empat-empat orang dan tetap mengikuti kegiatan bersama di kelas tersebut. Ketika ditanyakan kepada siswa yang saling memilih terdiri dari empat orang tersebut, apakah faktor latar belakang keluarga, faktor kecerdasan dan faktor ekonomi keluarga ada hubungannya dengan status pilihan sosiometri '165 siswa? Ternyata mereka mengatakan tidak harus demikian. Mereka berteman dengan siapa saja, yang penting ada kecocokan. Menurut siswa kelompok yang anggotanya saling memilih terdiri dari teman yang disukai sekelompok belajar, cocok sebagai teman belajar di sekolah dan sebagai teman belajar bersama untuk mengeijakan pekeijaan rumah yang diberikan guru atau kalau ada tugas lain dari guru, serta sebagai teman yang disukai dalam bermain pada waktu jam istirahat atau setelah jam pelajaran sekolah. Kecocokan itu antara lain karena merasa ada perasaan dekat antara satu dengan lainnya yang ditunjukkan dengan rasa peduli terhadap kawan, setia kawan, tidak saling menjatuhkan, dapat saling menyesuaikan diri dan merasa terdorong untuk berada dalam kelompok bercerita secara terbuka tentang isi hati dan berbagai pengalaman. Berdasarkan wawancara dengan siswa, kelompok-kelompok yang terbentuk atas dasar saling memilih tersebut, pada dasarnya berinteraksi juga dengan anggota-anggota kelompok lain. Sebab setiap siswa mempunyai teman lain untuk diperkenalkan kepada teman sekelompoknya. Adanya kemauan siswa berinteraksi dengan siswa anggota kelompok yang lain ini, menjadi penghubung, membagi informasi/pesan-pesan antara kelompoknya dengan kelompok lain, menerima informasi/pesan-pesan dari anggota kelompok yang lain dan menyampaikan informasi tersebut kepada temannya dalam kelompok. Berdasarkan hasil analisis data pola sosiometri seperti diutarakan di atas, ditemukan bahwa pola interaksi pergaulan siswa di SLTP beragam. Setiap siswa '166 senantiasa mempunyai selera dalam memilih temannya. Siswa sebagai anggota kelompok mempunyai pendapat mengenai anggota tertentu yang lebih disukainya dari yang lain untuk kondisi tertentu. Pola-pola sosiometri siswa SLTP dapat berupa: (1) Pilihan cross-sex. Pada dasarnya pilihan yang dilakukan siswa ada juga kepada lawan jenisnya, misalnya laki-laki memilih perempuan dan perempuan memilih laki-laki, yang diistilahkan dengan pilihan cross-sex. (2) Chain atau rantai, menggambarkan siswa pertama memilih siswa kedua dan siswa kedua memilih siswa ketiga, kemudian siswa ketiga memilih siswa pertama. Pada kelompok ini interaksi dan komunikasi sosial teijadi secara berantai. Aksessibilitas komunikasi melalui saluran individu yang berantai dan bersifat satu arah. (3) Triangle menggambarkan segi tiga. Mereka bertiga saling berpilihan dan merupakan satu kelompok tersendiri. Terbentuknya kelompok di antara mereka menunjukkan intensitas interaksi sosialnya dikatakan cukup kuat dalam hubungan yang lebih intim. (4) Star atau bintang menggambarkan seorang siswa yang mendapat pilihan terbanyak dalam teknik sosiom^tri. (5) Neglekti (neglegtee), menggambarkan seorang siswa yang menerima pilihan paling sedikit dalam teknik sosiometri. Siswa ini mempunyai interaksi yang minimal dengan siswa lainnya daiam kelas tersebut. Kesulitan penyesuaian sosial dikarenakan siswa ini memiliki orientasi pribadi yang berbeda bahkan bertolak belakang dengan siswa lain. (6) Pair atau pasangan, menggambarkan dua siswa saling tertarik melakukan interaksi yang akrab. Komunikasi interpersonal pada kelompok ini lebih tinggi frekuensinya '167 dan lebih intensional dibandingkan dengan kelompok lainnya sehingga pertukaran informasi lebih lancar dan menguntungkan kedua belah pihak. (7) Kelompok yang memilki interaksi berbentuk jala, menggambarkan kelompok yang saling memilih yang memiliki intensitas keintiman yang kuat. Ada kecenderungan gejala siswa laki-laki mengarahkan mayoritas pilihan mereka kepada siswa laki-laki. Begitu pula, yang perempuan mempunyai kecenderungan menetapkan mayoritas pilihan mereka kepada perempuan untuk satu kelompok. Kelompok-kelompok yang terbentuk di antara siswa tidaklah secara ideal mutlak terpisah dari siswa yang lain, karena menurut mereka masih terdapat interaksi anggota-anggota kelompok tersebut dengan anggota/kelompok lain yang menghu-bungkan anggota tersebut dengan kelompoknya, akhirnya memungkinkan meluasnya pergaulan. 2. Derajat Kerjasama, Persaingan, dan Konflik Sebelum dikemukakan derajat keijasama, persaingan, dan konflik berikut ini dikemukakan hasil pengujian normalitas sebaran distribusinya memakai rumus chi kuadrat (%*). Uji normalitas mengandaikan bahwa dalam populasi yang tak terhingga, variat variabel yang dianalisis akan mengikuti ciri-ciri sebaran normal baku. Perhitungannya menggunakan jasa komputer program SPSS for Vindow Release 6.0 seperti pada lampiran. Berdasarkan perhitungan terhadap nilai tersebut, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. '168 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Normalitas Distribusi Skor Keijasama, Persaingan, dan Konflik Kelompok Kontrol dan Eksperimen DDaattaa yyaanngg SCelomp ok Kontrol Kelompok Eksperimen DDiiuujjii t t Kete- t X2 Kete- SSeebbaarraannnnyyaa hitung DF tabel rangan hitung DF tabel rangan Keijasama. 5,1429 7 14,067 Normal 2,8571 8 15,507 Normal Persaingan. 3,4286 7 14,067 Normal 4,0000 7 14,067 Normal Konflik. 2,0000 5 11,071 Normal 5,9286 4 9,488 Normal Berdasarkan hasil perhitungangan X1 seperti tampak dalam Tabel 4.1 nilai X2 hitung < nilai yj tabel pada tingkat kepercayaan 95% jadi hasil pengujian normalitas distribusi skor keijasama, persaingan, dan konflik terhadap kelompok kontrol dan eksperimen tidak signifikan. Ini berarti bahwa data skor keijasama, persaingan, dan konflik berdistribusi normal. Untuk mengetahui tingkat derajat keijasama, persaingan, dan konflik dilakukan dengan analisis deskriptif. "Tingkat-tingkat suatu kegiatan dapat dikategorikan menjadi sangat efektif, efektif, kurang efektif, tidak efektif, dan sangat tidak efektif' (Ametembun, 1981.112). Untuk keperluan itu maka skor- skor jawaban untuk data keijasama terlebih dahulu dikategorisasi ke dalam tingkat-tingkat tertentu dengan rentangan nilai (range) dihitung dengan mengurangkan skor ideal tertinggi jawaban responden dengan skor ideal terendahnya, dibagi dengan jumlah rentangan. 75-25 = 10 5 '169 Dengan demikian, penyusunan rentangan kategori dibuat sebagaimana dikemukakan dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2 Derajat Keijasama Kelompok Kontrol dan Eksperimen Berdasarkan Hasil Angket Ting- Kelompok Kontrol Kelompok Eksper. kat Kategori Skor Frekuensi Frekuensi Frekuensi Frekuensi Kate- Absolut Relatif (%) Absolut Relatif (%) gori 1. Sangat efektif 66 - 75 3 10,71 14 50,00 2. Efektif 56-65 8 28,57 5 17,86 3. Kurang efektif 46-55 6 21,43 6 21,43 4. Tidak efektif 36-45 7 25,00 3 10,71 5. Sangat tak Ef. 25-35 4 14,29 - - Jumlah 28 100 28 100 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan derajat keijasama antara siswa model kelompok belajar konvensional dengan kelompok belajar kooperatif. Derajat keijasama siswa model kelompok belajar kooperatif lebih efektif daripada kelompok belajar konvensional. Dari perhitungan skor rata-rata keijasama, untuk siswa kelompok belajar kooperatif rata-rata sebesar 64,46 termasuk kategori efektif dengan skor terendah 36 dan tertinggi 75, sedangkan untuk siswa kelompok belajar konvensional sebesar 52,82 termasuk kategori kurang efektif dengan skor terendah 30 dan tertinggi 72. Selanjutnya untuk data persaingan, skor-skor jawaban responden dikate- gorisasi ke dalam tingkat-tingkat tertentu pula dengan rentangan nilai (rartge) dihitung dengan mengurangkan skor ideal tertinggi jawaban responden dengan skor ideal terendahnya, dibagi dengan jumlah rentangan =
Description: