ebook img

BAB III CINTA DALAM AJARAN ISLAM A. Pengertian Cinta 1. Menurut Bahasa Kata cinta PDF

20 Pages·2017·0.23 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB III CINTA DALAM AJARAN ISLAM A. Pengertian Cinta 1. Menurut Bahasa Kata cinta

BAB III CINTA DALAM AJARAN ISLAM A. Pengertian Cinta 1. Menurut Bahasa Kata cinta (mahabbah) berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam.1Masuk ke dalam al-mahabbah ini al-‘isyq (rindu).2 Ada juga yang mengatakan, bahwa al-hubb berasal dari kata habab al- ma’a adalah air bah besar. Artinya, cinta itu merupakan kepedulian yang paling besar dari cita hati. Dikatakan juga, al-hubb berasal dari kata habb (biji-bijian) yang merupakan bentuk jamak dari habbat. Dan habbat al-qalb adalah sesuatu yang menjadi penompangnya. Dengan demikian, al-hubb atau cinta adalah sesuatu yang tersimpan di dalam qalbu. Dikatakan lagi, kata al-hubb berasal dari kata hibbah, yang berarti biji-bijian dari Padang pasir. Artinya, cinta merupakan lubuk kehidupan, bagaikan benih pada tumbuh- tumbuhan. Ada juga yang mengatakan, al-hubb berasal dari kata hibb, artinya tempat yang didalamnya ada air, dan manakala ia penuh, tidak ada lagi tempat bagi yang lainnya. Demikian juga, dikala hati dilupai rasa cinta, tak 1 Muhammad Sholikhin, Menjadikan Diri Kekasih Ilahi, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2009), hal. 215 2Hamka,Tasawuf Perkembangan danPemurnian, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), hal. 169 33 33 34 ada lagi tempat di hatinya selain sang kekasih. Demikianlah yang dikemukakan oleh al-Qusyairi dalam Risalahnya.3 Jadi dapat disimpulkan cinta secara etimologi (bahasa) berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang berarti mencintai secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam. 2. Menurut Istilah Ada beberapa defenisi terminologi cinta Ilahi yang dikemukakan oleh para tokoh, diantarannya al-Ghazali memberikan defenisi cinta (Mahabbah) atas cinta adalah kecenderungan naluriah kepada sesuatu yang menyenangkan.4 Abu Yazid Al-Bustami (w. 280 H) mengatakan hakikat cinta itu adalah apabila telah terjadi al-ittihad. Menurut Al-Junaid, cinta berarti merasukkan sifat-sifat sang kekasih mengambil alih dari sifat-sifat pencinta. Di sini Al-Junaid menunjukkan betapa hati si-pencinta direnggut oleh ingatan akan sifat-sifat sang kekasih, hingga sang pencinta lupa dan tidak sadar akan sifat-sifatnya sendiri. Barangkali dalam keadaan inilah, para salik ketika mereka mabuk kepayang terhadap kekasihnya, yaitu Allah SWT, mereka seakan-akan berada di hadirat-Nya. Mereka sudah tidak ingat apa-apa selain Allah SWT semata. Bahkan ketika itu di dalam dirinya tidak membekas sedikit pun perasaan ketergantungan kepada selain AllahSWT. 3Abdul Qasim al-Qusyairi an-Naisaburi (selanjutnya disebut al-Qusayri), ar-Risalah al- Qusayriyah, ( Dar al-Khair, t. t), Hal. 320 4Al-Ghazali, Mutiara Ihya ‘Ulumiddin: Ringkasan yang ditulis sendiri oleh sang Hujjat al-Islam, Trj. Irwan Kurniawan, (Bandung: Mizan, 1997), hal. 366 35 Sementara Abu Nashr Al-Sarraj Al-Thusi membagi cinta (mahabbah) menjadi tiga tingkatan: pertama, mahabbah al-‘ammah (orang asmara), yaitu cinta yang timbul dari belas kasih dan kebaikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Kedua mahabbah al-shadiqin wa al- Muhaqqiqin, yaitu cinta yang timbul dari pandangan hati sanubari terhadap kebenaran, keangungan, kemahakuasaan ilmu dan kekayaan Allah SWT. Ketiga mahabbah al-shiddiqin wa al-arifin, yaitu cinta yang timbul dari penglihatan dari ma’rifat mereka terhadap qadim-Nya kecintaan Allah SWT yang tanpa ‘illat (pamrih). Demikian pula mereka mencintai Tuhan dengan tanpa ‘illat. Cinta ilahi yang bersih dan tidak ada kekeruhannya adalah hilangnya cinta dari hati dan anggota badan sampai tidak ada cinta sama sekali padanya, dan yang ada semuanya itu hanyalah bi Allah danli Allah itulah bercinta karena Allah SWT. Harun Nasution menjelaskan beberapa defenisi cinta (Mahabbah) sebagai berikut: 1) Memeluk kepatuhan kepada Allah SWT dan membenci sikap melawan-Nya. 2) Menyerahkan seluruh diri kepada yang di kasihi. Mengosongkan hati dari segala-galanya, kecuali dari yang dikasihi yang dimaksud dengan yang dikasihi di sini ialah Tuhan.5 Defenisi-defenisi terminologis cinta Ilahi, sebagaimana yang dikemukakan para tokoh sufi di atas, barangkali merupakan setitik 5Harun Nasution, Falsafah dan Mitisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1999), hal. 68 36 ungkapan perasaan dan pengalaman jiwa yang dikeluarkan melaluai kata- kata yang dapat disentuh. Karena, bila diperhatikan ungkapan itu tidak selamanya dapat disamakan dengan ungkapan yang berupa kata-kata atau huruf. Namun untuk dapat mengerti ungkapan-ungkapan perasaan memang harus diaktualisasikan melaluai kata-kata atau huruf-huruf yang dipahami dan dimengerti oleh orang lain. Oleh karena itu, pada hakikatnya cinta (Mahabbah) meliputi ilham, pancaran dan lupaan-lupaan hati cinta dengan segala perasaan dan keberadaannya. Dengan makna dan tingkatan-tingkatan ini, menurut ahli tasawuf, cinta itu sebenarnya tidak dapat dijelaskan hakikat dan rahasianya. Cinta itu dapatdirasakan tetapi tidak dapat disifati. Muhyiddin Ibnu Arabi (w. 628 H) seperti dikutip Al-Qusyairi mengatakan, barangsiapa yang mendefenisikan cinta, berarti ia tidak tahu tentang cinta. Siapa yang mengatakan bahwa dia telah puas dengan cinta, berarti ia tidak mengerti tentang cinta.6Abu ‘Ali Al-Rudzbari menyatakan cinta adalah kesesuaian dengan keinginan sang kekasih.7 Ibnu Abdu Al-Shamad mengatakan cinta itu buta dan tuli, seseorang yang jatuh cinta akan buta terhadap apapun selain kekasihnya. Ia tidak akan melihat selain yang dikasihinya. Syaikh Abu Ali Al-Daqqaq mengatakan cinta adalah kemanusiaan, tetapi hakikatnya adalah kebingungan.8 6Asfari dan Otto Soekanto,Mahabbah Cinta Rabi’ah Al-Adawiyah,(Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000), hal. 54 7Ibid. 8Ibid. 37 Menurut Masignon dan Mustafa Abdurrasiq, di dalam bahasa Arab al-mahabbah dibicarakan dalam lima macam pengertian. Pertama, al- mahabbah bermakna bersih dan putih. Berdasarkan kata-kata mereka (orang Arab) yang menyebutkan ‘’bersih dan putihnya gigi yang tampak’’ dengan ungkapan ‘’habbaba al-asnam’’.Kedua, al-mahabbah bermakna tinggi dan mulia, sebagaimana kata-kata mereka ‘’hubbaha al-ma’a wa hubbahu’’ (yang lebih tinggi darinya ketika terjadi hujan lebat ). Demikian pula dengan kata-kata ‘’ habbaba al-ka’sa (air meninggi melampaui permukaan gelas). Ketiga, al- mahabbah bermakna suatu kebiasaan, kelaziman dan keteguhan, seperti kata-kata ‘’hubbu al-ba’iru wa ahabbu’’ dialamatkan kepada unta yang tidak mau berdiri. Keempat, al-mahabbah berarti inti sari, seperti kalimat ‘’taubatal al-qalbi’’ (inti hati) yang digunakan untuk menjelaskan bagian dari dalam hati. Dengan demikian batasan-batasan dan rumusan-rumusan untuk mendefisinikan cinta adalah wajar dan benar, tetapi tidak cukup untuk mengungkapkan hakikatnya. Ia adalah isyarat-isyarat, tanda-tanda dan peringatan-peringatan. Tidak ada defenisi yang sempurna yang meliputi apa yang dirasakan oleh orang yang bercinta. Bagaimanapun juga kalimat yang mereka pergunakan, tidaklah dapat mensifati cahaya kecuali cahaya dan tidak dapat mengambarkan kerinduan kecuali kerinduan itu sendiri. Mengingat nama-nama kandungannya yang halus, maka cinta itu adalah rahasia yang tidak dapat diketahuai oleh orang yang bersangkutan 38 dan hidup dengannya. Tiada diketahuai kecuali orang-orang yang memperoleh nur dan hidup untuknya. Mahmud al-Syarif berkata:’’Barangsiapa yang merasa nikmat dengan pancaran dan kerinduan dan merasakannya, berarti dia menguasai daerahnya dan keberadaanya’’.9 Dalam pandangan Iqbal (1876-1938 M), cinta merupakan makan khuldi. Cinta bukan merupakan pencarian mistik yang sia-sia dan samar- samar, juga bukan api birahi yang membara dan mendorong ke pemuasan badani. Bagi Iqbal, cinta adalah sesuatu yang tidak kunjung kenyang, yang memimpin manusia ke jalan kebajikan dan keutamaan. Dengan demikian cinta kepada Allah SWT akan membawa seseorang hamba kepada jalan-Nya. Demikianlah beberapa gambaran dan defenisi terminologi cinta Ilahi yang dilahirkan oleh para sufi. A. Dasar-Dasar Ajaran Cinta a. Dasar Syara’ Ajaran cinta memiliki dasar dan landasan, baik di dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi SAW. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran tentang cinta khususnya dan tasawuf umumnya, dalam Islam tidaklah mengadopsi dari unsur-unsur kebudayaan asing atau Agama lain seperti yang sering ditudingkan oleh kalangan orientalis.10 9Reynold A. Nicholson,Tasawuf: Menguak Cinta Ilahiah, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1993),hal. 106 10Al-Ghazali, Penj, Ust Labib MZ,Ihya ‘Ulumuddin,op.cit., hal. 190-191 39 Dalil-dalil dalam Al-Qur’an, Minsalnya sebagai berikut: Qs. Al-Baqarah ayat 165                             Artinya:Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah SWT mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah SWT. Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya kepada Allah SWT, dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah SWT semuanya, dan bahwa Allah SWT Amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).11 Qs. Al-Maidah ayat 54                                       Artinya:Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah SWT akan mendatangkan suatu kaum yang Allah SWT mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah SWT, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah SWT, diberikan-Nya kepada 11Al-Qur’anul Karim dan Tajwid, (Surakarta: Az-Ziyadah) 40 siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah SWT Maha Luas (pemberian- Nya), lagi Maha mengetahui. Qs. Ali-Imran ayat 31               Artinya:Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah SWT mengasihi dan mengampuni dosa- dosamu." Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalil-dalil dalam hadis Nabi Muhammad SAW, Minsalnya sebagai berikut: ْنَأَوﺎَﻤُھاَﻮِﺳﺎﱠﻤِﻤِﮭْﯿَﻟِإ ﱠﺐَﺣَ أُﮫُﻟﻮُﺳَرَو ُﷲ َنﻮُﻜَﯾ ْنَأ ِنﺎَﻤﯾِﻹ َةْاَو َ ﻼ َﺪَﺣَﺟَو ِﮫﯿِﻓ ﱠﻦُﻛ ْﻦَﻣ ٌث َ ﻻ ِرﺎﱠﻨﻟاﻲِﻓ َفَﺬْﻘُﯾ ْنَأ ُهَﺮْﻜَﯾﺎَﻤَﻛ ِﺮْﻔُﻜْﻟﺎﯿِﻓ َدﻮُﻌَﯾ ْنَأ َهَﺮْﻜَﯾ ْنَأَو ُﮫﱡﺒِﺤُﯾ َﻻ َءْﺮَﻤْﻟ اﱠﺐِﺤُﯾ Artinya: Tiga hal yang barang siapa mampu melakukannya, maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu: pertama, Allah SWT dan Rasul- Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya. kedua,tidak mencintai seseorang kecuali hanya karena Allah SWT ketiga, bencikembali kepada kekafiran sebagaimana ia bencidilemparkan ke neraka.12 ُﻊَﻤْﺴَﯾيِﺬﱠﻟا ُﮫَﻌْﻤَﺳ ُﺖْﻨُﻜُﮭُﺘْﺒَﺒْﺣاَأَذِﺈَﻓ ُﮫﱠﺒِﺣُأﻰﱠﺘَﺣ ِﻞِﻓاَﻮﱠﻨﻟﺎِﺑ ﱠﻲَﻟِإ ُبﱠﺮَﻘَﺘَﯾيِﺪْﺒَﻋ ُلاَﺰَﯾﺎَﻣَو…. …ﺎَﮭِﺑ ﻲِﺸْﻤَﯾﻲِﺘﱠﻟا ُﮫَﻠْﺟِرَوﺎَﮭِﺒُﺸِﻄْﺒَﯾﻲِﺘﱠﻟا ُهَﺪَﯾَو ِﮫِﺑ ُﺮِﺼْﺒُﯾيِﺬﱠﻟا ُهَﺮَﺼَﺑَو ِﮫِﺑ Artinya:’’….Tidaklah seorang hamba-Ku senantiasa mendekati- Ku dengan ibadah-ibadah sunah kecuali Aku akan mencintainya. Jika Aku mencintainya, maka Aku punmenjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat menjadi tangannya yang ia gunakan untuk memukul dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan’’... ﻦﯿِﻌَﻤْﺟ ِسَأ ﺎﱠﻨﻟاَو ِهِﺪِﻟاَوَو ِهِﺪَﻟَو ْﻦِﻣ ِﮫْﯿَﻟِإ ﱠﺐَﺣَ أَنﻮُﻛَأﻰﱠﺘَﺣ ْﻢُﻛُﺪَﺣ َأُﻦِﻣْﺆ َﻻُﯾ 12Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi,al-Jami’ as-Shahih al- Mukhtashar, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987),Juz 1, hal. 14. 41 Artinya:’’Tidak beriman seseorang dari kalian sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia’’.13 b. Dasar Filosofis Dalam mengelaborasi dasar-dasar filosofis ajaran tentang ajaran cinta ini, Al-Ghazali merupakan ulama tasawuf yang pernah melakukannya dengan cukup bagus. Menurut beliau, ada tiga hal yang mendasari tumbuhnya cinta dan bagaimana kualitasnya sebagai berikut: 1. Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan (idrak). Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal. Karena itulah, benda mati tidak akan memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang telah dikenal dan diketahuai dengan jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.14 2. Cinta terwujud dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan. Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek, maka semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai. 13Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Husain al-Qusyairi an-Naisaburi,Sahih Muslim, (Beirut: DarIhya at-Turats al-Arabi, tt), Juz 1, hal. 67. 14Abu Hamid Al-Ghazali, Penj. Abu Asma Anshari,Al-Mahabbah Wa Asy-Syauq,op.cit, hal. 296-300 42 Selanjutnya, jika semankin besar kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang di cintai, maka semakin besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut. Kenikmatan dan kebahagiaan itu bisa dirasakan manusia melalui panca inderanya. Kenikmatan dan kebahagiaan yang dirasakan bukan melalui pancaindera, namun melalui mata hati. Kenikmatan rohaniah seperti inilah yang jauh lebih kuat dari pada kenikmatan yang dirasakan oleh panca indera. Dalam konteks inilah, cinta terhadap Tuhan terwujud. 3. Manusia tentu mencintai dirinya. Hal pertama yang dicintai oleh makhluk hidup adalah dirinya sendiri dan eksistensi dirinya. Cinta kepada diri sendiri berarti kencenderungan jiwa untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menghindari hal-hal yang bisa menghancurkan dan membinasakan kelangsungan hidupnya. B. Pencapaian Cinta Ilahi Cinta tidak mungkin terwujud kecuali setelah tertanam keyakinan yang teguh, karena itu, orang yang paling sempurna cintanya kepada Allah adalah Nabi Muhammad SAW memohon: O, Ya Allah SWT jadikanlah cinta pada-Mu sesuatu yang paling aku dambakan. Dan putuskanlah dari padaku ketergantungan pada dunia karena rindu berjumpa dengan-Mu.Jika Engkau jadikan mata pecinta dunia tepat pada dunia mereka.Maka jadikanlah mataku hanya tertuju untuk beribadah kepada-Mu’’.

Description:
cinta yang mendalam.1Masuk ke dalam al-mahabbah ini al-'isyq (rindu).2. Ada juga .. lain yang dapat ditempuh kecuali belajar bersabar. Sabar
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.