ebook img

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam penulisan hukum ini penulis akan menjabarkan tentang PDF

36 Pages·2017·0.4 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam penulisan hukum ini penulis akan menjabarkan tentang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam penulisan hukum ini penulis akan menjabarkan tentang putusan sengketa waris antara para ahli waris, dimana para ahli waris tersebut termasuk Warga Negara Indonesia (WNI) bekas golongan Eropa, yang mana bekas golongan eropa akan diberlakukan hukum waris BW (burgerlijk wetboek). Selanjutnya dalam bab ini akan dibahas mengenai: A. Pluralisme Hukum Waris Hukum Warisan di Indonesia sejak dahulu sampai saat ini masih beraneka ragam bentuknya, masing-masing golongan penduduk tunduk kepada aturan-aturan hukum yang berlaku kepadanya sesuai dengan ketentuan Pasal 163 IS Jo. Pasal 131 IS. Golongan penduduk tersebut terdiri dari:1 1 Golongan Eropa & yang dipersamakan dengan mereka berlaku padanya hukum waris BW (bergerlijk wetboek) 2 Golongan Timur Asing Tiong hoa & Non Tiong hoa berlakunya padanya hukum adatnya masing-masing disana sisi dipengaruhi oleh unsur-unsur agama & kepercayaan. 3 Golongan Bumi Putera berlaku padanya hukum kewarisan islam apabila beraga islam. Ketiga sistem hukum ini memiliki karakteristik & ciri khas masing-masing mengakibatkan terjadinya perbedan antara yang satu 1 Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 4, Volume 2, Tahun 2014. 17 dengan yang lainnya. Seperti yang telah teruurai diatas, bahwa hukum waris di indonesia masih beraneka warna coraknya, dimana tiap-tiap golongan penduduk termasuk kepada hukumnya masing-masing, antara lain hal ini dapat dilihat pada golongan masyrakat yang beragama islam kepadanya diberlakukan hukum kewarisan islam, baik mengenai tata pembagian harta pusaka, besarnya bagian antara anak laki-laki dengan anak perempuan, anak angkat, lembaga peradilan yang berhak memerisa & memutuskan sengketa warisan apabila terjadi perselisihan antara para ahli waris dan lain sebagainya. Untk golongan masyarakat non muslim, mereka tunduk kepada hukum adatnya masing-masing disana sisi dipengaruhi oleh unsur-unsur agama & kepercayaan. Begitu juga terhadap golongan eropa dan yang dipersamakan dengan mereka, aturan tentang hukum waris ini sepenuhnya diserahkan kepada hukum perdata eropa (kitab undang- undang hukum perdata).2 Dari penjelasan tersebut diatas, mengakbatkan pula terjadinya perbedaan tentang arti & makna hukum waris itu sendri bagi masing- masing golongan penduduk. Artinya belum terdapat suatu keseragaman tenang pengertian & makna hukum waris sebagai suatu standart hukum (pedoman) serta pegangan yang berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia. Berdasarkan peraturan Perundang-undangan RI UU No. 62/1958 & Keppres No. 240/1957 pembagian golongan penduduk seperti diatas telah 2 Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi 3, Volume 1, Tahun 2013. 18 dihapuskan tentang hukum waris ini dapat dilihat dalam kewarisan islam, hukum adat & kitab undang-undang hukum perdata (BW). Dalam menyelesaikan sengketa waris dapat diajukan ke pengadilan negeri apabila penyelesaian tunduk pada hukum adat dan KUHPerdata (civil law) hal ini berdasar pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No.23). atau dapat diajukan ke pengadilan agama bila penyelesaian tunduk pada hukum islam, hal ini berdasar pada Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.yang bermakna “para pihak sebelum berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan, dinyatakan dihapus”. Secara eksplisit, hukum islamlah yang harusnya menjadi pilihan bagi mereka yang beraga islam. Namun, ketentuan ini tidak mengikat karena UU peradilan agama ini tidak secara tegas mengatur persoalan penyelesaian pembagian harta waris bagi pewaris yang beraga islam (personalitas keislaman pewaris) atau Non islam. B. Hukum Waris BW (bergerlijk wetboek) Hukum waris menurut konsepsi hukum perdata barat yang bersumber pada BW, merupakan bagian dari hukum harta kekayaan. Oleh karena itu, hanyalah hak dan kewajiban yang berwujud harta kekayaan yang merupakan warisan dan yang akan diwariskan. Hak dan kewajiban dalam hukum publik, hak dan kewajiban yang timbul dari kesusilaan dan kesopanan tidak akan diwariskan, demikian pula halnya dengan hak dan 19 kewajiban yang timbul dari hubungan hukum keluarga, ini juga tidak dapat diwariskan.3 Hukum waris merupakan kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antar mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.4 Dalam hukum waris menurut BW berlaku suatu asas bahwa “apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”.5 Yang merupakan ciri khas hukum waris menurut BW antara lain “adanya hak mutlak dari para ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan”.6 Berdasarkan sistematika Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka jelas bahwa masalah-masalah penting yang menyangkut kewarisan diatur di dalam Buku II tentang Kebendan. Sistematika tersebut memberi petunjuk bahwa hak kewarisan dan segala sesuatu yang timbul karenanya di pandang sebagai hak kebendaan. Dalam kaitan ini memang banyak bukti bahwa hukum waris memiliki dimensi hukum kebendaan. Hal ini 3 Eman Suparman, Op.cit, hal. 25. 4 Pluto, 1979, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Terjemahan M. Isa Arief, Jakarta: Intermasa .hal.1. 5 R Subekti, 1977, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, hal. 79. 6 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris di Indonesia, Bandung: Vorknik Van Hoeve Gravenhage, hal.12. 20 dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain yang tercantum di dalam pasal 833, 834 dan pasal 1100 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.7 1. Asas-Asas Dalam hukum waris BW berlaku asas, bahwa hanya hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta benda saja yang dapat diwariskan. Atau hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Jadi hak dan kewajiban dalam lapangan hukum kekeluargaan atau kepribadian, misalnya hak dan kewajiban sebagai suami atau ayah, tidak dapat diwariskan. Selain itu berlaku juga asas, bahwa apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu pula segala hak dan kewajibannya beralih kepada ahli warisnya. Asas ini dalam bahasa Perancis disebut “le mort saisit le vif”. Sedangkan pengoperan segala hak dan kewajiban dari sipewaris oleh para ahli waris disebut “siasine”. Ada juga asas yang disebut dengan “heredetaris petition” yaitu dak dari ahli waris untuk menuntut semua yang termasuk dalam harta peninggalan si pewaris terhadap orang yang menguasai harta warisan tersebut untuk diserahkan padanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Asas ini diatur dalam pasal 834 BW. Selain itu juga asas “de naaste in het bloed, erft het goed “ yang artinya yang berdarah dekat, warisan didapat. Dan untuk mengetahui kedekatan tersebut, harus dilakukan perhitungan dan 7 Sudarsono, 1994, Hukum Waris dan Sistem Bilateral, Jakarta: PT. Rineka Cipta, hal. 12. 21 untuk ini dipakai ukuran perderajatan dngan rumus X-1. Semakin besar nilai derajat, maka semakin jauh hubungan kekeluargaan dengan si pewaris. Begitu juga sebaliknya, semakin kecil nilai derajat, maka semakin dekat hubungan hubungan darah dengan si pewaris. Misal : ukuran derajat seorang anak kandung dengan si pewaris adalah 2- 1=1.8 2. Pewaris Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa wasiat. Dasar hukum seorang ahli waris mewarisi sejumlah harta pewaris menurut sistem hukum waris BW ada dua cara, yaitu: a. Menurut ketentuan undang-undang; dan. b. Ditunjuk dalam surat wasiat (testament).9 Undang-undang telah menentukan bahwa untuk melanjutkan kedudukan hukum seseorang yang meninggal, sedapat mungkin disesuaikan dengan kehendak dari orang yang meninggal itu. Undang- undang berprinsip bahwa seseorang bebas untuk menetukan kehendaknya tentang harta kekayaan setalah ia meninggal dunia. 8 Mujiyono, Resume Hukum Waris Menurut BW, http://anugrahjayautama.com/2012/06/hukum-waris-menurut-bw.html, diakses pada 23 Februari 2016. 9 Ibid, hal. 78. 22 Akan tetapi apabila seorang tidak menentukan sendiri ketika ia hidup tentang apa yang akan terjadi terhadap harta kekayaanya maka dalam hal demikian undang-undang kembali akan menentukan perihal pengaturan harta yang ditinggalkan seseorang tersebut.10 3. Harta Waris warisan atau harta waris dalam sistem hukum perdata barat yang bersumber pada BW itu meliputi seluruh harta benda beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban pewaris dalam lapangan hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang. Akan tetapi terhadap ketentuan tersebut ada beberapa pengecualian, di mana hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan ada juga yang tidak dapat beralih kepada ahli waris, antara lain:11 a. Hak memungut hasil (vruchtgebruik); b. Perjanjian perburuhan, dengan pekerjaan yang harus dilakukan bersifat pribadi; c. Perjanjian perkongsian dagang, baik yang berbentuk maatschap menurut BW maupun firma menurut WvK, sebab perkongsian ini berakhir dengan meninggalnya salah seorang anggota/persero. Di atas telah dikemukakan bahwa kematian seseorang menurut BW mengakibatkan peralihan segala hak dan kewajiban pada seketika itu juga kepada ahli warisnya. Hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 833 ayat (1) BW, yaitu “sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak, dan segala piutang dari yang meninggal”. Peralihan hak dan 10 Eman Suparman, Op.cit, hal. 29. 11 Eman Suparman, Op.cit, hal. 27. 23 kewajiban dari yang meninggal dunia kepada ahli warisnya disebut “saisine”.12 Adapun yang dimaksud dengan saisine ialah ahli waris memperoeh segala hak dan kewajiban dari yang meninggal dunia tanpa memerlukan suatu tindakan tertentu, demikian pula bila ahli waris tersebut belum mengetahui tentang adanya warisan itu. 4. Ahli Waris & Bagian Ahli Waris BW mengenal empat golongan ahli waris yang bergiliran berhak atas harta peninggalan. Artinya, apabila golongan pertama masih ada, maka golongan kedua dan seterusnya tidak berhak atas harta peninggalan, demikian juga apabila golongan pertama tidak ada sama sekali, yang berhak hanya golongan kedua, sedangkan golongan ketiga dan keempat tidak berhak. Bagian masing-masing ahli waris menurut BW adalah sebagai berikut:13 a. Bagian golongan pertama yang meliputi anggota keluarga dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak-anak beserta keturunan mereka, dan janda atau duda yang hidup paling lama, masing-masing memperoleh satu bagian yang sama. Jadi bila terdapat empat orang anak dan janda, maka masing-masing mendapat bagian. Apabila salah seorang anak telah meninggal dunia terlebih dahulu dari pewaris akan tetapi mempunyai empat orang anak, yaitu cucu pewaris, maka bagian anak yang dibagi di antara anak-anak yang menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal itu 12 R Subekti, Op.cit, hal.79. 13 Eman Suparman, Op.cit, hal. 35-37. 24 (plaatsvervulling), sehingga masing-masing cucu memperoleh bagian. Jadi hakikat dari golongan pertama ini, jika pewaris hanya meninggalkan seorang anak dan dua orang cucu, maka cucu tidak memperoleh warisan selama anak pewaris masih ada, baru apabila anak pewaris itu telah meninggal lebih dahulu dari pewaris, kedudukannya digantikan oleh anak-anaknya atau cucu pewaris. b. Bagian golongan kedua yang meliputi anggota keluarga dalam garis lurus ke atas yaitu orang tua, ayah dan ibu, serta saudara, baik laki-laki maupun perempuan beserta keturunan mereka. Menurut ketentuan BW, baik ayah, ibu maupun saudara-saudara pewaris masing-masing mendapat bagian yang sama. Akan tetapi bagian ayah dan ibu senantiasa diistimewakan karena mereka tidak boleh kurang dari bagian dari seluruh harta warisan. Jadi apabila terdapat tiga orang saudara yang mewaris bersama-sama dengan ayah dan ibu, maka ayah dan ibu masing-masing akan memperoleh bagian dari seluruh harta warisan. Sedangkan separoh dari harta warisan itu akan diwarisi oleh tiga orang saudara, masing-masing dari mereka akan memperoleh bagian. Jika ibu atau ayah salah seorang sudah meninggal dunia, yang hidup paling lama akan memperoleh bagian sebagai berikut: 25 1) (setengah) bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama dengan seorang saudaranya, baik laki-laki maupun perempuan, sama saja; 2) Bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama- sama dengan dua orang saudara pewaris; 3) (seperempat) bagian dari seluruh harta warisan, jika ia mewaris bersama-sama dengan tiga orang atau lebih saudara pewaris. Apabila ayah dan ibu semuanya sudah meninggal dunia, maka harta peninggalan seluruhnya jatuh pada saudara-saudara pewaris, sebagai ahli waris golongan dua yang masih ada. Apabila di antara saudara-saudara yang masih ada itu ternyata hanya ada yang seayah atau seibu saja dengan pewaris, maka harta warisan terlebih dahulu dibagi dua, bagian yang satu bagian saudara seibu. Jika pewaris mempunyai saudara seayah dan seibu disamping saudara kandung itu diperoleh dari dua bagian yang dipisahkan tadi. c. Bagian golongan ketiga yang meliputi kakek, nenek, dan lelehur selanjutnya ke atas dari pewaris, apabila pewaris sama sekali tidak meninggalkan ahli waris golongan pertama maupun kedua. Dalam keadaan seperti ini sebelum harta warisan dibuka, terlebih dahulu harus dibagi dua 26

Description:
Asas ini diatur dalam pasal 834 BW. Selain itu juga asas “de naaste in het bloed, erft het goed “ yang artinya yang berdarah dekat, warisan didapat.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.