ebook img

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian stereotip gender terutama terhadap PDF

46 Pages·2013·0.62 MB·Indonesian
by  
Save to my drive
Quick download
Download
Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.

Preview BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian stereotip gender terutama terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian stereotip gender terutama terhadap perumpamaan Batak Toba belum ada dilakukan tetapi penelitian tentang umpasa masyarakat Batak Toba sudah banyak dilakukan untuk menunjang perkembangan, pemakaian dan makna yang tepat dari suatu umpasa. Adapun beberapa penelitian sebelumnya menyangkut gender dan umpasa antara lain: 1. Ida Basaria (2008) Jurnal Ilmiah Indonesia berjudul: Stereotip Gender Bentuk Perintah Bahasa Batak Toba. Pembahasan masalah diatas menunjukkan adanya stereotip gender pada perintah bahasa Batak Toba yang digunakan suami dengan istri pada masyarakat Batak Toba yakni bagaimana bentuk penggunaan kalimat perintah yang digunakan oleh suami terhadap istrinya pada masyarakat Batak Toba, bagaimana pula bentuk penggunaan perintah istri terhadap suaminya. 2. T. M. Sihombing (1989) menulis buku : Jambar Hata: Dongan Tu Ulaon Adat. Tulisan ini lebih difokuskan upacara-upacara adat Batak Toba beserta pemakaian umpasa sesuai dengan upacara adat berlangsung. Disamping itu beliau membedakan antara umpasa dan umpama berdasarkan bentuknya. Selain itu diungkapkan juga beberapa falsafah Batak, makna ulos ‘selendang’ dan beberapa bentuk sastra Batak. 19 Universitas Sumatera Utara 3. Parlindungan Purba (2002) tesis berjudul: Ruang Persepsi Metapora pada Umpasa Masyarakat Batak Toba: Suatu Kajian Paragmatik. Kajian ini difokuskan pada ruang persepsi metafora yang ditemukan dalam masyarakat Batak Toba pada kegiatan acara adat marhata sinamot ‘memusyawarahkan uang emas kawin’, dan ‘maranjuk’ pesta membayar adat penuh’. 4. Tomson Sibarani (2008) tesis berjudul : Tindak Tutur dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Kajian ini ditekankan pada tindak tutur yang digunakan hula-hula ‘pemberi istri’, dongan sabutuha ’kerabat semarga’, dan boru ‘penerima istri’, tindak tutur yang dominan, bagaimana tindak tutur dilakukan, jenis dan fungsi tindak tutur dalam upacara perkawinan masyarakat Batak Toba. 5. Flansius Tampubolon (2010) tesis berjudul: Umpasa Masyarakat Batak Toba Dalam rapat Adat: Suatu Kajian Pragmatik. Kajian ini membahas fungsi, jenis dan komponen tindak tutur umpasa masyarakat Batak Toba pada upacara adat yakni rapat adat atau musyawarah uang emas kawin (marhata sinamot) yang dihadiri oleh ketiga unsur Dalihan Na Tolu, yaitu hula-hula ‘pemberi istri’, dongan sabutuha/ dongan tubu ‘kerabat semarga’, dan boru ‘penerima istri’ dari kedua pihak yang mempergunakan umpasa sebagai tindak tutur pada acara tersebut. Dideskripsikan jenis tindak tutur, dan fungsi maupun komponen tindak tutur yang menyangkut makna lokusi, makna ilokusi, dan makna perlokusi pada umpasa yang digunakan oleh hula-hula (pihak pemberi istri), dongan sabutuha/ dongan tubu ‘kerabat semarga’, dan boru ‘penerima istri’. Universitas Sumatera Utara 2.2. Teori Gender Gender berbeda dengan sex, meskipun secara etimologis artinya sama sama dengan sex, yaitu jenis kelamin (Echols dan Shadily, 1983: 517). Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal gender berbeda dengan jenis kelamin. Gender sering juga dipahami sebagai pemberian dari Tuhan atau kodrat Ilahi, padahal gender tidak semata-mata demikian. Secara etimologis kata ‘gender’ berasal dari bahasa Inggris yang berarti ‘jenis kelamin’ (Echols dan Shadily, 1983: 265). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) kata stereotip mempunyai makna (1) bentuk tetap, bentuk klise, (2) konsepsi mengenai sikap suatu golongan berdasar prasangka yang subjektif dan tidak tepat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, konsep stereotip tampaknya lebih tepat mengacu pada pengertian kedua. Dalam buku Social Psychology yang ditulis oleh Franzoi mengatakan bahwa Stereotip adalah “Stereotypes involve beliefs about specific groups. Social beliefs, which are typically learned from others and maintained through regular social interaction, are stereotypes “ (schneider, 2004 in Franzoi, 2009:199). Penelitian bahasa dan gender dipelopori oleh Lakoff yang mengemukakan teori-teorinya tentang keberadaan bahasa-bahasa perempuan dalam bukunya ‘Language and Women’s Place’ (1975). Terdapat beberapa defenisi tentang gender, yakni : a. Gender adalah peran sosial dimana peran laki-laki dan peran perempuan ditentukan (Suprijadi dan Siskel, 2004) Universitas Sumatera Utara b. Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki- laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu (WHO, 2001). c. Gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab sosial bagi perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh budaya (Azwar, 2001) d. Gender adalah jenis kelamin sosial dan konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin (Suryadi dan Idris, 2004) Edward Wilson yang berasal dari Harvard University (1975) membagi beberapa teori tentang gender yaitu: 2.2.1. Teori Nurture Menurut teori Nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan kontribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang-orang yang kerap memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki- laki (kaum feminis) yang cenderung mengejar ‘kesamaan/kesempurnaan’ yang kemudian dikenal dengan istilah kesempurnaan kuantitas (perfect equality). Perjuangan tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari nilai agama maupun budaya. Oleh karena itu, aliran Nurture melahirkan paham sosial konflik yang memperjuangkan kesamaan proporsional dalam segala aktivitas masyarakat. Universitas Sumatera Utara Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuat sebuah program khusus (affirmatif action) guna memberikan peluang bagi pemberdayaan perempuan yang kadangkala berakibat timbulnya reaksi negatif dari kaum laki-laki karena apriori terhadap perjuangan tersebut. 2.2.2. Teori Nature Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi bahwa diantara dua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun laki-laki, memiliki peran kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dalam kehidupan sosial, ada pembagian tugas (division of labour), begitu pula dalam kehidupan keluarga karena tidaklah mungkin dalam keluarga sebuah kapal dikomandani oleh dua nahkoda. Keluarga adalah sebagai unit sosial yang memberikan perbedaan suami dan isteri untuk saling melengkapi dan saling membantu satu sama lain. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam keluarga. Aliran ini melahirkan paham struktural fungsional yang menerima perbedaan peran, asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan (komitmen) antara suami-istri dalam keluarga, antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 2.2.3. Teori Equilibrium Terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan dalam kehidupan, berkeluarga bermasyarakat, dan berbangsa. Oleh karena itu, penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual (yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuai situasi/ keadaan), bukan berdasarkan perhitungan secara matematis (jumlah/quota) dan tidak bersifat universal. Menurut teori nurture, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Sedangkan menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah karena faktor kodrat yang menyebabkan perbedaan biologis yang memberikan implikasi pada kedua jenis tersebut dan memiliki peran dan tugas yang berbeda. Teori equilibrium dikenal dengan adanya keseimbangan atau kompromistis yang menekankan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam bekerjasama/ hubungan antara perempuan dan laki-laki. Pada hakikatnya, untuk mengembangkan dan mematangkan berbagai potensi yang ada pada diri perempuan dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki sebagai sumber daya. Namun hingga kini masih dirasakan adanya bias gender/ kesenjangan gender dalam berbagai aspek dalam masyarakat/ budaya batak sehingga posisi dan kondisi kaum perempuan belum setara dengan kaum laki-laki. Universitas Sumatera Utara 2.3. Antropolinguistik Istilah Antropolinguistik sering dibedakan dengan Linguistik Antropologi. Yang pertama lebih menekankan pemahaman antropologi dibanding linguistik, sementara yang kedua lebih menitikberatkan linguistik daripada antropologi. Hubungan bahasa dengan kebudayaan erat sekali. Bahasa adalah bagian kebudayaan. Hal ini saling mempengaruhi, saling mengisi, dan berjalan berdampingan. Oleh karena itu yang mendasari hubungan bahasa dengan kebudayaan dan kebudayaan dapat dipelajari melalui bahasa. Antropolinguistik adalah ilmu yang mempelajari manusia dan kebudayaan secara menyeluruh. Di satu pihak manusia adalah pencipta kebudayaan, dipihak lain kebudayaan yang “menciptakan” manusia sesuai dengan lingkungannya. Dengan demikian terjalin hubungan timbal balik yang sangat erat dan padu antara manusia dan kebudayaan. Dalam kebudayaan bahasa menduduki tempat yang unik dan terhormat. Selain sebagai unsur kebudayaan, bahasa juga berfungsi sebagai sarana terpenting dalam pewarisan, pengembangan dan penyebarluasan kebudayaan. Cakupan kajian yang berkaitan dengan bahasa sangat luas karena bahasa mencakup hampir semua aktifitas manusia. Hingga akhirnya linguistik memperlihatkan adanya pergerakan menuju kajian yang bersifat multidisiplin, salah satunya adalah antropologi linguistik. Antropologi linguistik biasa juga disebut etnolinguistik menelaah bukan hanya dari strukturnya semata tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi sosial budaya. Kajian antropologi linguistik antara lain menelaah Universitas Sumatera Utara struktur dan hubungan kekeluargaan melalui istilah kekerabatan, konsep warna, pola pengasuhan anak, atau menelaah bagaimana anggota masyarakat saling berkomunikasi pada situasi tertentu seperti pada upacara adat, lalu menghubungkannya dengan konsep kebudayaannya. Contoh: tindak tutur pendeta ‘.......dengan ini, kalian saya nyatakan sebagai suami isteri....’ adalah sebuah tindakan melalui bahasa yang mempunyai otoritas dalam masyarakat untuk mengukuhkan sepasang pengantin menjadi sepasang suami istri yang sah secara hukum dan terterima oleh masyarakat. Melalui pendekatan antropologi linguistik, kita mencermati apa yang dilakukan orang dengan bahasa dan ujaran-ujaran yang diproduksi; diam dan gesture dihubungkan dengan konteks pemunculannya (Duranti, 2001:1). Dapat dikatakan pendekatannya melalui performance, indexcality, dan participation. Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam hubungannya dengan perkembangan waktu, perbedaan tempat komunikasi, sistem kekerabatan, pola-pola kebudayaan lain dari suatu suku bangsa. Antropolinguistik menitikberatkan pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu masyarkat seperti peranan bahasa di dalam mempelajari bagaimana hubungan keluarga diekspresikan dalam terminologi budaya, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain dalam kegiatan sosial dan budaya tertentu, dan bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang dari budaya lain, bagaimana cara seseorang berkomunikasi dengan orang lain secara tepat sesuai dengan konteks budayanya, dan bagaimana bahasa Universitas Sumatera Utara masyarakat dahulu sesuai dengan perkembangan budayanya. (Robert Sibarani 2004: 50). “ Antropological linguistics is that sub-field of linguistics which is concern with the place of language in its wider social and cultural context, its role in forging and sustaining cultural practices and social structures. As such, it may be seen to overlap with another sub-field with a similar domain, sociolinguistics, and in practice this may indeed be so. (Foley, 2003:3)” Foley’s (1997:3) mendefenisikan linguistik antropologi sebagai sub disiplin linguistik yang berkaitan dengan tempat bahasa dalam konteks budaya maupun sosial yang memiliki peran menyokong dan menempa praktek-praktek kultural dan struktur sosial. Antropolinguistik memandang bahasa sebagai prisma atau inti dari konsep antropologi budaya untuk mencari makna dibalik penggunaan, ketimpangan penggunaan maupun tanpa menggunakan bahasa dalam bentuk register dan gaya yang berbeda. Dengan kata lain, Antropolinguistik memuat interpretasi bahasa untuk menemukan pemahaman kultural. “Antropological linguistics views language through the prism of the core anthropological concept, culture, and such, seeks to uncover the meaning behind the use, misuse, or non-use of language, its different forms, registers and style. It is an interpretive discipline peeling away at language to find cultural understandings”. ( Foley 1997:3) Sebagai bidang interdisipliner, ada tiga bidang kajian antropolinguistik, yakni studi mengenai bahasa, studi mengenai budaya, dan studi mengenai aspek lain dari kehidupan manusia, yang ketiga bidang tersebut dipelajari dari kerangka kerja linguistik dan antropologi. Kerangka kerja linguistik didasarkan pada kajian bahasa dan kerangka kerja antropologi didasarkan pada kajian seluk-beluk kehidupan manusia. Universitas Sumatera Utara Dengan mendengar istilah antropolinguistik, paling sedikit ada tiga relasi penting yang perlu diperhatikan. Pertama, hubungan antara satu bahasa dengan satu budaya yang bersangkutan. Yang berarti bahwa ketika mempelajari suatu budaya, kita juga harus mempelajari bahasanya, dan ketika kita mempelajari bahasanya kita juga harus mempelajari budayanya. Kedua, hubungan bahasa dengan budaya secara umum yang berarti bahwa setiap ada satu bahasa dalam suatu masyarakat, maka ada satu budaya dalam masyarakat itu. Bahasa mengindikasikan budaya, perbedaan bahasa berarti perbedaan budaya atau sebaliknya. Ketiga, hubungan antara linguistik sebagai ilmu bahasa dengan antropologi sebagai ilmu budaya. (Sibarani 2004:51). Kajian Antropolinguistik terhadap tradisi lisan dimulai dari unsur-unsur non-verbal. Struktur dan formula unsur verbal dan non verbal tradisi lisan dapat dijelaskan melalui pemahaman struktur teks dan konteksnya sehingga pemahaman bentuk juga menjadi pemahaman performansi tradisi lisan. Dengan kata lain, antropolinguistik mempelajari teks dan performansi tradisi lisan dalam kerangka kerja antropologi, mempelajari konteks budaya, konteks ideologi, konteks sosial, dan konteks situasi tradisi lisan dalam kerangka kerja linguistik. Disamping bertujuan menemukan formula yang dirumuskan dari struktur teks dan konteks (bentuk) tradisi lisan, antropolinguistik menggali nilai, norma, dan kearifan lokal (isi) tradisi lisan serta berupaya merumuskan model penghidupan kembali, pengelolaan, dan proses pewarisan (revitalisasi) tradisi lisan. Nilai dan norma budaya tradisi lisan dikristalisasi dan ditemukan makna dan fungsinya. Dari makna dan fungsi bagian-bagian tradisi lisan serta makna dan fungsi keseluruhan Universitas Sumatera Utara

Description:
tindak tutur dilakukan, jenis dan fungsi tindak tutur dalam upacara perkawinan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) kata stereotip mempunyai makna (1) . Antropological linguistics is that sub-field of linguistics which is.
See more

The list of books you might like

Most books are stored in the elastic cloud where traffic is expensive. For this reason, we have a limit on daily download.